RANCANGAN PERCOBAAN METODE ANALISIS KARAKTERISASI PATI

32

C. RANCANGAN PERCOBAAN

Rancangan percobaan yang digunakan pada pembuatan sirup glukosa adalah desain rancangan faktor tunggal yang masing-masing dilakukan pada karakteristik pati sagu, metode hidrolisis asam dan enzim. Jenis perlakuan yaitu jenis pati yang terdiri atas 5 taraf yaitu, pati sagu yang berasal dari 5 wilayah yang berbeda, diantaranya : S1 = Sulawesi Utara S2 = Jawa Barat S3 = Riau S4 = Irian Jaya S5 = Kalimantan Selatan Model rancangan percobaan berdasarkan Sudjana 1985, untuk penelitian ini adalah sebagai berikut : Yij = μ + Wi + ε ij Yij : variabel yang akan dianalisis μ : rata-rata sebenarnya Wi : pengaruh jenis pati pada taraf ke-i i = S 1, S2, S3, S4, dan S5 ε ij : kekeliruan yang merupakan efek acak unit eksperimen ke-j pada jenis pati sagu ke-i

D. METODE ANALISIS

Analisis yang dilakukan meliputi karakterisasi sifat fisikokimia terhadap pati sagu, analisis sifat fisika, kimia dan mutu sirup glukosa SNI 01- 2978-1992. Karakterisasi pati meliputi analisis kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar pati, kadar serat, dan kadar lemak, serta analisis daya cerna pati oleh amilase pankreatin. Analisis sirup glukosa meliputi DE, DP, rendemen, kadar abu, kadar bahan kering, kejernihan, dan pH. Prosedur analisis disajikan pada Lampiran 1. 33 I V . H A S I L D A N P E M B A H A S A N

A. KARAKTERISASI PATI

Pati sagu yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan sirup glukosa terdiri atas lima jenis yang berasal dari lima wilayah yang berbeda yaitu Jawa Barat, Riau, Sulawesi Utara, Kalimantan Selatan, dan Irian Jaya. Karakterisasi meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar serat, kadar pati dan kadar protein. Pati jagung dan pati singkong sebagai pati pembanding juga dikarakterisasi seperti pati sagu. Hasil analisis proksimat pati sagu dan pati singkong dan jagung tersebut dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Analisis proksimat dan daya cerna pati Pati Sagu Pati komersial Analisis proksimat Sagu1 Sagu2 Sagu3 Sagu4 Sagu5 Singkong Jagung Kadar air 14,42 14,08 12,03 13,50 11,26 11,48 7,90 Kadar abu bk 0,09 0,17 0,27 0,06 0,12 0,23 0,10 Kadar lemak bk 0,25 0,33 0,45 0,23 0,33 0,25 0,13 Kadar serat bk 0,65 0,91 1,06 0,93 0,87 1,12 0,65 Kadar pati bk 86,93 87,51 86,07 85,72 85,89 82,05 89,68 Kadar protein bk 2,24 1,69 1,56 1,94 1,73 0,37 0,47 Analisis daya cerna pati DE 26,16 24,99 25,21 38,59 26,14 25,05 31,39 DP 3,82 4,06 3,97 2,59 3,83 3,99 3,19 Dari hasil analisis ragam terhadap karakteritik bahan baku pada α = 5 menunjukkan bahwa kadar air, kadar abu, dan daya cerna pati berpengaruh nyata, sedangkan karakteristik kimia lainnya tidak berpengaruh nyata. Hasil analisis ini ditunjukkan pada Lampiran 2. Kadar air pati sagu yang dihasilkan berkisar antara 11,26 – 14,42, sebagian pati sagu belum memenuhi standar SNI untuk pati sagu yaitu maksimum 13. Kadar air pati sagu dipengaruhi oleh kelembaban relatif lingkungan, jumlah air yang ditambahkan selama proses ekstraksi dan juga proses pengeringan terhadap pati. Proses pengeringan pada sistem tradisional 34 umumnya hanya menggunakan sinar matahari, sedangkan pada sistem yang modern, pengeringan menggunakan mesin pengering. Pati sagu memiliki kandungan mineral yang cukup rendah dan dari hasil analisis kadar abu yang dihasilkan berkisar antara 0,063 – 0,265. Rendahnya kadar abu pati sagu disebabkan karena rendahnya kandungan mineral yang terdapat pada pati sagu. Tempat tumbuh sagu pada umumnya yaitu lahan gambut yang memiliki kandungan mineral yang rendah. Kandungan unsur makro yaitu Ca, K, dan Mg serta unsur mikro khususnya Cu, B dan Zn sangat rendah Subagyo et al., 1996. Kadar abu dari wilayah Kalimantan Selatan, dan Irian Jaya, Sulawesi Utara cukup rendah, tanaman sagu di Kalimantan Selatan dan Irian Jaya tumbuh di lahan gambut ombrogen yang memiliki tingkat keasaman tanah yang cukup tinggi sehingga unsur-unsur mikro yang terdapat dalam tanah membentuk kation-kation dengan asam organik dari gugus karboksilat dan fenolat yang banyak terdapat pada lahan gambut ombrogen. Tingkat kesuburan tanah di Pulau Jawa cukup baik, kandungan unsur hara yang tersedia bagi tanaman relatif lebih tinggi karena Pulau Jawa dilalui oleh jalur pegunungan berapi Sirkum Mediterania, dan struktur tanah pada umumnya adalah alluvial, vulkanik dan humus yang baik untuk pertanian Setiawan et al., 2005. Uji homogenitas terhadap kadar protein dan kadar lemak pada Lampiran 3 menunjukkan sagu3, 4, dan 5 berada pada kelompok yang sama. Kadar serat dan kadar protein yang terkandung dalam pati, dipengaruhi oleh proses selama ekstraksi pati, sehingga diduga proses ekstraksi yang dilakukan pada ketiga wilayah tersebut hampir sama. Kadar pati sagu bahkan lebih tinggi dari pati singkong yaitu 82,05. Sagu tumbuh di lahan rawa air tawar, lahan gambut dan di sepanjang aliran sungai. Tanah gambut tropis mempunyai kandungan bahan organik yang tinggi lebih dari 90 dan kandungan unsur karbon C yang sangat tinggi. Sekitar 5 dari seluruh karbon bumi diperkirakan termasuk kawasan gambut tropis Hastin, 2002. Tingginya kandungan C sebagai penyusun pati menyebabkan pati sagu memiliki kadar pati yang tinggi. Dari uji homogenitas kadar pati yang terdapat pada Lampiran 3 diketahui bahwa semua pati terdapat dalam kelompok yang sama, yang berarti bahwa antara masing-masing pati sagu tidak berbeda nyata. Karakteristik sifat kimia pati sagu memenuhi standar SNI, kecuali pada kadar serat dan kadar air pati sagu dari beberapa daerah. Hasil analisis kadar air selanjutnya akan digunakan sebagai basis untuk menentukan dosis penggunaan enzim dan konsentrasi suspensi pati berdasarkan bobot kering pati. Pati singkong yang dipergunakan berasal dari pabrik tapioka di Ciluar, Bogor. Proses pengeringan pati dilakukan dengan pengeringan sinar matahari sehingga kadar air pati masih tinggi. Pati jagung yang digunakan merupakan pati yang dijual di pasaran dan dikenal dengan nama maizena. Pati jagung dan tapioka memiliki kadar protein, lemak dan serat yang rendah. Hal ini karena pati jagung dan tapioka diperoleh dari industri yang memproduksi pati tersebut dalam skala besar sehingga pati tersebut sudah melalui proses 35 deproteinasi untuk mengurangi kandungan protein dan defatting untuk mengurangi kandungan lemak, serta proses penyaringan pada pati jagung untuk mengurangi kandungan serat. Warna pati juga lebih putih bila dibandingkan dengan pati sagu. Penampakan fisik pati sagu dan pati pembanding disajikan pada Gambar 7. Pati sagu memiliki warna yang lebih gelap, terutama pada pati sagu4 yang berasal dari Irian Jaya. Warna pati sagu dipengaruhi oleh kandungan senyawa fenolik pada sagu yang menyebabkan aktivitas oksidase dari enzim polifenolase yang menyebabkan reaksi pencoklatan enzimatis pada pati. Senyawa-senyawa fenolik dapat berasal dari air yang digunakan untuk proses ekstraksi. Proses ekstraksi pati di Irian Jaya umumnya menggunakan air yang tergenang yang berwarna hitam sehingga mempengaruhi warna pati sagu yang dihasilkan. Menurut Subagyo et al., 1996, wilayah pertumbuhan tanaman sagu sebagian besar berada pada hutan rawa yang dialiri oleh sungai yang berwarna hitam. Sungai berwarna hitam memiliki nutrisi yang rendah dan tinggi kandungan senyawa polifenol yang memberikan warna coklat pada air. Gambar 7. Penampakan fisik pati sagu dan pati pembanding

B. DAYA CERNA PATI OLEH AMILASE PANKREATIN