35 lanjut Tukey LSD Lampiran 2b. Berdasarkan uji tersebut, reduksi E. coli
antara konsentrasi 80 dan 100 ppm terdapat perbedaan nyata p=0,018. Namun reduksi E. coli pada konsentrasi 80 dan 90 ppm tidak menunjukkan
perbedaan nyata p=0,087. Pada konsentrasi 90 dan 100 ppm reduksi E.coli juga menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata p= 0,279. Perbandingan
reduksi E.coli antar konsentrasi yang tidak berbeda nyata menunjukkan bahwa kekuatan ASC pada 80 ppm tidak berbeda nyata dengan ASC 90
ppm. Penarikan keputusan penggunaan konsentrasi pada penelitian lanjutan
berdasarkan konsentrasi terendah. Pada konsentrasi yang lebih tinggi jumlah larutan dan serbuk asam sitrat yang digunakan lebih banyak. Selain itu pada
konsentrasi 80 ppm, larutan Acidified Sodium Chlorite sudah dapat mereduksi E. coli sebanyak 1,2 siklus log Gambar 11.
Analisa E. coli oleh Laboratorium Food Proccesing PT. CPB dilakukan untuk membuktikan ada tidaknya kontaminasi E. coli pada
produk akhir. Syarat mutu mikrobiologi pada produk akhir di PT CPB untuk E. coli adalah 0 MPNgram, yaitu tidak boleh ada E. coli pada produk akhir.
Oleh karena itu, Aqua-Plus 5® pada konsentrasi 80 ppm akan diuji efektivitasnya terhadap frekuensi pencelupan. Percobaan lanjutan dilakukan
untuk melihat pengaruh konsentrasi 80 ppm dalam mereduksi total mikroba dengan analisa Total Plate Count TPC.
C. pH
Pengukuran pH bertujuan mengetahui perubahan pH yang terjadi selama proses pencelupan udang dalam larutan sanitaiser. Waktu
pengukuran pH dimulai ketika larutan tiap sanitaiser dicampur dalam air dan es. Nilai pH sanitaiser sangat berpengaruh pada efektifitas reduksi mikroba.
Keefektifan sifat antimikroba sodium hipoklorit terjadi pada pH optimum 6- 7 Ingham, 2005.
Larutan sodium hipoklorit mengalami perubahan pH yang relatif tetap yaitu dari pH awal yang berkisar 8-9 menjadi 7-8 pada pH akhir. Larutan
Aqua-Plus 5® mempunyai nilai pH yang relatif tetap yaitu pH awal 5-7
36 dan pH akhir 6-7 Tabel 2. Perubahan nilai pH dari awal sampai akhir
proses pencelupan larutan sanitaiser dapat dilihat dalam Lampiran 1b.
Tabel 2. Perubahan pH pada ASC dan Sodium Hipoklorit
Perlakuan Interval Hasil 2 Ulangan Perubahan pH
Awal Akhir
Air 7-9 7-8
ASC 80 ppm 6-7
6-7 ASC 90 ppm
5-7 6-7
ASC 100 ppm 6-7
6-7 Sodium Hipoklorit 80 ppm
8 7-8
Sodium Hipoklorit 90 ppm 8-9
7-8 Sodium Hipoklorit 100 ppm 8-9
7-8 Pengaruh pH pada sodium hipoklorit adalah perubahan rasio antara
Cl
2
, HOCL dan OCl
-
Anonim
h
, 2006. Dengan pH awal sekitar 8-9, sodium hipoklorit hanya mengandung sekitar 4-23 hipoklorit Dychdala dan
Cords, 1994 sehingga kekuatan disinfeksinya menjadi rendah. Penurunan pH yang terlalu tinggi pada larutan sodium hipoklorit sangat berbahaya
karena dapat menimbulkan gas klorin yang bersifat racun Anonim
h
, 2006.
Gambar 13 . Reaksi Netralisasi Asam Amino
Estrella et al., 2002
Penurunan pH pada sodium hipoklorit disebabkan karena ketika sodium hipoklorit bereaksi menetralisasi asam amino maka ion hidroksil
akan keluar sehingga nilai pH menjadi rendah. Mekanisme netralisasi asam amino pada sodium hipoklorit sama dengan reaksi yang terjadi pada sodium
hidroksida dan dapat dilihat pada Gambar 13 Estrella et al. 2002 . Kenaikan pH pada larutan Acidified Sodium Chlorite terjadi pada
interval yang lebih kecil daripada sodium hipoklorit yaitu dengan pH awal
37 sekitar 5 dan pH akhir 7. Menurut Dychdala dan Cords 1994 klorin
dioksida tidak terionisasi dalam air, sehingga kemampuan bakterisida konstan pada pH normal dalam media air alami. Semakin besar kenaikan pH
maka semakin bagus kapasitas antiviral klorin dioksida. Sifat disproporsional klorin dioksida tidak berpengaruh terhadap aktivitas
antiviral pada pH 8. Namun pada pH 12, aktivitas antiviral akan menjadi tidak potensial lagi Olivieri dan Noss, 1985. Sedangkan pH optimum pada
larutan Aqua-Plus 5® adalah 2-12 Mitrol, 2006.
D. Suhu