37 sekitar 5 dan pH akhir 7. Menurut Dychdala dan Cords 1994 klorin
dioksida tidak terionisasi dalam air, sehingga kemampuan bakterisida konstan pada pH normal dalam media air alami. Semakin besar kenaikan pH
maka semakin bagus kapasitas antiviral klorin dioksida. Sifat disproporsional klorin dioksida tidak berpengaruh terhadap aktivitas
antiviral pada pH 8. Namun pada pH 12, aktivitas antiviral akan menjadi tidak potensial lagi Olivieri dan Noss, 1985. Sedangkan pH optimum pada
larutan Aqua-Plus 5® adalah 2-12 Mitrol, 2006.
D. Suhu
Suhu merupakan faktor penting dalam pengolahan udang, karena semua pengolahan udang beku dilakukan dalam suhu terkontrol. Suhu
standar yang digunakan adalah 7 C pada setiap proses produksi di PT CPB.
Untuk mencapai suhu yang cukup rendah digunakan campuran flake ice dalam larutan sanitaiser. Perbandingan air dan flake ice adalah 1 : 2. Jumlah
flake ice yang cukup besar bertujuan mempertahankan suhu tetap rendah. Pada saat pencelupan udang yang sudah diinokulasi dengan E.coli,
suhu yang dicapai oleh kedua sanitaiser berada di bawah 7 C. Antara suhu
awal dan suhu akhir terjadi peningkatan suhu. Suhu awal rata-rata berada di bawah 0
C dan suhu akhir berada di bawah kisaran 1 C untuk satu kali
pencelupan. Data perubahan suhu dapat dilihat pada Lampiran 1b. Perubahan suhu pada larutan sodium hipoklorit mempunyai pola yang
linier. Semakin tinggi konsentrasi, perubahan suhu yang terjadi semakin kecil. Pada konsentrasi 100 ppm, perubahan suhu yang terjadi sebesar 0,3
C. Perubahan ini hampir sama dengan perubahan yang terjadi pada perlakuan dengan air yaitu sekitar 0,35
C. Data perubahan suhu dapat dilihat pada Tabel 3. Hipoklorit kurang sensitif terhadap perubahan suhu jika
dibandingkan dengan sanitaiser lainnya. Pengaruh suhu terlihat nyata pada sel vegetatif yang terdekomposisi sodium hipoklorit dengan konsentrasi
rendah Dychdala dan Cords,1994. Penelitian yang dilakukan Kondo 2006 pada suhu 50
C menunjukkan reduksi E. coli terhadap sodium hipoklorit 200 ppm pada irisan lettuce segar adalah 94 -98 1,2-1.7 log
38 reduksi. Inokulasi E. coli awal adalah 6-7 log 10
6
-10
7
cfug. Perlakuan suhu yang dilakukan Kondo bertujuan untuk mengetahui terjadinya reaksi
pencoklatan pada lettuce, bukan untuk melihat efektivitas disinfeksi sodium hipoklorit terhadap suhu. Menurut Zagory 2003 pada suhu 0
C pH 7.9 klorin berada dalam bentuk setengah HOCl aktif dan setengan OCl
-
inaktif.
Tabel 3 . Hasil Pengujian Efektivitas Sanitaiser terhadap Escherichia coli
Perlakuan Konsentrasi
ppm Jumlah
E.coli log Perubahan
suhu C
Sebelum Perlakuan
- 5,96
- Setelah perlakuan
Air - 5,20
0,35 Aqua-Plus 5®
80 4,74
0,45 90 4,55
0,60 100 4,39
0,45 Sodium
hipoklorit 80 4,86
0,50 90 4,52
0,40 100 4,48
0,30 Larutan ASC mempunyai perubahan suhu yang tidak linier terhadap
konsentrasi. Konsentrasi larutan ASC pada 80 dan 100 ppm mempunyai perubahan suhu yang sama yaitu 0,45
C. Sedangkan pada 90 ppm perubahan yang terjadi lebih besar yaitu sekitar 0,60
C. Penelitian Inatsu et al. 2005 pada kubis cina dengan suhu 4
C dan 25 C menunjukkan bahwa larutan
ASC dapat digunakan sebagai sanitaiser untuk produk segar. Pengaruh suhu ketika proses disinfeksi tidak berbeda nyata ketika
larutan sodium hipoklorit digunakan Anonim
g
2006. Pengaturan suhu justru penting ketika penyimpanan larutan stok sodium hipoklorit, karena
klorin dalam larutan sodium hipoklorit mudah terdisintegrasi karena pengaruh suhu dan panas. Desinfeksi klorin dioksida menjadi lebih rendah
pada suhu rendah, sedangkan pada suhu tinggi klorin dioksida bersifat tidak stabil Copes et al., 2004
39
E. Pengaruh Acidified Sodium Chlorite setelah Tiga kali Pencelupan