Kerawang Gayo Sebagai Produk Budaya Masyarakat Suku Gayo di Kabupaten Aceh Tengah

warna. Hal ini tentunya membuat kemajuan dalam menciptakan kerawang gayo yang bagus dan menarik.

4.3. Kerawang Gayo Sebagai Produk Budaya Masyarakat Suku Gayo di Kabupaten Aceh Tengah

Kerawang gayo adalah sebuah ukiran khas masyarakat Suku Gayo yang terdapat di kabupaten Aceh Tengah. Kerawang gayo sudah ada sejak zaman batu, terbukti dari adanya penemuan ukiran motif kerawang yang terdapat pada batu- batu dan barang-barang yang terbuat dari tanah liat seperti kendi dan tempat pengambilan airhingga berkembang pada tenunan kain seperti pakaian. Kerawang gayo memiliki jenis-jenis motif dan makna tersendiri yaitu : 1. Motif matanlo matahari yaitu dimana motif matanlo artinya sebagai sumber penerangan kehidupan dalam masyarakat Gayo bersyukur atas nikmat yang diberikan dan sabar atas bala. 2. Motif sarak Opat yaitu bermakna susunan kepemerintahan pada adat gayo yaitu raja, petuah, imam dan rakyat 3. Motif rante rantai yaitu bermakna sebagai persatuan dan kebersamaan dalam masyarakat Gayo. 4. Motif emun beriring awan berbaris yaitu yang berarti satu kesatuan yang kokoh dalam kehidupan masyarakat Gayo yang mampu atau bias menempatkan diri dalam posisi apapun dan dimanapun kita berada. 5. Motif pucuk rebung tunas bambu yaitu menggambarkan tentang kehidupan dan memperdayakan kalangan muda sebagai generasi penerus. Universitas Sumatera Utara 6. Motif tekukur pengukuran yaitu mempunyai makna yang relevan dengan setiap permasalahan artinya semua permasalahan perlu ditanggulangi dengan ilmu pengetahuan dan setiap mengambil suatu keputusan harus dipertimbangkan dengan penuh arif dan bijaksana. 7. Motif emun berkune awan tatap yaitu motif yang bermakna demokrasi dalam mencari kebenaran untuk mengambil suatu keputusan dan harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. 8. Motif puter tali putaran tali yaitu mengandung makna sebagai mempertahankan persatuan dan kesatuan masyarakat suku Gayo itu sendiri. 9. Motif emun berangkat awan berarak yaitu mempunyai bentuk lingkaran memusat. Motif ini bermakna bagi masyarakat gayo mampu mengarungi berbagai cobaan dalam kehidupannya. 10. Motif peger pagar yaitu bermakna sebagai kehidupan masyarakat gayo tetap berada dalam kesatuan adat gayo dan syariat Islam, diluar ketentuan tersebut tidak mendapat perlindungan. 11. Motif tali mustike tali mustika yaitu masyarakat Gayo sadar untuk melaksanakan perintah Allah dan senantiasa menjaga hubungan baik dengan sesama manusia dan berharap selalu berada dijalan yang lurus. 12. Motif tapak seleman jejak nabi Sulaiman yaitu motif ini bermakna dalam masyarakat Gayo suatu permasalahan diselesaikan dengan arif dan bijaksana dengan melakukan musyawarah dan selalu bersifat adil dalam mengambil suatu keputusan. Universitas Sumatera Utara Saat ini kerawang gayo bukan lagi hanya terukir pada bebatuan dan kayu- kayuan saja, akan tetapi seiring perkembangan zaman serta tuntutan dan kebutuhan masyarakat membuat kerawang gayo di modifikasi ke jenis yang lebih modern seperti seperti tas, gantungan kunci, baju gamis wanita, baju pria, peci, gelang, dompet, sajadah, taplak meja, sarung bantal, sarung hp, baju adat wanita dan pria, rok dan selendang.Seperti yang dikatakan oleh salah satu pengrajin yaitu Hj.Salimah : “dele produk kerawang gayo si ibu produksi nume si jenis-jenis opoh wa tapi ara juga jenis laen lagu tas, sajadah, bulang, dompet, selop, selendang nye len-len.” Terjemahan : “Banyak produk kerawang gayo yang ibu produksi bukan saja yang berjenis pakaian tetapi juga jenis produk lain seperti tas, sajadah, peci, dompet, sandal, selendang dan banyak lainnya. Hal serupa juga dengan apa yang dikatakan oleh pengrajin lain yaitu ibu Nurinah : “dele produk kerawang si Ibu tos mulei ari tas, baju ken jema banan, baju ken jema rawan, selendang, rok, dompet, bulang renyel dele mien” Terjemahan : “Banyak produk kerawang gayo yang beliau hasilkan seperti tas, baju wanita, baju pria, selendang, rok, dompet, peci dan masih banyak lagi”. Kerawang gayomerupakan salah satu produk budaya yang memiliki nilai luhur bagi masyarakat suku Gayo, sudah di gunakan oleh masyarakat suku Gayo sejak tahun 1982. Pada saat itu Alm. Ibu Maimunah yang berjasa dalam mempopulerkan kerawang gayo, dia mengaplikasikan bordiran motif-motif kerawang gayo yang awalnya dari batu-batuan dan kayu-kayuan ke dalam bentuk kain dan menciptakan kerawang gayo ke banyak bentuk, artinya disini dari dulu sudah ada proses sosialisasi dari orang-orang terdahulu kepada generasi penerus Universitas Sumatera Utara mereka yang menjadikan kerawang gayo itu merupakan suatu hal yang perlu di lestarikan sebagai kekayaan budaya setempat. Kerawang gayo dipakai sebagai pakaian pelengkap acara adat istiadat, seperti untuk pesta pernikahan digunakan motif kerawang gayo di aplikasikan pada pelaminan, pakaian adat pria dan wanita, ampang tempat duduk untuk mempelai pria dan ayah dari perempuan yang khusus dan bermotif kerawang gayo, batil kendi, opoh ulen-ulenselendang yang sangat besar dan lebar untuk menutupi tubuh mempelai pria dan wanita, sentong tempat untuk memasukan beras yang diberikan kepada masing-masing keluarga,dan masih banyak lainnya. Salah satu pengrajin yang memiliki usaha pelaminan yaitu ibu Kartinah, seperti yang beliau katakan : “ selaen menjuel bulang, seruel, tas Ibu pe nuke usaha pelaminen tentue orom khas gayo te si penuh orom motif kerawang gayo. Pelaminen nyak besilo ni pastie dor I gunei orom masyarakat, apalagi ike male ara pengerjenen. Jadi Ibu ara inisiatif nos usaha tambahen berupe pelaminen”. Terjemahan: “Selain menjual topi, celana, baju, tas saya juga membuka usaha pelaminan tentunya dengan khas gayo yang dipenuhi dengan bordiran kerawang gayo. Pelaminan hingga saat ini pasti tentu masih terus digunakan oleh masyarakat jika akan mengadakan pesta pernikahan. Jadi saya juga berinisiatif membuat usaha tambahan berupa pelaminan”. Oleh para pengrajin selain sebagai pakaian motif kerawanag gayo juga dikembangkan menjadi aneka produk sperti tas, sandal, gantungan kunci, dompet, peci dan lain-lain. Mereka juga menerima pesanan dari masyarakat berupa ampang tempat duduk untuk mempelai pria dan ayah dari perempuan yang khusus dan bermotif kerawang gayo, batil kendi, opoh ulen-ulen selendang yang sangat besar dan lebar untuk menutupi tubuh mempelai pria dan wanita, Universitas Sumatera Utara sentong tempat untuk memasukan beras untuk diberikan kepada masing-masing keluarga. Karena benda-benda tersebut merupakan suatu kewajiban bagi budaya masyarakat suku Gayo jika akan melaksanakan suatu acara pernikahan. Seperti yang dikatakan oleh salah satu masyarakat atau informan pembeli yaitu ibu Khadijah : “Ibu ara opoh si bermotif kerawang gayo selaen oya ara juga alat-alat sibermotif kerawang gayo si ibu pakek pas pengerjenen anak-anak ibu jemen lagu ampang, batil orom opoh ulen-ulen. Kerawang gayo nge ara ari jemen pudaha nye bene-bene oya turah ara karna nge mujadi tradisi kite urang gayo terutama ike male ara acara pengerjen, ini karna nenek moyang kite jemen nge mungenalkan orom mengharusken kite mupakek kerawang gayo, nge mujadi kewajiben budeye nye terasa aneh ike wan acara adate kite gere mupakek kerawang gayo”. Terjemahan: “Ibu memiliki pakaian kerawang gayo serta alat-alat yang bermotif kerawang gayo yang dipakai saat pernikahan anak-anak ibu dulu sepertiampang tempat duduk untuk mempelai pria dan ayah dari perempuan yang khusus dan bermotif kerawang gayo, batil kendi, opoh ulen-ulen selendang yang sangat besar dan lebar untuk menutupi tubuh mempelai pria dan wanita.Kerawang gayo itu sudah ada sejak dulu dan benda-benda tersebut harus ada dan sudah menjadi tradisi hingga saat ini terutama jika acara pesta pernikahan, ini karena nenek moyang kita dulu sudah memperkenalkan dan mengharuskan memakai kerawang gayo, sudah menjadi kewajiban budaya dan akan terasa janggal jika dalam acara adat ketika tidak memakaikerawang gayo”. Kerawang gayo sebagai salah kebudayaan suku Gayo yang memiliki nilai luhur sudah di pakai sejak zaman dahulu, tentunya hal ini tidak terjadi begitu sajayang kemudian langsung dijadikan sebagai kebudayaan oleh masyarakat suku gayo yang terdapat di Kabupaten Aceh Tengah. Kerawang gayo menjadi salah satu kebudayaan di Aceh Tengahdikarenakan adanya proses sosialisasi dari pendahulu kepada generasi dengan memperkenalkan kerawang gayo itu sebagai Universitas Sumatera Utara kebudayaan suku Gayo hingga saat ini. Sosialisasi adalah proses yang dialami oleh setiap individu sebagai makhluk sosial sepanjang kehidupannya sejak ia dilahirkan sampai meninggal dunia. Karena interaksi merupakan kunci berlangsungnya proses sosialisasi maka diperlukan agen sosialisasi, yakni orang- orang di sekitar individu tersebut yang mentramisikan nilai-nilai atau norma- norma tertentu, baik secara langsung maupun tidak langsung. Agen sosialisasi ini merupakan significant others orang yang paling dekat dengan individu, seperti orang tua, kakak adik, saudara, teman sebaya, guru atau instruktur, dan lain sebagainya. Di dalam proses sosialisasi , terdapat berbagai pihak yang berperan dimana pihak-pihak tersebut dapat disebut sebagai lingkungan-lingkungan sosial tertentu dan pribadi-pribadi tertentu yang tentu saja memberi pengaruh yang mendukung dan adapula yang menghalangi Soekanto, 2012. Dalam melestarikan kerawang gayo sosialisasi yang diterapkan adalah melalui keluarga dan sekolah.Kerawang gayo diperkenalkan kepada generasi- generasi berikutnya melalui keluargaantara orang gtua dan anak misalnya dalam acara adat istiadat seperti acara pernikahan tentunya sebuah keluarga menggunakan benda-benda kerawang gayo mulai dari pelaminan sampai pada alat-alat pernikahan. Jadi dari sejak anak-anak masyarakat gayo sudah mengenali bahwa kerawang gayo merupakan kebudayaan, yang merupakan suatu kewajiban dan harus digunakan dalam acara adat oleh masyarakat suku Gayo.Selain itu proses sosialisasi juga dilakukan di dunia pendidikan dimana disekolah siswa- siswi mempelajari tentangseni dan kebudayaan yang tentunyadiajarkan oleh para pengajar bahwa kerawang gayo merupakan salah satu kebudayaan suku Gayo. Kerawang gayo juga digunakan pada saat ada acara-acara ataupun perayaan- Universitas Sumatera Utara perayaan tertentu yang diadakan di sekolah ataupun pada acara karnaval pada saat 17 agustus. Biasanya kerawang gayo digunakan oleh para penari ataupun pengisi acara lainnya pada acara-acara perayaan. Dengan cara tersebut, sedikit atau banyak dari siswa-siswi timbul kesadaran bahwa kerawang gayo merupakan kebudayaan khas daerah kelahiran mereka yang layak untuk dipertahankan dan diharapkan mampu disosialisasikan lagi pada generasi-generasi berikutnya setelah mereka. Kerawang gayo sudah di sosialisasikan kepada masyarakat gayo sejak dari anak-anak.Hal ini tentunya merupakan cara untuk menanamkan ataupun menginternalisasikan sebuah kebiasaan kepada masyarakat gayo untuk menggunakan kerawang gayo dalam acara-acara adat dan hal inilah yang kemudian menjadikan kerawang gayo sebagai salah satu kebudayaan masyarakat suku Gayo di Kabupaten Aceh Tengah yang masih bertahan hingga saat ini. 4.4.Keberadaan Kerawang Gayo 4.4.1. Sejarah Kerawang Gayo Asal muasal kerawang gayo sudah ada sejak zaman batu, terbukti dari adanya penemuan ukiran motif kerawang yang terdapat pada batu-batu dan barang-barang yang terbuat dari tanah liat seperti kendi dan tempat pengambilan air. Selain itu motif kerawang gayo juga digunakan sebagai ukiran pada bangunan, anyaman seperti bebalon tempat sirih, hingga berkembang pada tenunan kain seperti pakaian. Perkembangan penggunaan motif kerrawang berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Dimulai pada ukiran batu hingga berkembang sebagai motif pakaian. Awal mulanya pakaian adat yang bermotif kerawang gayo ini Universitas Sumatera Utara hanya diproduksi sebagai konsumsi pribadi. Motif ini kemudian diaplikasikan kepada beragam jenis barang yang menggunakan bahan dasar kain. Sedangkan perkembangan industri kerawang gayo dimulai sejak tahun 1980. Diawali dengan sebuah pelatihan oleh pemerintah di Jakarta pada tahun 1982 kepada seorang ibu rumah tangga yang berasal dari kecamatan Bebesen sekaligus pengrajin kerrawang gayo yakni ibu Alm Maimunah. Pada kesempatan itu beliau diberi pelatihan keterampilan lebih mendalam tentang menjahit selama 1 bulan. Dalam kesempatan itu pula beliau memperkenalkan motif kerawang gayo yang telah ditekuninya sebelum pelatihan tersebut dengan seorang pengrajin kerawang dari daerah kecamatan Lut Tawar dan beliau mendapatkan sebuah piagam Mupakarti dari presiden RI. Pelatihan tersebut kemudian membuka peradaban baru bagi keberlangsungan industri kerawang gayo. Beliau kemudian menjadi tutor bagi rekan-rekannya yang ingin belajar mengrajin kerawang gayo dalam sebuah koperasi yang bernama UD Keramat Mupakat. Saat itu bagi mereka yang ingin belajar dibebaskan dari biaya dengan membawa alat dan bahan sendiri. Regenerasi ini selanjutnya diajarkan dalam sebuah wadah pelatihan yang merupakan sebuah kumpulan pengrajin kerawang gayo muda. Selain wadah tersebut kerajinan kerawang gayo ini diajarkan pula di dalam masing-masing keluarga. Sejak saat itu kerawang gayo mulai digemari oleh masyarakat, dengan mulai bermunculan pengrajin-pengrajin baru serta permintaan oleh masyarakat mulai ada, sejak saat itu kerawang gayo pun dijadikan sebagai pakaian adat oleh masyarakat kabupaten Aceh Tengah. Universitas Sumatera Utara Seperti yang dikatakan oleh salah satu seniman gayo yaitu bapak Ibrahim Kadir: “Sejarah kerawang gayo selohen idemunen gere ara si mubeteh pastie, tapi berdasarken cerite ari jema jemen kerawang gayo ne ara mulei ari jemen atu. Motif kerawang gayo pada waktu oya ara wan atu-atu orom kau-kayu renyel wan barang-barang I itos ari tanoh liet. Mari oya orom perkembangen jemen kerawang gayo akhere dittos ku bentuk pakaian sawah besilo”. Terjemahan: “sejarah kerawang gayo kapan mulai ditemukan tidak ada yang tau pasti, tetapi berdasarkan cerita dari orang terdahulu kerawang gayo sudah ada sejak zaman batu, motif kerawang gayo pada saat itu terdapat pada bebatuan dan kayu-kayu serta barang-barang yang terbuat dari tanah liat. Kemudian seiring dengan perkembangan zaman kerawang gayo akhirnya diaplikasikan ke pakaian hingga saat ini”. Seperti yang dikatakan oleh Pak Ibrahim, bahwa kerawang gayo sudah ditemukan sejak zaman batu dan kemudian diaplikasikan kedalam jenis kain seperti pakaian oleh pengrajin-pengrajin kerawang gayo. Beliau juga menjelaskan bahwa dahulunya kerawang gayo hanya digunakan pada saat upacara adat seperti pernikahan dan penggunaan kerawang gayo hanya boleh digunakan oleh orang- orang tertentu berdasarkan warna motif. Seiring dengan perkembangan zaman kerawang gayokini telah diaplikasikan keberbagai jenis barang-barang mulai dari tas sampai dompet.

4.4.2. Usaha Kerawang Gayodi Kecamatan Bebesen

Keberadaan kerawang gayo saat ini pada khusunya di Kecamatan Bebesen dan pada umumnya di Kabupaten Aceh Tengah telah mengalami peningkatan dimana minat masyarakat untuk menggunakan kerawang gayo semakin tinggi. Universitas Sumatera Utara Hal ini dapat kita lihat dari sejarah berkembangnya pengrajin kerawang gayo yang pada tahun 2001 terdiri 4 unit usaha kerawang gayo, empat tahun berikutnya yakni pada tahun 2005 mengalami penurunan yakni hanya 2 unit usaha. Namun tahun berikutnya pada tahun 2006 jumlah industri meningkat menjadi 14 unit usaha. Terakhir sejak tahun 2011 hingga saat ini tercatat 19 unit usaha yang berarti mengalami peningkatan jumlah usaha pengrajin kerawang gayo di kecamatan Bebesen Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Energi dan Sumber Daya Mineral. Ibu Arbiati yang merupakan Kepala Bidang Dinas Perindustrian di Kabupaten Aceh Tengah juga mengatakan bahwa : “tun 2000-en pengrajin kerawang gayo I kabupaten Aceh Tengah khususe kecamatan Bebesen tekek we, kemudien wan tun 2005-2006 pemerintah te mulei nguk I peren gencar nos pemberdayaen ku masayarakat tentang kerawang gayo karna selaen ken mempertahanken kebudayaan selaen oya ara nilai ekonomis si pas I jadien ken penghasilen utama oleh masyarakat. Selaen oya masyarakat si nge ikut pelatihen, masyarakate nejer mien ku sudere e. sehinge wan tun 2006 dele muncul pengrajin-pengrajin ayu I kecamatan Bebesen”. Terjemahan: “Pada tahun 2000-an pengrajin kerawang gayo di kabupaten Aceh tengah khususnya Kecamatan Bebesen sangat sedikit, kemudian pada tahun 2005- 2006 pemerintah gencar melakukan pemberdayaan kepada masyarakat mengenai kerawang gayo yang selain sebagai untuk mempertahankan kebudayaan juga memiliki nilai ekonomis yang bisa dijadikan sebagai penghasilan utama oleh masyarakat. Kemudian masyarakat yang telah melakukan pelatihan mengajarkan kembali kepada sanak saudaranya, Sehingga pada tahun 2006 banyak muncul pengrajin-pengrajin baru di kecamatan Bebesen”. Peningkatan jumlah usaha kerawang gayo, bukan hanya dikarenakan adanya pemberdayaan dari pemerintah saja, akan tetapi banyaknya permintaan masyarakat atau ketertarikan masyarakat luas yang khususnya masyarakat suku Universitas Sumatera Utara gayo terhadap produk kerawang gayo juga semakin menigkat. Seperti yang dikatakan oleh salah satu pembeli yaitu Ibu Auliani : ”alasen Ibu mera mbeli kerawang gayo karna ibu suka pedeh ken kerawang gayo motipe si unik nye belangi, selaen oya kerawang gayo besilo gep lebih jeroh ari jemen baek ari segi warna ataupe motipe, Ibu engon besilo nge dele pengrajin kerawang gayo hal oya si nos persaengen sesabe pengrajin wan menciptaken motif orom warna. Hal oya tentue nos kemajuen wan menciptaken kerawang gayo si lebih jeroh orom belangi”. Terjemahan : “Alasan Ibu mau membeli kerawang gayo karena Ibu sangat suka dengan kerawang gayo karena motifnya yang unik dan cantik, selain itu kerawang gayo saat ini jauh lebih baik dari dulu baik dari segi warna maupun motif, Ibu lihat saat ini sudah banyak pengrajin kerawang gayo jadi hal itu membuat persaingan antara sesama pengrajin dalam menciptakan motif dan warna. Hal ini tentunya membuat kemajuan dalam menciptakan kerawang gayo yang bagus dan menarik.” Benar dengan apa yang dikatakan Ibu Auliani semakin banyak pengrajin artinya maka munculah persaingan antara sesama pengrajin yang semakin tinggi pula dan persaingan ini akan berakibat pada pengrajin kerawang gayo akan semakin inovatif dalam menciptakan motif atau warna baru dalam membuat produk-produk kerawang gayo karena mereka memiliki motivasi bagaimana agar usaha mereka semakin diminati oleh pelanggan. Jadi dapat kita lihat bahwa pengrajin telah berhasil membuat masyarakat saat ini tertarik dengan kerawang gayo yang mereka buat. Salah satu pengrajin yaitu ibu Zahra yang mengatakan: “Alasen ibu nuke usaha tun 2010 ni karna ibu engon ara potensi wan kerawang gayo, salah satu cara te wan mempertehenen keberadaen kerawang gayo. Ibu pe nengon bahwa ara nilei ekonomise, ibu engon teniron masyarakat ku kerawang gayo muningket jaji ibu putusken ken nuke usaha kerawang gayo ni. Besilo usaha ni ken pekerjaen utama, orom ini genap ken memenuhi kebutuhen serlo keluarga ibu”. Terjemahan : “Alasan ibu membuka usaha pada tahun 2010 karna ibu melihat ada potensi pada kerawang gayo, sebagai salah satu cara untuk mempertahankan keberadaan kerawang gayo. Ibu juga melihat ada nilai Universitas Sumatera Utara ekonomisnya, ibu melihat permintaan masyarakat pada kerawang meningkat jadi ibu memutuskan untuk membuka usaha kerawang gayo ini. Saat ini usaha ini sebagai pekerjaan utama dengan ini cukuplah memenuhi kebutuhan keluarga ibu sehari-harinya”. Dari pernyataan pengrajin tersebut dapat kita lihat bahwa kerawang gayo merupakan kebudayaan yang sangat penting dipertahankan keberadaannya di Kabupaten Aceh tengah. Adapun nilai-nilai yang timbul dari keberadaan usaha kerawang gayo, selain menjaga nilai luhur dan melestarikan kebudayaan, usaha kerawang gayo juga memiliki nilai ekonomis, dimana usaha kerawang gayo juga dijadikan sebagai penghasilan utama oleh para pengrajin. Kebutuhan ekonomi pengrajin sangat bergantung pada usaha kerawang gayo karena merupakan sumber utama kehidupan mereka dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Kerawang gayo juga memiliki nilai berupa kepercayaan dan sesuatu yang dihargai oleh masyarakat, karena motif-motifnya yang memiliki nilai luhur. Sehingga kerawang gayo dipertahankan keberadaannya oleh masyarakat suku Gayo. Pengrajin produk kerawang gayo sebagai penjual produk bukan hanya dilihat dari segi ekonomi saja, karena selain sebagai pemenuhan kebutuhan hidup mereka sehari-hari, di dalam melakukan proses transaksi jual-beli mereka tentunya melakukan proses interaksi sosial dengan pelanggan mereka baik yang datang dari wilayah Gayo itu sendiri maupun para pendatang yang membeli kerawang gayo sebagai soevenir. Interaksi sosial merupakan syarat terjadinya aktivitas-aktivitas sosial, dimana terjadinya hubungan-hubungan yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang dengan perorangan, perorangan dengan kelompok-kelompok, maupun kelompok dengan kelompok di dalam masyarakat Soekanto,2012. Universitas Sumatera Utara Interaksi yang terjadi bukan hanya terjadi antara pengrajin dengan para pembelinya. Akan tetapi interaksi juga terjadi antara pengrajin dengan sesama pengrajin serta interaksi yang terjadi antara pengrajin dengan pemerintah. Selain itu pengrajin juga pernah mengalami perkembangan atau naik turun usaha yang dijalankannya. Seperti yang dikatakan oleh salah satu pengrajin yaitu ibu Idawati : “Iwan mejeleni usaha ni Ibu pe pernah mungalami nek turun usaha si hedepi, muloi ibu munos kerawang gayo I kampung simpang opat tapi gere lagut renyel minah ku kampung bale iso umah ton ibu nos kerawang gayo mutelong. Terpaksa ibu turah minah mien mungenal umah kontaraken I kampung bale atu nge mokot isone akhere minah mien karena terjadi konflik antara TNI orom GAM. Pada masa oya ibu gere pas munos kerawang gayo selama setun karena konflik oya, nge setun mulo baru ulak mien ku usaha ini I kampung Bebesen ni sawah besilo” Terjemahan : “Dalam menjalankan usaha Ibu juga pernah mengalami naik turun usaha yang dihadapi, awalnya ibu memproduksi kerawang gayo di desa Simpang Empat tetapi tidak laku kemudian beliau pindah ke desa Bale pajak ikan disana rumah tempat ibu memproduksi kerawang gayo mengalami kebakaran. Sehingga ibu harus pindah lagi mencari rumah kontrakan yaitu di desa Bale Atu terminal setelah lama disana akhirnya ibu harus pindah lagi karena terjadi konflik antara TNI dengan GAM. Pada masa itu ibu tidak bisa memproduksi selama setahun karena suasana konflik yang terjadi, setahun kemudian ibu kembali mendirikan usaha di desa Bebesen ini hingga sekarang”. Lain halnya dengan pengrajin yang bernama Ibu Kasmawati : “usaha kerawang gayo si ibu jeleni gere dor berjelen mulus, muloi ibu gere ara ilen ton usaha umah ton ibu tareng kucak we sehinge gere pas ken tempat nos kerawang. Saat oya ibu nos kerawang gayo orom ton dan alat seadae meh oya kerawang gayo bueten ibu, ibu titip ku kede-kede kucak I daerah ibu tareng. Ike ara kerawang gayo si ibu titip lagut nye ara mien modal tambahen renye ibu nos mien, Alhamdulillah, lemem-lemem kerawang gayo si ibu tos mulei I galaki orom iminati orom masyarakat lues. Ibu akhere pas mubangun umah si lebih kol orom model ruko orom nge pas mujuel hasil tosen ibu iumah ibu kendiri nyak besilo”. Universitas Sumatera Utara Terjemahan : “Produksi kerawang gayo yang Ibu jalankan tidak selamanya berjalan dengan mulus, pada awalnya ibu belum memiliki tempat usaha, rumah tempat ibu tinggal sangat kecil sehingga sangat terbatas dalam proses produksi. Saat itu ibu menjahit kerawang gayo dengan tempat dan alat seadanya kemudian menitipkan kerawang gayo buatan ibu ke kios-kios kecil di daerah tempat tinggal. Jika kerawang gayo yang ibu titipkan laku dan ada modal tambahan maka ibu akan memproduksi lagi, Alhamdulillah, lama kelamaan kerawang gayo yang ibu hasilkan mulai digemari dan diminati oleh masyarakat luas. Ibu akhirnya bisa membangun rumah yang lebih besar dengan model ruko dan bisa menjualkan hasil produksi dirumah sendiri hingga saat ini”. Dari kedua pernyataan pengrajin diatas bahwa dalam menjalankan usaha kerawang gayo para pengrajin pernah mengalami perkembangan usaha yang mereka alami, mulai dari nol hingga bisa berkembang seperti sekarang ini. Berbagai kendala yang mereka hadapi tidak menyurutkan niat mereka dalam memproduksi kerawang gayo. Pengrajin-pengrajin kerawang gayo yang berada di Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah ini bukan hanya memproduksi kerawang gayo hanya untuk kebutuhan hidup mereka, tetapi juga memproduksi kerawang gayo karena kecintaan mereka terhadap kerawang gayo yang merupakan salah satu pakaian tradisioanal dan merupakan suatu kebudayaan suku Gayo. Dengan cara tetap melestarikan kerawang gayo dan menciptakan inovasi- inovasi agar masyarakat kembali tertarik untuk menggunakan kerawang gayo yang merupakan pakaian tradisional ditengah perkembangan zaman yang semakin modern.

4.5. Prospek Home Industri Kerawang Gayo