Profil Distribusi Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengaturan Menurut Provinsi
IV-70
Fungsi hutan lainnya adalah menyerapkarbondioksida dan partikel kotor yang ada di udara, sehingga kualitasdapat terjaga. Selain itu, hamparan tanaman kebun dan
tanaman semusim yang luas mampu menetralisir iklim disekitarnya menjadi sejuk. Oksigen dihasilkan dari proses fotosintesis tanaman, semakin rapat dan banyak jumlah
vegetasi maka semakin banyak oksigen yang dihasilkan.
Tabel 4.41 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pengaturan Tata Aliran Air dan Banjir PROVINSI
SANGAT RENDAH- RENDAH
SEDANG TINGGI-SANGAT
TINGGI Ha
Ha Ha
ACEH 203.599,02
3,58 1.014.071,61 17,84 4.467.920,51 78,58
BENGKULU 75.130,72
3,78 457.890,61 23,06 1.452.654,45 73,16
JAMBI 152.792,44
3,11 1.718.386,43 34,95 3.045.443,25 61,94
KEP. BANGKA BELITUNG 569.350,89
34,34 680.857,76 41,06
407.877,39 24,60
KEP. RIAU 81.743,07
10,61 370.138,21 48,06
318.317,98 41,33
LAMPUNG 372.483,89
11,05 477.615,14 14,17 2.521.515,12 74,79
RIAU 343.083,75
3,84 1.139.716,92 12,76 7.450.503,07 83,40
SUMATERA BARAT 113.056,20
2,68 971.287,02 23,05 3.129.600,04 74,27
SUMATERA SELATAN 477.838,55
5,52 1.632.440,78 18,85 6.551.386,24 75,64
SUMATERA UTARA 229.140,52
3,17 1.699.181,81 23,50 5.302.152,30 73,33
Berdasarkan data pada tabel dapat diketahui potensi lahan dalam pengaturan tata aliran air dan banjir pada masing-masing Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera.
Provinsi yang memiliki presentase paling besar lahan potensial atau paling tinggi adalah Provinsi Riau, dimana 83.40 dari luasanya merupakan lahan berpotensi tinggi.
Sedangkan Provinsi lain yang juga memiliki luasan lahan yang besar dalam pengaturan tata aliran air dan banjir adalah Provinsi Sumatera Selatan dengan luasan lahan
6.551.386,24 hektar 5.64 serta Provinsi Aceh dengan luasan yang mencapai 4.467.920,51 hektar atau 78,58 dari keseluruhan wilayahnya. Ketiga Provinsi tersebut
memiliki tutupan lahan berupa vegetasi yang cukup luas. Hutan di perbukitan dan pegunungan merupakan recharge area.
IV-71 Gambar 4.20 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengaturan Tata Aliran Air dan Banjir
IV-72
Vegetasi yang rapat dan tajuk yang luas membuat air hujan yang terserap semakin banyak.Air akan ditampung oleh tumbuhan dan dialirkan ke dalam tanah.Air
hujan akan diserap langsungoleh tanah tanpa melalui tumbuhan langsung menuju akuifer. Aliran air tanah akan menuju ke wilayah yang lebih rendah akibat gravitasi. Hal
tersebut menyebabkan ketersediaan air di dataran rendah dapat terpenuhi.
Tabel 4.42 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pengaturan Pengaturan Pencegahan dan Perlindungan dari bencana
Provinsi Sangat Rendah-
Rendah Sedang
Tinggi-Sangat Tinggi
Ha Ha
Ha ACEH
1.398.812,15 24,60 970.419,47 17,07 3.316.359,52 58,33
BENGKULU 530.135,28 26,70 808.436,65
40,71 647.103,86 32,59
JAMBI 1.740.544,84 35,40 1.811.767,72 36,85 1.364.309,56 27,75
KEP. BANGKA BELITUNG 1.232.805,86 74,35 197.682,32 11,92
227.597,87 13,73 KEP. RIAU
348.054,73 45,19 161.517,58 20,97
260.626,95 33,84 LAMPUNG
947.770,00 28,11 1.887.273,43 55,98 536.570,72 15,91
RIAU 1.424.322,95 15,94 3.783.303,57 42,35 3.725.677,22 41,71
SUMATERA BARAT 1.177.860,75 27,95 1.817.757,63 43,14 1.218.324,88 28,91
SUMATERA SELATAN 1.508.487,80 17,42 4.062.781,23 46,91 3.090.396,54 35,68
SUMATERA UTARA 2.282.060,07 31,56 2.261.732,52 31,28 2.686.682,05 37,16
Berdasarkan data pada tabel dapat diketahui potensi lahan dalam pengaturan pencegahan dan perlindungan dari bencanapada masing-masing Provinsi yang terletak
di Pulau Sumatera. Provinsi yang memiliki presentase paling besar lahan potensial atau paling tinggi adalah Provinsi Aceh dan Provinsi Riau. Lahan berpotensi tinggi di
Provinsi Aceh dalam pengaturan pencegahan dan perlindungan dari bencana mencapai 58,33 atau seluas 3.316.359,52 hektar dari keseluruhan wilayahnya, Sedangkan di
Provinsi Riau Presentase lahan berpotensi tinggi mencapai 41,71 atau seluas 3.725.677,22 hektar. Wilayah Provinsi Riau lebih didominasi oleh lahan berpotensi
sedang. Bencana merupakan kejadian alam atau buatan manusia yang menimbulkan kerugian baik jiwa maupun finansial. Lingkungan yang lestari dan terjaga dapat
meminimalisir resiko bencana terutama bencana akibat aktivitas manusia. Keberadan Pulau Sumatera dengan berbagai karakteristiknya di masing-masing provinsi juga tidak
terlepas dari adanya potensi bencana.
IV-73 Gambar 4.21 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengaturan Pencegahan dan Perlindungan dari bencana
IV-74
Adanya berbagai ekosistem dalam setiap satuan administrasi juga memiliki peran dalam Pengaturan Pencegahan dan Perlindungan Bencana. Secara khusus di
Provinsi Aceh yang memiliki kawasan hutan luas juga memiliki perannya tersendiri. Kawasan hutan memiliki kemampuan untuk mengurangi kerawanan terhadap bahaya
banjir dan longsor. Vegetasi di hutan mampu mengikat tanah dengan kuat, sehingga tidak mudah tererosi oleh air hujan. Vegetasi juga mengurangi jumlah air hujan yang
langsung jatuh ke dalam tanah. Dua fungsi tersebut akan mengurangi bahaya longsor di pegunungan dan perbukitan. Sedimentasi juga akan berkurang karena tanah tidak mudah
tererosi. Hal ini akan mengurangi endapan sedimen di dataran rendah.
Tabel 4.43 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pengaturan Pemurnian Air Provinsi
Sangat Rendah- Rendah
Sedang Tinggi-Sangat
Tinggi Ha
Ha Ha
ACEH 598.602,28
10,53 1.698.870,19 29,88 3.388.118,68 59,59 BENGKULU
321.945,16 16,21 733.375,17
36,93 930.355,46 46,85
JAMBI 894.921,80
18,20 2.489.585,13 50,64 1.532.115,19 31,16 KEP. BANGKA BELITUNG 1.078.740,60 65,06 325.692,55
19,64 253.652,89 15,30
KEP. RIAU 159.094,66
20,66 319.341,19 41,46
291.763,41 37,88 LAMPUNG
690.311,45 20,47 770.165,64
22,84 1.911.137,06 56,68 RIAU
2.396.624,43 26,83 4.547.971,02 50,91 1.988.708,29 22,26 SUMATERA BARAT
347.478,34 8,25 1.269.032,98 30,12 2.597.431,94 61,64
SUMATERA SELATAN 2.690.801,03 31,07 2.805.792,38 32,39 3.165.072,16 36,54
SUMATERA UTARA 1.298.912,55 17,96 2.494.666,10 34,50 3.436.895,99 47,53
Berdasarkan data pada tabel dapat diketahui potensi lahan dalam pengaturan pemurnian air pada masing-masing Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera. Provinsi
yang tergolong memiliki presentase besar lahan potensial atau paling tinggi adalah Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Aceh.Provinsi Sumatera Barat memiliki
2.597.431,94 hektar atau 61,64 lahan berpotensi tinggi di wilayahnya. Sedangkan Provinsi Aceh memiliki lahan berpotensi tinggi seluas 3.388.118,68 hektar atau seluas
59,59 dari keseluruhan wilayahnya.
IV-75 Gambar 4.22 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengaturan Pemurnian Air
IV-76
Provinsi Sumatera Barat memiliki 2.597.431,94 hektar atau 61,64 lahan berpotensi tinggi di wilayahnya. Sedangkan Provinsi Aceh memiliki lahan berpotensi
tinggi seluas 3.388.118,68 hektar atau seluas 59,59 dari keseluruhan wilayahnya. Hal tersebut tidak terlepas dari luasan kawasan hutan yang besar dengan kondisinya masih
terjaga dengan baik. Ekosistem hutan yang alami membuat beban pencemar masih rendah, hal ini memudahkan air untuk memurnikan diri, sehingga kualitas air relatif
baik. Limbah yang ada di hutan hanya sisa-sisa kehidupan organisme hutan seperti ranting, kayu ataupun daun. Flora dan fauna di sungai akan dapat berkembang biak
karena kualitas air yang baik.
Tabel 4.44 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pengaturan Pengolahan dan Penguraian Limbah
Provinsi Sangat Rendah-
Rendah Sedang
Tinggi-Sangat Tinggi
Ha Ha
Ha ACEH
3.861.513,33 67,92 854.185,86 15,02 969.891,95 17,06
BENGKULU 1.144.897,27 57,66 396.791,16 19,98
443.987,36 22,36 JAMBI
2.141.375,11 43,55 2.095.715,15 42,63 679.531,86 13,82
KEP. BANGKA BELITUNG 1.366.559,05 82,42 187.722,32 11,32 103.804,67
6,26 KEP. RIAU
488.136,48 63,38 198.868,44 25,82 83.194,35
10,80 LAMPUNG
1.159.918,90 34,40 417.164,20 12,37 1.794.531,04 53,22 RIAU
4.278.869,52 47,90 2.487.456,01 27,84 2.166.978,20 24,26 SUMATERA BARAT
2.535.737,76 60,17 1.051.143,22 24,94 627.062,28 14,88
SUMATERA SELATAN 3.917.514,08 45,23 1.430.688,72 16,52 3.313.462,76 38,25
SUMATERA UTARA 3.794.420,12 52,48 1.701.154,74 23,53 1.734.899,77 23,99
IV-77 Gambar 4.23 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengaturan Pengolahan dan Penguraian Limbah
IV-78
Ekosistem sendiri tidaklah bersifat statis, melainkan selalu mengalami perubahan. Keseimbangan lingkungan dapat berubah melalui proses alami maupun
karena campur tangan manusia. Pencemaran lingkungan adalah salah satu faktor yang dapat mengganggu keseimbangan alam. Pencemaran lingkungan disebabkan oleh bahan
pencemar limbah yang berasal dari berbagai sumber. Limbah adalah sumber daya alam yang telah kehilangan fungsinya. Keberadaan limbah di lingkungan harus
ditangani secara tepat karena selain berpotensi menjadi polutan, keberadaan limbah dapat mengganggu keindahan, kenyamanan dan kesehatan. Karena keberadaannya yang
dapat mengganggu keseimbangan ekosistem itulah, limbah harus ditangani secara bijak seperti dengan cara mengurangi penggunaan barang tertentu reduce, pemanfaatan
kembali reuse, dan daur ulang recycle. Alam sendiri mempunyai kemampuan untuk mengolah limbah agar tidak memberikan dampak. Kemampuan tersebut dipengaruhi
oleh jenis limbahsampah dan kondisi lingkungan. Berdasarkan data pada tabel dapat diketahui potensi lahan dalam pengaturan
pengolahan dan penguraian limbah pada masing-masing Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera. Provinsi yang tergolong memiliki presentase besar lahan potensial atau
paling tinggi adalah Provinsi Lampung, dimana 53,22 atau 1.794.531,04 hektar dari keseluruhan wilayahnya merupakan lahan berpotensi tinggi. Berikutnya adalah Provinsi
Sumatera Selatan dengan luasan lahan berpotensi tinggi mencapai 3.313.462,76 hektar atau sekitar 38,25. Sebagian besar wilayah di Pulau Sumatera memiliki lahan
berpotensi rendah dalam pengaturan pengolahan dan penguraian limbah
IV-79 Gambar 4.24 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengaturan Pemeliharaan Kualitas Udara
IV-80 Tabel 4.45 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem
Pengaturan Pemeliharaan Kualitas Udara Provinsi
Sangat Rendah- Rendah
Sedang Tinggi-Sangat
Tinggi Ha
Ha Ha
ACEH 1.233.587,39 21,70 1.112.858,05 19,57 3.339.145,70 58,73
BENGKULU 355.819,30 17,92 782.051,93 39,38
847.804,56 42,70 JAMBI
2.073.220,16 42,17 1.407.036,16 28,62 1.436.365,81 29,21 KEP. BANGKA BELITUNG 1.381.494,50 83,32 254.976,02 15,38
21.615,52 1,30
KEP. RIAU 412.247,82 53,52 206.403,71 26,80
151.547,74 19,68 LAMPUNG
842.935,45 25,00 2.054.155,30 60,92 474.523,39 14,07
RIAU 2.599.668,03 29,10 3.762.326,74 42,12 2.571.308,97 28,78
SUMATERA BARAT 505.286,37 11,99 1.443.219,76 34,25 2.265.437,13 53,76
SUMATERA SELATAN 2.076.536,14 23,97 5.044.369,68 58,24 1.540.759,74 17,79
SUMATERA UTARA 1.714.116,83 23,71 3.170.439,62 43,85 2.345.918,19 32,44
Udara bersih merupakan kebutuhan dasar manusia untuk dapat bertahan hidup. Ketersediaan vegetasi menjadi penting untuk penyediaan udara bersih karena sebagai
penyaring alami. Berdasarkan data pada tabel dapat diketahui potensi lahan dalam pengaturan kualitas udara pada masing-masing Provinsi yang terletak di Pulau
Sumatera. Provinsi yang tergolong memiliki presentase besar lahan potensial atau paling tinggi adalah Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Barat. Luasan lahan
berpotensi tinggi di Provinsi Aceh mencapai 58,73 dari keseluruhan wilayah Aceh. Sedangkan luasan lahan berpotensi tinggi di Sumatera Barat mencapai 53,76 dari
keseluruhan wilayah Provinsi Sumatera Barat. Kedua Provinsi tersebut diketahui memiliki kawasan hutan alami yang cukup luas. Oksigen yang dihasilkan oleh hutan
menetralisir kualitas udara dan partikel kotor diserap oleh tumbuhan. Hal ini menyebabkan udara di kawasan hutan relatif sejuk dan bersih. Selain kedua propnsi
tersebut, Provinsi Riau juga memiliki luasan lahan berpotensi tingi yang besar, yakni 2.571.308,97 hektar. Meskipun tidak mendominasi, namun lahan perkebunan di
Provinsi ini juga mempunyai potensi tinggi dalam pengaturan pemurnian kualitas udara. Hamparan tanaman pangan menghasilkan oksigen dari hasil fotosintes. Hal ini
menetralisir udara yang panas menjadi lebih sejuk.
IV-81 Gambar 4.25 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengaturan Penyerbukan Alami
IV-82 Tabel 4.46 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pengaturan Pengaturan Penyerbukan Alami
Provinsi Sangat Rendah-
Rendah Sedang
Tinggi-Sangat Tinggi
Ha Ha
Ha ACEH
972.889,87 17,11 1.882.031,71 33,10 2.830.669,56 49,79 BENGKULU
380.114,22 19,14 781.904,95 39,38 823.656,62 41,48
JAMBI 2.146.963,95 43,67 1.325.381,70 26,96 1.444.276,47 29,38
KEP. BANGKA BELITUNG 786.978,51 47,46 726.379,82 43,81 144.727,71 8,73
KEP. RIAU 285.654,10 37,09 332.569,41
43,18 151.975,76 19,73 LAMPUNG
999.867,48 29,66 1.711.481,84 50,76 660.264,82 19,58 RIAU
3.094.958,07 34,65 5.053.370,63 56,57 784.975,04 8,79 SUMATERA BARAT
804.666,68 19,10 1.560.464,78 37,03 1.848.811,80 43,87 SUMATERA SELATAN
2.998.317,01 34,62 3.399.207,31 39,24 2.264.141,25 26,14 SUMATERA UTARA
2.215.364,84 30,64 2.635.262,53 36,45 2.379.847,27 32,91
Penyerbukan adalah peristiwa jatuhnya serbuk sari di kepala putik. Penyerbukan, atau polinasi adalah jatuhnya serbuk sari pada permukaan putik. Penyerbukan
merupakan bagian penting dari proses reproduksi tumbuhan berbiji. Penyerbukan yang sukses akan diikuti segera dengan tumbuhnya buluh serbuk yang memasuki saluran
putik menuju bakal biji. Di bakal biji terjadi peristiwa penting berikutnya yaitu pembuahan.Penyerbukan alami dilakukan melalui bantuan spesies tertentu, keberadaan
spesies tersebut dipengauhi oleh kondisi lingkungan. Berdasarkan data pada tabel dapat diketahui potensi lahan dalam pengaturan penyerbukan alami pada masing-masing
Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera. Provinsi yang tergolong memiliki presentase besar lahan potensial atau paling tinggi adalah Provinsi Aceh yang memiliki lahan
berpotensi tinggi seluas 2.830.669,56 hektar atau mencapai 49,79 dari keseluruhan wilayahnya. Kondisi lingkungan yang alami, khususnya kawasan hutan di Provinsi
Aceh membuat proses penyerbukan berjalan dengan normal. Spesies pembantu penyerbukan dapat ditemukan pada lingkungan yang masih alami.
IV-83 Gambar 4.26 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengaturan Pengendalian Hama dan Penyakit
IV-84 Tabel 4.47 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem
Pengaturan Pengendalian Hama dan Penyakit Provinsi
Sangat Rendah- Rendah
Sedang Tinggi-Sangat
Tinggi Ha
Ha Ha
ACEH 1.078.281,86 18,97 3.076.583,32 54,11 1.530.725,96 26,92
BENGKULU 505.982,81 25,48 765.639,84
38,56 714.053,14 35,96
JAMBI 479.734,57
9,76 2.567.910,20 52,23 1.868.977,35 38,01 KEP. BANGKA BELITUNG 1.368.344,28 82,53 238.542,11
14,39 51.199,64
3,09 KEP. RIAU
248.937,84 32,32 356.437,22 46,28
164.824,20 21,40 LAMPUNG
1.048.642,08 31,10 467.615,44 13,87 1.855.356,63 55,03
RIAU 557.092,43
6,24 2.231.696,50 24,98 6.144.514,80 68,78 SUMATERA BARAT
1.126.538,53 26,73 1.655.505,01 39,29 1.431.899,72 33,98 SUMATERA SELATAN
1.178.495,15 13,61 3.050.780,30 35,22 4.432.390,12 51,17 SUMATERA UTARA
2.127.012,32 29,42 2.419.342,28 33,46 2.684.120,04 37,12
Pengendalian hama dan penyakit adalah pengaturan makhluk-makhluk atau organisme pengganggu yang disebut hama dan penyakit karena dianggap mengganggu
kesehatan manusia, ekologi, atau ekonomi. Pada tanaman perkebunan sering dijumpai berbagai jenis serangga. Tidak semua jenis serangga tersebut berstatus hama. Beberapa
jenis di antaranya justru merupakan serangga berguna, misalnya penyerbuk dan musuh alami parasitoid dan predator. Organisme dalam aktivitas hidupnya selalu berinteraksi
dengan organisme lainnya dalam suatu keterkaitan dan ketergantungan yang kompleks. Interaksi antar organisme tersebut dapat bersifat antagonistik, kompetitif atau simbiotik.
Sifat antagonistik ini dapat dilihat pada musuh alami yang merupakan agen hayati dalam pengendalian hama. Alam sudah menyediakan spesies tertentu musuh alami
untuk pengendalian hama dan penyakit. Musuh alami memiliki peranan dalam pengaturan dan pengendalian populasi hama, sebagai faktor yang bekerjanya tergantung
kepada kepadatan, dalam kisaran tertentu musuh alami dapat mempertahankan populasi hama di sekitar aras keseimbanganumum.Setiap spesies serangga hama sebagai bagian
dari komplekskomunitas dapat diserang oleh serangga lain atau oleh patogen penyebab penyakit pada serangga.
Kondisi lingkungan sangat mempengaruhi ketersediaan musuh alami tersebut di suatu wilayah. Berdasarkan data pada tabel dapat diketahui potensi lahan dalam
pengaturan pengendalian hama dan penyakit pada masing-masing Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera. Provinsi yang tergolong memiliki presentase besar lahan potensial
atau paling tinggi adalah Provinsi Riau dengan luasan lahan berpotensi tinggi sebesar 6.144.514,80 hektar atau mencapai 68,78 dari keseluruhan wilayahnya. Adanya
perkebunan dan tanaman semusim juga berpotensi tinggi untuk mengendalikan hama
IV-85
dan penyakit secara alami. Hama yang sering ditemukan di tanaman semusim adalah tikus. Alam menyediakan ular dan burung hantu untuk mengurangi hama tikus.