B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengajukan beberapa rumusan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana Keadaan umum Cirebon setelah Kemerdekaan RI ?
2. Bagaimana proses terbentuknya Pasukan Kancil Merah?
3. Bagaimana peranan Pasukan Kancil Merah pada masa Perang Kemerdekaan
Indonesia II di Cirebon 1948-1949?
C. Tujuan Penelitian
1.
Tujuan Umum :
a. Belajar menerapkan metodologi sejarah kritis, sehingga dapat
menghasilkan karya sejarah yang berkualitas.
b. Menerapkan teori dan metodologi yang telah didapat selama di bangku
perkuliahan.
c.
Untuk menambah ragam tulisan sejarah terutama sejarah lokal.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui keadaan umum kota Cirebon paska proklamasi hingga
lahirnya Pasukan Kancil Merah. b.
Mengetahui latar belakang dan proses terbentuknya Pasukan Kancil Merah di Cirebon.
c. Memahami peranan Pasukan Kancil Merah pada Perang Kemerdekaan
Indonesia II di Cirebon 1948-1949.
D. Manfaat Penelitian :
1. Bagi pembaca
a. Pembaca dapat mengetahui kondisi umum kota Cirebon 1948-1949.
b. Pembaca dapat mengetahui latar belakang dibentuknya Pasukan Kancil
Merah di Cirebon. c.
Pembaca dapat mengetahui gambaran yang jelas dan objektif tentang peranan Pasukan Kancil Merah dalam Perang Kemerdekaan Indonesia
II di Cirebon 1948-1949. 2.
Bagi Penulis a.
Sebagai tolak ukur kemampuan penulis dalam meneliti, menganalisa, membaca sumber-sumber sejarah dan merekontruksinya sebagai
karya sejarah. b.
Memperluas pengetahuan penulis terutama mengenai sejarah masa Revolusi Kemerdekaan Indonesia.
c. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang sejarah lokal,
khususnya tentang peranan Pasukan Kancil Merah pada masa Perang Kemerdekaan Indonesia II di Cirebon 1948-1949.
E. Kajian Pustaka
Kajian pustaka akan menguraikan beberapa buku yang digunakan sebagai landasan pemikiran dalam mengkaji dan menganalisis permasalahan yang
berkaitan dengan penelitian skripsi ini. Adapun hal yang dilakukan dalam kajian
pustaka adalah dengan mengklasifikasi buku berdasarkan permasalahan yang diangkat.
Kajian pustaka memiliki peranan penting dalam proses penelitian sejarah sebagai sarana untuk menelaah literatur yang dilandasi pemikiran dan penelitian.
Kajian pustaka merupakan telaah terhadap pustaka-pustaka yang digunakan sebagai landasan pemikiran dalam penelitian dan acuan dalam mengambil
jawaban sementara dari rumusan masalah. Jepang telah menyerah kepada Sekutu pada 15 Agustus 1945, namun
penandatanganan penyerahan secara resmi baru dilaksanakan pada 2 September 1945 di Tokyo. Sementara itu bangsa Indonesia sudah memproklamasikan
kemerdekaannya dan mendirikan negara Republik Indonesia.
16
Tetapi pasukan Jepang masih berada di Indonesia dan merupakan kekuatan yang nyata. Pada 18
Agustus Jepang mengeluarkan perintah untuk membubarkan tentara PETA dan mengumpulkan senjatanya. Semua anggota PETA diperintahkan untuk pulang ke
kampung halaman masing-masing dan diberi pesangon enam bulan gaji. Pada masa penjajahan Jepang, divisi Ketigapuluh Delapan yang dipimpin
oleh Mayor Jendral Sano Todayoshi memperoleh tugas ganda. Sebagian pasukan harus dapat menguasai Palembang dan Cirebon yang ternyata kemudian berhasil
munguasai lapangan udara Kalijati.
17
Dikarenakan didudukinya lapangan udara kalijati beberapa tokoh pejuang kemerdekaan di Kota Cirebon, ataupun di
16
Tanu Suherly,
Sedjarah Perang Kemerdekaan Indonesia ,
Djakarta: Departemen Pertahanan-Keamanan Pusat Sedjarah ABRI, 1971, hlm. 1.
17
Atim Supomo, Djumarwan, Masqudori,
Brimob Polri Jateng dan DIY dalam lintasan sejarah
, Semarang: Brigade Mobil Polri Polda Jateng,1996, hlm. 15.
Kabupaten Cirebon, senantiasa berhubungan dengan pimpinan di Jakarta. Beberapa minggu sebelum Proklamasi Kemerdekaan RI, para pejuang di Cirebon
telah mempersiapkan dengan matang pemberontakan terhadap Penjajah Jepang, akan tetapi, pemerintah pusat atau Jakarta tidak mengijinkan sehingga
pemberontakan ditangguhkan. Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, para pemuda berbondong-bondong untuk mendaftarkan diri menjadi Badan Keamanan
Rakyat.
18
Ketika Belanda mengadakan Agresi Militer ke Cirebon, rakyat bersama TNI bangkit untuk melawan dan mengusir penjajah Belanda. Sekian banyak
pasukan dan laskar pejuang ada satu pasukan bersenjata yang tersusun rapi yang kemudian bergabung dengan Kompi Machmoed Pasha. Ditariknya TNI Divisi
Siliwangi dari kantong-kantong gerilya di Jawa Barat bukan berarti perjuangan kemerdekaan hilang atau tentara Belanda aman. Penyerangan dan penyergapan
terhadap markas serta konvoi tentara Belanda terjadi terus-menerus dimana-mana. Pada saat TNI Siliwangi hijrah, ada beberapa kelompok pejuang yang
sengaja tidak ikut hijrah. Mereka bermaksud membina rakyat selama ditinggal hijrah. Polisi Militer di Cirebon pimpinan Kapten Koestowo juga tidak semuanya
ikut hijrah, begitu pula dengan satu regu pimpinan Kopral Abdoel Kadir, namun Kopral Abdoel Kadir sendiri hijrah ke Yogyakarta. Pasukan Abdoel Kadir
bersama pasukan dari Kapten Koestowo melakukan kegiatan gerilya di daerah Kota Cirebon dan sekitarnya.
18
Marhayono,
op.cit,
. hlm. 17.
Sekitar bulan Maret 1948, Abdoel Kadir kembali dari Yogyakarta, lalu mengadakan kontak dengan rekan-rekan seperjuangannya yang berada di sekitar
kota. Diantaranya adalah Edi Hamzah, Edi Joesoef, M.S. Djanaka, Abdullah, Maksoedi, Soeta, Misnen, Tadi, Ahmad Koelili. Kemis, Kaim, dan Rais. Mereka
semuanya kumpul
di Sunyaragi
dan berusaha
untuk merumuskan
pengorganisasian kembali kegiatan gerilya di Kota Cirebon dan sekitarnya. Pasukan mereka diberi nama “Kancil Merah”. Mereka sepakat untuk mengangkat
Abdoel Kadir sebagai Komandan Pasukan.
19
Pasukan Kancil Merah memiliki senjata yang terdiri dari 1 pucuk Pistol FN 9 mm, 2 pucuk pistol Colt 38, 1 pucuk pistol Vickrers, 1 pucuk pistol Buldog,
1 pucuk pistol PM, 1 pistol Owegun, 2 Steyer, 3 pucuk Karibin Jepang, 2 pucuk Lee Enfield dan 9 Granat tangan. Selanjutnya, pasukan Kancil Merah melalui
Madradji dan Waratna Soetarjo mengadakan kontak dengan Kesatuan Pemberontak Rakyat Merdeka KPRM pimpinan Imam Soedrajat, untuk masuk
kedalam susunan organisasi KPMR Cirebon IV.
20
Pada bulan Oktober 1948, pasukan Kancil Merah mengadakan kontak dengan Kapten Datoek Mahmoed Pasha, Komandan Kompi II, Batalion Roekman
di Pamulihan, Kuningan, yang baru datang dari Yogyakarta. Batalion ini tidak menggunakan Pengenal TNI , tetapi nama pengenalnya menjadi Kesatuan Gerilya
Rakyat Merdeka KGRM.
21
Setelah diadakan koordinasi, Pasukan Kancil Merah dimasukan ke dalam Formasi Divisi Siliwangi, Seksi III, Kompi II Mahmoed
19
Ibid
., hlm. 22.
20
Ibid
., hlm. 19.
21
A.H. Nasution,
op.cit,
. hlm. 256.
Pasha Batalion Roekman. Pasukan Kancil Merah telah mempunyai Pengenal TNI AD, tetapi mereka tidak menggunakan pengenal tersebut dan tetap menggunakan
Pasukan Kancil Merah. Awal November 1948, pasukan Kancil Merah melakukan Sabotase
pemutusan jembatan Kalitanjung dan Situgangga. Ketika patroli Belanda dari Markas pengguna datang mereka disergap oleh pasukan regu Kusen dan terjadilah
pertempuran diantara mereka. Pertempuran tersebut meluas ke daerah Majasem. Dari pihak Belanda 2 orang mati, sedangkan dari pasukan Kancil Merah tidak ada
yang mati melainkan mereka melarikan diri ke arah Kudungdawa, Kecamatan Cirebon barat.
Pada 11 Agustus 1949, pasukan Kancil Merah mendapat perintah Gencatan Senjata yang dimulai pada 11-15 Agustus 1949. Sebelum pertemuan
dimulai, utusan Belanda dan pasukan Kancil Merah sepakat untuk mingibarkan bendera putih tanda gencatan senjata. Pada 10 September 1949 pertemuan resmi
diselenggarakan antara TNI yang diwakili Pasukan Kancil Merah Letnan Abdoel Kadir dengan wakil Belanda Kapten De Boor Komandan BIVO dan Kapten
Vermeulen Komandan Batalyon KNIL . Para pemuda dan masyarakat Cirebon berkumpul untuk mengadakan apel
dalam rangka menyambut kembali kemerdekaan bangsa Indonesia. Rakyat seolah tumpah ruah ke jalan, berbaur dengan masyarakat yang datang dari luar kota.
Teriakan merdeka menggema di mana-mana ketika beberapa rombongan papas an atau melewati kelompok yang menyambutnya di pinggir jalan. Suasana Kota
Cirebon betul-betul meriah.
F. Historiografi yang Relevan