B. Tertangkapnya Para Pemimpin Pasukan dan Abdoel Kadir oleh Tentara
Belanda
Akibat serangan dari gerilyawan dan Pasukan Kancil Merah, tidak sedikit kerugian yang diderita oleh pihak Belanda, baik harta, nyawa, dan perlengkapan.
Untuk membalas serangan para gerilyawan dan Pasukan Kancil Merah, Belanda meminta bantuan dengan tambahan pasukan, persenjataan berat, dan pesawat
terbangnya. Dengan adanya bantuan tersebut Belanda melakukan penyergapan dan penyerangan terhadap basis-basis gerilyawan dan markas Pasukan Kancil
Merah yang berada di wilayah pedalaman.
105
Pada 1 januari 1949 sekitar pukul 04.00 pagi, tentara Belanda melakukan pembersihan besar-besaran ke seluruh kota Cirebon dan sekitarnya. Pada saat itu
Pasukan Kancil Merah sedang berada di Kampung Pejaten, kota Cirebon. Karena ada operasi tentara Belanda, pasukan Kancil Merah diperintahkan oleh Komandan
Kompi II mereka yaitu Mahmoed Pasha, agar mereka bergegas untuk menyelamatkan diri. Meskipun dalam keadaan mengantuk, sebagian besar
anggota Pasukan Kancil Merah dapat menyelamatkan diri. Adapun dari mereka yang tertangkap musuh yaitu, Edi Yusuf, M.S Djanaka, Soeta, dan Pimpinan
Pasukan Kancil Merah Abdoel Kadir. Tetapi mereka dapat menyelamatkan diri dari tentara Belanda ketika mereka berjalan kaki menuju mobil, sedangkan yang
di tawan oleh Pasukan Belanda hanya Soeta dan senjatanya.
105
Dadang Darmayana, “Peranan Tentara Pelajar TP di Kuningan Dalam Perjuangan Mempertahankan dan Mengisi Kemerdekaan RI.
Skripsi
”, Bandung: Unpad,1987, hlm. 53.
Abdoel Kadir, Edi Yusuf, M.S Djanaka kembali tertangkap setelah sebelumnya berhasil meloloskan diri dari Tentara Belanda, mereka tertangkap di
daerah Kranggraksaan ketika akan menyelamatkan diri kearah Kalijaga. Ketika tentara Belanda lengah, Abdoel Kadir menyelinap masuk ke tebing yang bergua
dan dibawahnya terdapat sungai sehingga luput dari kejaran tentara Belanda, sehingga tentara Belanda mengira bahwa Abdoel Kadir telah tewas, karena
menceburkan diri ke sungai. Sedangkan Edi Yusuf dan adiknya M.S Djanaka tertangkap tentara Belanda di depan gedung bertingkat di daerah Penggung,
beruntungnya bagi mereka ketika ada warga lokal yang menjadi Polisi Belanda yang bernama Eko yang menyampaikan kepada tentara Belanda bahwa keduanya
merupakan anak sekolah. Pada akhirnya tentara Belanda melepaskan meraka berdua.
106
Dengan tubuh yang bergetaran Edi Yusuf dan M.S Djanaka menyelinap ke kampung Curug dan kemudian mereka berjalan kaki menuju rumahnya di
Sunyaragi dengan keadaan melihat sekeliling meraka, bila ada tentara Belanda yang sedang Patroli. Eddy Yoesoep dan M.S Djanaka memang dapat dibilang
masih muda karena tubuh mereka yang dapat dikatakan kecil seperti anak-anak SMP. Keesokan harinya, Abdoel Kadir bertemu dengan Edi Yusuf dan M.S
Djanaka di daerah jalan Perjuangan, mereka bergabung kembali dengan Pasukan Kancil Merah di kampung Banjaran, Desa Sampiran.
107
106
Panitya Penelitian Monumen Perjuangan Kotamadya Cirebon,
op
.
cit
., hlm. 55.
107
Marhayono,
op
.
cit
., hlm. 27.
Pada 2 Maret 1949, Pasukan Kancil Merah beserta Komandan Kompi Mahmoed Pasha berkumpul di Blok Persil. Blok Persil berada di sekitar STM
Negri 1 Cirebon di jalan Perjuangan. Adapun maksud dari pertemuan tersebut untuk merencanakan serangan umum ke Kota Cirebon, tetapi pertemuan tersebut
diketahui oleh tentara Belanda yang segera melaporkan kepada pimpinan mereka. Keesokan hari, sekitar jam 05.00 pagi, mendadak Pasukan Kancil Merah yang
sebagian masih tertidur diserang oleh pasukan gabungan tentara dan polisi Belanda. Terjadilah pertempuran sengit selama 3 jam. Korban yang gugur dari
Pasukan Kancil Merah sebanyak 3 orang, yaitu Warba, Sapari, dan Soelaeman. Senjata mereka tiga pucuk karabijn Jepang berikut pelurunya dirampas oleh
pasukan tentara Belanda. Sedangkan korban dari pihak Belanda tidak diketahui berapa Jumlahnya.
108
Jenazah para korban dari Pasukan Kancil Merah diberikan kepada para keluarganya. Jenazah Warba dimakamkan di Kampung Sigentong, Desa
Sunyaragi, sedangkan Jenazah Sapari dan Soelaeman dimakamkan di pemakaman umum Sijubang, ditepi Jalan Perjuangan. Akibat dari pertempuran tersebut yang
menewaskan tiga orang dari Pasukan Kancil Merah.
109
Pasukan Kancil Merah semakin gencar melakukan serangan terhadap tentara Belanda, karena tekanan-
tekanan keras dari pihak Pasukan Kancil Merah, pihak Belanda mendirikan pos-
108
M. Halwi Dahlan, C
irebon dalam Kajian Sejarah dan Budaya
, Bandung: Alqaprint Jatinangor, 2005, hlm. 247.
109
Ibid
.
pos tentara Belanda di pinggiran kota, diantaranya Persil, Kepongpongan, Cempaka, dan Ciperna.
110
Pada 12 April 1949, Pasukan Kancil Merah melakukan kegiatan penghadangan iring-iringan Belanda di Cirebon untuk mengalihkan perhatian
Belanda, sehingga terjadi pertempuran selama kurang lebih tiga jam. Dalam pertempuran ini, korban dari pihak Belanda tewas tujuh orang, termasuk
Komandan Patroli Letnan Molly dan banyak pula yang menderita luka-luka. Dari pihak Pasukan Kancil Merah tidak ada korban jiwa.
Serangan tentara Belanda kedua ke Desa Mandala Kabupaten Cirebon, terjadi pada 20 April 1949, beberapa bulan sebelum Konferensi Meja Bundar
KMB di Den Haag, Belanda dimulai pada 29 Agustus 1949. Peristiwa penyerangan tentara Belanda ke Desa Mandala diawali dengan berkumpulnya
pasukan Kompi Mochmoed Pasha yang mengadakan rapat di Desa Mandala, yang membahas tentang tindak lanjut pasukan Divisi Siliwangi Kompi Machmoed
Pasha apabila KMB gagal. Karena berdasarkan pengalaman, setiap perundingan antara pemerintah RI dengan Belanda, Pihak RI yang paling dirugikan.
Keputusan rapat, memutuskan apabila KMB gagal, untuk melakukan perintah penyerangan umum ke Cirebon dan markas
De Tijger
Brigade di Linggarjati. Peserta rapat sendiri terdiri dari : Pasukan Boedhi Hardjo, Pasukan
S.E. Oesman, Pasukan Kancil Merah, Pasukan Boeang, Pasukan Moechajar,
110
Ibid
,. hlm. 249.
Pasukan Soemito, Pasukan Samirahardjo, Pasukan BM pasukan bandit untuk Bumi Hangus
111
C. Serangan Balasan Pasukan Kancil Merah terhadap Pasukan Belanda ke