67
BAB IV PERANAN PASUKAN KANCIL MERAH DALAM MENGUSIR
PASUKAN BELANDA DI CIREBON
A. Penyusunan Persenjataan Pasukan Kancil Merah
Pada pertengahan bulan Juli 1948 keadaan Pasukan Kancil Merah
bertambah kuat persenjataanya terutama setelah adanya penyerahan diri tentara KNIL 3 orang yaitu, Slamet, Anwar, dan Rosidi masing-masing membawa senjata
L.E
dan 5 orang dari Polisi Belanda yaitu, Sadikin, Samari, Toam, Madrais, dan Anwar dengan membawa, 1 buah senapan
Thomshon
,
90
4 buah senapan
Mouser.
91
Pada Agustus 1948 beberapa gerilyawan dalam bentuk beberapa pasukan Kecil bergabung dengan Pasukan Kancil Merah diantaranya Pasukan
Gagak Putih dan Pasukan S.P 88 pimpinan Ashari dengan kekuatan 20 pucuk senjata ringan.
92
90
Senapan
Thomshon
adalah senjata submesin pertama yang dibuat oleh Amerika pada 1928. Senapan ini adalah senapan submesin terbaik. Senapan
Thompson tergolong senapan modern dimasanya karena kedetailanya dan bahan pembuatanya serta mekaniknya yang tidak simple.“Senapan Submesin
Thompson”,
https:id.wikipedia.orgwikiSenapan_submesin_Thompson
, diakses 20 Agustus 2015, Pukul. 23:45.
91
Senapan
Mouser
adalah Senapan
bolt action
kokang yang digunakan sebagai senapan standar infanteri . Senapan ini buatan Jerman. Angkatan Darat
Jerman mengadopsi Senapan Mauser sebagai Senapan standar mereka. Senapan ini kemudian akan menjadi Senapan yang paling banyak dipakai oleh Jerman
dalam Perang Dunia II . “Senapan Mouser”,
https:id.wikipedia.orgwikiMauser,
diakses 20 Agustus 2015, Pukul. 23:47.
92
Panitya Penelitian Monumen Perjuangan Kotamadya Cirebon,
Sekelumit Kisah Perjuangan Masyarakat Kotamadya Cirebon
, Cirebon: Panitya Penelitian Monumen Perjuangan Kotamadya Cirebon,1976, hlm. 53.
Pasukan Kacil Merah pada waktu itu sudah menjadi pasukan yang mempunyai kekuatan tempur dengan formasi 1 Peleton lengkap. Pada September
1948 dengan kekuatan satu Peleton Pasukan Kancil Merah terjadi tembak- menembak di daerah KaliajiKanggraksaan, dan tertangkapnya Sarma, Maksudi,
dan Ahmad Kudeli, terjadinya tembak menembak tersebut diakibatkan penghianatan seorang mata-mata Belanda yang bernama Jian. Tembak-menembak
yang berlangsung selama setengah jam tersebut dari pihak Pasukan Kancil Merah tidak ada korban, sedangkan dari pihak Belanda terdapat korban jiwa akan tetapi
belum ketahui ada berapa pastinya, karena ada yang menyebut 2 orang ada juga yang menyebut hanya seorang.
93
Dari beberapa sumber, memang pada pristiwa di Kanggraksaan tidak ada kepastian korban jiwa yang terdapat dari pihak Belanda
tersebut. Pada 16 September 1948, satu Peleton Pasukan Kancil Merah Menyerang
Pos Polisi Belanda di Sunyaragi pimpinan Inspektur Polisi
Heine
, terjadilah pertempuran sekitar tigapuluh menit. Korban dari pihak Belanda tidak diketahui
jumlahnya, sedangkan dari Pasukan Kancil Merah selamat semua. Dalam rangka pengacauan dan penyusunan persenjataan, pasukan Kancil Merah melakukan
serangan di luar kota dengan mendapatkan beberapa pucuk senjata antara lain penyergapan KNIL di Gronggongan dengan mendapatkan 2 senjata Owegun dan
peluru, serta melakukan penyergapan terhadap patroli pasukan I.D pimpinan Komandan Pasman di Sunyaragi dan penyergapan kendaraan MTD di Ciperna
93
Ibid
,. hlm. 55.
dan mendapat hasil sepucuk Pistol.
94
Penyerangan terhadap Atma, Anggota I.D di Segendeng berhasil mendapatkan sepucuk pistol.
Pada awal Oktober 1948, Kapten Datoek Mahmud Pasha Komandan Kompi II, Batalyon Roekman di Pamulihan kota Kuningan, yang baru datang
Long march
dari Yogyakarta. Perlu diketahui bahwa Batalyon kembali ke Jawa Barat atas perintah Panglima Divisi Siliwangi karena hal-hal berikut:
1. Batalyon Roekman di Yogyakarta dimasukan ke dalam Batalyon Brigade
XIII, KRU “Z”. Batalyon ini diserang oleh tentara Pelajar dan Batalyon Singowareng di markasnya di wilayah Tasikmadu kota Solo. Untuk
menghindari pertikaian lebih Lanjut Panglima Divisi Siliwangi memerintahkan Pasukan Batalyon Roekman untuk kembali ke Jawa Barat.
Untuk mengelabuhi musuh Pemerintah RI menyiarkan melalui RRI bahwa Batalyon Roekman telah melarikan diri.
2. Dalam rangka melanjutkan perjuangan kemerdekaan, Jawa Barat
memerlukan gerilyawan yang terorganisir rapi dengan kemampuan yang memadai. Karena hal-hal tersebut, Pasukan Batalyon Roekman pada 30
Agustus 1948 di perintahkan kembali ke Jawa Barat. Pasukan dilepas dengan upacara militer di Stasiun Kereta Api Solo. Anggota Pasukan
Bersama Keluarganya diangkut dengan kereta Api dari Solo menuju Wonosobo, untuk selanjutnya melalui pegunungan Dieng menuju Jawa
Barat mereka berjalan kaki. Karena alasan politik, agar Pemerintah RI
94
Panitya Penelitian Monumen Perjuangan Kotamadya Cirebon, op.cit.,Lihat Lampiran 6, hlm. 106.
tidak dituduh melanggar perjanjian dengan Belanda, Pasukan Roekman menyamar sebagai tentara liar.
95
Setibanya di Dieng, mereka menginap di sebuah hotel, sebagian besar Pasukan mencucurkan air mata karena terharu melepas tanda pangkat dan tanda
pengenal Pasukan Siliwangi kebanggaannya, yang mengharukan selama
long march
sekitar empat puluh hari tanpa pembekalan yang memadai. Penderitaan di perjalanan sulit karena harus berjalan kaki tanpa bekal makanan yang cukup, serta
di kejar oleh tentara Belanda dari darat dan pada waktu siang hari diserang dari udara. Lebih dari itu, sesampainya di daerah Kuningan mereka diserang oleh
kelompok Darul Islam.
96
Pasukan Batalyon Roekman dalam perjalanan pulang ke Jawa Barat, bila mana ada kesempatan, selalu menyerang ke pos-pos Belanda yang berkekuatan
satu peleton ke bawah. Akibat penyerangan ke pos-pos Belanda oleh Pasukan Roekman, beberapa pos Belanda ditarik ke kota. Setelah sampai di daerah
Kuningan, Batalyon Roekman berubah nama menjadi Kesatuan Gerilyawan Rakyat MerdekaKGRM. Untuk menghindari bentrokan serta efesiensi
perjuangan,
97
pasukan KGRM mengadakan Koordinasi dengan KPRM pimpinan Imam Hidayat. Kesepakatan dapat dicapai, dengan pembagian tugas sebagai
berikut:
95
Dinas Sejarah TNI-AD,
Sejarah TNI-AD 1948-1973
. Bandung: Dinas Sejarah Angkatan Darat, 1978, hlm. 17.
96
Ibid
,. hlm. 18.
97
Ibid
.
Tugas KPRM untuk membina Teritorial. Tugas KGRM untuk bagian pertempuranpeperangan.
Akibat bergabungnya Pasukan Kancil Merah dengan KGRM Mahmoed Pasha, pasukan Kancil Merah mendapat tambahan pasukan sebanyak 1 regu
dengan senjata lengkap termasuk salah satunya dipimpin langsung oleh Sersan Koesen. Meskipun Pasukan Kancil Merah telah mempunyai pengenal TNI AD,
mereka tidak menggunakan pengenal tersebut, tetapi menggunakan nama Pasukan Kancil Merah sehingga, Pasukan Kancil Merah formasinya sebagai berikut:
Komandan Seksi : Abdoel Kadir
Staf 1 : Ahmad Soebari
Staf 2 : Eddi Hamzah
Komandan Regu 1 : Targani
Komandan Regu 2 : Koesen
Komandan Regu 3 : Kamsi
Komandan Regu 4 : Kosim
Komandan Regu PPM: Soemadinata
98
Setelah reformasi, pasukan gerilya KPRM sektor IV yang pada waktu itu berfungsi sebagai kesatuan tempur, kesatuan teritorial dan pemerintahan sipil
yang tugasnya langsung di bawah pimpinan Abdoel Kadir, untuk urusan kesatuan tempur ditugaskan kepada kepala staf umum Eddy Hamzah. 99 Selain gerakan
KPRM sektor IV Pasukan Kancil Merah mendapat kegiatan Gerilya KPRM
98
Panitya Penelitian Monumen Perjuangan Kotamadya Cirebon, op.cit. hlm. 57.
99
Panitya Penelitian Monumen Perjuangan Kotamadya Cirebon,
loc
.
cit
.,
sebagai kesatuan Sabotase yang bergerak secara menyeluruh ke semua wilayah KPRM dibawah pimpinan Muchayar Abidin yang dibantu oleh Toat Setia
Pradja.
100
Pada awal November 1948 Pasukan Kancil Merah melakukan pemutusan jembatan Kalitanjung dan Situ Gangga kemudian datang patroli Pasukan Belanda
dari arah Penggung terjadi kontak senjata dengan regu Kosim dan regu Kusen, selang setengah jam kemudian bantuan datang dari regu Targani yang datang dari
arah Sumber untuk membantu regu Kosim dan Kusen.
101
Akibat pertempuran tersebut terdapat dua orang korban dari pihak belanda tewas, sedangkan dari pihak
Pasukan Kancil Merah tidak ada korban jiwa karena dapat menyelamatkan diri ke arah Cempaka dan Gedungdawa, keesokan harinya Pasukan Belanda mengadakan
pembersihan untuk mencari para gerilyawan, tetapi tak seorangpun gerilyawan yang dijumpai, Untuk melampiaskan amarahnya pasukan Belanda membakar
sebuah rumah penduduk yang tidak berdosa di daerah Pongpongan.
102
Pada 19 Desember 1948, Belanda memulai gerakannya dengan mengirim pasukannya untuk mengusai Ibukota RI di Yogyakarta. Akibat dari serangan
tersebut, Presiden Soekarno dan Wakilnya Moch. Hatta ditawan Belanda, sedangkan Panglima Besar Jendral Soedirman beserta Stafnya di Markas Besar
TNI meninggalkan Yogyakarta mengungsi kedaerah pedalaman. Dengan
100
Ekadjati, Edi S,
Sejarah Revolusi Kemerdekaan Jawa Barat.
Jakarta: Depdikbud, 1981
,
hlm. 65
.
101
Marhayono,
Semuanya untuk Cirebon: Kisah Heroik Pasukan Kancil Merah dan Palagan Mandala
, Jakarta: PT. Grasindo, 2003, hlm. 23.
102
Ibid
,. hlm. 25.
melakukan serangan, Belanda telah melanggar garis demarkasi, dengan demikian pemerintah RI tidak terkait lagi oleh persetujuan Renville. Oleh karena itu
sebelum meninggalkan Yogyakarta, Jendral Soedirman mengeluarkan perintah harian sebagai berikut:
1. Kita telah diserang 2 Pada 19 Desember 1948, angkatan perang Belanda menyerang
Yogyakarta dan lapangan Terbang Magowo. 3 Pemerintah Belanda telah membatalkan persetujuan gencatan senjata,
4 Semua angkatan perang RI menjalankan rencana yang telah di tetapkan untuk menghadapi serangan musuh.
103
Dengan keluarnya Intruksi Panglima Besar Jendral Soedirman tersebut, Panglima Divisi Siliwangi Kolonel A.H. Nasution memerintahkan kepada
Anggota Divisi Siliwangi yang berada di Yogyakarta untuk berangkat kembali wilayah Jawa Barat. Perjalanan kembalinya Divisi Siliwangi, Batalion 400, dan
para pejuang lainya ke Jawa Barat dikenal dengan nama
long march.
Tujuan kembalinya kesatuan-kesatuan tersebut ke wilayah asalnya, untuk membangun
perang gerilya semesta sebagai basis pemerintahan dalam melawan Perang Kemerdekaan II.
104
103
A. H. Nasution,
Pokok-pokok Gerilya
, Jakarta: Pembimbing Nusa, 1964, hlm. 159.
104
Ibid
,. hlm. 136.
B. Tertangkapnya Para Pemimpin Pasukan dan Abdoel Kadir oleh Tentara