Keadaan Umum Kota Cirebon

26

BAB II KEADAAN UMUM CIREBON

A. Keadaan Umum Cirebon Pasca Proklamasi Kemerdekaan

1. Keadaan Umum Kota Cirebon

Kota Cirebon adalah salah satu kota yang berada di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. 29 Kota ini berada di pesisir utara Pulau Jawa atau yang dikenal dengan jalur pantura yang menghubungkan Jakarta-Cirebon-Semarang-Surabaya. Pada awalnya Cirebon adalah sebuah dukuh kecil yang dibangun oleh Ki Gedeng Tapa. Cirebon berkembang menjadi sebuah desa yang ramai yang kemudian diberi nama Caruban carub dalam bahasa Cirebon artinya bersatu padu. 30 Diberi nama demikian karena di sana bercampur para pendatang dari beraneka bangsa diantaranya Sunda, Jawa, Tionghoa, dan unsur-unsur budaya bangsa Arab, agama, bahasa, dan adat istiadat. Kemudian pelafalan kata caruban berubah lagi menjadi carbon dan kemudian cerbon . 31 Selain karena faktor penamaan tempat penyebutan kata cirebon juga dikarenakan sejak awal mata pecaharian sebagian besar masyarakat adalah nelayan, maka berkembanglah pekerjaan menangkap ikan dan rebon udang kecil di sepanjang pantai, serta pembuatan terasi, petis dan garam. Dari istilah air bekas pembuatan terasi atau yang dalam bahasa Cirebon disebut 29 Lihat lampiran 1, hlm. 101. 30 Arya Carbon, Purwaka Caruban Nagari: Asal mula berdirinya negara Cerbon , Cirebon: Penyalur Tunggal Pustaka Nasional Sudiam, 1978, hlm. 3. 31 Ibid., hlm. 4. belendrang yang terbuat dari sisa pengolahan udang rebon inilah berkembang sebutan cai-rebon bahasa sunda : air rebon, yang kemudian menjadi Cirebon. 32 Kota Cirebon secara geografis terletak di tepian pantai utara Jawa, yang dilengkapi dengan sungai-sungai yang sangat penting peranannya sebagai jalur transportasi pedalaman yang letaknya di sekitar pelabuhan Cirebon yaitu, sungai Cimanuk, Pekik, Kesunean, dan Cilosari. Kondisi alam yang demikian sebenarnya berpotensi untuk menjadi pusat berkembangnya peradaban, karena dengan keadaanya yang strategis. Cirebon yang dahulunya dikenal dengan nama Caruban Nagari, menampilkan diri sebagai pelabuhan yang mulai dikenal orang, ketika pengaruh Islam secara perlahan memasuki daerah-daerah pantai utara Jawa. 33 Kota-kota pesisir yang mengalami perkembangan pesat pada zamannya adalah Cirebon. 34 Kota Cirebon pernah menjadi pangkalan penting dalam jalur perdagangan dan pelayaran antarbangsa. Lokasimya terletak di antara bibir pantai di antara Jawa Tengah dan Jawa Barat membuatnya berperan penting sebagai jembatan antar kebudayaan Jawa Tengah dan Sunda sehingga tercipta 32 Hariwijaya, M, Kerajaan-Kerajaan Islam di Nusantara , Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2007, hlm. 21. 33 Lihat lampiran 2, hlm. 102. 34 Cirebon mengalami perkembangan yang pesat sebagai contoh karena manusia dalam melakukan perjalanan manusia memiliki kecenderungan untuk mengikuti alur lalulintas laut yang sudah lazim digunakan oleh orang lain. Cabang yang memiliki kesempatan untuk berkembangmenjadi pusat konsentrasi adalah yang jumlah pelalu lintasnya cukup besar termasuk barang dan tempat ini digunakan untuk tempat transit. Pelalu lintas merasa perlu untuk beristirahat, menginap, atau tinggal beberapa hari di tempat tersebut. Itulah sebabnya mengapa sebagian kota-kota besar di Indonesia berada di dekat Pantai. Lihat, Robinson Tarigan, Perencanaan Pembangunan Wilayah , Jakarta: Bumi Aksara, 2009, hlm. 12. kebudayaan yang khas. Disamping itu Cirebon sarat dengan peninggalan- peninggalan purbakala, kesenian, maupun warisan non fisik yang merupakan bukti masuknya aneka ragam kebudayaan dari berbagai penjuru dunia: Arab, India, Cina, Eropa, sehingga wajar Cirebon mendapat sebutan sebagai bagian Bandar Jalur Sutra. 35 Pemerintahan Kota Cirebon dibentuk 1 April 1906. Daerah-daerah yang didiami penduduknya antara lain, Lemawungkuk, Panjunan, Pekiringan, Kali Sukalila, Kali Sipadu, dan Kali Kesunean. Dengan luas 225 hektar dan banyak tanah yang masih kosong dan di penuhi alang-alang. Sistem Pemerintahan pada jajahan Belanda mempunyai corak otokratis 36 suatu pemerintahan yang sentralistis yang resminya dilaksanakan sejak 1854. Menurut garis-garis yang berada dalam Regirings Reglement 1854. 37 Cirebon berdasarkan undang-undang lama, setiap distrik dan desa memiliki bagian tanahnya sendiri. Berdeda dengan 35 Kata “Sutra” diambil sebagai metafora dari kelembutan dan kehalusan jalinan-jalinan hubungan antara manusia dan antar budaya yang membawa serta melalui rute-rute perdagangan yang bersejarah. Sutra memang merupakan salah satu komuditi terpenting selain rempah-rempah dari Timur yang memaju pedagang Eropa untu mencarinya. Lihat, A.B. Lapian dan Edi Sedyawati, Kajian Cirebo n dan Kajian Jalur Sutra dalam “ Cirebon Sebagai Bandar jalur Sutra ” Jakarta: Departemen PK, 1995, hlm. 1. 36 Otakratis adalah gaya kepemimpinan yang menggunakan kekuatan jabatan dan kekuasaan pribadi secara otoriter, melakukan sendiri semua perencanaan tujuan dan pembuatan keputusan serta memotifasi bawahan dengan cara paksaan, sanjungan, kesalahan dan penghargaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Lihat, Nurdin M. Noer, dkk, Sekilas Sejarah Pemerintahan Kota Cirebon , Cirebon: Badan Perpustakaan dan Kearsipan Dearah Kota Cirebon, 2011, hlm. 2. 37 Nurdin M. Noer, dkk, Sekilas Sejarah Pemerintahan Kota Cirebon , Cirebon: Badan Perpustakaan dan Kearsipan Dearah Kota Cirebon, 2011, hlm. 19. Kabupaten tanah menjadi milik desaperorangan. Provinsi sendiri desa dan tanah menjadi milik penguasa keluarga dan kepercayaan Sultan, kecuali sebagian kecil diperuntukan bagi masyarakat. Pada 8 maret 1942, Gubernur Jendral Belanda Tjarda Starkenborgh Stachouwer dan Panglima Militer Ter Poorten atas nama pemerintah Belanda menandatangani Kapitulasi di Kalijati Subang Jawa Barat yang menyatakan kekalahan tanpa syarat kepada Jepang. Pihak Jepang sendiri semula menduga akan memerlukan waktu dua sampai tiga bulan untuk menaklukkan Belanda, mengingat wilayah itu di pertahankan oleh KNIL ditambah kesatuan-kesatuan sekutu lainya. Berbagai aturan dikeluarkan, diantaranya Osamu Seirei no 27 tahun 1942 yang mengatur susunan pemerintahan daerah dan Osamu Seirei no 28 tahun 1942 yang menetapkan peraturan pemerintah Karisidenan atau Shyu . 38 Pemerintahan di luar daerah Cirebon terjadi perebutan kekuasaan dari tangan Jepang yang berlangsung dengan tentram, hanya disana-sini banyak pembunuhan terhadap Komandan kesatuan Jepang dari daerah Cirebon yang bermarkas di Kedungbunder beserta beberapa orang perwiranya yang sedang mengendarai mobil di desa Weru jurusan Cirebon- Palimanan. Penghadangan dan pembunuhan tersebut dilakukan oleh rakyat dengan bambu runcing, golok, dan batu. Dengan cara tersebut maka rakyat dapat memperoleh senjata Jepang.39 38 Ibid., hlm . 20. 39 Ibid., hlm . 23.

2. Keadaan Sosial Masyarakat Cirebon