Keadaan Ekonomi Cirebon Keadaan Umum Cirebon Pasca Proklamasi Kemerdekaan

setahun sebelumnya ditandai dengan dilaksanakannya rapat umum di Gedung Rex di kawasan Cangkol. Dalam rapat tersebut hadir sebagai pembicara Dr. Mohamad Toha yang menyerukan merdeka sekarang juga. Dalam perjuangan sebelum proklamasi angkatan muda terus menerus menjalin hubungan dangan Jakarta, diantaranya Soedarsono dan Suroto yang menjadi penghubung informasi. Menjelang pecahnya proklamasi atau setelah adanya berita positif kekalahan Jepang, maka secara spontan pemuda dan rakyat Cirebon melakukan penyerbuan ke kantor-kantor pemerintahan Jepang untuk merebut dan menyerahkan kekuasaan Jepang kepada RI dengan aparat pemerintah Jepang saat itu menandatangani penyerahan tidak bersyarat kepada RI. Berita proklamasi di Jakarta pada 17 Agustus 1945 baru di terima oleh masyarakat Cirebon pada 18 Agustus malam hari. Setelah diterimanya informasi tersebut diadakan rapat umum di Alun-alun Kejaksan dan diteruskan dengan pawai keliling kota dan malam harinya langsung dibentuk Karisidenan Cirebon yang bertempat di Perguruan Tinggi Taman Siswa yang dimulai pukul 20.00 dan baru berakhir pukul 05.00. 42

3. Keadaan Ekonomi Cirebon

Pada umumnya bahwa ekonomi pedesaan di Indonesia, khususnya di Jawa, didasarkan atas usaha pertanian. Termasuk rakyat Cirebon sendiri yang bermata pencaharian sebagai petani, selain bertani mata pencaharian dari sektor lain, yaitu sebagai pengrajin dan nelayan. namun dari segi kepemilikan tanah, 42 Ibid., hlm . 195. jumlah rumah tangga tanpa tanah sawah milik desa-desa cukup besar. Keadaan desa-desa di Cirebon sangat memprihatinkan, pemerintahan Sultan-sultan yang buruk dengan memberikan penyewaan atas tanah-tanah kepada Belanda dan Saudagar Cina menikmati kedudukan yang menentukan di pedesaan merebut kegiatan monopoli masyarakat Cirebon. Petani banyak yang kehilangan lahan sawah sekaligus garapan untuk menopang kehidupannya. Sementara di sisi lain lapangan kerja non pertanian belum banyak digarap dan diberdayakan oleh dua pemerintahan ini. Akhirnya yang muncul adalah pemberontakan-pemberontakan yang terus berlangsung. Perlawanan yang lazim dilakukan para petani menghadapi kenyataan ini adalah dengan meninggalkan desa mereka untuk sementara dan tidak akan pulang kembali sebelum musim tanam padi tiba. Imigrasi sementara merupakan cara untuk menghindari cacah jiwa setempat. Selain itu, petani dengan diam-diam membuat semua peraturan pemerintah tidak berjalan. 43 Struktur sosial penduduk Cirebon tersusun secara Herarki Vertikal ,44 pelapisan sosial berdasarkan kedudukan atau peran seseorang atau sekelompok orang di dalam masyarakat. Bila dilihat dari segi ini, penduduk Cirebon dapat 43 Zaenal Musduqi,” Cirebon: Dari Kota Tradisional Ke Kota Kolonial ”, Cirebon: Nurjati Press, 2011, hlm. 100. 44 Herarki Vertikal adalah suatu garis kekuasaan yang menunjukan tingkatan dari paling atas ke paling bawah. Lihat, M. Halwi Dahlan, dkk, Cirebon Dalam Kajian Sejarah dan Budaya, Bandung: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional, 2005, hlm. 154. dikelompokan ke dalam tiga lapisan sosial, yaitu: golongan atas, golongan menengah dan golongan bawah. 45 Golongan pertama, yaitu kaum bangsawan tingkat atas, elit birokrasi tradisional juga sekaligus merupakan elit agama. Golongan ini terdiri atas sultan atau raja beserta keluarganya dan para pejabat tinggi kerajaan. Kedudukan sultan atau raja menempati posisi tertinggi dalam status sosialnya, karena penguasa tertinggi daripada lapisan masyarakat lainya. Raja secara langsung atau tidak langsung menentukan nasib kehidupan ekonomi dan perdagangan melalui segala peraturan yang dikeluarkannya. Golongan kedua, yaitu kaum golongan menengah seperti birokrat pemerintah, kalangan pengusaha pedagang biasanya dari mereka kebanyakan Cina yang telah mengalami keberhasilan dalam usahanya, dan petani yang memiliki lahantanahnya sendiri, sehingga secara ekonomi mereka menempati posisi menengah. Golongan ketiga, yaitu kaum golongan bawah yang mana di tempatkan pada pendudukmasyarakat kelas kecil dalam artian mereka yang bekerja pada seseorang untuk menghidupi kehidupannya sehari-hari, yaitu seperti halnya, buruh tani dan nelayan. 46 Sementara di sisi lain lapangan pekerjaan non pertanian belum banyak yang dapat di lakukan di karenakan adanya campur tangan Belanda. Akibatnya muncul perlawanan dari para Petani dan rakyat untuk melawan Belanda, 45 Adeng, dkk, Kota Dagang Cirebon Sebagai Bandar Jalur Sutra , Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, Direktorat Jendral Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,1998, hlm. 40. 46 Ibid., hlm. 47. perlawanan yang dilakukan oleh para petani dengan meninggalkan desa mereka untuk sementara dan tidak akan pulang kembali sebelum musim tanam padi tiba. Imigrasi sementara yang dilakukan petani dan rakyat ini untuk menghindari sakit hati dari para petani, petani dengan diam-diam membuat semua peraturan pemerintah tidak bisa berjalan. 47

B. Keadaan Umum Cirebon Pasca Perang Kemerdekaan II