Konsep Akta Otentik Landasan Teoritis

waktu. Notaris yang sedang cuti, sakit atau sementara berhalangan untuk menjalankan tugas jabatannya. Agar tidak terjadi kekosongan, maka Notaris yang bersangkutan dapat menunjuk Notaris Pengganti Pasal 1 angka 3 UUJN. Karakter yuridis akta Notaris, yaitu: 37 1. Akta Notaris wajib dibuat dalam bentuk yang sudah ditentukan oleh undangundang UUJN. 2. Akta Notaris dibuat karena ada permintaan para pihak, dan bukan keinginan Notaris. 3. Meskipun dalam akta Notaris tercantum nama Notaris, tapi dalam hal ini Notaris tidak berkedudukan sebagai pihak bersama-sama para pihak atau penghadap yang namanya tercantum dalam akta. 4. Mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. Siapa pun terikat dengan akta Notaris serta tidak dapat ditafsirkan lain, selain yang tercantum dalam akta tersebut. 5. Pembatalan daya ikat akta Notaris hanya dapat dilakukan atas kesepakatan para pihak yang namanya tercantum dalam akta. Jika ada yang tidak setuju, maka pihak yang tidak setuju harus mengajukan gugatan ke Pengadilan Umum agar akta yang bersangkutan tidak mengikat lagi dengan alasan-alasan tertentu yang dapat dibuktikan.

1.5.5 Konsep Akta Otentik

Akta Otentik adalah akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh penguasa, menurut ketentuan-ketentuan yang 37 Habib Adjie, Op.Cit, hal. 121. telah ditetapkan, baik dengan maupun tanpa bantuan dari yang berkepentingan, yang mencatat apa yang dimintakan untuk dimuat di dalamnya oleh yang berkepentingan, Akta otentik terutama memuat keterangan seorang pejabat, yang menerangkan apa yang dilakukannya dan dilihatnya dihadapannya. 38 Pasal 165 HIR dan Pasal 1868 KUH Perdata mengatur mengenai akta otentik yang berbunyi sebagai berikut; “akta otentik yaitu suatu akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang diberi wewenang untuk itu, merupakan bukti yang lengkap antara para pihak dan para ahli warisnya dan mereka yang mendapat hak dari padanya tentang yang tercantum didalamnya dan bahkan tentang yang tercantum di dalamnya sebagai pemberitahuan belaka, akan tetapi yang terakhir ini hanyalah sepanjang yang diberitahukan itu erat hubungannya dengan pokok daripada akta”. Akta otentik ada dua macam yaitu: 39 1. Akta otentik yang dibuat oleh pejabat atau yang dinamakan “akta relaas” atau akta pejabat ambtelijke akten. Akta yang dibuat oleh notaris dapat merupakan suatu akta yang memuat “relaas” atau menguraikan secara otentik sesuatu tindakan yang dilakukan atau suatu keadaan yang dilihat atau disaksikan oleh pembuatakta itu, yakni notaris sendiri, didalam menjalankan jabatannya sebagai notaris. Dengan kata lain, akta yang dibuat sedemikian dan yang memuat uraian dari apa yang dilihat dan disaksikan serta dialaminya itu dinamakan akta yang dibuat oleh notaris. Contohnya berita acara rapat para pemegang saham dalam perseroan terbatas 38 Teguh Samudera, 1992, Hukum Pembuktian Dalam Acara Perdata, Alumni, Bandung, hal. 36. 39 G.H.S. Lumban Tobing, Op.Cit, hal. 51. 2. Akta yang dibuat dihadapan notaris atau yang dinamakan “akta partij” Akta yang partij adalah akta yang berisi suatu keterangan dari apa yang terjadi karena perbuatan yang dilakukan oleh pihak lain dihadapan notaris, artinya diterangkan oleh pihak lain kepada notaris dalam menjalankan jabatannya dan untuk keperluan mana pihak lain itu sengaja datang di hadapan notaris dan memberikan keterangan itu atau melakukan perbuatan itu di hadapan notaris, agar keterangan atau perbuatan itu dikonstatir oleh notaris di dalam suatu akta otentik. Akta yang seperti itu dinamakan akta yang dibuat dihadapan notaris. Contohnya perjanjian hibah, wasiat, kuasa, dan lain sebagainya. 40 Akta partij selalu memilih kekuatan bukti materiil dan merupakan alat bukti sempurna sebab dalam akta partij kebenaran dari isi akta tersebut ditentukan oleh pihak-pihak dan diakui pula oleh pihak-pihak dan pejabat yang menerangkan seperti apa yang dilihat, diketahuinya dari para pihak itu. Tetapi pada akta Relaas tidak selalu terdapat kekuatan bukti materiil artinya setiap orang dapat menyangkal kebenaran isi akta otentik itu asal dapat membuktikannya, sebab apa yang dilihat dan dilakukan oleh pejabat itu hanya berdasarkan pada apa yang dikehendaki oleh yang berkepentingan. 41 Notaris tidak berada di dalamnya pada 2 dua macam akta tersebut, tetapi yang melakukan perbuatan hukum itu adalah pihak-pihak yang berkepentingan. Inisiatif dalam pembuatan akta notaris atau akta otentik itu ada pada para pihak. Dengan demikian akta notaris atau akta otentik tidak menjamin bahwa pihak- 40 G.H.S. Lumban Tobing, Op.Cit, hal. 46 41 Abdulkadir Muhammad, 1992, Hukum Acara Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 136. pihak tersebut berkata benar, tetapi yang dijamin oleh akta otentik adalah para pihak benar-benar berkata atau melakukan perbuatan hukum seperti yang termuat dalam akta tersebut. Terhadap hal-hal yang disampaikan kepada notaris, apakah itu mengandung suatu kebenaran atau tidak, hal itu bukanlah kewenangan notaris. Apabila akta notaris itu mengandung kebohongan atau kepalsuan dimana keterangan yang diberikan kepada notaris tidak benar maka tidak menjadikan akta tersebut sebagai akta palsu, sepanjang notaris tersebut tidak mengetahui bahwa keterangan yang diberikan padanya adalah tidak benar atau palsu. Uraian tersebut di atas menunjukkan antara akta otentik yang dibuat “oleh” dan yang dibuat “dihadapan” pegawai umum terdapat perbedaan pokok antara lain: 1. Pada akta otentik yang dibuat “oleh” pegawai umum, inisiatif datang dari pihaknya, pihaknya mengetahui benar tentang hal-hal yang dikemukakan dalam akta isi akta; sedangkan pada akta otentik yang dibuat “dihadapan” pegawai umum yaitu notaris, notaris tidak pernah memulai inisiatifnya, notaris tidak tahu benar kebenaran dari hal-hal yang dikemukakan oleh kedua belah pihak yang hadir dihadapannya isi dari akta, ia hanya membantu merumuskan kehendak para pihak. 2. Akta otentik yang dibuat “dihadapan” pegawai umum biasanya disebut juga dengan akta para pihak, dalam hal ini notaris pasif artinya notaris menunggu sampai ia diperlukan oleh pihak lain untuk membuatkan akta. Jadi tidak ia dengan sendirinya tanpa dipanggil membuat akta. Akta para pihak juga tidak berarti hanya berisikan keterangan dari pihak sematamata saja, melainkan juga berisikan keterangan dari notaris itu sendiri. 3. Akta yang dibuat “oleh” pegawai umum terhadap ketiadaan tanda tangan tidak mengakibatkan akta tersebut kehilangan otensitasnya. Sebagai contoh dalam pembuatan cerita acara rapat umum pemegang saham dalam perseroan terbatas, sering kali orang-orang yang hadir telah meninggalkan rapat sebelum akta itu ditandatangani dan oleh notaris cukup hanya menerangkan dalam akta tersebut bahwa para pihak yang hadir telah meninggalkan rapat sebelum menandatangani akta itu dan akta itu tetap merupakan akta otentik. Pada akta yang dibuat “dihadapan” pejabat umum, keharusan adanya tanda tangan para pihak adalah untuk mempertahankan otentisitasnya. Jika akta tersebut tidakditandatangani maka akta tersebut harus diterangkan apa yang menjadi alasan tidak ditandatanganinya akta itu, misalnya para pihak atau salah satu pihak buta huruf atau tangannya lumpuh. Keterangan notaries mengenai hal tersebut adalah sebagai ganti tanda tangan surrogaat. Dengan demikian dalam akta partij penandatanganan oleh para pihak adalah merupakan suatu keharusan. 42 Suatu akta yang dibuat oleh notaris dalam kedudukannya dapat menjadi akta otentik apabila memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu: 1. Akta harus dibuat “oleh” atau “dihadapan” seseorang pejabat umum. 42 Teguh Samudera, Op.Cit, hal.42 2. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang. 3. Pejabat umum oleh atau dihadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai kewenangan untuk membuat akta itu. Pasal 1869 Kitab Undang-undang Hukum Perdata Jo Pasal 16 ayat 8 Undang-undang Jabatan Notaris, bila salah satu syarat yang ditentukan dalam Pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum Perdata itu tidak terpenuhi maka akta yang dibuatnya tidak otentik, hanya mempunyai kekuatan sebagai akta di bawah tangan apabila akta itu ditandatangani oleh para penghadap.

1.6 Metode Penelitian

1.6.1 Jenis Penelitian

Mengingat adanya norma kabur dalam hal penunjukan camat sebagai PPAT Sementara, maka penelitian ini megggunakan jenis penelitian hukum normatif, yang mengkaji dan menganalisa bahan hukum yaitu berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier yang terkait dengan kedudukan hukum akta tanah yang dibuat oleh Camat. Penelitian hukum normatif normative legal research merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara mengkaji peraturan perundang-undangan yang berlaku atau diterapkan terhadap suatu permasalahan hukum tertentu. Penelitian normatif seringkali disebut dengan penelitian doktrinal, yaitu penelitian yang objek kajiannya adalah dokumen peraturan perundang-undangan dan bahan pustaka. 43 Penelitian hukum normatif juga disebut penelitian yang difokuskan 43 Peter Mahmud Marzuki, 2011, Penelitian Hukum, Kencana Prenida Media, Jakarta, hal. 34.