Konsep Negara Hukum Landasan Teoritis

2. Untuk mengetahui dan menganalisis akibat hukum dari akta tanah yang dibuat oleh Camat sebagai PPAT Sementara.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian tentang “Kedudukan Hukum Akta Tanah yang dibuat oleh Camat ” ini diharapkan mampu memberikan kontribusi, dalam artian sebagai sumbangan pemikiran, baik untuk tujuan teoritis maupun untuk tujuan praktis. Manfaat hasil penelitian penelitian dimaksud, dapat dijabarkan sebagai berikut :

1.4.1 Manfaat Teoritis

Pengembangan teori, konsep dan doktrin hukum pertanahan pada umumnya dan peralihan hak atas tanah berdasarkan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT.

1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai acuan dalam penyelesaian masalah pertanahan, terutama dalam peralihan hak atas tanah melalui akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT.

1.5 Landasan Teoritis

1.5.1 Konsep Negara Hukum

Pemikiran atau konsepsi manusia tentang negara hukum lahir dan berkembang seiring dengan perkembangan sejarah manusia, oleh karena itu, meskipun konsep negara hukum dianggap sebagai konsep universal, namun pada tataran implementasi ternyata dipengaruhi oleh karaktaristik negara dan manusianya yang beragam. Hal ini dapat terjadi, disamping pengaruh falsafah bangsa, ideologi negara dan lain-lain, juga karena adanya pengaruh perkembangan sejarah manusia. Atas dasar itu, secara historis dan praktis, konsep negara hukum muncul dalam berbagai model seperti negara hukum menurut konsep Eropa Kontinental yang dinamakan rechsstaat, negara hukum menurut konsep Anglo Saxon rule of law, konsep socialist legality dan konsep negara hukum Pancasila. Konsep-konsep negara hukum ini memiliki dinamika dan sejarahnya masing-masing. Negara berdasarkan hukum ditandai oleh beberapa asas, antara lain asas bahwa semua perbuatan atau tindakan pemerintahan atau negara harus didasarkan pada ketentuan hukum tertentu yang sudah ada sebelum perbuatan atau tindakan itu dilakukan. Campur tangan atas hak dan kebebasan seseorang atau kelompok masyarakat hanya dapat dilakukan berdasarkan aturan-aturan hukum tertentu. Asas ini lazim disebut asas legalitas legaliteits beginsel. Untuk memungkinkan kepastian perwujudan asas legalitas ini, harus dibuat berbagai peraturan hukum antara lain Peraturan Perundang-undangan. Ide dasar negara hukum Indonesia tidak terlepas dari ide dasar tentang rechtstaats. Hal ini dapat dimengerti dalam banyak hal, antara lain Indonesia merupakan negara yang mengikuti Belanda dan menganut ide rechtstaats, 4 Terkait dengan asas dalam negara hukum, Prajudi Atmosudirdjo menyebutkan asas pokok negara hukum ada tiga, yakni : 1 asas monopoli paksa zwangmonopoli; 2 asas persetujuan rakyat; dan 3 asas persekutuan hukum rechtsgemeenschap. Selanjutnya asas pokok negara hukum dimaksud, dijelaskan sebagai berikut : 4 Philipus M. Hadjon, 1972, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia: Sebuah Studi Tentang Prinsip-prinsipnya, Penerapannya oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi Negara, Bina Ilmu, Surabaya, hal. 1 1. Asas monopoli paksa berarti, bahwa: monopoli penggunaan kekuasaan negara dan monopoli penggunaan paksaan untuk membuat orang mentaati apa yang menjadi keputusan penguasa negara hanya berada di tangan pejabat penguasa negara yang berwenang dan berwajib untuk itu. Siapapun yang lain dari yang berwenangberwajib dilarang, artinya barang siapa melakukan penggunaan kekuasaan negara dan menggunakan paksaan tanpa wewenang seperti dimaksud di atas disebut „main hakim sendiri‟. 2. Asas persetujuan Rakyat berarti, bahwa orang warga masyarakat hanya wajib tunduk dan dapat dipaksa untuk tunduk, kepada peraturan yang diciptakan secara sah dengan persetujuan langsung undang- undang formal, atau tidak langsung legislasi delegatif, peraturan atas kuasa Undang-undang dari Dewan Perwakilan Rakyat. Artinya, apabila ada peraturan misalnya: mengadakan pungutan pembayaran atau “sumbangan wajib” yang tidak diperintahkan atau dikuasakan oleh undang-undang, maka peraturan itu tidak sah, dan Hakim Pengadilan wajib membebaskan setiap orang yang dituntut oleh karena tidak mau mentaatinya, dan apabila Pejabat memaksakan peraturan tersebut, maka ia dapat dituntut sebagai penyalahgunaan kekuasaan negara, minimal digugat sebagai perkara “perbuatan penguasa yang melawan hukum”. 3. Asas persekutuan hukum berarti, bahwa rakyat dan penguasa negara bersama-sama merupakan suatu persekutuan hukum rechtsgemeenschap, legal partnership, sehingga para pejabat penguasa negara dalam menjalankan tugas dan fungsi, serta menggunakan kekuasaan negara, mereka tunduk kepada hukum sama dengan rakyatwarga masyarakat. Berarti baik para pejabat penguasa negara maupun para warga masyarakat berada di bawah dan tunduk kepada hukum undang-undang yang sama. 5 Syarat-syarat dasar rechtsstaat yang dikemukakan oleh Burkens, dalam tulisannya tentang Ide Negara Hukum dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia adalah: 1 Asas legalitas, setiap tindak pemerintahan harus didasarkan atas dasar Peraturan Perundang-undangan wetterlijke-grondslag. Dengan landasan ini Undang-undang formal dan Undang-Undang Dasar sendiri merupakan tumpuan dasar tindak pemerintahan. Dalam hubungan ini pembentuk undang-undang merupakan bagian penting negara hukum; 5 Prajudi Atmosudirjo, 1995, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 29 2 Pembagian kekuasaan, syarat ini mengandung makna bahwa kekuasaan negara tidak boleh hanya bertumpu pada satu tangan; 3 Hak-hak dasar grondrechten, hak-hak dasar merupakan sasaran perlindungan hukum bagi rakyat dan sekaligus membatasi pembentukan undang-undang; 4 Pengawasan peradilan, bagi rakyat tersedia saluran melalui pengadilan yang bebas untuk menguji keabsahan tindakan pemerintahan rechtmatigeidstoetsing. 6 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 selanjutnya disebut UUD 1945 sebelum perubahan, dalam penjelasan mengenai Sistem Pemerintahan Negara ditegaskan bahwa Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum rechtsstaat, tidak berdasarkan kekuasaan belaka machtsstaat. Undang-Undang Dasar 1945 setelah perubahan, ditegaskan dalam Pasal 1 ayat 3 bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum, hal ini mensyaratkan kepada seluruh penyelenggara negara dan warga negaranya harus taat terhadap hukum. Undang-Undang Dasar 1945 adalah merupakan manifestasi dari konsep dan alam pikiran bangsa Indonesia yang lazim disebut dengan hukum dasar tertulis. Undang-Undang Dasar 1945 sebagai hukum dasar tertulis, hanya memuat dan mengatur hal-hal yang prinsip dan garis-garis besar saja. Negara Indonesia sebagai negara hukum dapat diketahui dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945, Negara Indonesia adalah negara hukum. Indonesia sebagai negara hukum telah dikembangkan konsep checks and balances, dalam penyelenggaraan negara seperti adanya Peradilan Tata Usaha Negara. Tap MPR Nomor XIMPR1998, tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme, dalam bagian konsideran huruf a secara tegas menyebutkan bahwa “pelaksanaan penyelenggaraan negara oleh 6 Philipus M. Hadjon, Op.Cit. lembaga-lembaga eksekutif, yudikatif dan eksekutif. Selain itu juga telah dikembangkan lembaga-lembaga ekstra struktural baik yang dibentuk berdasarkan Undang-undang maupun dengan Keputusan Peraturan Presiden tentang lembaga- lembaga yang bertugas untuk mengawasi jalannya pemerintahan, seperti Mahkamah Konstitusi, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Ombudsman dan sebagainya. Indonesia sebagai negara hukum sehingga terikat secara konstitusional pada konstitusi yang diimplementasikan dalam Peraturan Perundang-undangan sebagai manifestasi dari hukum positif dalam rangka untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hak-hak setiap warga negara Indonesia. Peraturan Perundang-undangan di sini diartikan setiap keputusan dalam bentuk tertulis yang dikeluarkan dan ditetapkan oleh pejabat berwenang dan mengikat umum mencakup undang-undang dalam arti formal maupun material. Hukum tertulis diartikan sebagai setiap keputusan dalam bentuk tertulis oleh pejabat yang berwenang. 7 Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam sebuah negara hukum yang dimaksudkan dengan hukum positif tidak hanya peraturan perundang-undangan saja, namun keputusan tertulis dari pejabat yang berwenang juga dapat diberlakukan sebagai hukum positif.

1.5.2 Teori Wewenang