Agama bagi mereka yang beragama Islam dan Pengadilan Umum bagi mereka yang beragama bukan Islam.
68
Prinsip dan asas-asas yang dianut oleh undang-undang ini sebagaimana tersebut di atas adalah sejalan dengan prinsip dan asas-asas yang dianut oleh Islam berdasarkan Al-Qur’an dan
hadist Rasul.
B. Putusnya Perkawinan Dan Alasan-alasannya
Dasar-dasar syarat pengajuan gugatan perceraian disebutkan dalam Undang-undang secara limitatife, artinya selain syarat-syarat serta alasan-alasan yang disebut dalam Undang-
undang bukan merupakan syarat-syarat perceraian. Dengan demikian alasan-alasan lain tidak bisa diajukan sebagai dasar gugatan.
Menurut Pasal Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang perkawinan, adapun alasan-alasan yang sah yang dapat dijadikan dasar untuk perceraian adalah sebagai berikut :
1. Salah satu pihak, suami atau isteri, berbuat zinah, pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain
sebagainya yang sukar disembuhkan. Alasan ini dapat digunakan untuk mengajukan gugatan perceraian, karena bila seseorang
telah berbuat zina berarti dia telah melakukan pengkhianatan terhadap kesucian dan kesaklaran suatu perkawinan. Termasuk perbuatan menjadi pemabuk, pemadat, dan
penjudi yang merupakan perbuatan melanggar hukum agama dan hukum positif. 2.
Salah satu pihak suami atau istri meninggalkan pihak lain selama 2 dua tahun berturut- turut tanpa mendapat izin dari pihak lain. Serta tanpa alasan yang sah, karena hal lain di
luar kemampuannya.
68
Pasal 63 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1974
Universitas Sumatera Utara
Hal ini terkait dengan kewajiban memberikan nafkah baik lahir maupun batin, yang bila kemudian salah satu pihak meninggalkan pihak lain dalam waktu lama tanpa seizin
pasangannya tersebut, maka akan berakibat pada tidak dilakukannya pemenuhan kewajiban yang harus diberikan kepada pasangannya. Sehingga bila pasangannya
kemudian tidak rela, maka dapat mengajukan alasan tersebut untuk menjadi dasar diajukannya gugatan perceraian di pengadilan.
3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 lima tahun, atau yang lebih berat setelah
perkawinan berlangsung. Hampir sama dengan poin b, poin ini juga dapat dijadikan sebagai alasan untuk
mengajukan gugatan perceraian tersebut. Sebab, jika salah satu pihak sedang menjalani hukuman selama 5 lima tahun atau lebih, itu artinya yang bersangkutan tidak dapat
menjalankan kewajibannya sebagai seorang suamiistri. 4.
Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat, yang dapat membahayakan pihak lain.
Poin ini menitkberatkan pada kemaslahatan atau manfaat dari perkawinan, dibandingkan dengan keselamatan invidisalah satu pihak. Bila suatu perkawinan tetap dipertahankan
namun akan berdampak pada keselamatan individu, maka akan lebih baik jika perkawinan itu diputus dengan perceraian. Dalam hal ini, harus benar-benar bisa dibuktikan, mengenai
tindakan atau ancaman yang bisa membahayakan keselamatan seseorangsalah satu pihak. Dengan demikian, alasan tersebut dapat diterima oleh Majelis Hakim pemeriksa perkara
di pengadilan. 5.
Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suamiistri.
Universitas Sumatera Utara
6. Tidak dapat dipungkiri bahwa bila ikatan perkawinan dipengaruhi faktor-faktor jasadiah,
terutama kebutuhan biologis. Ketika salah satu pihak tidak dapat menjalankan lewajibannya sebagai seorang suamiistri dikarenakan cacat badan atau penyakit yang
dimilikinya, maka hal tersebut dapat dijadikan sebagai alasan oleh salah satu pihak untuk mengajukan gugatan perceraian.
7. Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran, serta tidak ada
harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Tidak ada kehidupan umah tangga yang rukun, tentram, dan nyaman, apalagi, bila
pertengkaran tersebut tak terelakkan dan tak terselesaikan. Jika hal itu berlangsung terus- menerus, dan dapat menimbulkan dampak buruk yang lebih besar ke depan, maka
diperbolehkan untuk mengajukan gugatan perceraian kepada pengadilan setempat.
69
Setelah terpenuhinya alasan-alasan di atas, maka persyaratan yang harus dipenuhi dalam melakukan proses perceraian adalah sebagai berikut :
Bagi mereka yang beragama Islam dapat diajukan ke Pengadilan agama. a.
Bila suami yang mengajukan perceraian, permohonan diajukan kepada pengadilan, yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman termohon Pasal 66 UU No. 7 Tahun 1989
tentang Peradilan Agama, dengan memberikan alasan-alasan mengapa ia hendak menceraikan istrinya. Untuk permohonan itu, ia harus melampirkan beberapa surat
keterangan dari lurah, surat nikah, dan saksi-saksi dari keluarga atau orang yang dekat dengan permohonan dan termohon. Bukti-bukti lainnya, apakah cukup untuk bercerai,
maka pengadilan akan memeriksa permohonan tersebut dengan memanggil kedua belah pihak, dengan membawa saksi-saksi yang hendak didengar.
69
Penjelasan Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975.
Universitas Sumatera Utara
b. Bila isteri yang mengajukan perceraian, permohonan dapat diajukan kepada pengadilan,
yang daerah hukumnya meliputi tempat kedaiaman penggugat pasal 73 UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama , pada prinsipnya samadengan sarana, surat nikah, dan
bukti yang harus dibawa oleh istri yang hendak menceraikan suaminya, seperti diuraikan tersebut di atas.
70
Bila mereka yang bukan beragama Islam, gugatan perceraian diajukan oleh suami atau istri atau kuasanya di Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman
tergugat. Gugatan diajukan ke Pengadilan ditempat kediaman penggugat, jika alamat orang yang digugat Tergugat tidak jelas atau tidak diketahui. Bilamana tergugat berada di Luar
Negeri, maka gugatan diajukan ditempat kediaman tergugat. Pengadilan akan menyampaikan gugatan itu kepada tergugat PP 9-1975, Pasal 20 ayat 3 melalui Perwakilan RI di Luar
Negeri itu.
71
Apabila pihak suami ataupun istri diwakilkan oleh kuasa hukum nya maka persyaratan yang harus dipenuhi dalam melakukan proses perceraian adalah sebagai berikut :
a. Bila tidak didampingi advokatpengacara
- Mempersiapkan surat gugatan : setelah memahami segala sesuatunya tentang proses
perceraian dengan meminta saran serta nasihat dari pihak yang memahami soal perceraian, maka selanjutnya seorang Penggugat dapat mempersiapkan surat
gugatannya. -
Menyiapkan uang administrasi yang nantinya harus dibayarkan ke bagian pendaftaran gugatan di Pengadilan. Setelah membayar uang administrasi, si Penggugat tersebut
akan menerima SKUM Surat Keterangan Untuk Membayar.
70
Martiman Prodjohamidjojo, Op.cit, hal. 42.
71
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
- Mempersiapkan apa yang akan diajukan pada pengadilan, tentang rencana perceraian
tersebut. Untuk mempersiapkannya, disarankan agar berdiskusi kembali dengan orang-orangpihak yang memahami soal ini.
- Mempersiapkan bukti-bukti dan saksi-saksi, untuk diajukan dalam proses pembuktian
di persidangan. Dengan demikian, gugatan akan lebih mudah diproses oleh pengadilan.
b. Bila didampingi advokatpengacara
- Jika Penggugat memilih untuk didampingi pengacara, maka terlebih dahulu
pengacara tersebut harus membuat surat kuasa yang kemudian harus ditandatangani oleh Penggugat tadi. Surat kuasa adalah surat yang menyatakan bahwa Penggugat
sebagai pemberi kuasa memberikan kuasa kepada pengacara sebagai penerima kuasa, untuk mewakili penggugat dalam pengurusan penyelesaian perkara perceraian
di pengadilan. Yaitu, mulai dari pembuatan surat-surat seperti surat gugatanpermohonan perceraian, surat jawaban, surat replik, surat duplik, surat daftar
alat bukti, kesimpulan. Kemudian beracara di depan sidang pengadilan, menghadap institusi atau orang yang berwenang dalam rangka pengurusan penyelesaian perkara
perceraian, sampai kepada meminta salinan putusan pengadilan dan lain sebagainya. -
Menyiapkan surat gugatan. Bila surat kuasa tersebut telah ditandatangani oleh Penggugat, maka selanjutnya pengacara kuasa hukumpengacara akan mengurus
pembuatan surat gugatan dan surat-surat lainnya yang dibutuhkan selama proses hukum berjalan.
- Siapkan sejumlah uang untuk keperluan administrasi, yang akan dibayarkan ke
bagian pendaftaran gugatan di Pengadilan. Usai membayar, biasanya akan diberi SKUM Surat Keterangan Untuk Membayar.
Universitas Sumatera Utara
- Lalu, siapkan untuk pembayaran jasa pengacara, terutama bila pengacara yang
dibayar diminta bantuannya adalah pengacara yang dibayar sesuai dengan kesepakatan sebelumnya.
72
Sebelum meminta nasihat hukum, sebaiknya Penggugat terlebih dahulu menyiapkan surat-surat atau dokumen penting yang terkait dengan kasus perceraiannya, seperti Surat
Nikah Asli, Aktra Kelahiran Anak, Kartu Tanda Penduduk KTP, Kartu Keluarga C-1 dan surat-surat yang berhubungan dengan proses pengajuan perceraian beserta akibatnya.
73
Dalam menghadapi sidang kasus perceraian, baik di Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Agama, ada beberapa hal yang perlu diketahui. Jika si Penggugat memiliki
pengetahuan yang cukup mengenai hukum, ada baiknya meminta nasihat hukum dari seorang pengacara, konsultan hukum atau orang yang sudah berpengalaman dalam proses pengajuan
perceraian. Sebaiknya penggugat tidak menganggap remeh persoalan yang dihadapi, sekalipun kasus tersebut tidak terlalu rumit, karena akonsekuensi hukum yang akan dihadapi nantinya,
bersifat mengikat dan memaksa. Oleh karena itu, jangan menunda sampai saat-saat posisi Penggugat sudah terjepit alias tidak diuntungkan.
74
Biasanya kasus perceraian disertai pula dengan pembagian harta gono-gini, karena itu sebaiknya Penggugat juga menyediakan surat-surat yang terkait dengan harta benda
perkawinannya. Seperti Akta Jual-Beli Tanah, Kuitansi, Bon Jual-Beli, Surat Bukti Kepemilikan, Slip Gaji dan semacamnya,. Hal ini memudahkan si Penggugat dan
pengacaranya dalam memahami persoalan hukum yang sedang dihadapi. Selain itu, Penggugat
72
Budi Susilo, Op.cit, hal. 27.
73
Ibid.
74
Riduan Syahrani, Op.cit, hal 171.
Universitas Sumatera Utara
juga dapat meminta nasihat hukum dari seorang konsultan atau pengacara, dengan kebebasan memilih untuk didampingitidak di dalam sidang pengadilan nanti.
75
Setelah memahami sejumlah alasan serta syarat-syarat pengajuan gugatan perceraian, maka selanjutnya juga perlu dimengerti tentang beberapa langkah yang harus ditempuh dalam
mengajukan gugatan cerai. Secara garis besar, berikut beberapa tahapan yang perlu dilalui dalam mengajukan gugatan tersebut.
a. Memantapkan Niat, Menyediakan Dana dan Waktu
Bagaimanapun, perceraian merupakan keputusan yang membutuhkan pemikiran serius, kedewasaan bertindak serta niat yang kuat untuk menjalaninya. Mau tidak mau perceraian
akan melahirkan sejumlah dampak serius, baik secara psikologis, yuridis, dan lainnya. Bukan hanya terhadap pasangan yang bersangkutan, namun juga kepada anak
keturunannya, keluarga besar, serta harta yang diusahakan selama menjalani kehidupan berkeluarga. Untuk itu, kemantapan niat mutlak diperlukan sebelum seseorang
mengajukan permohonan atau gugatan perceraian. Perceraian harus dilatarbelakangi oleh niat dan keinginan untuk melangkah menuju kebaikan, dan bukan didasari oleh hal-hal
yang bersifat material semata. Perceraian harus benar-benar menjadi jalan keluar bagi pasangan yang memang sudah tidak cocok lagi, dan tidak dapat mempertahankan
keutuhan rumah tangganya lagi. b.
Meminta pertimbangan dari beberapa orang terdekat Sekalipun seorang Penggugat sudah memantapkan niatnya untuk mengajukan
permohonan atau gugatan perceraian, namun tidak ada salahnya bila meminta pendapat sejumlah orang terdekat. Paling tidak, itu bisa menjadi bahan pertimbangan untuk
75
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
memperkuat argumenalasan pengajuan gugatan perceraian, atau justru membuat si Penggugat membatalkan niatnya bercerai, mengingat sejumlah pertimbangan penting,
terutama mengenai keselamatan dan masa depan keluarga. c.
Menentukan perlu atau tidaknya kuasa hukum atau pengacara Keberadaan kuasa hukumpengacara harus dipertimbangkan secara matang, tidak saja
terkait dengan dana yang harus disiapkan untuk membayar jasa pendampingnya. Namun juga mengingat efektivitas penggunaan jasa kuasa hukumpengacara tersebut, terutama
saat dilihat dari rencana perolehan target yang ingin dicapai. Bila hasil yang akan diraih cukup optimal dengan tanpa didampingi kuasa hukumpengacara, maka jasa dan
keberadaan kuasa hukumpengacara tidak diperlukan. Demikian juga sebaliknya, jika si Penggugat merasa perlu didampingi oleh kuasa hukumnpengacara, karena buta soal
hukum serta bingung mengikuti jalannya persidangan, maka kuasa hukumpengacara menjadi pilihan tepat.
d. Mengajukan surat pemberitahuan atau surat permohonan perceraian
Bila semua sudah disiapkan, dan niat untuk mengajukan gugatan perceraian sudah mantap, maka langkah selanjutnya adalah menyusun permohonan gugatan perceraian.
Yaitu, berisi tentang identitas pihak yang berperkara; alasan mengajukan permohonan perceraian, dimulai dengan kronologis perkawinan, serta kehidupan selama mengarungi
bahtera rumah tangga. Kemudian, alasan yang menyebabkan berketetapan mengajukan perceraian posita; disertai dengan permohonan atas putusan yang akan diperoleh
nantinya seperti apa petitum.biasanya permohonan itu menyatakan bahwa perkawinan putus karena perceraian, kemudian diikuti dengan masalah hadhanah hak asuh anak,
nafkah terutang, nafkah iddah, pembagian harta bersama dan sebagainya. Bila permohonan tersebut telah disusun, kemudian diajukan ke Pengadilan Agama bagi yang
Universitas Sumatera Utara
melangsungkan perkawinan secara Islam di Kantor Urusan Agama KUA, dan di Pengadilan Negeri bagi yang melangsungkan perkawinan di Kantor Catatan Sipil.
76
Harus diperhatikan, bahwa pengajuan permohonan atau gugatan perceraian secara Islam,
dilakukan di Pengadialan Agama tempat domisili si istri berada. Dengan tidak melihat posisi apakah sebagai PemohonPenggugat atau sebagai TermohonTergugat. Sedang bagi
yang mengajukan perceraian di Pengadilan Negeri, berlaku ketentuan dalam Hukum Acara Perdata, dimana gugatan diajukan di Pengadialan Negeri tempat domisili Tergugat
berada atau bermukim.
77
e. Melakukan proses sidang perceraian
Proses perceraian bisa dilakukan, bila gugatan atau permohonan perceraian sudah didaftarkan dan diregister oleh panitera di Pengadilan yang berwenang mengadilinya.
Kemudian Ketua Pengadilan terkait, akan menunjuk Majelis Hakim yang bertugas untuk menyidangkan kasus tersebut, sekaligus menetukan jadwal sidang pertama dari gugatan
tersebut. Dalam setiap sidang perceraian, hakim akan selalu menanyakan apakah ada kemungkinan
bagi pihak untuk berdamai. Apabila kedua belah pihak sudah tidak mungkin untuk berdamai, maka proses beracara di persidangan dapat dilanjutkan. Secara umum proses
beracara di persidangan perceraian, sebenarnya sama dengan apa yang telah diatur dalam Hukum Acara Perdata. Hanya saja, sidang perceraian bersifat tertutup, kecuali dalam
putusannya harus dilakukan dengan sidang yang terbuka untuk umum. Hal ini diatur demikian, mengingat persoalan perceraian merupakan aib keluarga. Dimana dalam proses
pembuktian gugatannya, dimungkinkan muncul sejumlah hal mengenai rahasia keluarga
76
Budi Susilo, Op.cit, hal. 38.
77
Djamil Latif, Op.cit, hal. 142.
Universitas Sumatera Utara
yang dapat menjadi aib, bila diketahui khalayak umum. Karena itulah, sidang perceraian harus dilakukan secara tertutup.
Bila proses acara telah dilalui, dan hakim berketatapan bahwa perkawinan itu dinyatakan putus oleh perceraian, belum berarti perkawinan itu telah putus. Karena setelah itu masih ada
proses lain yang harus dilalui. Yaitu, bila gugatan tersebut merupakan permohonan talak oleh pihak suami di Pengadilan Agama, masih ada lagi persidangan ikrar talak. Dimana, dalam
persidangan tersebut pihak laki-laki yang bersangkutan atau kuasanya harus membacakan ikrar talak kepada istrinya. Bila pihak laki-laki tidak mengikrarkan talak dalam jangka waktu 6
bulan sejak putusan berkekuatan hukum tetap, maka dengan sendirinya perkawinan tidak jadi putus oleh perceraian dan rumah tangga tetap bisa diteruskan. Sebaliknya jika gugatan
perceraian diajukan oleh istri, maka pembacaan ikrar talak oleh pihak suami tidak perlu dilakukan. Kemudian, ada atau tidaknya ikrar talak tetap membuat perkawinan putus, apabila
tidak ada upaya hukum selama masa pengajuan upaya hukum masih bisa dilakukan. Bila upaya hukum tidak dilakukan, maka putusan tersebut dinyatakan inkracht, atau sudah
memiliki kekuatan hukum tetap. Sehingga dengan sendirinya dapat dilaksanakannya isi putusannya. Lalu selanjutnya, akan dikeluarkan Akta Cerai untuk mengurus masalah
administrasi di Kepaniteraan Pengadilan Agama, atau Kantor Catatan Sipil. Selain itu, apabila gugatan perceraian diajukan oleh seorang pihak bukan berama Islam di Pengadilan Negeri,
maka putusan perceraiannya dianggap sudah bersifat inkracht, jika dalam 14 hari setelah putusan diputus dan dibacakan, tidak ada upaya hukum bagi verzet, banding ataupun kasasi
dari pihak yang berpekara.
78
Didalam PP No. 9 Tahun 1975, pada Bab IX disebut tentang Ketentuan Pidana Menurut Pasal 45 Bab tersebut dinyatakan, kecuali apabila ditentukan lain dalam peraturan perundang-
78
Budi Susilo, Loc.cit
Universitas Sumatera Utara
undangan yang berlaku, maka dihukum dengan hukuman denda setinggi-tingginya Rp. 7500,- barang siapa melanggar ketentuan yang diatur dalam Pasal 3 dan Pasal 40, dihukum sengan
hukuman kurungan selama-lamanya 3 bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 7500,-.
79
Untuk masalah Talak di luar pengadilan, Syariat Islam menjadikan talak sebagai jalan keluar terakhir dari perselisihan yang terjadi antara suami istri dalam sebuah rumah tangga
yang sudah tidak lagi dapat dipertahankan, bahkan bisa mendatangkan kemudaratan. Dalam prakteknya, Al Quran dan Hadits tidak mengatur secara rinci tata cara menjatuhkan talak.
Karena itu terjadi perbedaan pendapat ulama dalam masalah ini. Ada ulama yang memberikan aturan yang ketat, seperti harus dipersaksikan atau dilakukan di depan hakim. Namun ada pula
yang longgar sekali, seperti pendapat yang mengatakan bahwa suami bisa menjatuhkan talak dengan alasan sekecil apapun dan tanpa saksi karena talak itu adalah hak suami.
80
Sedangkan menurut peraturan perundang-undangan, pemerintah berpendapat bahwa untuk menjaga agar aturan syariah dapat berjalan dengan baik, maka talak tidak dilakukan secara
sembarangan karena dapat menimbulkan dampak negatif. Melalui undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, pemerintah telah mengatur
mekanisme dan syarat sahnya sebuah perceraian di mata hukum, yaitu perceraian yang dilaksanakan di depan sidang pengadilan.
Namun, di tengah masyarakat masih ditemukan adanya praktik perceraian yang tidak mengikuti aturan hukum tersebut yang sering disebut dengan talak di luar pengadilan. Hal ini
terjadi karena masyarakat mengetahui bahwa pendapat mayoritas ulama dalam literatur fiqih
79
Hilman Hadikusuma, Op.cit, hal. 184.
80
Desastian, Talak Diluar Pengadilan Sah Hukumnya, Internet, Voa-Islam.com, Diakses Tanggal 11 Februari 2013
Universitas Sumatera Utara
tidaklah mengharuskan talak dilakukan melalui sidang pengadilan. Talak di luar pengadilan yang dimaksud adalah perceraian yang telah memenuhi semua syarat dan rukun talak yang
ditetapkan dalam syariat Islam, namun tanpa penetapan resmi di instansi berwenang sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
81
Selanjutnya dalam Kompilasi Hukum Islam KHI BAB XVI mengenai Putusnya Perkawinan, juga disebutkan sejumlah alasan yang sah untuk mengajukan gugatan perceraian.
Secara substansi, inti dari BAB tersebut sama dengan apa yang tertuang dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Hanya saja, ada beberapa tambahan penting yang
disampaikan dalam bab tersebut, yaitu :
a. Suami melanggar taklik-talak
Saat akad perkawinan, biasanya mempelai pria membacakan atau setidak-tidaknya menandatangani sighat taklik-talak, atau perjanjian yang diucapkan mempelai pria setelah
akad nikah, yaitu, berupa janji talak yang digantungkan kepada suatu keadaan tertentu, dan mungkin saja terjadi di masa mendatang. Dalam hal ini, pihak suami dengan sengaja
meninggalkan istri tanpa memberi nafkah selama 2 dua tahun berturut-turut, kemudian pihak suami melakukan tindak kekerasan pada istri. Maka, si istri memiliki hak untuk
memohonkan penjatuhan talak pada dirinya, kepada pengadilan yang berwenang. b.
Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga.
Perkawinan hanya diperkenankan bagi pasangan yang seagama. Jika dalam perjalanan mengarungi rumah tangga, salah satu pihak suami atau istri murtad, atau berpindah
81
Zahri Hamid, Pokok Hukum Perkawinan Islam dan UU Perkawinan di Indonesia, Jakarta, 1978, hal. 102.
Universitas Sumatera Utara
agama, maka secara otomatis, perkawinan pun berakhir. Jika perkawinan tersebut dipaksakan tetap berlangsung, pada akhirnya hanya akan menimbulkan ketida krukunan.
82
Perkawinan hanya dapat dilakukan, apabila telah memenuhi salah satu dari seluruh alasan di atas. Untuk melakukan perceraian harus ada alasan yang dapat membuktikan, jika sepasang
suami-istri tidak dapat lagi hidup rukun sebagaimana mestinya.
83
Untuk alasan salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya sukar disembuhkan, pada umumnya akan mempengaruhi keputusan
penjatuhan hak asuh anak, yang akan dilakukan oleh Majelis Hakim. Meskipun pada umumnya hak asuh anak yang di bawah umur 12 tahun akan jatuh kepada pihak ibu, namun
apabila dalam persidangan pihak istri terbukti melakukan perzinaan, hak asuh anak tersebut justru akan jatuh ke pihak bapak. Sebab seorang istri yang telah terbukti melakukan tidakan
amoral berzina, dimata hukum tidak layak dipercaya untuk mengasuh anak dan mendidik anak. Hal ini bisa saja terjadi apabila alasan perceraiannya adalah, jika suami atau istri
memiliki kebiasaan buruk lainnya seperti pemadat, pemabuk, ataupun memiliki kecenderungan untuk melakukan kekerasan, yang dikhawtirkan dapat mengancam jiwa anak.
Ketika upaya perceraian sudah bulat hendak dilaksanakan, maka pemilihan alasan, terlepas dari alasan yang
sesungguhnya, sangat menentukan proses terjadinya perceraian. Serta akibat hukum dari perceraian itu sendiri.
84
Akibat putusnya ikatan perkawinan menurut Hukum Islam karena kematian, dalam hal perkawinan; bagi istri yang kematian suaminya hanya baru boleh kawin lagi setelah lampau
jangka waktu ‘iddah tertentu, sedang suami yang kematian istri dapat segera kawin lagi, dalam
82
Riduan Syahrani, Op.cit, hal. 40.
83
Pasal 39 ayat 2 Undang-undang Perkawinan
84
Riduan Syahrani, loc.cit
Universitas Sumatera Utara
hal anak-anak; menjadi tanggungan pihak yang hidup baik dalam pemeliharaannya, pendidikannya, dan pembiayaannya, dalam hal harta; berhak mendapat harta warisan dari
harta peninggalan yang mati.
85
Akibat putusnya perkawinan karena perceraian menurut Hukum Islam adalah sebagai berikut :
1. Mengenai hubungan bekas suami dan bekas istri
a. Pada perceraian yang telah memasuki tingkat tidak mungkin dicabut kembali thalaq-
ba’in, persetubuhan menjadi tidak boleh lagi, tetapi boleh kawin kembali, asal saja belum lebih dari dua pernyataan thalaq.
b. Dalam hal thalaq juga dijatuhkan, perkawinan kembali hanya dapat dilakukan setelah
memenuhi syarat-syarat tertentu yang berat, sedang dalam perceraian karena li’an; perkawinan kembali tidak mungkin lagi dilakukan untuk selamanya.
c. Suami atau istri yang meninggal dalam jangka waktu ‘iddah-thalaq yang dapat dicabut
kembali thalaq-raj’i, berhak mendapat harta warisan dari harta peninggalan yang meninggal.
d. Pada perceraian yang tidak dapat dicabut kembali thalaq-ba’in tidak seorang pun dari
suami ataupun istri berhak mendapat warisan dari harta peninggalan yang meninggal dunia dalam ‘iddah tersebut.
2. Mengenai anak
Keempat Imam Mahzab sepakat bahwa hanya ibunyalah yang berhak memelihara dan mengasuh hadlanah anak-anak yang di bawah umur itu. Hanya mereka berbeda
pendapat tentang batas hak hadlanah ibu itu sampai umur anak berapa tahun. Menurut
85
Djamil Latif, Op.cit, hal. 81.
Universitas Sumatera Utara
Syafe’i ibu berhak sebelum anak itu berusia 7 tahun
86
baik laki-laki maupun perempuan. Tapi Maliki, Hambali membedakan antara anak laki-laki dan anak perempuan. Menurut
Maliki; anak laki-laki sebelum baligh dan anak perempuan sebelum kawin dan telah dicampuri oleh suaminya, Hambali; anak laki-laki sebelum berumur 7 tahun, demikian
juga Hanafi.
87
3. Mengenai harta benda
Dan dengan berakhirnya hak hadlanah ibu, maka anak tersebut bebas memilih sendiri dimana ia suka tinggal, pada ibunya atau pada ayahnya.
Jika selama perkawinan diperoleh harta, maka harta ini adalah harta sirkah, yaitu harta bersama yang menjadi milik bersama dari suami istri. Karena itu dalam Islam ada harta
suami yang terpisah tidak bercampur dan harta kekayaan tidak terpisah yang bercampur.
88
Garis penetapan hukum dalam Islam ialah berdasarkan kitab suci Al-Qur’an, jika tidak dalam Al-Qur’an dilihat dari Hadist Nabi, dan jika para Ulil Amri penguasa pemerintahan
dan para ilmuwan atau Pemuka Masyarakat ulama wajib berijtihad, dan para hakim. Hadist Riwayat Bukhari dan Muslim, menyatakan Nabi berkata yang maksudnya ialah “Hakim
apabila berijtihad kemudian dapat mencapai kebenaran maka ia mendapat dua pahala. Apabila ia berijtihad kemudian tidak mencapai kebenaran, maka ia mendapat satu pahala.” Apabila
dalam Hukum Agama Islam, agama yang terakhir di muka bumi ini belum ada hukum acara peradilannya, maka untuk mengatur acara perceraian diserahkan kepada Hakim untuk
mengaturnya, demikian pula halnya dengan agama yang lain yang lebih tua dari Islam, seperti agama Kristen Katholik dan Hindu atau Budha belum ada hukum acara peradilannya yang
86
Hasbi As-Shiddiqy, Pedoman Rumah Tangga, Pustaka Maju, Medan, hal. 40.
87
Ibid.
88
Djamil Latif, Op.cit, hal. 83.
Universitas Sumatera Utara
khusus. Hal mana merupakan tugas dan kewajiban Majelis Ulamanya masing-masing seperti Majelis Agung Wali Gereja Indonesia MAWI untuk agama Katholik, Dewan Gereja-gereja
Indonesia DGI untuk agama Kristen, Parisada Hindu Dharma untuk agama Hindu, dan Dewan Pandita Agama Budha Indonesia DEPABUDI untuk agama Budha di Indonesia.
89
Sementara ketentuan-ketentuan hukum acara peradilan daripada masing-masing Majelis Ulama tersebut belum ada, dan penyelesaian pada para Ulama tersebut tidak berhasil dan yang
bersangkutan mengajukan perkara perceraian itu ke Pengadilan Negeri, maka merupakan kewajiban para Hakim Pengadilan untuk memeriksa, mendamaikan, mempertimbangkan, dan
memutuskan berdasarkan hukum perundang-undangan yang berlaku dengan memperhatikan hukum-hukum agama dan kepercayaan masing-masing dalam menetapkan keputusan.
Apabila terjadi perceraian antara suami dan istri menurut Hukum Islam maka akibat hukumnya yang jelas ialah dibebankannya kewajiban suami terhadap istri dan anak-anaknya,
yaitu : 1.
Memberi mut’ah
90
2. Memberi nafkah hidup, pakaian, dan tempat kediaman selama bekas istri dalam masa
‘iddah yang pantas berupa uang atau barang
3. Memberi nafkah untuk memelihara dan pendidikan anaknya sejak bayi sampai ia dewasa
dan dapat mandiri 4.
Melunasi mas kawin, perjanjian ta’lik talak dan perjanjian ketika perkawinan berlangsung dahulunya.
91
89
Ibid, hal. 85.
90
Mut’ah; suatu pemberian oleh suami kepada istri yang dicerainya agar hati istri dapat terhibur.
91
Hilman Hadikusuma, Op.cit, hal. 179.
Universitas Sumatera Utara
Kemudian tentang hukuman hudud yang dapat dijatuhkan dalam peradilan Islam, antara lain mengenai perbuatan zina, menuduh orang berzina, meminum minuman keras, mencuri,
merampok, membela diri, dan riddah. Bagi para pelaku zina, maka kedua belah pihak dapat dijatuhi hukuman dera 100 seratus
kali dihadapan umum dan dibuang ke luar negara daerah-nya selama-lamanya satu tahun, sedangkan barang siapa yang menuduh orang berzina tanpa mengajukan empat orang saksi
maka ia dapat dijatuhi hukuman dera 80 delapan puluh kali.
92
Adapun alasan-alasan yang sah yang dapat dijadikan dasar untuk perceraian menurut KUH Perdata BW adalah sebagai berikut:
1. Zina
2. Meninggalkan tempat tinggal bersama dengan itikad buruk.
3. Dikenakan hukuman penjara selama lima tahun atau hukuman yang lebih berat lagi.
4. Pencederaan berat atau penganiayaan, yang dilakukan oleh salah seorang dari suami istri
terhadap yang lainnya sedemikian rupa, sehingga membahayakan keselamatan jiwa atau mendatangkan luka-luka yang berbahaya.
Jika ada hal-hal yang dapat menjadi dasar untuk menuntut perceraian perkawinan, si suami atau si istri berhak untuk menuntut pisah meja dan ranjang. Gugatan untuk itu dapat
juga diajukan atas dasar perbuatan-perbuatan yang melampaui batas kewajaran, penganiayaan dan penghinaan kasar yang dilakukan oleh salah seorang dari suami maupun istri atau
92
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
terhadap yang lainnya.
93
Gugatan itu diajukan, diperiksa, dan diselesaikan dengan cara yang sama seperti gugatan untuk perceraian perkawinan.
94
Akibat hukum dari perceraian menurut BW bahwa pihak suami atau istri yang menang karena gugatannya dikabulkan diperbolehkan menikmati segala keuntungan dari apa yang
telah dijanjikan dalam perkawinan itu oleh pihak yang lain, termasuk keuntungan yang dijanjikan kedua pihak secara timbal balik.
95
Pihak suami atau istri yang dikalahkan karena perceraian itu kehilangan semua keuntungan dari apa yang telah dijanjikan oleh pihak lain
dalam perkawinan itu.
96
Dengan mulai berlakunya perceraian itu tidaklah langsung pihak yang menang dapat menikmati keuntungan itu kecuali pihak yang lain telah wafat.
97
Jika suami atau istri yang menang, tidak mempunyai penghasilan yang cukup untuk biaya hidupnya, maka pengadilan
negara dapat menentukan sejumlah tunjangan untuk itu dari harta kekayaan pihak yang lain.
98
Kewajiban memberi tunjangan itu berakhir dengan meninggalnya suami atau istri.
99
Setelah keputusan perceraian berkekuatan pasti, Pengadilan menetapkan terhadap setiap anak siapa
dari kedua orang tuanya yang harus melakukan perwalian atas anak-anak itu.
100
Sebagaimana dalam BW, maka perceraian menurut S. 1933 No. 74 HOCI adalah putusnya suatu perkawinan dengan putusan hakim atas tuntutan salah satu pihak dalam
93
Pasal 233 KUH Perdata
94
Pasal 234 KUH Perdata
95
Pasal 222 KUH Perdata
96
Pasal 233 KUH Perdata
97
Pasal 224 KUH Perdata
98
Pasal 225 KUH Perdata
99
Pasal 227KUH Perdata
100
Pasal 229 KUH Perdata
Universitas Sumatera Utara
perkawinan itu berdasarkan alasan-alasan yang sah yang disebut dalam Undang-undang ini. Alasan-alasan yang sah secara limitatif termaktub dalam Pasal 52, yaitu :
1. Berzina
2. Salah satu pihak meninggalkan pihak yang lain dengan sengaja
3. Salah satu pihak selama perkawinan berlangsung mendapat hukuman penjara atau
kurungan selama dua tahun atau lebih perihal suatu kejahatan 4.
Penganiayaan berat oleh suami atau istri yang dilakukan terhadap pihak lain, atau suatu penganiayaan sedemikian rupa sehingga dikhawatirkan bahwa pihak yang dianiaya itu
akan meninggal dunia, atau suatu penganiayaan yang mengakibatkan luka-luka yang berat pada badan pihak yang dianiaya.
5. Cacad badan atau penyakit yang timbul setelah perkawinan dilakukan sehingga
perkawinan itu tidak bermanfaat 6.
Percekcokan yang terus menerus diantara suami istri yang tidak mungkin dapat diperbaiki lagi.
101
Akibat hukum yang timbul dari perceraian menurut Staatsblad ini adalah sebagai berikut : 1.
Mengenai hubungan suami istri Akibat pokok dari perceraian perkawinan mengenai hubungan suami istri pada setiap
perceraian adalah seperti telah dikemukakan pada BW 2.
Mengenai nafkah Apabila istri setelah terjadi perceraian tidak mempunyai cukup kekayaan untuk biaya
hidupnya menurut Pasal 62, Hakim dapat menentukan sejumlah dari kekayaan suami yang diserahkan setiap bulan untuk nafkah istri. Banyaknya pembayaran nafkah itu, menurut
101
Djamil Latif, Op.cit, hal. 93.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 63 ayat 1, ditentukan menurut penghasilan bekas suami. Menurut ayat 2, Hakim dapat mengubah atau mencabut putusan tentang pembayaran nafkah itu atas permintaan
dari salah satu pihak setelah mendengar keterangan dari pihak yang lain. Kalau kemudian salah satu pihak meninggal dunia, maka menurut Pasal 64, kewajiban membayar nafkah
ini berhenti. 3.
Mengenai pemeliharaan anak Apabila dari perkawinan yang diputus itu ada anak, maka menurut Pasal 65, Hakim harus
menentukan pula dalam putusannya tentang siapa dari bekas suami atau istri itu yang diwajibkan memelihara anak dan beberapa jumlah uang yang harus diberikan setiap bulan
oleh pihak lain guna turut serta membiayai pemeliharaan anak-anak itu. Penetapan Hakim tentang hal ini kemudian dapat diubah atas permintaan salah satu pihak dan setelah
mendengar keterangan pihak lain dan sanak saudara.
102
Menurut UU No. 1-1974 dikatakan bahwa perkawinan dapat putus karena perceraian, kematian, dan putusan pengadilan Pasal 38. Perceraian hanya dapat dilakukan di depan
pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami
dan istri tidak lagi dapat hidup rukun sebagai suami istri. Tata cara perceraian didepan sidang pengadilan diatur dalam perundang-undangan tersendiri Pasal 29 ayat 1-3. Gugatan
perceraian diajukan kepada pengadilan. Tata cara mengajukan gugatan tersebut diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri Pasal 40 1-2.
103
102
Ibid.
103
Hilman Hadikusuma, Op.cit, hal. 150.
Universitas Sumatera Utara
Masih menurut UU No. 1-1974, apabila putus perkawinan karena perceraian mempunyai akibat hukum terhadap anak, bekas suamiistri, dan harta bersama. Akibat hukum terhadap
anak ialah, apabila terjadi perceraian, maka baik bapak ataupun ibu tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak,
bilamana terjadi perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberikan keputusannya.
104
Selanjutnya, di dalam hukum adat alasan-alasan yang sah untuk melakukan perceraian adalah sebagai berikut :
1. Salah satu pihak dari suami atau istri meninggal dunia.
2. Istri berzina. “Hanya kadang zinanya istri tidak bisa dipakai alasan untuk bercerai kalau
dendanya sudah dibayar, seperti pada suku dayak.” 3.
Salah satu pihak istri atau suami bersalah. Alasan ini benar-benar bertalian dengan pergaulan dari masing-masing pihak yang bisa dipergunakan oleh pihak yang lain untuk
menuntut perceraian, “suami meninggalkan istri sangat lama, kelakuan istri yang tidak sopan.”
4. Atas kata sepakat dari suami dan istri. “Akan tetapi bercerai seperti ini amat jarang terjadi.
5. Istri mandul. Di daerah-daerah dengan corak kebapaan alasan untuk perceraian itu adalah
“majir tidak beranak laki-laki atau cacat badan dan sebagainya yang bisa menghalang- halangi berlangsungnya fungsi perkawinan sebagai urusan masyarakat.” Dalam
perkawinan ambil anak, maka barang tentu alasan itu sudah cukup untuk bercerai.
104
Ibid, hal. 148.
Universitas Sumatera Utara
6. Kepentingan masyarakat. Di Kalimantan, perceraian perkawinan yang bahkan dituntut
demi kepentingan masyarakat, berdasarkan atas keadaan yang membahayakan dipandang dari sudut sihir.
105
Walaupun alasan-alasan atau sebab-sebab tersebut bersifat khas adat, akan tetapi pada umumnya perceraian tersebut dipengaruhi dalam pelaksanaannya oleh peraturan agama
terutama Hukum Islam dan Kristen. Menurut perkiraan yang bukan suatu hasil penelitian ilmiah sebelum berlakunya UU No.
1 Tahun 1974 di kalangan masyrakat Jawa dan Pasundan yang bersifat kekerabatan adatnya parental dengan bentuk perkawinan bebas mencar, mentas, mandiri banyak terjadi
perceraian. Begitu pula dikalangan masyarakat Minangkabau yang sifat kekerabatannya martilineal dengan bentuk perkawinan samenda dan kuat beragam Islam banyak terjadi
perceraian. Tetapi, dikalangan masyarakat matrilineal Samenda dengan bentuk perkawinan semanda tidak begitu banyak terjadi perceraian.
106
Dikalangan umat Kristen Minahasa perceraian jarang terjadi tetapi baku piara hidup bersama banyak terjadi. Begitu pula dikalangan umat Kristen Maluku dan Nusatenggara
Timur, perceraian jarang terjadi tetapi berlaku hidup bersama dan poligami yang tidak resmi. Tetapi dikalangan Kristen Batak, perceraian jarang terjadi dan hidup bersama bukan
merupakan adat istiadat. Didaerah Lampung yang penduduk aslinya beragama Islam, ternyata di lingkungan masyarakat beradat peminggir pesisir lebih mudah terjadi perceraian daripada
di lingkungan masyarakat yang beradat pepadun.
105
Soekanto, Meninjau Hukum Adat Indonesia, Soeroengan, Jakarta, 1954, hal. 110.
106
Hilman Hadikusuma, Op.cit, hal. 151.
Universitas Sumatera Utara
Demikian keadaan sebelum berlakunya Undang-undang No. 1-1974 tetapi sekarang nampaknya perceraian itu sudah jarang sekali terjadi dibanding keadaan dahulu, dikarenakan,
Undang-undang No. 1-1974 mempersulit terjadinya perceraian. Terjadinya perceraian tersebut itu bukan saja dikarenakan hukum agama dan perundangan tetapi juga akibat sejauh mana
pengaruh budaya malu dan kontrol dari masyarakat. Pada masyarakat yang ikatan kekerabatannya kuat perceraian sulit terjadi daripada masyarakat yang ikatan kekerabatannya
lemah.
107
Pada umumnya menurut Hukum Adat yang ideal, baik putus perkawinan karena kematian maupun karena perceraian, membawa akibat hukum terhadap kedudukan suami maupun istri,
terhadap pemeliharaan, pendidikan, dan kedudukan anak, terhadap keluarga dan kerabat dan terhadap harta bersama harta pencarian, harta bawaan, harta hadiah atau pemberian, warisan
dan atau harta peninggalanpusaka. Segala sesuatunya berdasarkan hukum adat yang berlaku masing-masing, dan tidak ada kesamaan antara masyarakat adat yang satu dengan yang
lainnya.
108
Jika kita membicarakan tentang pengadilan dan peradilan menurut sistem Hukum Adat dibandingkan dengan sistem barat yang kini kita gunakan, maka tidak banyak yang dapat
dibicarakan. Namun tidak berarti bahwa hukum adat tidak mengenal sistem peradilan dalam menyelesaikan perselisihan diantara warga masyarakat hukum adat, yang pada umumnya
bersifat perdata, dan sampai sekarang masih berlaku. Sistem peradilan adat yang dimaksud adalah sistem yang diwarisi dari zaman purba yaitu peradilan tanpa penjara, yang dizaman
kerajaan Mataram dalam abad ke 17 disebut “Peradilan Padu” dan yang oleh Pemerintah
107
Ibid.
108
Ibid, hal. 176.
Universitas Sumatera Utara
Hindia Belanda disebut ‘dorpsjustitie’ peradilan desa. Peradilan adat tidak dapat dibayangkan seperti peradilan pemerintah, karena kedudukannya yang bersifat insidentil,
sewaktu-waktu diperlukan, dan kalau disebut “Hakim Adat” ia merupakan orang yang berperan sebagai penengah mediator.
109
C. Akibat Hukum Putusnya Perkawinan