Perkembangan dan Pengaruh Islam di Semarang

54 Tabel 2.2.2. Mata Pencaharian Penduduk Usia Kerja Kota Semarang NIAGA DAN JASA JUMLAH NON NIAGA DAN JASA JUMLAH Pengusaha 18.587 PNS dan TNI 91.135 Pedagang 75.826 Petani 24.259 Angkutan 27.763 Buruh tani 21.310 Buruh industri 188.598 Nelayan 2.227 Buruh bangunan 136.796 Pensiunan 35.258 Jumlah 447.570 Jumlah 174.189 Mata pencaharian lain-lain 234.017 BPS Kota Semarang, 2003:142-145

2.1.4. Perkembangan dan Pengaruh Islam di Semarang

Ki Ageng Pandanaran atau Sunan Pandanaran I sebagai ulama yang pertama kali tiba di wilayah Semarang memulai dakwah agama Islam secara hati- hati, mengingat masih banyaknya penganut agama Hindu dan Budha. Setelah banyak penduduk yang beragama Islam, didirikanlah masjid di daerah Mugas sebagai pusat dakwah dan padepokan santri, sekaligus mengurusi tata kemasyarakatan. Beberapa waktu kemudian didirikan lagi masjid yang lebih besar di kawasan Bubakan. Masjid besar tadi dijadikan pusat ibadah sekaligus pusat pemerintahan dalam waktu yang panjang. Islam dan Semarang pun semakin pesat berkembang. Pada masa pemerintahan Bupati Sura Hadimenggala II bupati ke 11, terjadilah pemberontakan warga Cina dari Kampung Pecinan di sekitar masjid 55 besar. Masjid besar tersebut akhirnya terbakar musnah bersama korban harta dan nyawa. Sebuah pukulan berat bagi Semarang yang selama itu damai. Seusai pemberontakan padam, pembangunan masjid dan kota Semarang pun dimulai kembali. Masjid besar didirikan lagi di tempat baru di sebelah barat alun-alun atau lapangan yang luas di pusat kota. Daerah sekitar masjid dikenal dengan nama Kauman. Dibangun pula pendapa atau istana kabupaten di sebelah selatan alun-alun. Wilayah sekitarnya disebut daerah Kanjengan. Di sebelah timur alun-alun atau sebelah timur masjid besar menyeberangi alun-alun dibangunlah pasar rakyat. Sedang satu sisi lagi di sebelah utara alun-alun didirikanlah tempat penginapan para tamu. Konsep tata kota ini sama dengan tata kota di kerajaan- kerajaan Jawa pada umumnya. Para bupati Semarang adalah tokoh utama dalam perkembangan pemerintahan maupun penyebaran Islam. Hal ini dapat dipahami, karena para bupati mengemban amanat turun temurun sebagai pemimpin pemerintahan atau umara sekaligus pemimpin umat beragama atau ulama. Para bupati Semarang adalah keturunan Sunan Pandanaran I, salah seorang murid Wali Sanga, khususnya Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga termasuk kelompok wali muda yang moderat, bersama Sunan Bonang, Sunan Muria, Sunan Kudus, dan Sunan Gunungjati. Wali moderat adalah wali yang menggunakan budaya lokal sebagai media dakwah agama. Hal ini terkait dengan Islam bercorak adaptif yang masuk ke Nusantara, khususnya di wilayah Jawa Pesisir Utara, dimana Semarang berada. Corak adaptif artinya, corak keislaman yang dikembangkan oleh para penyebar agama bagi para 56 penduduk Jawa Pesisir adalah corak keislaman yang telah mengalami pelunakan- pelunakan terhadap kebudayaan Jawa asli lihat Suparlan dalam Thohir, 1999:xi. Strategi ini sangat efektif menarik simpati masyarakat lokal yang mayoritas beragama Hindu, Budha, dan kepercayaan lainnya. Para wali tersebut sangat selektif memilih budaya lokal yang bisa dijadikan media dakwah. Jangan sampai budaya lokal yang dipilih justru bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Para wali pendahulu atau ”wali sepuh” menjadi kelompok penasehat dan penjaga nilai-nilai Islam agar tetap murni. ”Wali sepuh” terdiri dari Syeikh Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Drajad, dan Sunan Giri. Purwadi, 2005:22 Kecerdasan dan kreativitas para wali meramu dan menemukan metode dakwah yang efektif, antara lain ditemukan dalam karya-karya seni. Karya seni rupa, seni suara, seni musik, dan seni pertunjukan banyak sekali diciptakan para wali untuk menarik simpati masyarakat lokal. Masyarakat yang simpati sangat mudah menerima dakwah dan anjuran para wali untuk memeluk agama Islam. Karya seni rupa bernilai tinggi ciptaan para wali antara lain seni ukir, seni batik, seni sungging wayang, seni tempa, kaligrafi, keramik, dan karya teknologi tepat guna seperti alat pertanian, alat pelayaran, dan arsitektur. Di bidang seni suara dan musik, antara lain tercipta berbagai gendhing atau tembang Jawa, salawat Nabi, musik rebana, dan gamelan. Sedangkan seni pertunjukan yang diciptakan misalnya pertunjukan wayang, karawitan, kentrung, zipin, bantenan, tarian tayub, dan beberapa yang lain. Karya-karya seni tersebut bahkan masih hidup dan berkembang di masa sekarang, terutama di wilayah Pulau Jawa. 57 Sebagai keturunan murid para wali, para bupati Semarang mewarisi tradisi dakwah agama yang mengakui keberadaan pluralitas budaya lokal. Di bawah pimpinan bupati yang muslim moderat, Islam dapat berkembang pesat dan banyak mempengaruhi kehidupan masyarakat.

2.1.5. Masyarakat Semarang dalam Kehidupan Beragama