Analisis Semantik; Kata Warak Ngendog

160 Warak Ngendog di sepanjang jalan disaksikan masyarakat luas. Selain pengumuman lisan Sang Bupati yang kemungkinan didengarkan sebagian kecil masyarakat, masyarakat luas seantero Semarang tetap mengetahui isi pengumuman dan pesan-pesan yang ada lewat tanda bunyi bedug dan meriam, serta disaksikannya Warak Ngendog yang diarak berkeliling kota. Warak Ngendog dibuat dalam struktur dan ukuran tubuh disesuaikan dengan ketentuan dan kebutuhan, bahwa Warak Ngendog harus bisa diarak dalam pentas atau arak-arakan Dugderan dengan cara dipanggul oleh paling sedikit empat orang dan bisa dinaiki oleh seorang anak manusia atau bahkan oleh seorang dewasa. Namun seiring perkembangan zaman, cara mengarak Warak Ngendog tidak dipanggul tetapi dinaikkan pada mobil bak terbuka, dengan catatan ukuran dan struktur kerangkanya tetap mengacu pada Warak Ngendog yang baku. Dari paparan di atas, penyajian Warak Ngendog secara sintaksis semiosis meliputi: 1 wujud yang khayal, terstruktur tertentu, dan tidak permanen; 2 menjadi bagian dari ritual Dugderan dengan waktu, tempat, dan urutan yang telah disepakati; dan 3 disajikan dengan cara dipanggul oleh empat orang di ujung keempat kakinya serta dinaiki orang pada punggungnya.

5.1.4. Analisis Semantik; Kata Warak Ngendog

Kata ”Warak Ngendog” berasal dari kata ”warak” dan ”ngendog”. Bila dimaknai secara semantik berdasarkan analisis sintaksis katanya, dapat diartikan sebagai berikut: a. Warak dalam bahasa Jawa sama artinya dengan mitos tentang binatang besar yang menakutkan karena mempunyai tanduk atau cula di wajahnya. Bentuk itu 161 merujuk pada binatang bertanduk atau bercula seperti jerapah Cina: kilin, rusa, sapi, kerbau, kambing, banteng, badak, atau bisa jadi binatang mitos naga. Jadi yang dapat disimpulkan adalah jenis binatang mitos yang menakutkan. b. Warak berasal dari kata ”bouraq”. Bouraq dalam kisah Islam adalah kendaraan yang dinaiki Nabi Muhammad ketika melakukan Isra’ Mi’raj, yaitu perjalanan satu malam dari dari Masjidil Haram di kota Mekkah Arab Saudi ke Masjidil Aqsa di kota Yerussalem Palestina Isra’ dan perjalanan dari Masjidil Aqsa ke Sidratul Muntaha, yaitu tempat dimana Allah Swt. dan para Rasul menemui Nabi Muhammad dan memberi perintah tentang kewajiban melaksanakan ibadah shalat bagi umat muslim. Dikarenakan persepsi masyarakat Arab saat itu, bahwa kendaraan yang biasa dinaiki adalah sejenis binatang berkaki empat kuda atau unta maka ada mitos bahwa bouraq itu mirip dengan kuda bersayap yang lari dan terbangnya laksana kilat. Memahami wujud dan fungsi bouraq sebagai kendaraan yang mengantar Nabi Muhammad bertemu dengan Allah Swt. dan para Rasul pendahulu, maka dapat dikatakan bahwa ”bouraq” merupakan ”binatang” yang paling utama dalam konteks budaya Islam. c. Warak berasal dari penyederhanaan kata biawarakake Jawa: mengumumkan, memberitahukan. Biawara, wara-wara, warak atau pengumuman dari Sang Bupati tentang awal puasa merupakan sesuatu yang sangat dinantikan seluruh rakyat sebagai kepastian awal Ramadhan, karena saat itu tidak banyak yang memiliki kalender tercetak seperti saat sekarang. Dengan adanya ritual 162 Dugderan dan arak-arakan Warak maka rakyat Semarang merasa jelas dan mantap untuk mulai melaksanakan puasa Ramadhan. d. Penamaan Warak berasal dari bahasa Arab “wara” yang artinya taat atau patuh pada aturan atau menjaga. Taat menjalankan kewajiban-kewajiban ibadah dan melaksanakan perbuatan baik, serta menjaga diri dengan menghindari perbuatan-perbuatan buruk. Ajaran Islam mewajibkan umatnya untuk menjalankan semua hal yang terkandung dalam syari’at agama sebagaimana telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad, baik yang berupa ibadah kepada Allah maupun berbuat kebajikan kepada sesama makhluk. Siapapun yang melakukan kewajiban agama dengan baik, maka Allah menjanjikan pahala langsung maupun tidak langsung, serta kenikmatan surga yang abadi kelak jika sudah berpulang. Sebaliknya, semua yang menjadi larangan agama harus dihindari, karena balasan hukumannya bisa langsung atau tidak langsung, serta siksa neraka yang abadi pula kelak jika sudah meninggal. e. Warak Ngendog artinya warak yang bertelur Jawa: ngendhog. Endhog adalah kata benda yang sinonim dengan telur binatang jenis unggas atau reptilia. Ngendhog adalah kata kerja yang menunjukkan proses mengeluarkan endhog. Telur bagi binatang bisa diartikan sebagai hasil reproduksi yang menyatukan segenap sumber daya yang ada. Proses perkembangan di dalam tubuh terjadi sangat rumit atas kuasa Allah Swt. Saat pengeluarannya menjadi saat yang sangat dinantikan, sehingga diperlukan waktu, suasana, dan tempat khusus untuk bertelur. Proses berhasil keluarnya telur dengan lancar juga menjadi kebahagiaan bagi keluarga. Setelah dikeluarkan dan diletakkan pada 163 tempat khusus, telur akan dierami dan dirawat dengan mempertaruhkan segalanya sampai akhirnya nanti menetas menjadi generasi baru. Telur adalah sesuatu yang sangat bernilai, baik karena dia hasil dari proses yang rumit dan sistematis, sebagai penerus generasi bagi binatang tertentu, atau sebagai hidangan yang lezat dan digemari manusia. Dari lima arti kata tersebut dapat disimpulkan hubungan antarunsur atau urutan pemaknaan Warak Ngendog, yaitu: a. Adanya ritual penyampaian informasi wara-wara, biawara, biawarake, warak pasti dari Bupati Semarang sepersetujuan ulama dan umara kepada masyarakat pada sore hari ba’da Asar di hari terakhir bulan Sya’ban atau Ruwah tentang awal puasa Ramadhan besuk paginya. b. Untuk menarik perhatian masyarakat, maka disusunlah ritual Dugderan dan arak-arakan sebuah karya seni rupa simbolis yang disepakati bernama Warak Ngendog dengan bentuk tertentu. c. Kesepakatan tentang nama dan bentuk Warak Ngendog bersumber pada sintesa kata warak yang mengaitkan pentingnya informasi Jawa: wara-wara = warak, makna pesan atau ajaran yang bisa bermanfaat untuk mengajak masyarakat semakin kuat imannya dan taat pada ajaran agama Arab: wara = taat, dan bentuk binatang khayal yang paling menarik, mengagumkan atau surprised dalam konteks budaya Islam dan Jawa Arab: bourag = Jawa: warak. 164 Warak Ngendog Informasi dan pesan Masyarakat muslim ulama dan umara tentang Puasa Ramadhan Gambar 47 Hubungan antarunsur pemaknaan Warak Ngendog

5.1.5. Analisis Semantik; Bentuk Warak Ngendog