151
menggunakan konsep denotasi dan konotasi. Dalam analisis pragmatik, pengirim pesan adalah seniman pembuat dan pelaku penyajian Warak Ngendog, serta
penerima pesannya adalah masyarakat yang menyaksikan atau masyarakat luas pada umumnya.
5.1.1. Analisis Sintaksis; Kata ”Warak Ngendog”
Warak berasal dari perpaduan beberapa binatang simbol budaya. Binatang itu berkepala “kilin” sebagai binatang paling berkuasa dan berpengaruh di Cina
dengan badan “bouraq” sebagai binatang suci kendaraan Nabi Muhammad saat Isra’ Mi’raj.
Ada juga yang berpendapat bahwa warak berkepala naga, binatang simbol milik orang Cina dengan badan kambing, binatang yang banyak dimiliki orang
pribumi Jawa dan sering digunakan untuk berkurban saat Idul Adha. Perpaduan beberapa binatang simbol milik beberapa kelompok etnik masyarakat tersebut
diharapkan diikuti dengan semakin eratnya persatuan orang Cina dengan orang Jawa atau umat Islam.
Ada pendapat yang mengatakan Warak merupakan “hadiah” dari warga Cina agar digunakan untuk memeriahkan tradisi ritual Dugderan sebagai bukti
ketulusan mereka untuk bersatu dan berdamai guna menebus kesalahannya waktu membakar masjid besar saat pemberontakan warga Pecinan dulu. Namun
pendapat tersebut sangat lemah dasarnya, karena hanya mengacu pada perbentukan kepala kilin atau naga pada Warak Ngendog. Sementara dari unsur
nama, bentuk keseluruhan, dan makna karya lebih dominan pengaruh kebudayaan
152
Jawa dan Islam. Meski begitu, keragaman budaya multietnik tampak dalam keutuhan karya.
Nama Warak Ngendog sebenarnya tidak sesuai dengan bentuk rekaan tersebut. Asal kata Warak Ngendog dari berbagai sumber adalah sebagai berikut:
a. Warak dalam bahasa Jawa sama artinya dengan mitos tentang binatang besar
yang menakutkan karena mempunyai tanduk atau cula di wajahnya. Binatang yang ada tanduk atau cula di bagian mukanya bisa diidentikkan dengan badak,
namun jelas sekali bentuk yang ada tidak ada kemiripan sama sekali dengan binatang badak. Jadi yang dapat disimpulkan hanya binatang mitos yang
menakutkan. b.
Warak berasal dari kata ”bouraq”. Perubahan penyebutan menurut ”lidah” orang Jawa lazim terjadi, misalnya bulan Ramadhan menjadi Ramelan, Van
Hendrik’s land menjadi Pendrikan, atau Schiet terrein Ned; lapangan tembak menjadi Seteran. ”Bouraq” dalam kisah Islam adalah kendaraan yang dinaiki
Nabi Muhammad ketika melakukan Isra’ Mi’raj, yaitu perjalanan satu malam dari dari Masjidil Haram di kota Mekkah Arab Saudi ke Masjidil Aqsa di kota
Yerussalem Palestina Isra’ dan perjalanan dari Masjidil Aqsa ke Sidratul Muntaha, yaitu tempat dimana Allah Swt. dan para Rasul menemui Nabi
Muhammad dan memberi perintah tentang kewajiban melaksanakan ibadah shalat bagi umat muslim.
c. Warak berasal dari penyederhanaan kata ”biawarakake” Jw: mengumumkan,
memberitahukan. Kata tersebut tercantum dalam transkripsi sambutan Bupati Semarang ketika mengumumkan awal puasa saat ritual Dugderan. Bunyi
153
petikan kalimatnya adalah ... Ing sabanjuring Ingsun biwarakake, menawa ing
wulan suci Ramelan iki poma dipoma sira kabeh den padha bisa nyegah utawa angurang-ngurangi panggawe maksiyat....
d. Penamaan Warak berasal dari bahasa Arab “wara” atau ”wara’i” yang artinya
taat atau patuh pada aturan. Dalam konteks lain dapat diartikan menjaga. Menurut pendapat ulama besar Semarang sekaligus ketua takmir Masjid Besar
Kauman, KH. Hanief Ismail mengartikan wara sebagai ketaatan menjalankan kewajiban-kewajiban ibadah dan melaksanakan perbuatan baik, serta menjaga
diri dari dosa dengan menghindari perbuatan-perbuatan buruk. e.
Warak Ngendog artinya warak yang bertelur Jw: ngendhog. Endhog adalah kata benda yang sinonim dengan telur binatang jenis unggas atau reptilia.
Ngendhog adalah kata kerja yang menunjukkan proses mengeluarkan endhog.
5.1.2. Analisis Sintaksis; Bentuk Warak Ngendog