25
hidrogen Khopkar, 2003 in Hardiningtyas, 2009. Metanol p.a. adalah pelarut berbobot molekul rendah yang dapat membentuk ikatan hidrogen sehingga dapat
larut dan bercampur dengan air hingga kelarutan yang tak terhingga Hart, 1987. Ikatan hidrogen lebih mudah terbentuk pada pelarut metanol p.a. sehingga zat
bioaktif yang terdapat pada karang lunak Sarcophyton sp. lebih mudah larut dalam metanol p.a.
Nilai rendemen ekstrak dibutuhkan dalam proses ekstraksi karena dapat digunakan sebagai acuan berapa banyak ekstrak yang dapat dihasilkan dari suatu
sampel. Hal ini juga berkaitan dengan berapa banyak kandungan bioaktif yang dikandungnya, karena semakin besar rendemennya dapat diasumsikan banyaknya
kandungan senyawa bioaktif yang terdapat pada sampel tersebut. Hal ini senada dengan yang dilaporkan oleh Nurhayati et al. 2009 bahwa nilai rendemen yang
tinggi menunjukkan banyaknya komponen bioaktif yang terkandung di dalamnya. Rita et al. 2009 melaporkan bahwa lamanya waktu dalam melakukan
ekstraksi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil ekstrak yang diperoleh. Faktor-faktor lainnya diantaranya seperti metode dalam melakukan
ekstraksi, ukuran sampel, kondisi dan waktu penyimpanan, perbandingan jumlah pelarut terhadap jumlah sampel Harbonne, 1984; Darusman et al., 1995 in
Susanto, 2010.
4.2. Kandungan Antioksidan
Nilai IC
50
karang lunak Sarcophyton sp. alami dan transplantasi dapat dilihat pada Gambar 8. Perhitungan inhibisi dan IC
50
dapat dilihat pada Lampiran 3.
26
Gambar 8. Nilai Rataan IC
50
Karang Lunak Sarcophyton sp. Alami dan Hasil Transplantasi dengan Pelarut Metanol p.a., Etil Asetat p.a., dan
Heksana p.a.
Gambar 8 memperlihatkan nilai IC
50
dari setiap jenis sampel dan pelarut. Sampel hasil transplantasi memiliki nilai IC
50
yang lebih kecil dibandingkan dengan sampel alami pada semua pelarut, yaitu metanol p.a. 1225,46 ppm, etil
asetat p.a. 2985,8 ppm, dan heksana p.a. 4170,98 ppm. Hasil uji yang dilakukan dengan Rancangan Acak Faktorial RAF
didapatkan nilai F
hit
F
tab
. F
hit
yang didapatkan untuk pengaruh perlakuan transplantasi terhadap aktivitas antioksidan karang lunak Sarcophyton sp. sebesar
28,86. Setelah dilakukan uji lanjut P=0,05 didapatkan hasil bahwa perlakuan alami dan transplantasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
aktivitas antioksidan. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan transplantasi berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan karang lunak Sarcophyton sp. Blois
1958 in Hanani et al. 2005 menyatakan bahwa suatu bahan memiliki aktivitas antioksidan yang kuat jika nilai IC
50
yang terukur kurang dari 200 mgl ppm.
2926,43 3952,87
4174,32
1225,46 2985,8
4170,98
500 1000
1500 2000
2500 3000
3500 4000
4500
Metanol p.a. Etil Asetat p.a.
Heksana p.a.
p p
m
Pelarut
Alami Transplant
27
Hal ini menjelaskan bahwa aktivitas antioksidan yang terdapat pada karang lunak Sarcophyton
sp. tergolong rendah. Kemudian sebagai pembanding dengan biota laut lainnya, pada Tabel 2 dapat
dilihat nilai IC
50
dari biota uji lain yang telah dilakukan penelitian sebelumnya.
Tabel 2. Nilai IC
50
dari Biota Uji Lainnya Biota
Pelarut Sumber
Heksana p.a. Kloroform p.a.
Etil asetat p.a. Metanol p.a.
Keong Mas -
3.458,37 1.662,36
1.270,47 Susanto 2010
Kerang Pisau -
2.008,52 1.593,87
1.391,08 Izzati 2010
Keong Melo -
2.780,00 2.760,00
2.308,00 Naryuningtyas
2010 Lili laut
- 5.718,08
2.016,78 419,20
Safitri 2010 Tomat
- -
- 44,06
Andayani et al. 2008
Sarcophyton sp.
alami 4.174,32
- 3.952,88
2.926,43 Sarcophyton
sp. transplant
4.170,98 -
2.985,80 1.225,47
Tabel 2 menunjukkan bahwa ekstrak kasar lili laut dengan pelarut metanol p.a. memiliki nilai IC
50
terbesar, yaitu 419,20 ppm. Keong melo hanya memiliki nilai IC
50
sebesar 2.308 ppm, keong mas memiliki nilai IC
50
1.270,47 ppm, dan kerang pisau memiliki nilai IC
50
1.391,08 ppm. Hal ini membuktikan bahwa lili laut memiliki aktivitas antioksidan yang paling tinggi jika dibandingkan dengan
hewan invertebrata air yang lainnya namun jika dibandingkan dengan buah tomat maka aktivitas lili laut masih rendah karena nilai IC
50
buah tomat sebesar 44,06 ppm. Tomat dan sumber antioksidan dari terrestrial lainnya selama ini lebih
banyak digunakan dalam industri farmasi sedangkan pemanfaatan biota laut terutama di Indonesia masih belum optimal Hanani et al., 2005.
28
4.3. Kandungan Bioaktif