Oral Malodor Serostomia Karies Malignansi Rongga Mulut

2.8 Manifestasi Penyakit Ginjal Kronis pada Rongga Mulut

Apabila aspek fungsional ginjal terganggu pada tahap terminal, maka fungsi ginjal hampir tidak ada sehingga glomerulus filtration rate terus menurun dan retensi dari berbagai produk buangan sistemik akan menberikan gambaran penyakit ginjal kronis pada rongga mulut apabila kondisi tubuh dari azotemik menjadi uremik. Berikut merupakan manifestasi penyakit ginjal kronis di rongga mulut, yaitu : 4

2.8.1 Oral Malodor

Simtom yang paling sering muncul dan paling awal terjadi apabila ginjal gagal berfungsi adalah oral malodor atau timbulnya rasa kecap logam akibat alterasi sensasi pengecapan, terutama pada pagi hari. Rasa kecap logam ini berupa bau ammonia, dan kondisi ini sering dialami oleh penderita yang menjalani hemodialisis. Uremic fetor atau ammoniacal odor ini terjadi karena konsentrasi urea yang tinggi dalam rongga mulut, dan pecah menjadi ammonia pada penderita dengan simptom uremia. 1,4,8

2.8.2 Serostomia

Serostomia adalah kondisi mulut kering. Pada penderita ginjal kronis dan penderita yang menjalani hemodialisis, simtom ini amat sering dan signifikan. Hal ini sering terjadi sebagai hasil dari manifestasi beberapa faktor seperti inflamasi khemis, dehidrasi, pernafasan melalui mulut Kussmaul’s respiration dan keterlibatan langsung kalenjar salivarius, restriksi konsumsi cairan saliva, dan efek samping dari obat. 4 Universitas Sumatera Utara Serostomia cenderung menambah kerentanan penderita terhadap karies dan inflamasi gingiva, kandidiasis, sialadenitis suppuratif serta menyebabkan kesulitan berbicara, penurunan retensi gigi palsu, kesulitan mastikasi, disfagia, dan gangguan penciuman. 18,21

2.8.3 Karies

Secara umum terdapat berbagai teori dan hasil penelitian terhadap korelasi karies dan penyakit ginjal kronis. Sebagian penelitian menunjukkan bahwa penyakit ginjal kronis tidak meningkatkan kerentanan penderita terhadap karies, namun kebanyakkan dari penelitian memberikan hasil positif terhadap hal ini. Penelitian Klassen dkk menunjukkan bahwa penderita penyakit ginjal kronis memiliki higiene oral yang buruk dengan kalkulusnya banyak dan lesi karies yang tinggi. 8,10,13

2.8.4 Plak dan Kalkulus

Secara umum, plak adalah lapisan tipis yang mengandungi bakteri, sisa makanan serta produk saliva seperti amilase dapat menjadi faktor pembentukan kalkulus. Pembentukan plak pada tahap ultrastruktural terbagi kepada 3 fase utama yaitu pembentukan pelikel, adhesi inisial oleh bakteri, dan akhirnya kolonisasi dan maturasi plak. 22,23 2.8.4.1Fase Pembentukan Pelikel Kurang dari beberapa saat setelah menyikat gigi, saliva-derived acquired pellicle layer terdiri dari glikoprotein, fosfoprotein, proline-rich protein, histidine-rich protein dan amilase akan menutupi permukaan gigi memlalui daya elektrostatik, van der waals dan daya Universitas Sumatera Utara hidrofobik untuk membentuk dasar plak yang akan terus menebal apabila koloni bakteri beradhesi padanya. 22

2.8.4.2 Fase Adhesi Inisial oleh Bakteri

Mengikuti fase pembentukan pelikel adalah fase adhesi inisial oleh bakteri. Pada fase ini terjadi adhesi bakteri dalam kondisi akuatik melalui 4 sub-fase yaitu transportasi bakteri ke permukaan acquired pellicle layer, kemudian diikuti dengan bakteri yang akan beradhesi secara inisial pada permukaan acquired pellicle layer dengan daya elektrostatik dan van der waals. Apabila adhesi inisial terjadi, akan terjadi subfase ketiga yang dinamai attachment. Pada sub-fase ini, interaksi bakteri dengan permukaan gigi akan diperkuatkan dengan adanya daya spesifik seperti pengikatan ionik, hidrogen dan kovalen. Tetapi metode pengikatan setiap bakteri berbeda, contohnya Actinomyces viscosus menggunakan fimbriae untuk beradhesi dengan proline-rich protein pada permukaan acquired pellicle layer; Streptococcus sanguis tidak hanya berikat pada proline-rich protein tetapi juga pada amilase dan asam sialik. Sub- fase keempat mengambarkan kolonisasi bakteri pada permukaan gigi dan terbentuknya biofilm. 22

2.8.4.3 Kolonisasi dan Maturasi Plak

Pada fase ini, ketebalan plak akan bertambah apabila bakteri mulai berproliferasi. Biofilm terbentuk apabila koloni bakteri yang beradhesi dengan acquired pellicle layer diikat oleh koloni bakteri baru. Proses ini terjadi dengan koaggregasi, dan interaksi intramikrobial yang kompleks jugs terbentuk. Setiap koloni bakteri yang ditambah ke lapisan sebelumnya akan menambah ketebalan biofilm, berproliferasi dan menjadi permukaan baru untuk Universitas Sumatera Utara koaggregasi koloni baru. Siklus ini berulang sehingga suatu matriks intramikrobial yang terdiri dari produk saliva, eksudat gingiva, dan substansi multipel mikrobial bermaturasi dan mulai menganggu kesehatan struktur enamel gigi sehingga terbentuk lesi karies. 22

2.8.4.4 Kalkulus

Selain plak, kalkulus juga sering ditemukan pada rongga mulut penderita penyakit ginjal kronis. Kalkulus merupakan deposit mineral organik yang kuning-keputihan dengan 80 isinya mineral inorganik dan 20 sisanya adalah mineral organik seperti lipid, saliva dan protein. Pembentukan kalkulus merupakan lanjutan dari proses maturasi plak, ditambah proses kalsifikasi yang mulai terjadi dalam 4-8 jam setelah plak bermaturasi. Apabila plak bertransformasi menjadi kalkulus, koloni bakteri akan bertukar dari mayoritas gram positif ke mayoritas gram negatif anaerob dan tumbuhnya struktur dendritik plak ke permukaan sementum setelah 5 hari sehingga menambah keutuhan kalkulus. 22,23

2.8.4.5 Korelasi antara Penyakit Ginjal Kronis dengan Plak dan ````````````````````

Kalkulus Terdapa berbagai teori yang menentang hubungan antara efek dari penyakit ginjal kronis terhadap pembentukan plak dan kalkulus. Menurut Reeves dalam penelitiannya, ESRD induced serostomia akan meningkatkan predisposisi penderita terhadap karies karena retensi produk urea serta pengaliran dan produksi saliva yang sedikit. Menurut Klassen dkk proses dialisis dapat memperburukkan kondisi rongga mulut di mana jumlah kalkulus meninggi, dan banyaknya dijumpai lesi karies. Deposit kalkulus dapat bertambah akibat dari hemodialisis, menurut penelitian Epstein dkk, Jaffe dkk dan Gavalda dkk. 10 Universitas Sumatera Utara Namun menurut Kho dkk, hidrolisis urea akan menghasilkan konsentrasi ammonia yang tinggi dan mengubah pH saliva menjadi basa pada penderita established chronic kidney disease sehingga meningkatkan substansi fosfat dan ammonia dalam saliva dan hasilnya kapasitas buffer yang tinggi disertai risiko karies menurun. Hal ini turut didukung oleh peneliti, di mana hidrolisis urea mampu meningkatkan kapasitas antibakteri akibat peningkatan urea nitrogen dalam saliva. Kebenaran teori inin terus diperkuat terutama pada anak anak walaupun konsumsi gula yang tinggi dan kurang penjagaan kesehatan rongga mulut, risiko karies tetap rendah dan terkontrol. 1,12,14,24-25 Peneliti juga menemukan bahwa pembentukan kalkulus pada jaringan keras gigi berkaitan rapat dengan gangguan homeostasis kalsium-fosfor. Presipitasi kalsium dan fosfor yang didorong oleh pH yang buruk pada penderita penyakit ginjal kronis karena hidrolisis urea saliva menjadi ammonia, dimana ammonia berperan dalam menyebabkan pH menjadi basa. Secara langsung, retensi urea akan menfasilitasi alkanisasi plak gigi, dan meningkatkan pembentukan kalkulus terutamanya pada penderita yang menjalani hemodialisis. Selain itu, penderita yang menjalani hemodialisis memiliki nilai magnesium saliva yang sangat rendah. Peneliti menemukan bahwa pada kalkulus penderita yang menjalani hemodialisis mengandung oksalat, dan pada kondisi uremia turut menyebabkan retensi oksalat. 4,10,25

2.8.5 Perubahan pada Gingiva dan Mukosa

Perubahan gingiva termasuk hiperplasia gingiva yang diinduksi oleh obat seperti Siklosporin, perubahan warna gingiva, dan lesi mukosa turut diteliti pada rongga mulut apabila fungsi ginjal menurun dan parah seperti hiperplasia gingiva, lesi mukosa dan lain lain. 1 Universitas Sumatera Utara

2.8.5.1 Hiperplasia Gingiva yang Diinduksi oleh Siklosporin

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Seymour dkk, kondisi ini cenderung tidak terjadi pada orang dewasa. Skeling terbukti dapat memperbaiki kondisi tersebut menurut Thomason dkk, tetapi tindakan pembersihan ini hanya untuk mengurangi inflammasi akibat plak dan bukan inflamasi jaringan akibat Siklosporin. 1 `````````````````````````` Gambar 6 : Hiperplasia gingiva akibat obat Siklosporin. ````````````````````````````````````````` Sumber : Periodontology for the Dental ````````````````````````````````````````` Hygienist 3 rd ed. 2007. Missouri:112

2.8.5.2 Lesi Mukosa

Spektrum lesi yang luas dapat timbul pada rongga mulut tetapi lebih cenderung terjadi plak atau ulserasi keputih-putihan, yang sering didapat pada penderita yang menjalani allograf dan hemodialisis. Plak ini disebut uremic frost, dan terjadi apabila sisa kristal urea terdeposit pada permukaan epitel dari evaporasi respirasi, juga karena aliran saliva yang berkurang. 4 Menurut Chau dkk dan Hogan dkk, penyakit lichenoid juga dapat terjadi akibat efek dari terapi obat, dan oral hairy leukoplakia yang juga dapat bermanifestasi sekunder dari efek imunosupresi obat. 1,4,10,26 Universitas Sumatera Utara ````````````````````````` Gambar 7 : Uremic Frost pada penderita penyakit ````````````````````````````````````````````` ginjal kronis pada sublingual. Sumber : ````````````````````````````````````````````` Burket’s Oral Medicine 11 th ed. 2008. ````````````````````````````````````````````` Hamilton:374 Stomatitis uremik turut diobservasi dan dapat muncul sebagai daerah berpigmentasi putih, merah maupun keabuan pada mukosa oral. Pada stomatitis uremik tipe eritematous, suatu lapisan pseudomembran keabuan yang akan melapisi lesi eritema dan lesi ini selalu menyakitkan. Stomatitis uremik tipe ulseratif memiliki gambaran merah dan ditutupi lapisan yang pultaceous. Secara umumnya, gambaran stomatitis uremik amat luas tetapi unik dan tidak paralel secara klinis. Menurut Larato, manifestasi klinis ini dapat terjadi akibat peningkatan nitrogen yang membentuk trauma kemis secara langsung akibat gagal ginjal. 1,4,14,26 Suatu penelitian oleh Dencheva dkk pada tahun 2010 menunjukkan manifestasi oral hairy leukoplakia pada penderita penyakit ginjal kronis pada permukaan dorsal seiring dengan observasi yang dibuat oleh peneliti dari China ditemukan melalui korelasi daerah lingual yang ditutupi oral hairy leukoplakia dengan organ sistemik yang berkaitan. 18 ````````` Universitas Sumatera Utara ` Gambar 8 : Oral Hairy Hyperplasia padadaerah dorsal lidah dan korelasinya dengan ```````````````````````````` organ sistemik yang berkaitan. Sumber : Oral Findings in Patients with `````````````````````````` Replaced Renal Function –a Pilot Study. 2010. Bulgaria

2.8.5.3 Perubahan Warna Mukosa

Mukosa rongga mulut penderita gagal ginjal sering terlihat lebih pucat. Hal ini disebabkan karena pengaruh anemia dari penderita tersebut dan kondisi ini disebut pallor. Gejala lain yang sering terlihat adalah warna kemerahan pada mukosa akibat deposit beta- carotene. 1,14 ````````````````````` Gambar 9 : Mukosa rongga mulut yang kepucatan. Sumber : Burket’s `````````````````````````````````` Oral Medicine 11 th ed. 2008. Hamilton :375 Universitas Sumatera Utara

2.8.5.4 Perdarahan pada Gingiva

Pada penderita penyakit ginjal kronis sering dilihat gejala seperti petechiae dan ekimosis karena disfungsi platelet serta efek dari antikoagulasi turut dilihat pada rongga mulut penderita penyakit ginjal kronis. Perdarahan apabila tubuh diserang sindroma uremia sering terjadi apabila penderita diberikan rawatan invasif pada mukosa rongga mulut. 21,27

2.8.6 Malignansi Rongga Mulut

Menurut Farge dkk, sarkoma kaposi dapat dilihat pada rongga mulut penerima transplantasi akibat terjadi penekanan pada sistem imun. Namun, sampai saat ini kondisi tersebut mungkin terjadi akibat imunosupresi iatrogenik. Berdasarkan teori ini, imunosupresi iatrogenik secara langsung akan meningkatkan kerentanan terhadap virally associated tumor seperti sarkoma kaposi dan Hodgkin’s lymphoma. Perkembangan tumor juga bisa berkaitan erat dengan penderita AIDS yang menderita penyakit ginjal kronis, sebagai faktor risiko primer maupun sekunder. 1

2.8.7 Infeksi Rongga Mulut