dengan indeks kalkulus lemah dari hasil penelitian ini, peneliti tetap percaya efek peningkatan kalkulus mampu memparah kondisi higiene oral tetapi tetap diperlukan penelitian lanjutan di
masa mendatang untuk membuktikan hal ini.
27,31,33,38
6.5 Hubungan antara Penyakit Ginjal Kronis dengan Kebersihan Rongga ooo
Mulut OHIS
Penyaktit ginjal kronis berperan penting terhadap manifestasi yang abnormal pada jaringan rongga mulut. Kebersihan rongga mulut diklasifikasikan sebagai buruk apabila aliran
saliva menurun, kalkulus meningkat, pH saliva terganggu, hiperplasia gingiva dan lain sebagainya. Hiperplasia gingiva merupakan salah satu punca menurunnya kondisi higiene oral
akibat perubahan pada kontur gingiva sehingga memanfaatkan deposit sisa makanan yang tidak mudah dibuang melalui metode pembersihan manual. Hal ini didukung penelitian
Frankethal di mana perubahan homeostasis kalsium akan mengakibatkan terjadinya hipertiroidisme sekunder. Apabila komplikasi ini muncul, inflamasi gingiva, hiperplasia
gingiva serta destruksi tulang akan terjadi akibat pertambahan hormon paratiroid dan seterusnya terpapar langsung dalam peningkatan indeks periodontal penderita seperti yang
diteliti oleh Chuang dkk. Penelitian Souza terhadap populasi penderita penyakit ginjal Brazil turut sejalan dengan hasil penelitian Frankethal. Selain itu, sindroma uremia turut
bertanggungjawab terhadap peningkatan inflamasi pada penderita penyakit ginjal kronis dan akibatnya, periodontitis akan terjadi seperti yang didukung oleh hasil penelitian Duran.
Hemostasis juga sering ditemukan pada penderita penyakit ginjal kronis akibat abnormalitas hematopoietik. Apabila fungsi ginjal semakin menurun terjadi anemia dan timbulnya masalah
hemostasis merupakan dua kondisi yang paling sering terjadi. Menurut Hamid M dkk dan Naylor G, walaupun anemia sering terjadi dan bersifat multifaktorial, namun gagal ginjal
Universitas Sumatera Utara
sebagai sumber produksi sel darah merah tetap disifatkan sebagai penyebab gingiva berwarna pucat. Selain itu, perdarahan cenderung terjadi karena kondisi uremia pada penderita penyakit
ginjal kronis pada tahap 5 dapat mensupresi respons limfositik dan imunitas selular. Penjelasan ini seiring dengan hasil penelitian peneliti. Sebagai tambahan, antikoagulan seperti
heparin yang dipakai selama hemodialisis turut menjelaskan bahwa pengurangan risiko perdarahan dapat terjadi dalam 6 jam setelah hemodialisis atau sekurang-kurangnya 24 jam
setelah hemodialisis. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh 6 peneliti seperti Stewart 1967, Dobkin dkk 1978, Mannuci dkk 1983, De Rossi dan Glick 1996, dan
Naylor dan Fredericks 1996. Hal di atas seiring dengan hasil penelitian peneliti di mana terdapat korelasi positif antara semua variabel penderita penyakit ginjal kronis dengan variabel
kondisi higiene oral.
1,13, 35,38, 49,50
Universitas Sumatera Utara
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN