Karakteristik Subjek Penelitian Hubungan Penyakit Ginjal Kronis dengan Kondisi Higiene Oral pada Penderita Penyakit Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis Stabil di RSUP H.Adam Malik Medan

6.1 Karakteristik Subjek Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan selama satu minggu sejak awal bulan Februari 2012 di Rumah Sakit Umum H.Adam Malik, Medan. Subjek penelitian yang berhasil dikumpulkan adalah 32 orang dengan rentang usia dari 30 sampai 70 tahun yang terdiri dari 18 orang sampel laki-laki dan 15 orang sampel perempuan. Jumlah subjek penelitian dipilih dari sampel yang memenuhi semua kriteria inklusi. Metode penelitian adalah consecutive sampling yakni semua subjek yang ada dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan di dalam penelitian sehingga diperoleh jumlah sampel yang diperlukan. Subjek penelitian diwawancarai apakah menderita penyakit sistemik tertentu seperti diabetes melitus dan penyakit kelainan hematologi karena hal ini merupakan kriteria eksklusi. Data-data pemeriksaan laboratorium subjek yang diambil berupa nilai kalsium Ca, nilai fosfor P, nilai ureum, dan nilai kreatinin darah serta diperiksa kondisi higiene oralnya. Rentang usia subjek penelitian dibatasi minimal 30 tahun dan maksimal 70 tahun. Laporan Center for Disease and Prevention di Amerika Serikat menjelaskan individu yang berusia lanjut yaitu 60 tahun lebih berisiko 39,4 menderita penyakit ginjal kronis dibandingkan dengan individu yang berusia 40 – 59 tahun 12,6 dan 20 – 39 tahun 8,5. Hal ini sejalan dengan Atassi dkk di dalam penelitiannya yang mengambil sampel dalam rentang usia 45,63 ± 16,77 tahun yang turut didukung oleh Cirillo dkk dalam penelitiannya mengambil sampel dari usia 18 sehingga 88 tahun sehingga peneliti mengambil usia minimal 30 tahun di dalam penelitian ini. Hal ini didasari dari hasil penelitian Hosseinpanah dkk yang menunujukkan bahwa prevalensi penyakit ginjal kronis dari usia di atas 20 mencapai 5 dari jumlah 10063 sampel dan tidah harus diambil ringan. Selain itu, menurut Robinson E dkk, glomerulus filtration rate pada manusia akan menurun mengikut usia secara fisiologis. Pada Universitas Sumatera Utara usia 85 tahun, glomerulus filtration rate hanya mencapai 60 GFR milliliter per menit per 1,73m 2 body surface area, bersamaan sisa fungsi pada ginjal penderita penyakit ginjal kronis tahap 3. Hal ini tidak menunjukkan individu tersebut mengidap penyakit, namun risiko diserang penyakit ginjal akan meningkat seperti yang dilapor oleh Garg dkk di mana penderita berusia 60 tahun mengalami risiko tinggi mengidap penyakit ginjal kronis, namun individu berusia 75 tahun akan menghadapi risiko yang lebih tinggi. Hal ini turut didukung ole Lamb dkk dan Verhana dkk. Menurut Arora R dkk, penyakit ginjal tidak bersifat diskriminasi terhadap usia penderitanya dan bersifat multifaktorial namun dalam penelitian ini individu yang berusia di bawah 20 tahun tidak dimasukkan sebagai sampel penelitian karena terbatasnya sampel yang berusia di bawah 20 tahun di rumah sakit H. Adam Malik. 25,35,37,41,50,51 Elemen gigi yang diperiksa terbatas pada 6 gigi sesuai dengan klassifikasi Ramfjord yaitu 16, 21, 24, 36, 41, dan 44. Hal ini dikarenakan untuk mengurangi risiko septikemia akibat berkurangnya imunitas selular dari efek toksik uremia yang dapat mensupresi respons limfositik dan disfungsi pada granulosit penderita penyakit ginjal kronis yang sesuai dengan penelitian yang dilakukan Naylor G dkk serta kecenderungan terjadinya perdarahan yang berlebihan akibat disfungsi platelet dan pemakaian heparin pada saat hemodialisis, maka pemeriksaan yang bersifat invasif tidak dianjurkan. 1, 28 Menurut data yang diperoleh dari United States Renal Data System report, pada masing masing 44,4 dan 26,6, diabetes melitus dan hipertensi dikategorikan sebagai dua penyebab utama berkembangnya suatu penyakit ginjal ke tahapan terakhirnya atau pada tahap 5, sedangkan glomerulonefritis menduduki posisi ketiga dengan persentase 12,2 dari kasus established chronic kidney disease yang tercatat. Di dalam penelitian ini tercatat etiologi Universitas Sumatera Utara tertinggi yaitu hipertensi 66,7, diikuti glomerulonefritis 21,2 dan sisanya penyakit jantung serta batu ginjal. Hal ini mungkin berkaitan dengan jumlah sampel yang kecil serta berkaitan erat dengan pola makan masyarakat di Indonesia dimana mayoritas masakan di Kota Medan dimasak dengan cara mengoreng dan mengandung kadar garam yang tinggi. 4,13 Salah satu observasi yang menarik perhatian peneliti adalah perbandingan antara berat badan penderita yang terus meningkat, dimana hal ini bertentangan dengan asumsi konvensional terhadap status fisiologis penderita penyakit ginjal kronis yang selalu dianggap menurun berat badannya. Menurut status fisiologis penderita instalasi hemodialisis Rumah Sakit Umum H.Adam Malik pada bulan November 2011, hanya 1 dari 33 sampel yang mengalami penurunan berat badan. Chuang dkk memberi penjelasan dari aspek konsumsi dan diet serta kondisi patofisiologis selular penderita. Peneliti menyatakan bahwa prosedur pra- hemodialisis akan membatasi water intake penderita dan secara langsung akan menyebabkan ansietas serta persepsi rasa haus yang berakumulasi. Apabila hemodialisis selesai, penderita sering menkonsumsi minuman yang jauh mendahului kemampuan fungsi homeostasis organ ginjalnya yang sudah berada pada tahap parafungsinya tidak berfungsi. Hasilnya, retensi cairan tersebut termanifestasi pada peningkatan berat badan. Hal ini turut dipersetujui Charra B dkk akan meningkatkan resiko gagal jantung. 43 Pada penelitian ini subjek yang dijadikan kriteria ekslusi antara lain yang memiliki riwayat diabetes melitus dan kelainan hematologi serta penderita yang belum berhenti merokok dalam satu tahun terakhir. Hal ini bertujuan untuk menghindari faktor- faktor yang dapat mempengaruhi dan memperparah higiene oral penderita. Universitas Sumatera Utara Selain itu semua sampel di dalam penelitian ini merupakan penderita yang berada di instalasi hemodialisis yang sekaligus merupakan penderita penyakit ginjal kronis tahap 5 atau end stage renal disease. Nilai glomerulus filtration rate GFR nya adalah 15 GFR milliliter per menit per 1,73m 2 body surface area dibandingkan orang normal yaitu 90 GFR milliliter per menit per 1,73m 2 body surface area yang sesuai dengan penelitian DeRossi dkk di dalam KidneyDialysis Outcome Quality Initiative guidelines. Maka standardisasi yang dijadikan pedoman dalam penelitian ini adalah nilai serum kreatinin yaitu 10 mgdL dan nilai kalsium dengan nilai fosfat darah. 1,4 Hasil statistik dari pemeriksaan laboratorium yaitu aspek kreatinin darah, ureum darah, Ca dan P akan dijadikan indikator di dalam klasifikasi tahapan keparahan penyakit ginjal penderita. Indikator pertama adalah kreatinin darah di mana batas untuk penderita penyakit ginjal bermula apabila nilainya lebih tinggi dari 2,5 mgdL tetapi indikasi hemodialisis adalah apabila nilai kreatinin darah mencapai 10mgdL. Dua puluh enam penderita dari sampel menunjukkan nilai kreatinin lebih tinggi dari 10mgdL dan 6 penderita memiliki bacaan kreatinin darah dari batas 6,0 ke 9,7 mgdL. Walaupun nilai kreatinin darah pada enam penderita tersebut tidak membatasi tahap yang terindikasi untuk hemodialisis, tetap penderita diwajibkan menjalani proses tersebut sebagai mekanisme untuk mempertahankan kondisinya karena menurut Alba J dkk, rentang nilai dari 2,5 ke 10,0 mgdL telah dianggap sebagai kondisi penyakit ginjal yang parah bersamaan dengan tahapan penyakit ginjal 3 atau 4. Rujukan dari dokter di Rumah Sakit Umum H.Adam Malik menunjukkan fakta bahwa penderita penyakit ginjal kronis tahapan 3 dan 4 turut diindikasi untuk hemodialisis atas kemungkinan beresiko End Stage Renal Disease yang tinggi atas faktor demografi, sosial ekonomi serta diet. 2, 15 Universitas Sumatera Utara Charles R dan Quinibi menjelaskan bahwa tahap serum fosfat yang normal adalah di bawah nilai 3,5mgdL, dan apabila nilai pemeriksaan melewati batas ini, maka individu tersebut diduga menderita penyakit ginjal kronis tahap 5. Nilai rerata dari penelitian ini seiring dengan nilai rerata kadar fosfat darah dari penelitian Charles R.N dan Qunibi WY, yaitu ± 6,2 mgdL. Selain itu, nilai serum kalsium juga memainkan peran yang penting sebagai indikator penyakit ginjal kronis. Pada individu dewasa, nilai normal adalah 8,6 – 10,3 mgdL dimana nilai 9,5 – 11,0 mg,dL akan dimasukkan ke nilai batas penyakit ginjal kronis. Hasil pemeriksaan dari sampel penelitian ini mencatat nila serum kalsium rerata ± 8,7 mgdL, namun ini dapat dijelaskan di mana pada kebanyakkan sampel penderita penyakit ginjal kronis di dalam penelitian ini memiliki nilai indikator lain seperti nilai fosfat P dan kreatinin darah yang melewati batas normal. Hasil penelitian mencatat tidak berlaku hubungan antara variabel tes laboratorium penyakit ginjal kronis yaitu kadar hemoglobin, kalsium, fosfor, urea darah, kreatinin dan hematokrit dengan indeks gingiva, indeks debris, indeks kalkulus, indeks OHIS dan IPPD. 42,48,49

6.2 Hubungan antara Penyakit Ginjal Kronis dengan Indeks Gingiva