Gambar 4 : Aliran
darah dari arteri penderita dan aliran darah yang
``````````````` siap didialisis kembali ke vena penderita. Sumber:
``` Instalasi hemodialisis R.S.U.H.Adam Malik, Medan
Gambar 5 : Dialyzer. Sumber : Instalasi Hemodialisis ```````````````
R.S.U.H.Adam Malik, Medan
2.3 Epidemiologi
Universitas Sumatera Utara
Prevalensi penyakit ginjal kronis di Indonesia mencapai 29,1 pada populasi yang berisiko tinggi seperti penderita hipertensi, diabetes dan proteinuria. Insidensi established
chronic kidney disease mencapai 30,7 per juta populasi dan prevalensi pada 23,4 per juta populasi. Pada tahun 2006, terdapat 10,000 pasien yang menjalani hemodialisis. Masalah
keuangan, tidak cukupnya fasilitas dialisis, dan kurangnya tenaga medis yang seringkali menjadi masalah utama dari ketidakberhasilan perkembangan terapi renal replacement di
Indonesia.
7
2.4 Etiologi
Menurut data yang diperoleh dari United States Renal Data System report, pada persentase 44,4 dan 26,6, diabetes dan hipertensi dikategorikan sebagai 2 penyebab utama
berkembangnya suatu penyakit ginjal ke tahapan terakhirnya atau tahapan 5. Sedangkan glomerulonefritis menduduki posisi ketiga dengan persentase 12,2 dari kasus established
chronic kidney disease yang tercatat. Kondisi- kondisi yang jarang seperti systemic lupus erythematosus SLE dan uropati obstruktif menyebabkan 9,6 dari kejadian established
chronic kidney disease.
4,13
Usia, ras, jenis kelamin dan riwayat keluarga turut tercatat sebagai faktor risiko. Usia rerata penderita established chronic kidney disease umumnya 61,1 tahun, dan 53,1 dari
jumlah penderita established chronic kidney disease adalah laki-laki. Kejadian berdasarkan faktor risiko di atas dapat dijelaskan karena hipertensi dan diabetes membawa efek yang parah
pada fungsi ginjal serta berlanjutnya kondisi kronis menjadi terminal. Penelitian yang baru
Universitas Sumatera Utara
juga menjelaskan kebiasaan merokok menambah risiko nefropati dan melipatkalikan progresi penyakit ginjal kronis ke tingkat terminal tahap 5.
7,10
2.5 Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronis amat kompleks. Apabila jaringan ginjal mengalami kerusakan, tekanan intraglomerular akan meningkat dan jaringan ginjal akan berkompensasi
dengan hipertrofi glomerular untuk mengembalikan fungsi filtrasinya. Pada saat yang sama, permeabilitas glomerulus terhadap molekul makro seperti transforming growth factor- beta
TGF-beta, fatty acid, pro-inflammatory markers of oxidant stress serta protein albumin akan meningkat. Peningkatan permeabilitas molekul menyebabkan toksisitas pada matriks
mesangial yang kemudian dilanjutkan dengan inflamasi.
3,10
Menurut teori nefron utuh intact nephron theory , kehilangan fungsi ginjal normal terjadi akibat dari penurunan jumlah nefron yang berfungsi dengan tepat. Gambaran dari teori
ini adalah bahwa keseimbangan antara glomerulus dan tubulus yang dipertahankan nilai jumlah nefron akan berkurang sampai menjadi tidak adekuat dalam mempertahankan
keseimbangan homeostasis sehingga menyebabkan terjadinya gangguan fisiologis. Penyakit ginjal kronis akhirnya mempengaruhi semua sistem tubuh karena tidakmampuan ginjal
melaksanakan fungsi metaboliknya dan untuk membersihkan toksin dari darah.
16
2.6 Manifestasi Penyakit Ginjal Kronis 2.6.1 Gejala Klinis