Berdasarkan Kebutuhan Renal Replacement Therapy

indikator penyakit ginjal kronis pada tahap awal. Pada tahap ini penderita tidak mengalami gangguan biokemis dan biasanya asimtomatik. 1,4 Tabel 2 : Pengukuran fungsi ginjal dan parameter untuk tahap penyakit ginjal kronis yang berbeda. Alba JC dkk. Dental Management in Renal Failure : .... Patients on Dialysis. Med Oral Ptol Oral Cir Bucal. 2008; 13 7:E419-26 Persentase Fungsi Filtrasi Glomerulus Pembuangan Kreatinin Serum Kreatinin Kreatinin Darah Kondisi Klinis 100 90-120mlmenit 0,5-1,3mgdL Normal 50 45-60mlmenit 1,3 mgdL Kompensasi ginjal 25-50 20-60mlmenit 1,3-2,5mgdL Manifestasi klinis ginjal kronis timbul 10-25 10-25mlmenit 2,5-10mgdL Kondisi klinis ginjal parah 10 10mlmin 10mgdL Hemodialisis Apabila nilai serum kreatinin adalah 10mgdL dan glomerulus filtration rate lebih rendah dari 15ml menit 1,73m 2 body surface area, maka seseorang individual itu diduga menderita penyakit ginjal kronis tahap 5. Pada tahap ini, penderita menjadi simptomatik dan akan diserang simtom uremik. 2,15

2.2.1.2 Berdasarkan Kebutuhan Renal Replacement Therapy

Pada penderita penyakit ginjal kronis dari tahap 1 sampai dengan tahap 4 disebut non dialysis dependant chronic kidney disease, yang pada dasarnya penderita tidak membutuhkan terapi hemodialisis dan transplantasi ginjal. 15 Universitas Sumatera Utara Penderita yang memasuki tahap 5 yaitu established chronic kidney disease wajib menjalani renal replacement therapy yang terdiri dari dialisis jangka panjang hemodialisis atau peritoneal dialisis bahkan sampai harus transplantasi ginjal. 1,3 Gambar 3 : Mekanisme hemod ialisis. Sumb er: Instala si Hemo dialisi s R.S.U. H.Ada m Malik, Medan . Universitas Sumatera Utara Gambar 4 : Aliran darah dari arteri penderita dan aliran darah yang ``````````````` siap didialisis kembali ke vena penderita. Sumber: ``` Instalasi hemodialisis R.S.U.H.Adam Malik, Medan Gambar 5 : Dialyzer. Sumber : Instalasi Hemodialisis ``````````````` R.S.U.H.Adam Malik, Medan

2.3 Epidemiologi

Universitas Sumatera Utara Prevalensi penyakit ginjal kronis di Indonesia mencapai 29,1 pada populasi yang berisiko tinggi seperti penderita hipertensi, diabetes dan proteinuria. Insidensi established chronic kidney disease mencapai 30,7 per juta populasi dan prevalensi pada 23,4 per juta populasi. Pada tahun 2006, terdapat 10,000 pasien yang menjalani hemodialisis. Masalah keuangan, tidak cukupnya fasilitas dialisis, dan kurangnya tenaga medis yang seringkali menjadi masalah utama dari ketidakberhasilan perkembangan terapi renal replacement di Indonesia. 7

2.4 Etiologi

Menurut data yang diperoleh dari United States Renal Data System report, pada persentase 44,4 dan 26,6, diabetes dan hipertensi dikategorikan sebagai 2 penyebab utama berkembangnya suatu penyakit ginjal ke tahapan terakhirnya atau tahapan 5. Sedangkan glomerulonefritis menduduki posisi ketiga dengan persentase 12,2 dari kasus established chronic kidney disease yang tercatat. Kondisi- kondisi yang jarang seperti systemic lupus erythematosus SLE dan uropati obstruktif menyebabkan 9,6 dari kejadian established chronic kidney disease. 4,13 Usia, ras, jenis kelamin dan riwayat keluarga turut tercatat sebagai faktor risiko. Usia rerata penderita established chronic kidney disease umumnya 61,1 tahun, dan 53,1 dari jumlah penderita established chronic kidney disease adalah laki-laki. Kejadian berdasarkan faktor risiko di atas dapat dijelaskan karena hipertensi dan diabetes membawa efek yang parah pada fungsi ginjal serta berlanjutnya kondisi kronis menjadi terminal. Penelitian yang baru Universitas Sumatera Utara juga menjelaskan kebiasaan merokok menambah risiko nefropati dan melipatkalikan progresi penyakit ginjal kronis ke tingkat terminal tahap 5. 7,10

2.5 Patofisiologi

Patofisiologi penyakit ginjal kronis amat kompleks. Apabila jaringan ginjal mengalami kerusakan, tekanan intraglomerular akan meningkat dan jaringan ginjal akan berkompensasi dengan hipertrofi glomerular untuk mengembalikan fungsi filtrasinya. Pada saat yang sama, permeabilitas glomerulus terhadap molekul makro seperti transforming growth factor- beta TGF-beta, fatty acid, pro-inflammatory markers of oxidant stress serta protein albumin akan meningkat. Peningkatan permeabilitas molekul menyebabkan toksisitas pada matriks mesangial yang kemudian dilanjutkan dengan inflamasi. 3,10 Menurut teori nefron utuh intact nephron theory , kehilangan fungsi ginjal normal terjadi akibat dari penurunan jumlah nefron yang berfungsi dengan tepat. Gambaran dari teori ini adalah bahwa keseimbangan antara glomerulus dan tubulus yang dipertahankan nilai jumlah nefron akan berkurang sampai menjadi tidak adekuat dalam mempertahankan keseimbangan homeostasis sehingga menyebabkan terjadinya gangguan fisiologis. Penyakit ginjal kronis akhirnya mempengaruhi semua sistem tubuh karena tidakmampuan ginjal melaksanakan fungsi metaboliknya dan untuk membersihkan toksin dari darah. 16 2.6 Manifestasi Penyakit Ginjal Kronis 2.6.1 Gejala Klinis Universitas Sumatera Utara Di Indonesia, masih ditemukan cukup banyak penderita dengan gejala klinis yang lanjut dan berat. Umumnya gejala baru timbul bila faal ginjal sudah terganggu sehingga ureum darah lebih dari 100-150 mldL. Pada penderita lanjut ditemukan keadaan umum pasien yang buruk, pucat, hiperpigmentasi kulit, mulut dan bibir yang kering, spasme otot, dan kesadaran menurun sehingga koma. 1 Tabel 3 : Gejala klinis penyakit ginjal kronis Proctor R dkk. Oral and Dental ...... Aspects of Chronic Renal Failure. J Dent Res. 2005;84-199 Sistem Gejala Hematologis Anemia akibat penurunan eritopoietin, disfungsi platelet, gangguan imunitas yang diperantarai sel Kardiovaskular Hipertrofi ventrikel kiri sekunder dari anemia hipertensi, gagal jantung, perikarditis, hipertensi, arteriosklerosis yang progresif Neurologis Konfusi, paranoid, apati, konvulsi, koma, neuropati perifer, twitching dan fasikulasi Gastrointestinal Serostomia, malodor, sialosis, anoreksia, sedakan, muntah, pendarahan gastrointestinal, konstipasi, esofagitis, gastritis, duodenitis, dan ulserasi peptik Dermatologis Pruritis, hiperpigmentasi kutan, hiperpigmentasi kuku Respiratori Infeksi, hiperventilasi, edema pulmonari Endokrin Disfungsi tiroid, penurunan sekresi hormon pertumbuhan, amenorrhea, oligomenorrhea, peningkatan luteinizing hormone dan follicle-stimulatory hormone, disfungsi seksual pada laki penurunan testosterone

2.6.2 Sindroma Uremik