commit to user
A. Sejarah Majalah Tempo
Tempo dilahirkan dari sebuah gagasan yang muncul dari para wartawan muda, pasca kejatuhan Presiden Soekarno, yaitu Goenawan Mohamad, wartawan
sekaligus penyair. Lalu, Fikri Jufri, seorang mahasiswa, yang bekerja di harian Pedoman. www.kopigrafika.com
Ia mencetuskan ide untuk membuat majalah mingguan berita model Time dan Newsweek yang beredar di Amerika. Setelah melalui serentetan
perundingan yang melelahkan, disepakati menerbikan majalah jenis baru itu, berupa majalah mingguan bergambar bernama Ekspres. Goenawan ditunjuk
sebagai pemimpin Redaksi, dan Fikri Jufri sebagai wakilnya Junaedhie, 1996 : 135-136.
Gagasan yang awalnya hanya sebuah impian itu mulai terealisasi setelah Goenawan dan kawan-kawan, menerbitkan majalah Ekspres yang dibiayai B.M
Diah, pemilik harian Merdeka yang pernah jadi duta besar Indonesia. www.kopigrafika.com
Pada bulan April 1969, nomor perdana majalah itu beredar. Tebalnya 34 halaman dicetak 20 ribu eksemplar. Kecuali gambar sampul, isi halaman
dalamnya dicetak hitam putih. Ekspres menggunakan Surat Ijin Terbit SIT No. 0933SKDir PPSIT1970 dan Surat Ijin Cetak SIC No. Kep. 040PCIV1970.
Rubrik-rubrik yang ditampilkan adalah Laporan Utama, Agama, Ekonomi, Film, Hiburan, Hukum dan Kriminalitas, Ilustrasi, Internasional, Kota dan Desa, Olah
Raga, Pendidikan, Pers, Pokok dan Tokoh, Seni dan Ilmu, dan lain-lain. Dengan demikian, seperti gambaram Goenawan sebelumnya, pola redaksional maupun
commit to user
tata muka majalah ini memang menghampiri pola Time atau Newsweek Junaedhie, 1996: 136.
Baru enam bulan berjalan, pada bulan Oktober, Goenawan dan Fikri Jufri diberhentikan oleh pemilik modal dari Ekspres. Alasannya karena ada konflik
internal dan perbedaan pendapat mengenai kepengurusan Persatuan Wartawan Indonesia PWI. Beberapa wartawan lain yang solider juga ikut keluar. Berita
eksodusnya Goenawan dan kawan-kawan dari Ekspres menjadi berita yang ramai. Kabar itu sampai juga ke telinga Ir. Ciputra, Ketua Yayasan Jaya Raya, penerbit
Majalah Djaja yang kemudian mengundang Goenawan ke kantornya. Disitu Ciputra membeberkan rancananya men-swasta-kan Djaja sekaligus menjaga
kemungkinan untuk menggabungnya dengan majalah baru yang direncanakannya berdasarkan konsep Goenawan Junaedhie, 1996: 137
Pertemuan Ciputra dengan Goenawan Mohamad tidak terlepas dari peran serta Harjoko Trisnadi dari majalah Djaja yang bertindak sebagai penghubung
diantara keduanya. Disamping Harjoko terdapat nama Bur Rasuanto yang sebelumnya bekerja di harian Indonesia Raya, ikut terlibat dalam usaha penerbitan
majalah baru tersebut. Untuk masalah perijinan penerbitan majalah baru, Bur harus menmendapatkan ijin dari pemerintah dan PWI. Bertolak belakang dari
perijinan dari pemerintah yang dengan mudah didapatkan perijinannya, Bur mengalami kesulitan mengantongi perijinan dari PWI Jakarta yang pada saat itu
diketuai oleh Marzuki Arifin. www.kopigrafika.com Mendengar nama Goenawan, Arifin langsung menolak. Tapi Bur tak
kehilangan akal. Ada pernyataan tertulis bahwa surat rekomendasi ternyata sah
commit to user
jika ditandatangani oleh salah satu jajaran ketua PWI. Kepada seorang temannya yang berasal dari Medan, dan kebetulan menjadi salah satu wakil ketua PWI Jaya,
Bur dengan mudah memperoleh izin tersebut. Setelah semua beres, akhirnya disepakati membentuk majalah baru yang diberi nama Tempo. Dengan demikian,
Tempo merupakan gabungan dari orang-orang majalah Djaja dengan mantan personel Ekspres. www.kopigrafika.com
Majalah baru ini dimodali Yayasan Jaya Raya sebesar Rp 20 Juta. Orang yayasan yang ditugaskan mengelola Tempo adalah Eric Samola, waktu itu pejabat
bagian humas PT Pembangunan Jaya. Goenawan Mohamad sebagai ketua dewan redaksi, Bur Rasuanto sebagai wakil ketua, dan Usamah sebagai redaktur
pelaksana. Christianto Wibisono, Fikri Jufri, Toeti Kakiailatu, Harjoko Trisnadi, Lukman Setiawan, Syubah Asa, Zen Umar Purba, Putu Wijaya, dan Isma Sawitri
duduk sebagai anggota dewan redaksi. www.kopigrafika.com Akhir Desember 1970, dengan rekomendasi Menlu Adam Malik, menpen
Budiardjo mengeluarkan SIT Tempo. Menyusul 12 Januari 1971, keluar SIC-nya. Pada Januari 1971 nomer perkenalan Tempo terbit dengan 18 halaman dan
dibagikan gratis. Dalam perwajahan, Tempo meniru Time, sesuatu yang tidak disebutkan pengelola Tempo bahwa mereka terpengaruh oleh majalah Amerika.
Bahkan kata Tempo dan Time berarti waktu, dan penggunaan kata waktu yang dengan segala variasinya lazim digunakan oleh banyak penerbitan. Persamaan
Tempo dan Time, terutama ketika Tempo menggunakan “bingkai merah” yang telah menjadi trademark Time, membuat Time menggugat Tempo pada tahun
1973 Steele, 2007: 60.
commit to user
Majalah Tempo Edisi 1 yang terbit setebal 52 halaman itu dijual Rp. 80 per eksemplar. Diluar dugaan, majalah yang dicetak 10 ribu eksemplar oleh PT
Dian Rakyat itu langsung ludes di pasaran. Dalam edisi 27 Maret 1977 Tempo berhasil mengungkapkan utang Pertamina sebesar 10 Milyar Dollar US. Prestasi
ini mendapat pujian dari surat kabar The Asian Street Journal, edisi 25 Mei 1977. Menurut koran itu Tempo memiliki penciuman berita yang tajam Junaedhie,
1996 : 141.
B. Pembreidelan Tempo