Ideologi Tempo DESKRIPSI LOKASI

commit to user Staff Redaksi: Adek Media, Anton Aprianto, Budi Riza, Dwijo U. Maksum, Muchamad Nafi, Nunuy Nurhayati, Ramidi, retno Sulistiyowati, Rini Kustiani, Rr Ariyani, Sapto Pradityo, Sunudyantoro, Yandi M. Rofiyandi. Reporter: Cheta Nilawaty, Erwin Dariyanto, Feri Firmansyah, Gunanto, Harun Mahbud, Nieke Idrieta, Ninin P. Damayanti, Oktamandjaya, Rudy Prasetyo, Suryani Ika Sari, Sutarto, Stefanus Teguh Edi Pramono, Yophiandi, Yuliawati. Desain Visual: Gilang Rahadian Kepala, Eko Punto Pambudi, Hendry Prakasa, Kendra H. Paramita, Kiagus Auliansyah, Aji Yuliarto. Tata Letak: Agus Darmawan Setiadi, Tri Watno Widodo. Fotografer: Bismo Agung Koordinator, Aryus P. Soekarno, Dimas Aryo. Redaktur Bahasa: uu Suhardi Kepala, Dewi Kartika Teguh W, Sapto Nugroho Dokumentasi dan Riset: Priatna, Ade Subrata. Alamat : Gedung Tempo, Jl. Proklamasi, No. 72 Jakarta 10320, Tlp 021-3916160 Faks. 021-3921947 Redaksi, Email: redtempo.co.id

G. Ideologi Tempo

Bukan hal baru jika tulisan di Tempo mengundang banyak kontroversi. Tempo yang bergerak di ranah Jurnalistik memilki definisi tersendiri tentang bagaimana mereka memposisikan dirinya terhadap suatu permasalahan. Berikut adalah Definisi Tempo yang di kutip Omi Intan Naomi dari Pariwara Tempo 1988: “Mengapa Tempo Menulis Ini dan Tak Menulis Itu? Tempo tidak mungkin menghidangkan setiap masalah tanpa memberi latar belakang. Tempo mencoba seobyektif mungkin. Tempo selalu mengambil jarak dengan masalah yang ditulis dan commit to user juga melihat kasus yang berkaitan dengan kejadian-kejadian lain. Tiap masalah harus dilihat dari berbagai segi. Untuk menyajikan sebuah berita, Tempo terlebih dahulu mengumpulkan informasi dari pelbagai pihak. Fakta-fakta itu dirapikan, kemudian dihidangkan kepada pembaca. Tempo jarang memberikan kesimpulan final, kami sadar, bahwa pembaca cukup arif dan kebenaran bukan merupakan monopoli penulis berita. Sebagai sebuah mingguan, tidak semua berita yang terbetik dapat anda baca di Tempo. Tempo harus menyaring, memilih yang penting. Kriteria seleksi yang utama adalah kehangatan berita, kemudian relevansinya dengan pembaca Tempo. Juga, apakah peristiwanya cukup besar. Tempo tidak mewakili suatu golongan, apalagi memperjuangkan golongan. Prinsip itulah yang merupakan beleid berita Tempo yang dengan sendirinya mewarnai penampilan rubrik-rubrik Tempo. Tempo Enak Dibaca dan Perlu” Omi Intan Naomi, 1996: 122 Dari paragraf tersebut mengisyaratkan bahwa Tempo tidak memihak satu golongan. Sedangkan mengenai ideologi yang diusung Tempo, Redaktur Utama Majalah Tempo Arif Zulkifli mengatakan: ”Kalau secara umum bisa saya jawab Tempo itu mengusung kebebasan, karena Tempo hidup dan bernafas di alam yang membutuhkan kebebasan, saya kira itu jelas sekali. Sehingga Tempo akan sangat kritis terhadap elemen-elemen yang berusaha memberangus kebebasan. Misalnya apa sih yang memberangus kebebasan, misal pelarangan Ahmadiyah, Tempo akan di depan untuk mengatakan tidak, Ahmadiyah adalah salah satu entitas dari bangsa ini yang butuh ruang juga, kita tidak bisa mengklain dia sesat sehingga harus diberangus, prinsip-prinsip Tempo selalu begitu. Pemberedelan kami juga tidak suka.” Satu hal yang sudah didengar berkali-kali oleh reporter adalah sikap Tempo terhadap amplop. Pendiri Tempo, Goenawan Mohamad, sering bergurau, “Jika ingin kaya raya, jangan menjadi wartawan.” Meski itu hanya gurauan, wartawan Tempo sudah tahu, mereka tak akan memiliki mobil Jaguar atau rumah mewah kecuali jika mereka ketiban warisan, menang lotre, atau kawin dengan commit to user orang kaya. Sejak awal pula, ketika para wartawan senior harus mengajar para calon reporter yang masih muda, hijau, bergelora, dan matanya berbinar seperti ingin menaklukkan duniaitu, kalimat pertama yang diucapkan para redaktur – dengan galak – adalah “Tempo mengharamkan amplop” Tempo, no 373520-26 Oktober 2008, hal 22 Dari kutipan diatas, dapat kita tarik kesimpulan dengan jelas bahwa pekerjaan media yang identik dengan pengaruhnya terhadap masyarakat tidak dapat dihindari lagi penuh dengan intervensi dari luar. Dengan mengharamkan budaya Amplop ini, Tempo bermaksud untuk mencegah adanya “tainted news” atau berita yang sudah ternoda. Untuk menunjukkan keseriusan perang terhadap Amplop, sejak tahun 1980-an, Tempo sudah membuat sistem pengembalian amplop dengan menyediakan formulir pengembalian amplop dan bingkisan. Tak ketinggalan pula aspek cover both side, subjektivitas dan obyektivitas yang dijunjung oleh Tempo. Wartawan Tempo memang dituntut cover both sides, tapi dalam hal objektivitas Tempo menganut prinsip “ritual strategis objektivitas”. Prinsip itu mengacu pada misi Tempo yakni “menegakkan keadilan”, sehingga walaupun angle berita yang dipilih dan narasumber yang dipilih adalah berdasarkan subjektivitas namun itu adalah ritual demi terciptanya keadilan yang objektif. Sejak terbit satu dasawarsa silam, jurnalisme Tempo adalah jurnalisme investigasi. Menyajikan kabar di balik warta, dengan mengintip dan membongkar apa yang selama ini disembunyikan dari mata publik, sejak awal sudah ditahbiskan menjadi nilai lebih dari media ini. Pada tiap edisi, mantra di ruang commit to user redaksi adalah “lebih dalam, lebih baru, lebih penting”. Inilah cap dagang yang diniatkan menjadi pembeda Tempo dengan media lain di Indonesia. Tempo, no 373520-26 Oktober 2008, hal 48 Berangkat dati kutipan diatas, bukan menjadi sesuatu yang kebetulan jika kemudian laporan utama Tempo edisi pertama setelah pembreidelan mengangkat isu pemerkosaan perempuan Tiong Hoa pada kerusuhan yang membakar Jakarta pada Mei 1998. Sebuah topik yang sangat kontroversial pada masa itu karena banyak orang bertanya-tanya tentang kebenaran terjadi pemerkosaan massal pada hari-hari menjelang kejatuhan Soeharto itu. Belum lagi ditambah dengan edisi kedua Tempo pasca pembreidelan. Laporan utama pada edisi ini mengangkat topik skandal pembelian 39 kapal bekas Jerman Timur. Pengangkatan isu ini sebagai liputan utama menjadi sesuatu yang kontroversial bagi Tempo sendiri karena sebagai mana kita tahu, empat tahun sebelumnya Tempo di breidel oleh pemerintah karena mengangkat topik tersebut. commit to user

BAB III PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

Dokumen yang terkait

ANALISIS ISI TEMA LAPORAN UTAMA PADA MAJALAH TEMPO ( Studi Analisis Isi Tema-Tema Laporan Utama Majalah Tempo Periode Januari 2011 – Juni 2011 ).

0 2 71

ANALISIS ISI TEMA LAPORAN UTAMA PADA MAJALAH TEMPO (Studi Analisis Isi Tema - Tema Laporan Utama Majalah Tempo Periode Juli 2010 – Desember 2010).

0 2 91

Pemaknaan karikatur “Artalyta Suryani” Pada Cover Majalah Tempo (Studi semiotik Terhadap Cover Majalah Tempo Edisi Januari 2010). SKRIPSI.

2 9 79

REPRESENTASI SIKAP NEGATIF JAKSA AGUNG HENDARMAN PADA ILUSTRASI COVER MAJALAH TEMPO (Studi Semiotika Terhadap Representasi Sikap Negatif Jaksa Agung Pada Ilustrasi Cover Majalah Tempo edisi 2-8 Agustus 2010).

2 6 88

Pemaknaan Cover Majalah TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 9 – 15 Agustus 2010).

2 4 79

ANALISIS ISI TEMA LAPORAN UTAMA PADA MAJALAH TEMPO ( Studi Analisis Isi Tema-Tema Laporan Utama Majalah Tempo Periode Januari 2011 – Juni 2011 )

0 0 17

Pemaknaan Cover Majalah TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 9 – 15 Agustus 2010).

0 1 19

REPRESENTASI SIKAP NEGATIF JAKSA AGUNG HENDARMAN PADA ILUSTRASI COVER MAJALAH TEMPO (Studi Semiotika Terhadap Representasi Sikap Negatif Jaksa Agung Pada Ilustrasi Cover Majalah Tempo edisi 2-8 Agustus 2010)

0 0 21

KATA PENGANTAR - Pemaknaan karikatur “Artalyta Suryani” Pada Cover Majalah Tempo (Studi semiotik Terhadap Cover Majalah Tempo Edisi Januari 2010). SKRIPSI

0 0 17

ANALISIS ISI TEMA LAPORAN UTAMA PADA MAJALAH TEMPO (Studi Analisis Isi Tema - Tema Laporan Utama Majalah Tempo Periode Juli 2010 – Desember 2010)

0 0 25