REPRESENTASI SIKAP NEGATIF JAKSA AGUNG HENDARMAN PADA ILUSTRASI COVER MAJALAH TEMPO (Studi Semiotika Terhadap Representasi Sikap Negatif Jaksa Agung Pada Ilustrasi Cover Majalah Tempo edisi 2-8 Agustus 2010).

(1)

Edisi 2-8 Agustus 2010)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pada FISIP UPN “Veteran” Jawa Timur

Oleh :

DWIMAS GITA HERMEIYANTO

NPM. 07403010319

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”


(2)

REPRESENTASI SIKAP NEGATIF JAKSA AGUNG PADA ILUSTRASI COVER MAJALAH TEMPO

(Studi Semiotika Terhadap Representasi Sikap Negatif Jaksa Agung Pada Ilustrasi Cover Majalah Tempo edisi 2-8 Agustus 2010)

Disusun Oleh: Dwimas Gita Hermeiyanto

NPM. 07 43010 319

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi Mengetahui,

PEMBIMBING UTAMA

Dra.Sumardjijati, M.Si. NIP. 19620323 199309 2001

Mengetahui,

D E K A N

Dra Hj. Suparwati, M.Si. NIP.19550718 198302 2001


(3)

Disusun Oleh: Dwimas Gita Hermeiyanto

NPM. 07 43010 319

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada tanggal 03 Desember 2010

PEMBIMBING TIM PENGUJI 1.Ketua

Dra.SUMARDJIJATI,M.Si. Dra.SUMARDJIJATI,M.Si. NIP. 196203231993092001 NIP. 196203231993092001

2. Sekretaris

Drs.KUSNARTO,M.Si NIP. 195808011984021001 3. Anggota

Dra.DYVA CLARETTA,M.Si NPT. 366019400251

Mengetahui, DEKAN

Dra Hj. Suparwati, M.Si NIP.19550718 198302 2001


(4)

ALHAMDULILAH, Segala puji syukur atas kehadirat ALLAH SWT, penulis panjatkan karena dengan limpahan rahmat, karunia serta hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Representasi Sikap Negatif Jaksa Agung Pada Ilustrasi Cover Majalah Tempo” dapat penulis susun dan selesaikan dengan baik

Skripsi ini diharapkan dapat berguna dalam mengembangkan wawasan dan sebagai proses pembelajaran kepada mahasiswa, sehingga dapat mempersiapkan dan menganalisa dengan mengacu pada teoritis dari disiplin ilmu yang didapat di bangku kuliah.

Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis juga menerima bantuan dari berbagai pihak, baik itu berupa moril, spiritual maupun materiil. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Teguh Suedarto, MP, sebagai Rektor UPN”Veteran “ Jawa Timur 2. Dra. Suparwati, M.Si, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)

UPN “Veteran” Jatim.

3. Juwito, S.Sos, M.Si, sebagai Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UPN “Veteran” Jatim.

4. Drs. Syaifuddin Zuhri, M.Si sebagai Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UPN “Veteran” Jatim.

5. Dra. Sumardjijati. M.Si, selaku Dosen Pembimbing penulis. Terima kasih telah meluangkan waktunya untuk memberikan nasehat serta motivasi kepada penulis.


(5)

Sendari terima kasih atas kesabaran, perhatian,kasih sayang, serta doa-doa yang tiada hentinya dalam mendidik dan membimbing Dwimas sampai seperti sekarang ini dan untuk selamanya.

8. Kakak dan Adikku, Adit dan Angga yang selalu menghibur dan memberikan semangat selama proses penulisan skripsi ini.

9. Wasisna Dinaryanti Putri yang sudah memberi semangat dukungan dan motivasi saat mengerjakan penulisan skripsi ini.

10. Buat dulur-dulur X-PHOSE semuanya yang memberikan semangat, dukungan, dan berkat kalian saya medapatkan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

11. Anak-Anak Rea-Reo yang selalu memberi kegilaan.

12. Anak kost, Nanang, Risky, Kikik, Anjaz, Reza, Sandy, Herman, Yoga yang terus bersama berjuang di kota orang untuk mewujudkan mimpi kita.

13. Teman-teman angkatan 2007, Dewi, Marlin, Rio, Meta, Tata, dll. yang berjuang bersama menyelesaikan skripsi. Maupun buat teman-teman yang masih dalam proses dan masih berjuang, makasih doanya

14. Teman-teman The Brader Kediri di Surabaya Abraham, Arianto, Egy, Ari, Janggi makasih doa dan dukungannya selama ini.

15. Seluruh INTERNISTI dan PERSIKMANIA dimanapun berada.

16. Seluruh pihak yang tak dapat penulis sebutkan atas keterbatasan halaman ini, untuk segala bentuk bantuan yang diberikan, penulis ucapkan terima kasih.


(6)

sebab itu, kritik maupun saran selalu penulis harapkan demi tercapainya hal terbaik dari skripsi ini. Besar harapan penulis, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat sekaligus menambah pengetahuan bagi berbagai pihak. Amin.

Surabaya, November, 2010

Penulis


(7)

LEMBAR PERSETUJUAN DAN

PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ……… ii

HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN SKRIPSI ……….. iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

ABSTRAKSI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Kegunaan Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori ... 9

2.1.1. Majalah Sebagai Media Massa ... 9

2.1.2. Majalah... ... 10

2.1.3. Ilustrasi Cover... 11

2.1.4. Komunikasi Visual... 13


(8)

2.1.7. Font.……… 16

2.1.8.1 Jenis Font……… 18

2.1.8.2 Karakteristi Jenis Font………... 19

2.1.8. Pemaknaan Warna……….. 22

2.1.9. Kejaksaan Indonesia……… 25

2.1.10. Jaksa Agung……… 27

2.1.11. Pengertian Sikap……… 28

2.1.12. Arti Kecoa……….. 30

2.1.13. Definisi Sampah dan tempat Sampah……….. .. 31

2.1.14. Definisi Sapu dan Sepatu……….. ... 34

2.1.15. Definisi Karpet... 34

2.1.16. Pendekatan Semeotika……….. . 36

2.1.17. Semiotika Charles S. Pierce……….. . 38

2.2. Kerangka Berpikir... 40

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian ... 43

3.2. Korpus ... 44

3.3. Unit Analisis ... 44

3.3.1. Ikon (icon)………... 45

3.3.2. Indeks (index)……… . 45

3.3.3. Simbol(symbol)………. 46


(9)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian dan Penyajian Data…….. 51

4.1.1 Ilustrasi Cover Majalah Tempo……… .... 51

4.1.2. Majalah Tempo ... 52

4.2. Penyajian Data ... 54

4.3. Ilustrasi Cover Majalah Tempo Berdasarkan Metode Semiotik Charles Sanders Pierce ... 55

4.4 Pemaknaan Terhadap Ilustrasi Cover Majalah Tempo Edisi 2-8 Agustus... 59

4.4.1 Ikon ... 59

4.4.2 Indeks ... 60

4.4.3 Simbol ... 63

4.5. Makna Keseluruhan Representasi Sikap Negatif Jaksa Agung Pada Ilustrasi Cover Depan Majalah Tempo Edisi 2-8 Agustus 2010 dalam Model Triangel of Meaning Pierce ... 68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan... 72


(10)

LAMPIRAN ... 76


(11)

Gambar 2. Model Kategori Tanda Oleh Pierce ... 40 Gambar 3. Analisi Semiotik Charles Sander Pierce ... 42 Gambar 4. Hubungan ketiga elemen Pierce pada

Ilustrasi Cover Majalah Tempo ... 56 Gambar 5. Hubungan analisis Semiotik Charles Sander Pierce


(12)

Halaman Lampiran 1. Ilustrasi cover Majalah Tempo Edisi 2-8 Agustus 2010 ... ... 76


(13)

Semiotika Terhadap Representasi Sikap Negatif Jaksa Agung Pada Ilustrasi Cover Majalah Tempo edisi 2-8 Agustus 2010)

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui representasi sikap negatif Jaksa Agung Hendarman pada ilustrasi cover majalah Tempo edisi 2-8 Agustus 2010.

Landasan teori yang digunakan dalam penelitia ini antara lain: teori segitiga makna Charles Sanders Pierce, Ilustrasi Cover, Kartun dan Karikatur, Pengertian sikap, Representasi, Komunikasi Visual, Semiotika. Sumber atau teori tersebut digunakan sebagai dasar atau acuan dalam pembahasan penelitian.

Korpus dalam penelitian ini adalah ”Sikap Negatif Jaksa Agung” dalam ilustrasi cover ”Kasus SISMINBAKUM: Ada Apa dengan Hendarman” pada cover majalah Tempo edisi 2-8 Agustus 2010. Tentang sikap negatif Jaksa Agung Hendarman dalam menangani kasus SISMINBAKUM. Analisis semiotik ini menggunakan pendekatan semiotika model Charles Sanders Pierce. Dengan Menggunakan model semiotik dari Pierce. Sistem tanda (gambar,warna, perilaku non verbal dan atribut pendukung) atau digunakan sebagai indikator pengamatan dalam penelitian kualitatif secara deskriptif pada ilustrasi cover, yang mengkategorikan tanda tersebut menjadi ikon, indeks dan simbol

Dari hasil interpretasi, maka representasi sikap negatif Jaksa Agung pada ilustrasi cover majalah Tempo edisi 2-8 Agustus adalah membentuk makna semiotik representasi sikap negatif seorang Jaksa Agung Hendarman dalam menjalankan tugasnya sebagai Jaksa Agung. Adapun hubungan sebab akibat diantara seluruh obyek dalam ilustrasi cover majalah Tempo edisi 2-8 Agustus ini adalah penanganan kasus SISMINBAKUM yang ditangani Jaksa Agung tidak menggunakan tindakan sesuai dengan hukum dan undang-undang yang berlaku, sehingga dapat meresahkan masyarakat.

 


(14)

1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Kehadiran media massa terutama media cetak merupakan penanda awal dari kehidupan modern sekarang ini. Pesan melalui media cetak diungkapkan dengan huruf-huruf dan baru menimbulkan makna apabila khalayak berperan secara aktif. Karena itu berita, tajuk rencana, artikel, dan lain-lain, pada media cetak harus disusun sedemikian rupa, sehingga mudah dicerna oleh khalayak. Kelebihan media cetak lainya, adalah media ini dapat dikaji ulang, didokumentasiakan, dan dihimpun untuk kepentingan pengetahuan, serta dapat dijadikan bukti otentik yang bernilai tinggi. (Effendy, 2000 : 313-314).

Media massa seperti media cetak, selain memberikan informasi juga sebagai alat kritik sosial. Kritik sosial sebenarnya bagaian yang sangat penting dalam kemajuan jalannya pemerintahan, karena kritik menciptakan cambuk bagi pemerintahan agar mampu dan sebisa mungkin mengerti apa yang diinginkan masyarakat terhadap pemerintahan, lewat karikatur media cetak yang diproduksi para desaigner media dalam hal ini majalah. Kritik sosial seringkali ditemui di dalam berbagai media cetak, seperti surat kabar, majalah dan tabloid. Kesalahan yang dilakukan oleh pemerintah akan segera dapat diketahui. (Wujaya, 2004:4)

Pada saat ini Kejaksaan banyak disorot oleh masyarakat, dikarenakan kinerja kejaksaan semakin buruk. Kejaksaan yang berfungsi sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut untuk lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi


(15)

manusia, serta pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Sedangkan pada kenyataannya kinerja kejaksaan dinilai berbanding terbalik dengan fungsi dan tugasnya.

Kejaksaan R.I. merupakan suatu lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara, khususnya di bidang penuntutan. Sebagai badan yang berwenang dalam penegakan hukum dan keadilan, Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung yang dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, dan Kejaksaan Negeri merupakan kekuasaan negara khususnya dibidang penuntutan, dimana semuanya merupakan satu kesatuan yang utuh yang tidak dapat dipisahkan.

Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung yang membawahi enam Jaksa Agung Muda serta 31 Kepala Kejaksaan Tinggi pada tiap provinsi. UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia juga mengisyaratkan bahwa lembaga Kejaksaan berada pada posisi sentral dengan peran strategis dalam pemantapan ketahanan bangsa. Karena Kejaksaan berada di poros dan menjadi filter antara proses penyidikan dan proses pemeriksaan di persidangan serta juga sebagai pelaksana penetapan dan keputusan pengadilan. Sehingga, Lembaga Kejaksaan sebagai pengendali proses perkara (Dominus Litis), karena hanya institusi Kejaksaan yang dapat menentukan apakah suatu kasus dapat diajukan ke Pengadilan atau tidak berdasarkan alat bukti yang sah menurut Hukum Acara Pidana.

Kejaksaan juga merupakan satu-satunya instansi pelaksana putusan pidana (executive ambtenaar). Selain berperan dalam perkara pidana, Kejaksaan juga


(16)

memiliki peran lain dalam Hukum Perdata dan Tata Usaha Negara, yaitu dapat mewakili Pemerintah dalam Perkara Perdata dan Tata Usaha Negara sebagai Jaksa Pengacara Negara. Jaksa sebagai pelaksana kewenangan tersebut diberi wewenang sebagai Penuntut Umum serta melaksanakan putusan pengadilan, dan wewenang lain berdasarkan Undang-Undang.(www.kejaksaan.go.id)

Kejaksaan sekarang telah di cap sebagai tempat makelar hukum. Praktek KKN yang melibatkan anggota kejaksaan semakin merajalela. Seperti kasus yang masih hangat diperbincangkan saat ini adalah kasus Jaksa Agung Hendarman Supanji yang menangani kasus SISMINBAKUM (Sistem Administrasi Badan Hukum).( http://tempointeractive.com).

Kasus SISMINBAKUM yang telah merugikan negara sampai Rp 450 miliyar ini sebenarnya sudah lama terjadi sejak tahun 2008, dan perkaranya sudah terselesaikan. Kejaksaan Agung pada saat itu menetapkan Zulkarnain Yunus, yang sudah mantan Dirjen AHU dan penggantinya, Syamsuddin Manan Sinaga, sebagai tersangka. Tetapi ternyata kasus itu berbuntut panjang, karena terdapat bukti-bukti baru dan menyeret beberapa nama baru seperti Yusril Ihza Mahendra dan Hartono Tanoesoedibjo sebagai tersangka. Pada saat Kejaksaan mulai menyidangkan masalah ini, ternyata publik dihebohkan dengan sikap Jaksa Agung Hendarman yang tindakannya dinilai tidak benar. Yaitu ketika anak buahnya, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Muhammad Amari melakukan pertemuan dengan Hary Tanoesodibjo yang merupakan adik dari tersangka Hartono Tanosoedibjo. Dalam pertemuan itu membahas masalah penjajakan kemungkinan penyelesaian kasus kakaknya di luar pengadilan dengan tersangka mau membayar Rp. 1 triliyun


(17)

sebagai uang . Hal ini dianggap menyalahi aturan hukum. Bukannya memberi sanksi pada anak buahnya yang salah, Jaksa Agung Hendarman hanya memperingatkan Jaksa Muda Muhammad Amari untuk tidak mengulanginya lagi. Padahal dalam kasus tersebut Amari jelas salah dengan melanggar peraturan internal yang telah dikeluarkan oleh Jaksa Agung Hendarman pada 15 April 2008, yang isinya pada butir satu tentang setiap jaksa dilarang menerima tamu yang berhubungan dengan suatu perkara. Ketidak tegasan Jaksa Agung Hendarman ini membuat sebagian besar media elektronik memberi perhatian dengan memberitakan kasus tersebut. Hal ini juga diulas oleh majalah Tempo edisi 2-8 Agustus.

Peneliti meanaruh perhatian terhadap ilustrasi cover depan majalah Tempo edisi 2-8 Agustus 2010. Karena pada cover tersebut mengangkat isu yang sedang meresahkan masyarakat. Tentang tindakan Jaksa Agung Hendarman Supandji menangani kasus korupsi SISMINBAKUM (Sistem Administrasi Badan Hukum). Diketahui bahwa terjadi pertemuan antara Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Muhammad Amari dan pengusaha Hary Tanoesoedibjo yang merupakan adik dari tersangka kasus korupsi SISMINBAKUM Hartono Tanoesoedibjo. Hal inilah yang menghebohkan masyarakat, karena kejaksaan dinilai melakukan pelanggaran karena bertemu dengan orang yang sedang beperkara. Tapi Jaksa Agung Hendarman Supandji menyatakan tidak ada yang salah dalam pertemuan itu. Bahkan tidak ada sanksi tegas untuk Amari. Dari kasus tersebut membuat banyak pemberitaan tentang Jaksa Agung Hendarman dalam menyelesaikan kasus SISMINBAKUM, salah satunya diberitakan dengan cara yang unik melalui karya


(18)

karikatur. Dalam setiap gambar yang muncul (melalui karikatur) memiliki pengertian yang berbeda-beda, sehingga akan memunculkan makna dibalik pemberitaan tersebut. Oleh karena itu para desaigner-desaigner dari berbagai media massa menyampaikan pesan atau pemberitaan sebuah informasi yang salah satunya melalui karikatur tersebut.

Selain itu peneliti ingin meneliti ilustrasi cover tersebut karena pada ilustrasi cover “Ada Apa Dengan Hendarman” pada majalah Tempo edisi 2-8 Agustus dirasa sangat menarik. Dimana pada ilustrasi cover tersebut Sosok tersebut sangat berbeda dengan sosok Jaksa Agung yang sebenarnya. Jaksa Agung yang merupakan penuntut umum tertinggi yang memimpin dan mengawasi para jaksa dalam menjalankan tugasnya. Jaksa agung dapat mengesampingkan suatu perkara, jaksa agung dapat bermusyawarah dengan pejabat tinggi terkait seperti kepala kepolisian RI, Menteri, dan Presiden. Pada ilustrasi cover tersebut sosok Jaksa Agung digambarkan Jaksa Agung Hendarman yang sedang duduk kecapekan. Dengan posisi tangan kanan membasuh muka dengan handuk kecil dan tangan sebelah kiri memegang sapu, sapu tersebut terlihat dihinggapi seekor kecoa. Terdapat pula sampah yang dibuang di bawah karpet ruang kerjanya, pada sampah tersebut terdapat foto Hary Tanoesoedibjo selaku adik dari tersangka kasus SISMINBAKUM Hartono Tanoesoedibjo. Dan terdapat pula tempat sampah yang kosong dengan posisi terjatuh. Sedangkan pada background terdapat rak buku yang tersusun rapi. Serta dominan warna orange.

Peneliti memilih majalah Tempo karena merupakan salah satu majalah mingguan yang pada umumnya meliput berita dan politik. Pada majalah Tempo,


(19)

terdapat rubrik opini yang menyesuaikan isu-isu hanagat tentang politik yang masih banyak dibicarakan oleh masyarakat luas, salah satunya tentang koruptor. Dengan adanya penyampaian pesan lewat karikatur akan didapatkan persepsi yang berbeda-beda dari khalayak sasaran yang memaknainya. Selain itu di majalah Tempo edisi 2-8 Agustus 2010 mengangkat masalah Jaksa Agung Hendarman Supanji dalam menyelesaikan masalah SISMINBAKUM yang dianggap melakukan pelanggaran.

Tempo merupakan salah satu majalah yang terkenal dengan pesan-pesannya yang kritis ini lebih banyak menyajikan topik-topik dalam bidang sosial politik dalam setiap kali penerbitannya. Akibat kekritikannya tersebut Majalah Tempo juga pernah dibredel pada tahun 1982 dan 1994 namun hal ini tidak membuat Tempo terus tenggelam. Dengan semangatnya untuk memperjuangkan kebebasan Pers, Tempo berhasil bangkit dan menerbitkan kembali sirkulasinya pada tahun 1998 dan berhasil menjadi pemimpin untuk iondustri penerbitan di Indonesia serta diterbitkan dengan skala nasional atau beredar diseluruh Indonesia (www.tempointeractive.com).

Melalui pendekatan teori semiotika diharapkan ilustrasi cover mampu diklasifikasikan berdasarkan tanda-tanda visual dan kata-kata yang terkandung didalamnya. Oleh karena itu, pembahasan ini menggunkan kajian kritis yang bertujuan untuk mengungkap makna dan simbol-simbol yang ada (Sobur,2006:132).

Penelitian ini menggunkan pendekatan semiotik, yaitu studi tentang tanda yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungan dengan tanda-tanda


(20)

lain, pengiriman dan penerimaannya oleh mereka yang menggunakannya. Selain itu peneliti juga menggunakan warna sebagai acuan untuk penelitian, karena memiliki makna yang bermacam-macam.

Dengan menggunakan metode semiotik dari Charles Sanders Pierce, maka tanda-tanda pada gambar ilustrasi tersebut dapat dilihat dari jenis tanda yangdigolongkan dalam semiotik, yaitu ikon, indeks dan simbol. Dari interpretasi tersebut, maka dapat diungkapkan muatan pesan yang terkandung dalam ilustrasi cover depan majalah Tempo edisi 2-8 Agustus 2010.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah dalam penulisan ini adalah :

“Bagaimana representasi sikap negatif Jaksa Agung pada ilustrasi cover majalah Tempo edisi 2-8 Agustus 2010”

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui representasi sikap negatif Jaksa Agung pada ilustrasi cover majalah Tempo edisi 2-8 Agustus 2010.


(21)

1.4 Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan teoritis, memberikan makna pada tanda dan lambang yang terdapat dalam objek untuk memperoleh hasil dari interpretasi data mengenai pemaknaan pada ilustrasi cover majalah Tempo dengan menggunakan metode semiotik Pierce.

2. Kegunaan praktis, untuk mengetahui penerapan tanda studi semiotik, sehingga dapat memberi masukan bagi para pembaca majalah mengenai representasi sikap negatif Jaksa Agung Hendarman pada ilustrasi cover majalah Tempo edisi 2-8 Agustus 2010.


(22)

9

KAJIAN PUSTAKA

2.1Landasan Teori

2.1.1Majalah Sebagai Media Massa

Berbeda dengan surat kabar, majalah telah jauh lebih menspesialisasikan produknya untuk menjangkau konsumen tertentu. Umumnya setiap majalah mempunyai pembaca jauh lebih sedikit dibanding pembaca surat kabar, namun memiliki pasar yang mengelompok. Usia majalah juga jauh lebih panjang dari surat kabar. Majalah memiliki kedalaman isi yang jauh berbeda dengan surat kabar yang hanya menyajikan berita. Disamping itu, majalah menemani pembaca dengan menyajikan cerita atas berbagai kejadian dengan tekanan unsur menghibur atau mendidik.

Jenis-jenis majalah itu sendiri dapat dibedakan atas dasar frekuensi penerbitan dan khalayak pembaca. Sedangkan frekuensi penerbitan di Indonesia pada umumnya terbit mingguan, bulanan, dua kali sebulan, tiga kali sebulan dan bahkan ada pula yang terbit triwulanan.

Klasifikasi majalah menurut khalayak pembaca umumnya dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Majalah Konsumen

Yakni majalah yang diarahkan pada para konsumen yang akan langsung membeli barang-barang konsumsinya. Majalah-majalah jenis ini dijual secara eceran, langganan, dan di toko-toko buku.


(23)

2. Majalah Bisnis

yakni majalah yang ditujukan untuk kepentingan kalangan bisnis. 3. Majalah Pertanian

yakni majalah yang ditujukan kepada para petani atau peminat dibidang pertanian atau perkebunan.

Pembaca majalah dapat diklasifikasikan menurut segmen-segmen demografis, misalnya majalah anak-anak, remaja, pria, wanita, wanita dewasa ataupun pria dewasa, dan secara geografispsikografis dan segi kebijakan editorial. Dari segi kebijakan editorial dapat dibedakan antara Majalah Berita (Tempo, Editor), Majalah Umum (Intisari), Wanita (Femina, Kartini), Bisnis (Swasembada, Warta Ekonomi) dan Spesial Interest (ASRI) dan lain-lain.

Majalah sebagai media massa tidak melepaskan konsekuensinya sebagaii alat yang ampuh untuk menyebarkan informasi, edukasi dan budaya. Dari media itu kita bisa tahu mengenai apa yang wajar atau disetujui, apa yang salah dan apa yang benar, apa yang semestinya diharapkan sebagai individu, kelompok atau bangsa lain. Majalah memang dianggap sebagai media massa, meskipun demikian masih tercatat ada ratusan majalah khusus (spesial interest magazine), yang masing-masing ditujukan untuk khalayak yang memiliki perhatian dan gaya hidup khusus (Shimp, 2003:517).

2.1.2 Majalah

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, majalah adalah terbitan berkala yang isinya meliputi berbagai liputan jurnalistik, informasi yang patut diketahui


(24)

oleh konsumen pembaca, artikel, sastra dan sebagainya yang menurut kala terbitnya dibedakan atas majalah bulanan, majalah tengah bulan, majalah mingguan dan sebagainya.

Majalah lazimnya berjilid, sampul depannya berupa ilustrasi foto, gambar atau lukisan tetapi dapat pula berisi daftar isi atau artikel utama serta kertas yang digunakan lebih mewah dari surat kabar. Majalah sebagai salah satu bentuk dari media massa yang sangat perlu diperhatikan keheterogenan pembaca yang berita bacaannya ditujukan untuk umum dan ditulis oleh beberapa orang dengan bahasa yang populer sehingga mudah dipahi oleh masyarakat.

Menurut Junaedhi (1991:54), dilihat dari isinya majalah dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

a. Majalah Umum

Majalah yang memuat karangan-karangan, pengetahuan umum, komunikasi yang menghibur, gambar-gambar, olahraga, film dan seni.

b. Majalah Khusus

Majalah yang hanya memuat karangan-karangan mengenai bidang-bidang khusus seperti majalah keluarga, politik, dan ekonomi.

2.1.3 Ilustrasi Cover

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian ilustrasi adalah gambar (foto, lukisan) untuk membantu memperjelas isi suatu buku, majalah, karangan dan dapat pula berupa gambar, desain atau diagram untuk penghias halaman cover.


(25)

Sesuai dengan pengertian tersebut maka ilustrasi cover adalah sebuah gambar atau lukisan dan tulisan yang dipergunakan untuk menghiasi sebuah majalah, sekaligus sebagai media untuk memperjelas pandangan dan penilaian dari pihak tim kreatif suatu majalah akan fenomena kehidupan.

Dengan adanya ilustrasi berupa gambar pada cover, khalayak atau pembaca diharapkan tertarik dan tergugah untuk mengetahui pesan, sesuai dengan yang diharapkan. Melalui ilustrasi, khalayak dapat lebih mudah mendapatkan pemahaman serta lebih kaya lagi terhadap ide-ide yang terdapat pada isi majalah tersebut.

Gambar adalah lambang lain yang digunakan dalam berkomunikasi non-verbal, gambar dapat digunakan untuk menyatakan suatu pikiran atau perasaan.

Gambar merupakan salah satu wujud lambang atau bahasa visual yang didalamnya terkandung sruktur rupa seperti garis, warna dan komposisi. Keberadaannya dikelompokkan dalam kategori bahasa komunikasi non-verbal, ia dibedakan dengan bahasa verbal yang berwujud tulisan atau ucapan. Gambar banyak dimanfaatkan sebagai lambang visual pesan guna mengefektifkan komunikasi (http://puslipetra.ac.id/journal/desai).

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka ilustrasi majalah sangat berperan dalam mengefektifkan komunikasi, karena ilustrasi merupakan sebuah proses komunikasi dimana, terdapat informasi atau pesan yang sengaja digunakan oleh komunikator (ilustrator) untuk disampaikan atau ditransmisikan kepada komunikan (khalayak atau pembaca) dengan menggunakan bahasa.


(26)

2.1.4 Komunikasi Visual

Sejak awal sejarah terjadinya manusia di alam raya ini, komunikasi antar manusia adalah bagian penting dalam komunikasi. Komunikasi visual yang dalam bentuk kehadirannya seringkali perlu ditunjang dengan suara, pada hakikatnya dalah suatu bahasa, lembaga atau kelompok mayarakat tertentu kepada yanag lain (Pirous dlam Tinaburko, 2003:31-32).

Sebagai bahasa, maka efektivitas penyampaian pesan tersebut menjadi pemikiran utama seorang pendesain komunikasi visual. Komunikasi visual sebagai suatu sistem pemenuhan kebutuhan manusia di bidang informasi visual melalui lambang-lambang kasat mata, dewasa ini mengalami perkembangan pesat. Hampir disegala sektor kegiatan, lambang-lambang atau simbol-simbol visual hadir dalam bentuk gambar, sistem tanda , corporate identity, sampai berbagai display produk dipusat pertokoan dengan aneka daya tarik.

Gambar merupakan salah satu wujud lambang atau bahasa visual yang di dalamnya terkandung struktur rupa, seperti: garis, warna dan komposisi.

Keberadaannya dikelompokkan dalam kategori bahasa komunikasi non-verbal, ia dibedakan dengan bahasa verbal yang berwujud tulisan maupun ucapan. Di dalam rancanagan grafis yang kemudian berkembang menjadi desain komunikasi visual banyak manfaatnya daya dukung gambar sebagai gambar sebagai lambang visual pesan guna mengefektifkan komunikasi. Upaya pendayagunaan lambang-lambang visual berangkat dari premis (dasar pemikiran) bahwa bahasa visual memiliki karakteristik yang bersifat khas bahkan sangat


(27)

istimewa untuk menimbulkan efek tertentu pada pengamatnya. Hal demikian ada klanya sulit dicapai bila diungkapkan dengan bahasa verbal.

Maka dalam berkomunikasi diperlukan sejumlah pengetahuan yang memadai seputar siapa publik yang dituju dan bagaimana cara sebaik-baiknya berkomunikasi dengan mereka. Semakin baik dan lengkap pemahaman kita terhadap hal-hal tersebut maka akan semakin mudah untuk menciptakan bahasa yang komunikatif (Hadi dalm Tinaburko, 2003:32-33).

2.1.5 Representasi

Representasi adalah konsep yang mempunyai beberapa pengertian. Ia adalah proses sosial dari ”representing”. Ia juga produk dari proses sosial ”respresenting”. Representasi merujuk baik pada proses maupun produk dari pemaknaan suatu tanda. Representasi juga bisa berarti proses perubahan konsep-konsep ideologi yang abstrak dalam bentuk-bentuk yang kongkret. Jadi, pandangan-pandangan hidup kita tentang perempuan, anak-anak, atau laki-laki misalnya, akan mudah terlihat dari cara kita memberi hadiah ulang tahun kepada teman-teman kita yang laiki-laki, perempuan dan anak-anak. Begitu juga dengan pandangan-pandangan hidup kita terhadap cinta, perang, dan lain-lain akan tampak dari hal –hal yang praktis juga. Representasi adalah konsep yang digunakan dalam proses sosial pemaknaan melalui sistem penandaan yang tersedia: dialog, tulisan, video, film, fotografi, kartun, dan sebagainya. Secara ringkas, representasi adalah produki makna melalui bahasa.


(28)

Menurut Stuart Hall (1997), representasi adalah salah satu praktek penting yang memproduksi kebudayaan. Kebudayaan merupakan konsep yang sangat luas, kebudayaan merupakan konsep yang sangat luas, kebudayaan menyangkut ’pengalaman berbagi”. Seseorang dikatakan berasal dari kebudayaan yang sama jika manusia-manusia yang ada disitu membagi pengalaman yang sama, membagi kode-kode kebudayaan yang sama, berbicara dalam bahasa yang sama, dan salaing berbagi konsep yang sama.

Bahasa adalah medium yang menjadi perantara kita dalam memaknai sesuatu, memproduksi dan mengubah makna. Bahasa mampu melakukan semua ini karena ia beroprasi sebagai sistem representasi. Lewat bahasa (simbol-simbol dan tanda tertulis, lisan, atau gambar) kita sesuatu hal yang sangat tergantung dari cara kita ”mempresentasikannya” Dengan mengamati kata-kata yang kita gunakan dan imej-imej yang kita gunakan dalam mempresentasikan sesuatu bisa terlihat jelas nilai-nilai yang kita berikan pada sesuatu tersebut.

2.1.6 Relasi Politik Dengan Hukum

Hukum dibuat dengan mempertimbangkan adanya kepentingan untuk mewujudkan nilai-nilai keadilan. Ciri-ciri hukum mengandung perintah dan larangan, menurut kepatuhan dan adanya sangsi, hukum yang berjalan akan menciptakan ketertiban dan keadilan di masyarakat. Sebagai salah satu kaidah yang dipositifkan secara resmi oleh penguasa negara, hukum adalah sebuah produk dari kegiatan politik, yang dapat terbaca dari konteks dan kepentingan yang melahirkan hukum itu dan bgaimana hukum tersebut dijalankan, kaidah


(29)

hukum dibuat untuk memberikan sangsi secara langsung yang didasarkan pada tindakan nyata atas apa yang disepakati sebagai bentuk-bentuk pelanggaran berdasarkan keputusan politik.

Dengan dasar di atas, maka dapat disimpukan keadilan akan dapat terwujud apabila aktifitas politik yang melahirkan produk-produk hukum memang berpihak pada nilai-nilai keadilan itu sendiri. Terlepas dari proses kerjanya lembaga-lembaga hukum harus bekerja keras secara independent untuk dapat memberikan kepastian dan perlindungan hukum, dasar dari pembentukan hukum itu sendiri yang dilakukan oleh lembaga-lembaga politik juga harus mengandung prinsip-prinsip membangun supremasi hukum berkeadilan.

2.1.7 Font

Pada dasarnya huruf memiliki energi yang dapat mengaktifkan gerak mata. Energi ini dapat dimanfaatkan secara positif apabila dalam penggunaanya senangtiasa diperhatikan kaidah-kaidah estetikanya, kenyamanan keterbacaanya, serta interaksi huruf terhadap ruang dan elemen-elemen visual di sekitarnya.

Huruf atau biasa juga dikenal dengan istilah “font” atau “typeface” adalah salah satu elemen terpenting dalam desain grafis karena huruf merupakan sebuah bentuk yang universal untuk menghantarkan bentuk visual yang dibunyikan sebagai kebutuhan komunikasi verbal. Lewat kandungan nilai fungsional dan nilai estentiknya, huruf memiliki potensi untuk menterjemahkan atmofir-atmofir yang tersirat dalam sebuah komunikasi verbal yang dituangkan melalui abstraksi bentuk-bentuk visual.


(30)

Setiap bentuk dan huruf dalam sebuah alfabet memiliki keunikan fisik yang menyebabkan mata kita dapat membedakan antara huruf ‘m’ dengan ‘p’ atau ‘C’ dengan ‘Q’. Sekelompok pakar psikologi dari Jerman dan Austria pada tahun 1900 memformulasikan sebuah teori yang dikenal dengan teori Gestalt. Teori ini berbasis pada ‘pattern seeking’ dalam perilaku manusia. Salah satu hukum persepsi dari teori ini membuktikan bahwa untuk mengenal atau ‘membaca’ sebuah gambar diperlukan adanya kontras antara ruang positif yang disebut dengan figure dan ruang negative yang disebut dengan ground.

Pada dasarnya setiap huruf terdiri dari kombinasi berbagai guratan garis (strokes) yang terbagi menjadi dua, yaitu guratan garis dasar (basic stroke) dan guratan daris sekunder (secondary stroke). Apabila ditinjau dari sudut geometri, maka garis dasar yang mendominasi struktur huruf dalam alfabet dapat dibagi menjadi 4 kelompok besar, yaitu:

1. Kelompok garis tegak-datar; EFHIL

2. Kelompok garis tegak-miring; AKMNVZXYW 3. Kelompok garis tegak-lengkung; BDGJPRU 4. Kelompok garis lengkung; COQS

Huruf memiliki dua ruang dasar bila ditinjau dalam hukum persepsi dari teori Gestalt, yaitu figure dan ground. Apabila kita menelaah keberadaan ruang negatif dari seluruh huruf maka secara garis besar dapat dipecah menjadi tiga kelompok, yaitu:

1. Ruang negatif bersudut lengkung; BCDGOPQRSU 2. Ruang negatif bersudut persegi empat, EFHILT


(31)

3. Ruang negatif beruang persegi tiga, AKMNVWXTZ

4. Perhitungan tinggi fisik huruf memiliki azas optikal-matematis, dalam pengertian bahwa dalam prhitungan angka, beberapa huruf dalam alfabet memiliki tinggi yang berbeda-beda, namun secara optis keseluruhan huruf tersebut terlihat sama tinggi. Huruf yang memiliki bentuk lengkung dan segitiga lancip pada bagian teratas atau terbawah dari badan huruf akan memiliki bidang lebih dibandingkan dengan huruf yang memiliki bentuk bundar. Apabila beberapa huruf tersebut dicetak secara berdampingan akan tercapai kesamaan tinggi secara optis.

([IMG]http://i21.photobucket.com/albums/b266/ritchienedhansel/Untitled. png)

2.1.7.1 Jenis –Jenis Font

Font terbagi dalam 4 jenis, yaitu Sherif, Sans Serif, Script dan Decotative. Masing-masing font memiliki karakteristik tersendiri dan kegunaannya masing-masing juga berbeda.

1. Serif : huruf yang memiliki kait/serif (sedikit menjoroj keluar) pada bagian ujung atas atau bawahnya. Huruf Sanserif (tanpa kait), tidak memiliki kait/hook, hanya terdiri dari batang dan tangki. Contoh Times, Souvenir, Palatino.

2. Sans Serif : huruf yang tidak memiliki kait/serif pada ujung atas maupun bawahnya. Jadi huruf ini tdiak memiliki sirip pada ujung hurufnya dan memiliki ketebalan huruf yang sama atau hampir sama. Kesan yang


(32)

ditimbulkan oleh jenis ini adalah modern, kontemporer dan efisien. Contoh : Arial, Tohoma, Helvetica, Futura

3. Script : huryf yang bentuknya mempunyai tulisan tangan manusia. Huruf Script menyerupai goresan tangan yang dikerjakan dengan pena, kuas atau pensil tajam dan biasanya miring ke kanan. Kesan yang ditimbulkannya adalah sifat pribadidan akrab. Contoh: Commercial Script, Sheley Volante, English Vivance, Brush Script.

4. Decorative: huruf yang tidak termasuk ke dalam klasifikasi di atas. Huruf jenis ini adalah pengembangan dari bentuk-bentuk yang sudah ada. Ditambah hiasan dan ornamen, atau garis-garis dekoratif. Kesan yang dimiliki adalah dkoratif dan ornamental. Huruf Dekoratif setiap huruf dibuat secara detail, komplek dan rumit, contoh canteburry, Augsburger

Dalam pemilihan jenis huruf atau karakter huryf, yang senangtiasa harus diprthatikan adalah karakter produk yang akan ditonjolkan dan juga karakter segmen pasarnya, agar pesan dapat disampaikan secara efektif dan diterima oleh masyarakat.

2.1.7.2 Karakteristik Jenis Font

Ada beberapa jenis font dan karakteristiknya. Natara font satu dengan font yang lain sangat berbeda, seperti contohnya:

1. Times New Roman

Karakter jenis Time New Roman cenderung menciptakan kesan yang lebih serius, paling mudah dibaca untuk volume type yang


(33)

besar, kecepatan dan keakuratan membaca akan jauh lebih tinggi, terbukti kebanyakan buku dan surat kabar menggunkan type ini karena lebih jelas dan paling umum untuk digunakan sebagai headline dan judul. Karakteristik Times termasuk tipe transsisional, tingkat kontrasnya perbedaan ketebalan antara stroke yang tebal dan tipis cukup tinggi. Time New Roman adalah jenis serif yang sering anda lihat di surat kabar atau majalah. Font ini didesain untuk kemudahan membaca pada media cetak, demikian juga pada layar monitor. Selain itu font ini digunakan untuk tulisan resmi dan sudah umum digunakan untuk membuat tulisan resmi ketik komputer. Hurufnya jelas, tidak ribet dan jelas dibaca.

2. Arial

Adalah jenis huruf sans serif yang sering digunakan dalam Web. Terlihat lebih sederhana dan lebih mudah dibaca pada berbagai ukuran. Ada beberapa kekurangan pada font ini, salah satunya adalah sulitnya membedakan antara huruf i capital dan L kecil (I dan I). Biasanya digunakan untuk menulis dokumen-dokumen resmi dan surat kabar. Font ini bersifat resmi dan ukurannya besar dan jelas. (http://en.wikipediaa.org/wiki/Arial)

3. Verdana

Verdana dibuat khusus agar sebuah teks dapat ibaca dengan mudah dan jelas walauoun dengan ukuran yang cukup kecil. Hal ini dapat terjadi karena font verdana di desain mempunyai jarak antara huruf


(34)

yang melebihi font Sans Serif, sehingga lebih mudah dibaca. Vernada juga sering dipiliholeh web designers yang ingin menulis teks dengan jumlah yang cukup banyak di dlam space yang cukup kecil.font ini cukup mudah dibaca karena ukurannya memang lebih besar dari pada font yang lain.

4. Snap ITC

Jenis huruf ini memiliki nilai seni yang tinggi karena jenis huruf ini sering digunakan dalam pembuatan stiker, pamflet ataupun brosur yang lainnya. Bentuk huruf yang ini sangatlah bagus dan cocok untuk keperluan hiburan misalnya saja dalam pendkorasian ataupun undangan yang sifatnya kurng resmi. Jenis huruf seperti yang tidak formal ini cocok digunakan unuk mendesain berbagi keperluan. 5. Comic Sans

Huruf ini mempunyai karakteristik informal sehingga terkesan bersahabat, namun jarang dipegunakan di web karena di anggap kurang profesional dan tidak formal.

Pemakaian jenis font yang tepat dapat membantu desain menjadi lebih menyatu dan lebih cepat mengkomunikasikan maksud dari desain. Misalnya, pada desain brosur kecantikan, kita menggunakan font yang tipis dan luwes, sesuai dengan kepribadian target market yang dituju, yaitu wanita.

Jenis font bisa di ibaratkan jenis suara yang berbicara pada desain. Font dengan gya tebal akan terasa seperti suara lelaki dan bersuara berat. Font berbentuk kaku dan kotak-kotak akn terasa seperti robot atau mesin


(35)

yangberbicara, dan seterusnya. Masing-masing font mempunyai jenis suara tersendiri. (http://id.wikipedia.org/wiki/huruf_digital_(font))

2.1.8 Pemaknaan Warna

Para teoritis bahasa mengemukakan kata memiliki makna majemuk. Setiap kata dari kata-kata, seperti: merah, kuning, hitam, dan putih memiliki makna konotatif yang berlainan. Dalam Roget’s Thesaurus, seperti dikutip Mulyana (2003, 260-261), terdapat kira-kira 12 sinonim untuk kata hitam, dalam beberapa kepercayaan warna-warna seperti warna hitam hitam dan abu-abu memiliki asosiasi yang kuat dengan bahasa, hitam tidak dapat dipisahkan dari halyang bersifat buruk dan negatif, misal: daftar hitam, dunia hitam, dan kambing hitam.

Sedangkan terdapat sinonim untuk kata putih, dan semua bersifat positif. Warna putih kebalikan dari warna hitam, putih mewakili sesuatu yang menyenangkan dan mencerminkan segala sesuatu yang bersifat kebaikan, seperti:murni, bersih, suci. Jadi kata hitam umumnya berkonotasi negatif dan warna putih berkonotasi positif (Sobur, 2001:25).

Warna mampu memberikan pemaknaan tentang suatu hal, misalkan warna merah berarti bisa api atau darah, dibeberapa kata merah darah lebih tua dibandingkan merah itu sendiri, namun di beberapa bahasa kata merah digunakan pada saat bersamaan menjadi merah darah. Karena unsur-unsur tersebut, merah dapat diartikan sebagai hasrat yang kuat dalam hubungannya dengan ikatan, kebenaran dan kejayaan, namun tak jarang pula warna merah diartikan sebagai suatu kebencian dan dendam tergantung dari segi intuasi.(Mulyana, 2003:376).


(36)

Warna menurut Hoed dan Beny Hoendoro 1992. Dalam bukunya ”periklanan” memiliki beberapa makna dalam menunjang kegiatan periklanan karena perpaduan dan kombinasi warna yang menarik akan mempunyai niali ketertariakn tersendiri dibenak khalayak, diantaranya:

1. Merah

Merah merupakan warna power, energi, kehangatan, cinta, nafsu, agresif, bahaya, kekuatan, kemauan, eksentrik, aktif, bersaing, warna ini memberikan pengaruh berkemauan keras dan penuh semangat. Sering juga diapresiasikan untuk menunjuk emosi atau debaran jantung

2. Orange

Orange merupakan warna energi, keseimbangan, kehangatan, antusiasme, perluasan, pencapaian bisnis, karir, kesuksesan, keadilan, penjualan, persahabatan, daya tahan, kegembiraan, tekanan sosial, modal kecil, ketertarikan dan independent, ketidak-tahuan, melempem, keunggulan, kerahasiaan.

3. Kuning

Warna kuning bersifat menonjol, semangat, untuk maju dan toleransi tinggi. Pengaruh warna ini antara lain riang, dermawan, dan sukses. Kuning adalah warna yang berkesan optimis, dan termasuk pada golongan warna yang mudah menarik perhatian.


(37)

4. Merah Muda

Merah muda berarti memiliki asosiasi yang kuat dengan citra, kegembiraan dan kesenangan. Ikatan antara merah dan kehidupan memiliki peranan yang penting dalam kebudayaan di bumi

5. Hijau

Hijau melambangkan alami, sehat, keberuntungan, pembaharuan, warna bumi, penyembuhan fisik, kesuksesan materi, kesuburan, keajaiban, tanaman dan pohon, pertumbuhan, kebangkitan, kesegaran, rujukan, kokoh, tegak, mempertahankan miliknya, keras kepala.

6. Biru

Biru melambangkan kepercayaan, konservatif,, keamanan,, teknologi,

kebersihan, keteraturan, komunikasi, peruntungan yang baik, kebijkan, cinta, kesedihan, kestabilan, ketenangan, persahabatan, kepercayaan diri, kesadaran, pesan, ide. Warna biru dapat membuat orang lebih konsentrasi

7. Abu-abu

Abu-abu melambangkan intelek, masa depan, kesedihan, keamanan, rebilitas, kepandaian, tenang, serius, kesederhanaan, kedewasaan, praktis, bosan, profesional, diam, kualitas.

8. Putih

Putih melambangkan posesif, ketetapan, ketidak bersalahan, steril, mati, kedamaiaan, pencapaian tertinggi, kebersihan, keperawanan, lugu, murni, ringan, netral, cahaya, persatuan, kesempurnaan.


(38)

9. Hitam

Hitam melambangkan power, seksualitas, kecanggihan, kematian, misteri, ketakutan, kesedihan, perlindungan, pengusiran, sesuatu yang negatif, mengikat, kekayaan, perasaan yang dalam, kejahatan, formalitas. 10. Unggu/Jingga

Unggu /jingga memiliki makna spiritual, misteri, kebangsawanan, tranformasi, kekasaran, pengaruh, pandangan ketiga, pengetahuan yang tersembunyi, telepati, imajenasi, intuisi, mimpi, kekayaan, feminim, artistik, kuno dan romantik.

11. Cokelat

Warna cokelat adalah warna yang terkesan paling dekat dengan bumi sehingga membuat kita merasa dekat. Cokelat bisa menjadi sumber energi yang

konstan, serta membuat kita kuat, dan juga memberikan rasa nyaman dan hangat.

2.1.9 Kejaksaan Indonesia

Kejaksaan R.I. merupakan suatu lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara, khususnya di bidang penuntutan. Sebagai badan yang berwenang dalam penegakan hukum dan keadilan, Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung yang dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, dan Kejaksaan Negeri merupakan kekuasaan negara khususnya dibidang penuntutan, dimana semuanya merupakan satu kesatuan yang utuh yang tidak dapat dipisahkan.


(39)

Mengacu pada Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 yang menggantikan UU No. 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan R.I., Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut untuk lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Di dalam UU Kejaksaan yang baru ini, Kejaksaan RI sebagai lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan harus melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya secara merdeka, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya (Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004).

Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung yang membawahi enam Jaksa Agung Muda serta 31 Kepala Kejaksaan Tinggi pada tiap provinsi. UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia juga mengisyaratkan bahwa lembaga Kejaksaan berada pada posisi sentral dengan peran strategis dalam pemantapan ketahanan bangsa. Karena Kejaksaan berada di poros dan menjadi filter antara proses penyidikan dan proses pemeriksaan di persidangan serta juga sebagai pelaksana penetapan dan keputusan pengadilan. Sehingga, Lembaga Kejaksaan sebagai pengendali proses perkara (Dominus Litis), karena hanya institusi Kejaksaan yang dapat menentukan apakah suatu kasus dapat diajukan ke Pengadilan atau tidak berdasarkan alat bukti yang sah menurut Hukum Acara Pidana.

Kejaksaan juga merupakan satu-satunya instansi pelaksana putusan pidana (executive ambtenaar). Selain berperan dalam perkara pidana, Kejaksaan juga


(40)

memiliki peran lain dalam Hukum Perdata dan Tata Usaha Negara, yaitu dapat mewakili Pemerintah dalam Perkara Perdata dan Tata Usaha Negara sebagai Jaksa Pengacara Negara. Jaksa sebagai pelaksana kewenangan tersebut diberi wewenang sebagai Penuntut Umum serta melaksanakan putusan pengadilan, dan wewenang lain berdasarkan Undang-Undang.(www.kejaksaan.go.id)

2.1.10Jaksa Agung

Dilingkungan masyarakat, dalam organisasi formal maupun nonformal selalu ada seseorang yang dianggap lebih dari yang lain. Seseorang yang memiliki kemampuan lebih tersebut kemudian diangkat atau ditunjuk sebagai orang yang dapat dipercaya untuk mengatur orang lain. Biasanya orang seperti itu disebut pemimpin.(Veitzal Rivai, 2004:1)

Seperti halnya di dalam Kejaksaan, Kejaksaan dipimpin oleh seorang Jaksa Agung. Jaksa Agung merupakan penuntut umum tertinggi yang memimpin dan mengawasi para jaksa dalam menjalankan tugasnya. Jaksa agung dapat mengesampingkan suatu perkara, jaksa agung dapat bermusyawarah dengan pejabat tinggi terkait seperti kepala kepolisian RI, menteri, dan presiden. Adapun yang menjadi tugas dan wewenang jaksa agung adalah:

1. Menetapkan dan mengendalikan kebijakan penegakan hokum dan keadilan

2. Mengkoordinasikan penanganan perkara pidana tertentu dengan intitusi terkait berdasarkan UU yang pelaksanaanya ditetapkan oleh presiden


(41)

3. Mengajukan kasasi demi kepentingan hokum kepada Mahkamah Agung dalam perkara pidana, perdata, dan tat usaha negara.

4. Mengajukan pertimbangan hukum kepada Mahkamah Agung dalam pemeriksaan kasasi perkara pidana.

5. Menyampaikan pertimbangan kepada Presiden mengenai permohonan grasi dalam hukuman mati

6. Mencegah atau melarang seseorang untuk masuk atau meninggalkan wilayah negara Republik Indonesia karena terlibat dalam perkara pidana.(www.kejaksaan.go.id)

2.1.11Pengertian Sikap

Sikap adalah suatu kecenderungan untuk memberikan reaksi yang menyenangkan, tidak menyenangkan atau netral terhadap suatu objek atau sebuah kumpulan objek. Sikap relatif menetap, berbagai studi menunjukkan bahwa sikap kelompok cenderung dipertahankan dan jarang mengalami perubahan (Rakhmat, 2001:39). Dapat dipahami setiap manusia dilingkupi dengan masalah-masalah yang mengharuskan memiliki sikap. Sikap dikatakan sebagai respon yang akan timbul bila individu dihadapkan pada stimulus yang menghendaki timbulnya reaksi individu. Respon yang timbul terjadi sangat evaluatif berarti bentuk respon yang dinyatakan sebagai sikap itu didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan nilai terhadap stimulus dalam bentuk baik buruk, positif atau negatif, menyenangkan atau tidak menyenangkan, suka atau


(42)

tidak suka, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap (Rakhmat, 2001:40).

Sikap terbentuk dengan adanya pengalaman dan proses belajar. Dengan adanya pendapat seperti ini maka mempunyai dampak terapan, yaitu bahwa berdasarkan pendapat tersebut bisa disusun berbagai upaya (pendidikan, komunikasi, dan lain sebagainya) untuk mengubah sikap seseorang (Rakhmat, 2001:42).

Pada hakekatnya sikap merupakan suatu interealisasi dari berbagai komponen, dimana komponen-komponen terebut ada tiga (3), yakni:

1. Komponen Kognitif

Yaitu komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan atau informasi yang dimiliki seseorang tentang objyek sikapnya. Dari pengetahuan ini kemudian akan terbentuk suatu keyakinan tentang sikap tersebut.

2. Komponen Afektif

Yaitu yang berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang. Jadi, sifatnya evaluatif yang berhubungan erat dengan nilai-nilai kebudayaan atau sistem nilai yang dimilikinya.

3. Komponen Konatif

Yaitu merupakan kesiapan seseorang bertingkah laku yang berhubungan dengan objek sikapnya (Mar’at dalam Dayakisni, 2003:96).

Apabila dikaitkan dengan tujuan komunikasi yang terpenting adalah bagaimana caranya agar suatu pesan (isi atau komentar) yang disampaikan oleh komunikator tersebut mampu menimbulkan dampak atau efek tertentu pada komunikan. Adapun dampak yang ditimbulkan tersebut diklasifikasikan menurut kadarnya, yaitu:


(43)

1. Dampak Kognitif

Yaitu dampak yang timbulpada komunikan yang menyebabkan seseorang menjadi tahu. Disini pesan yang disampaikan komunikator ditujukan kepada pikiran si komunikan. Dengan perkataan lain, tujuan komunikator hanyalah berkisar pada upaya mengubah pikiran dari komunikan, ap yang diketahui, dipahami atau dipersepsi oleh komunikan tersebut.

2. Dampak Afektif

Dampak Afektif kadarnya lebih tinggi kadarnya daripada dampak kognitif. Disini tujuan komunikator bukan hanya sekedar supaya komunikan tahu, tetapi juga tergerak hatinya. Misalnya perasaan takut, gembira, marah dan lain sebagainya.

3. Tampak Behavioral

Merupakan dampak yang kadarnya paling tinggi, yaitu dampak yang timbul pada komunikan dalam bentuk perilaku, tindakan dan kegiatan (Rahmat, 2005:219).

2.1.12Arti Kecoak

Kecoak atau coro adalah insekta dari ordo Blattodea yang kurang lebih terdiri dari 3.500 spesies dalam 6 familia. Kecoak terdapat hampir di seluruh belahan bumi, kecuali di wilayah kutub. (http://www.wikipedia.com)

Serangga yang cukup disegani dan ditakuti oleh banyak orang disegala penjuru dunia. Kecoa diyakini sebagai salah satu binatang / hewan tertua di dunia yang berasal dari zaman purba. Kecoak terdapat di berbagai penjuru dunia (kecuali kutub) karena memiliki kemampuan serta desain tubuh yang tahan


(44)

terhadap berbagai kondisi serta mampu bergerak dengan lincah. Kecoak memiliki banyak jenis dan macamnya yang mencapai ribuan spesies.

Kecoak suka bersarang dan menetap di tempat lembab, gelap dan kotor seperti di got, di sampahan, di bawah lemari, di atap rumah, dan sebagainya. Karena kaki serta badannya yang kotor maka kecoak bisa mendatangkan serta menularkan penyakit pada makhluk hidup termasuk manusia.

Warnanya coklat, tapi ada juga yang warnanya putih gelap (albino kali), hitam bercorak kuning, dan sebagainya. Yang pasti warna itu terkesang kotor dan menjijikan siapa saja yang melihatnya. (http://organisasi.org)

2.1.13 Definisi Sampah dan Tempat Sampah

Sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga untuk maksud biasa atau utama dalam pembikinan atau pemakaian barang rusak atau bercacat dalam pembikinan manufaktur atau materi berkelebihan atau ditolak atau buangan. (Kamus Istilah Lingkungan, 1994).

Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah merupakan didefinisikan oleh manusia menurut derajat keterpakaiannya, dalam proses-proses alam sebenarnya tidak ada konsep sampah, yang ada hanya produk-produk yang dihasilkan setelah dan selama proses alam tersebut berlangsung. Akan tetapi karena dalam kehidupan manusia didefinisikan konsep lingkungan maka Sampah dapat dibagi menurut jenis-jenisnya. Jenis sampah dapat dibedakan menurut bentuk dan sifatnya. Menurut sifatnya sampah dibedakan menjadi dua yaitu samapah yang dapat diurai


(45)

(organik) dan sampah yang tidak dapat diurai (anorganik). Sedangkan pada jenis bentuknya, sampah dibedakan menjadi 2, yaitu:

1. Sampah padat

a. Sampah padat adalah segala bahan buangan selain kotoran manusia, urine dan sampah cair. Dapat berupa sampah rumah tangga: sampah dapur, sampah kebun, plastik, metal, gelas dan lain-lain. Menurut bahannya sampah ini dikelompokkan menjadi sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik Merupakan sampah yang berasal dari barang yang mengandung bahan-bahan organik, seperti sisa-sisa sayuran, hewan, kertas, potongan kayu dari peralatan rumah tangga, potongan-potongan ranting, rumput pada waktu pembersihan kebun dan sebagainya.

2. Sampah cair

Sampah cair adalah bahan cairan yang telah digunakan dan tidak diperlukan kembali dan dibuang ke tempat pembuangan sampah.

Sampah dapat berada pada setiap fase materi: padat, cair, atau gas. Ketika dilepaskan dalam dua fase yang disebutkan terakhir, terutama gas, sampah dapat dikatakan sebagai emisi. Emisi biasa dikaitkan dengan polusi.

Dalam kehidupan manusia, sampah dalam jumlah besar datang dari aktivitas industri (dikenal juga dengan sebutan limbah), misalnya pertambangan, manufaktur, dan konsumsi. Hampir semua produk industri


(46)

akan menjadi sampah pada suatu waktu, dengan jumlah sampah yang kira-kira mirip dengan jumlah konsumsi. (http://id.wikipedia.org/wiki/Sampah) Sedangkan tempat sampah adalah tempat untuk menampung sampah secara sementara, yang biasanya terbuat dari logam atau plastik. Di dalam ruangan, tempat sampah umumnya disimpan di dapur untuk membuang sisa keperluan dapur seperti kulit buah atau botol. Ada juga tempat sampah khusus kertas yang digunakan di kantor. Beberapa tempat sampah memiliki penutup pada bagian atasnya untuk menghindari keluarnya bau yang dikeluarkan sampah. Kebanyakan harus dibuka secara manual, namun saat ini sudah banyak yang menggunakan pedal untuk memudahkan membuka tutup tempat sampah.Tempat sampah dalam ruangan umumnya dilapisi kantong untuk memudahkan pembuangan sehingga tidak perlu memindahkan tempat sampah ketika sudah penuh, cukup dengan membawa kantong yang melapisi tempat sampah lalu menggantinya dengan yang baru. Hal ini memudahkan pembuangan sampah. Beberapa tempat umum seperti taman memiliki tempat sampah yang ditempatkan di sisi sepanjang jalan yang secara frekuentif dapat ditemukan di sisi sepanjang jalan. Hal ini untuk menghindari kebiasaan membuang sampah sembarangan yang dapat mengganggu keindahan dan kesehatan lingkungan serta etika sosial. (http://id.wikipedia.org/wiki/Sampah)

2.1.14Definisi Sapu dan Sepatu

Sapu adalah salah satu alat pembersih yang terdiri dari bagian serat atau serabut kaku dan biasanya terpasang atau terikat kepada suatu pegangan


(47)

silindris. Selain itu menurut kamus besar bahasa Indonesia sapu merupakan alat rumah tangga dibuat dr ijuk (lidi, sabut, dan lai-lain) yang diikat menjadi berkas, diberi bertangkai pendek atau panjang untuk membersihkan debu, sampah, dan lain-lain. Bentuk sapu hampir selalu mengalami perubahan mulai dari bahan ranting-ranting pohon hingga seikatan serat-serat alami. Pada mulanya, sapu memiliki bentuk bulat, bentuk yang mudah dibuat tapi kurang efisien untuk melakukan pembersihan. Sapu dapat diikatkan ke sebuah pegangan, baik yang pendek untuk pembersih debu, maupun panjang untuk menyapu lantai atau perapian.( ht t p:/ / id.wikipedia.org/ wiki/ Sapu)

Selain berfungsi untuk melindungi kaki, sepatu juga membuat penampilan kita menjadi lebih rapi dan enak dipandang. Sepatu merupakan suatu jenis alas kaki (footwear) yang biasanya terdiri bagian-bagian sol, hak, kap, tali, dan lidah. Pengelompokkan sepatu biasanya dilakukan berdasarkan fungsinya, seperti sepatu resmi (pesta), sepatu santai (kasual), sepatu dansa, sepatu olahraga, dan sepatu kerja. (http://id.wikipedia.org/wiki/Sepatu)

2.1.15Definisi Karpet

Karpet atau permadani adalah salah satu karya seni bernilai tinggi yang berkembang pesat sejak era kejayaan Islam sampai sekarang. Keindahan permadani yang diciptakan para seniman di dunia Islam telah membuat takjub peradaban Barat. Betapa tidak. karpet yang telah dikuasai masyarakat Muslim di masa kekhalifahan itu kerap disebut sebagai puncak karya seni, sampai menjamur


(48)

ke negara barat. Karpet sendiri dibedakan menhjadi 4 kelas, adapun kelas tersebut adalah :

1. Kelas Atas : Karpet yang memiliki ketebalan kurang lebih 1,5cm dengan corak timbul pada masing-masing lekukan gambarnya, seperti corak abstrak, simple dan minimalis dengan berkesan mewah.

2. Kelas Menengah : Karpet yang memiliki ketebalan kurang lebih 1cm, memiliki kualitas lebih baik daripada karpet kelas biasa.

3. Kelas Biasa : Karpet yang memiliki ketebalan kurang lebih 1cm, teksturnya agak kasar jika dibandungkan dengan karpet kelas menengah. 4. Karpet Karet : Karpet yang memiliki ketebalan karpet < 1cm dan bagian

bawah karpet memakai bahan karet. Karpet karet sangat cocok untuk anak-anak karena tidak mudah bergeser bila dibuat arena bermain karena tekstur karetnya yang sangat kuat menempel dilantai, apalagi dengan corak warna yang disukai mereka. Hanya saja perawatan karpet karet harus lebih extra karena tidak boleh lembab. Hati-hati juga dalam mencuci karpet ini cukup disikat yang bagian depanya saja agar awet karena sering kali bagian bawah akan cepat rusak apabila ikut disikat. (http://www.sumberkarpet.com)


(49)

2.1.16Pendekatan Semiotika

Kata ”Semiotika” yang berarti tanda. Semiotika sendiri berasal dari studi klasik dan skolastik atas seni logika, retorika, dab poetika. Semiotik adalah cabang sebuah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang tanda. Tanda terdapat dimana-mana. ”kata” adalah tanda, demikian gerak isyarat, lalu lanpu lintas, bendera dan sebagainya. Struktur karya sastra, struktur film , bangunan atau nyanyian burung dapat dianggap sebagai tanda. Segala sesuatu dapat dijadiakan tanda, tanda-tanda tersebut menyampaikan informasi baik secara verbal maupun non-verbal sehingga bersifat komunikatif. Hal tersebut memunculkan suatu proses pemaknaan pemaksaan oleh peneriam tanda akan makana informasi atau pesan dari pengiriman pesan. Semeotika merupakan cabang ilmu yang semula berkembang dalam bahasa. Dalam perkembangannya klemudian semeotika masuk dalam semua segi kehidupan manusia. Derinda (dalam Kurniawan, 2008:34) memiliki pendapat bahwa tidak ada sesuatupun di dunia ini sepenting bahasa.”there is nothing outside language:. Bahasa dalam hal ini dibaca sebagai ”teks” atau ”tanda”. Dalam konteks ini tanda memerankan penting dalam kehidupan umat manusia sehingga: ”manusia yang tak mampu mengenali sebuah tak akan bertahan hidup” (Widagdo dalam Kurniawan, 2008). Charles Sanders Pierce merupakan ahli filsafat dan ahli terkemuka dalam semiotik a modem Amerika menegaskan bahwa, manusia dapat berfikir dengan sarana tanda dan manusia hanya dapat berkomunikasi dengan sarana tanda. Tanda yang dapat dimanfaatkan dalam seni rupa berupa tanda visual yang bersifat non-verbal, terdiri dari unsur dasar berupa seperti garis, warna, bentuk, tekstur, komposisi dan


(50)

sebagainya. Tanda-tanda bersifat verbal adalah objek yng dilukiskan seperti objek mnusia, binatang, alam, imajinasi, atau hal-hal abstrak lainya. Apapun alasanya untuk berkarya, karyanya adalah hal yang kasat mata. Karena itu secara umum bahasa digunakan untuk merangkul segala yang kasat mata dan merupakan media antara perupa (seniman) dengan pemerhati ataupun penonton. Seniman dan desainer membatasi bahasa rupa dalam segitiga, estetis-simbolis-bercerita.Bahasa merupakan imaji dan tata ungkapan. Imajinasi mencangkup makna yng luasbaik imaji yng kasat mata maupun yang ada khayalnya.

Menurut John Fiske, pada intinya semua model yang membahas mengenai makna dalam studi semiotik memiliki bentuk yang sama yaitu membahas tiga elemen, yaitu:

1. Sign atau tanda itu sendiri

Pada wilayah ini akan dipelajari tentang macam-macam tanda. Cara seseorang dalam memproduksi tanda, macam-macam makna yang terkandung didalamnya dan juga bagaimana mereka saling berhubungan dengan orang-orang yang menggunakannya. Dalam hal ini tanda dipahami sebagai kontruksi makna dan hanya bisa dimaknai oleh orang-orang yang telah menciptakannya. 2. Codesi atau kode

Sebuah sistem yang terdiri dari berbagai macam tanda yang terorganisasikan dalam usaha memenuhi kebutuhan masyarakat atau budaya untuk mengekploitasikan media komunikasi yang sesuai dengan tranmisi pesan mereka.


(51)

3. Budaya

Lingkungan dimana tanda dan kode berada. Kode dan lambang tersebut segala sesuatunya tidak mudah lepas dari latar belakang budaya dimana tanda dan lambang itu digunakan.

Dalam semiotik model yang digunakan dapat berasal dari dari berbagi ahli, seperti Saussure, Pierce dan sebagainya. Pada penelitian ini yang akan digunakan adalah model semiotik milik Pierce, karena adanya kelebihan yang dimiliki yaitu tidak mengkhususkan analisisnya pada studi linguistik.

Tampilan iklan yang muncul di berbagai media tersebut terdapat berbagai macam tanda yang dibuat oleh pengiklan dalam usahanya untuk memberikan pesan atau informasi bagi khalayak berupa karikatur. Berbagai macam tanda itulah yang hendak dikaji dalam sebuah tampilan iklan melalui pendekatan semiotika.

2.1.17Semiotika Charles S. Pierce

Semiotik untuk media massa tidak hanya terbatas sebagai kerangka teori, namun sekaligus sebagai metode analisis (Sobur, 2004:83). Bagi Pierce tanda ” is something which stand to somebody for somthing in some respect or capacity”. Kita misalnya dapat menjadikan teori segitiga makana (triangle meaning) menurut Piaerce salah satu bentuk tanda adalah kata. Sedangkan objek adalah suatu yang dirujuk tanda. Sesuatu yang digunakan agar tanda dapat berfungsi, oleh Pierce disebut ground, object dan interpretant (Sobur, 2004:41).


(52)

Sementara itu interpretant adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang obyek yang dirujuk sebuah tanda. Apabila ketiga elemen makna itu berinteraksi dalam benak seseorang, maka munculah makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut. Makna adalah persoalan bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang pada waktu berkomunikasi (Barthes dalam Kurniawan, 2008:37)

Charles S. Piece membagi antara tanda dan acuannya tersebut menjadi tiga kategori yaitu: ikon, indeks, dan simbol adalah tanda yang hubungan antara penanda dan penandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain ikon adalah hubungan antara tanda obek atu acuan bersifat kemiripan, misalnya, potret dan peta. Indeks adalah tanda yang menunjuk adanaya hubungan alamiah antara tanda dengan penanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung , mengacu pada kenyataan. Contoh yang paling jelas ialah asap sebagai tanda adanya api. Tanda dapat pula mengacu pada denotatum melalui konvensi. Tanda seperti itu adalah tanda kontrovesional yang biasa disebut simbol tanda yang merujuk hubungan alamiah antara penanda dan petandanya. Hubungan diatara bersifat arbintrer atau semena, hubungan berdasarkan konvensi atau perjanjian masyarakat (Sobur, 2004:42). Hubungan segitiga makna Pierce lazimnya ditampilkan dalamgambar berikut ini: (Fieske dalam Sobur,2001:885)


(53)

Sign

Interpretant Object Gambar 2.1

Hubungan Tanda, Objek dan Interpretant Pierce

Charles S Pierce membagi antara tanda dan acuannya tersebut menjadi tiga kategori, yaitu ikon, indeks, dan simbol. Ketiga kategori tersebut digambarkan dalam sebuah model segitiga sebagai berikut:

Icon

Index Symbol Gambar 2.2

Model Kategori Tanda Oleh Pierce

2.2 Kerangka Berfikir

Setiap individu mempunyai latar belakang yang berbeda-beda dalam memaknai sesuatu peristiwa atau objek. Hal ini dikarenakan adanya pengalaman (Field Of Experience) dan pengetahuan (Field Of Preference) yang berbeda-beda para individu tersebut. Begitu juga peneliti dalam hal memekanai tanda dan


(54)

lambang yang ada dalam objek, berdasarkan pengalaman dan pengetahuan peneliti.

Dalam Penelitian ini, peneliti melakukan pemahaman terhadap tanda dan lambang dalam hal ini adalah pada ilustrasi cover ”Kasus SISMINBAKUM: Ada Apa Dengan Hendarman” dalam majalah Tempo edisi 2-8 Agustus 2010. Tanda-tanda yang terdapat dalam setiap penggambaran kariaktur secara keseluruhan tersebut dikaji berdasarkan teori yang sesuai dengan peristiwa yang melatar belakangi representasi sikap negatif Jaksa Agung dalam ilustrasi cover ”Kasus SISMINBAKUM: Ada Apa Dengan Hendarman” pada cover majalah Tempo edisi 2-8 Agustus 2010, yang dijabarkan secara terperinci dlam pemilihan gambar dan warna.

Berdasarkan landasan diatas, maka peneliti menggunakan metode semiotik Charles S. Pierce, yaitu teori tentang segitiga makna (triangle meaning), yang terdiri dari tanda, objek dan interprentant. Tanda merujuk pada sesuatu yang dirujuk, sementara interpretant adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk oleh sebuah tandaa. Pierce membagi tanda dalam tiga kategori, yaitu ikon, indeks dn simbol. Dengan metode tersebut, maka dapat diperoleh suatu hasil interpretasi mengenai representasi sikap negatif jaksa agung di ilustrasi cover ”Kasus SISMINBAKUM: Ada Apa Dengan Hendrawan” dalam cover majalah Tempo edisi 2-8 Agustus 2010


(55)

Sign

Setiap bentuk tanda yang dimaknai dan ditimbulkan oleh ilustrasi cover majalah Tempo

Object Interpretant

Keseluruhan dari ilustrasi Peneliti dalam memaknai cover majalah Tempo ilustrasi cover ”Kasus

edisi 2-8 Agustus 2010. SISMINBAKUM: Ada Apa

Dengan Herdarman” pada

majalah Tempo edisi

2-8 Agustus 2010 secara

keseluruhan berdasarkan kategori tanda Pierce (ikon,Indeks,Simbol)

Gambar 2.3


(56)

43

KAJIAN PUSTAKA

3.1Metode Penelitian.

Penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan semiotik. Alasan digunakan metode deskriptif kualitatif terdapat beberapa faktor pertimbangan, yaitu pertama metode deskriptif kualitatif akan lebih mudah menyesuaikan bila dalam penelitian inikenyataanya ganda, kedua metode deskriptif kuantitatif menyajikan secara langsung hubungan antara peneliti dengan objek peneliti, ketiga metode deskriptif kualitatif lebih peka serta dapat menyesuaikan diri dengan banyak pengaruh terhadap pola-pola nilai yang dihadapi (Moelong, 2002:33).

Selain itu pada dasarnya semiotik bersifat kuantitatif-interpretatif, yaitu suatu objek kajian, serta bagaimana menafsirkan dan memahami kode dibalik tanda dan teks tersebut (Cristomy dan Yuwono dalam Marliani, 2004 :48)

Oleh karena itu peneliti harus memperhatikan beberapa hal dalam penelitian ini, pertama adalah konteks atau situasi sosial di seputar dokumen atau teks yang diteliti. Disini peneliti diharapkan dapat memahami makna dari teks yang diteliti. Kedua adalah proses atau bagaimana suatu produksi media atau isi pesannya dikemas secara aktual dan diorganisasikan secara bersama. Ketiga adalah pembentukan secara bertahap dari makna sebuah pesan melalui pemahaman dan interpretasi.

Dalam penelitian ini menggunakan metode semiotik. Semiotik adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda (Sobur, 2004:15). Dengan menggunakan metode semiotik, peneliti berusaha menggali realitas yang didapatkan melalui interpretasi simbol-simbol dan tanda-tanda yang ditampilkan sepanjang gambar dalam karikatur. Pendekatan semiotik termasuk dalam metode kuantitatif. Tipe penelitian ini adalah


(57)

deskriptif, dimana peneliti berusaha untuk mengetahui representasi sikap negatif Jaksa Agung pada ilustrasi cover majalah Tempo edisi 2-8 Agustus 2010.

3.2 Korpus.

Korpus merupakan sample terbatas pada penelitian kualitatif yang bersifat homogen. Tetapi sebagai analisa, korpus bersifat terbuka pada konteks yang beraneka ragam, sehingga memungkinkan memahami berbagai aspek dari sebuah teks pesan. Korpus bertujuan khusus digunakan untuk analisa semiotik dan analisa wacana. Pada penelitian kualitatif memberikan peluang yang besar bagi dibuatnya intepretasi-intepretasi alternatife.

Sedangkan korpus pada penelitian kualitatif ini adalah ”Sikap Negatif Jaksa Agung” dalam ilustrasi cover ”Kasus SISMINBAKUM: Ada Apa dengan Hendarman” pada cover majalah Tempo edisi 2-8 Agustus 2010.

3.3 Unit Analisis

Unit analisis data pada penelitian ini adalah tanda yang ada di dalam cover ”Ada Apa Dengan Hendarman” yang berupa gambar, tulisan dan warna yang terdapat dalam ilustrasi cover ”Kasus SISMINBAKUM: Ada Apa Dengan Hendarman” yang ada di cover majalah Tempo edisi 2-8 Agustus 2010, yang menggambarkan tokoh jaksa Agung Republik Indonesia yang sedang duduk kecapekan. Dengan posisi tangan kanan membasuh muka dengan handuk kecil dan tangan sebelah kiri memegang sapu, sapu tersebut terlihat dihinggapi seekor kecoa. Terdapat pula sampah yang dibuang di bawah karpet ruang kerjanya, pada


(58)

sampah tersebut terdapat foto Hary Tanoesoedibjo selaku adik dari tersangka kasus SISMINBAKUM Hartono Tanoesoedibjo. Dan terdapat pula tempat sampah yang kosong dengan posisi terjatuh. Sedangkan pada background terdapat rak buku yang tersusun rapi. Serta dominan warna orange. Dimana kemudian di interpretasiakan dengan menggunakan ikon (icon), indeks (index), dan simbol (symbol) .

3.3.1 Ikon (icon)

Ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan. (Sobur, 2001:41) Dengan kata lain tanda memiliki ciri-ciri sama dengan apa yang dimaksudkan. Apabila pada ilustrasi cover ”Ada Apa Dengan Hendarman” ditujukan :

1. Tokoh Jaksa Agung Hendarman Supandji 2. Foto Hary Tanoesoedibjo

3. Gumpalan sampah yang mirip hewan tikus

3.3.2 Indeks (index)

Indeks adalah tanda yang menunjukan adanya hubungan alamiah antara tanda dan penanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab-akibat (Sobur, 2004:42), atau disebut juga dengan tanda sebagai bukti. Pada ilustrasi cover ditunjukan dengan :

1. Pose dari Jaksa Agung Hendarman Supandji 2. Ekspresi dari Jaksa Agung Hendarman Supandji


(59)

3. Tulisan “Kasus Sisminbakum: Ada Apa Dengan Hendarman”

3.3.3 Simbol (symbol)

Simbol adalah tanda yang menunjukan hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya, bersifat arbiter atau semena, hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian masyarakat) (Sobur, 2004:42). Pada ilustrasi cover ”Ada apa Dengan Hendarman” ditujukan dengan :

1. Background karikatur yang berwarna orange 2. Kecoa

3. Kursi dan meja kerja

4. Posisi sampah yang dibuang dibawah karpet 5. Posisi tempat sampah yang kosong dan terjatuh 6. Sapu

7. Sepatu dengan sol warna merah 8. Kacamata

9. Baju safari

10. Rak buku, kabinet dan buku 11. Handuk kecil

12. Tulisan “kongkalikong tanah komplek senayan”, dan tulisan “bensin bermasalah siapa yang salah”

13. Tulisan “edisi 2-8 Agustus 2010”, tulisan “berita mingguan” dan tulisan “Rp27.000”


(60)

14. Jenis judul ”Kasus SISMINBAKUM: Ada Apa Dengan Hendarman” adalah jenis Arial

15. Tulisan Tempo

Penempatan sebuah tanda menjadi ikon, indeks, dan simbol tergantung dari kebutuhan dan sudut pandang khalayak (point of interest) yang memaknainya. Sehingga penempatan tanda-tanda dalam ilustrasi cover ”Kasus SISMINBAKUM: Ada Apa Dengan Hendarman” di atas, yang mana sebagai ikon, yang mana sebagai indeks, dan yang mana sebagai simbol tersebut hanya sebatas subjektifitas peneliti, bukan menjadi suatu yang mutlak, karena hal ini kembali lagi kepada sudut pandang khalayak yang mempresentasikan sikap negatif Jaksa Agung pad ilustrasi cover ”Kasus SISMINBAKUM: Ada Apa Dengan Hendarman” pada cover majalah Tempo sesuai dengan kebutuhan masing-masing

3.4Teknik Pengumpulan Data.

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui pengamatan secara langsung ilustrasi cover ”Kasus SISMINBAKUM: Ada Apa Dengan Hendarman” yang terdapat pada cover majalah Tempo edisi 2-8 Agustus 2010. Pengumpulan data dalam penelitian ini, melalui penggunaan bahan dokumenter seperti majalah, study keperpustakaan, bahan-bahan yang dapat dijadikan referensi serta penggunaan internet. Selanjutnya data-dat akan dianalisis berdasarkan landasan teori semiotik Pierce dan data dari penelitian ini kemudian akan digunakan untuk mengetahui penafsiran representasi sikap negatif Jaksa


(61)

Agung pada ilustrasi cover ”Kasus SISMINBAKUM: Ada Apa Dengan Hendarman” yang terdapat pada cover majalah tempo edisi 2-8 Agustus 2010.

3.5Teknik Analisis Data

Analisis Semiotika pada corpus penelitian pada ilustrasi cover ”Kasus SISMINBAKUM: Ada Apa Dengan Hendarman” setelah melalui tahapan pengkodean maka selanjutnya peneliti akan menginterpretasikan tanda-tanda tersebut untuk ditahui pemaknaannya.

Terkait dalam penelitian ini, untuk mengetahui isi pesan dalam karikatur suatu pembaca, peneliti mengamati signs atau system tanda yang tampak dalam iklan, kemudian memaknai dan menginterpretasikannya dengan menggunakan metode semiotik Pierce, yang terdiri dari:

1. Obyek

Adalah gambar atau karikatur itu sendiri. Obyek dalam penelitian ini adalah ilustrasi cover ”Ada Apa Dengan Hendarman” di cover majalah Tempo edisi 2-8 Agustus.

2. Sign

Adalah segala sesuatu tanda yang ada pada ilustrasi cover ini. Sign dalam penelitian ini adalah sikap negatif Jaksa Agung, ekspresi dari Jaksa Agung, Jaksa agung yang memegang sapu dan handuk kecil, background warna orange, seekor kecoak yang menempel pada sapu, sampah yang dibuang di bawah karpet, tempat sampah yang kosong dengan posisi terjatuh, adanya foto Hary Tanoesoedibjo di bawah karpet


(62)

3. Interpretant

Adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang obyek yang dirujuk sebuah tanda. Interpretant dalam penelitian ini adalah hasil interpretasi dari peneliti.

Berdasarkan obyeknya Pierce membagi tanda atas ikon (icon), indeks (index), dan simbol (symbol). Ketiga kategori tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Ikon (icon)

Adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain, ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan. Ikon pada cover majalah Tempo adalah tokoh Jaksa Agung Hendarman Supandji, foto Hary Tanoesoedibjo, dan gumpalan sampah yang mirip hewan tikus 2. Indeks (index)

Adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiayah antara tanda dan penanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Indeks pada ilustrasi cover dalam cover majalah Tempo edisi 2-8 Agustus 2010 adalah pose dan ekspresi jaksa Agung Hendarman, serta tulisan ”Kasus Sisminbakum: Ada Apa Dengan Hendarman”

3. Simbol (symbol)

Adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya. Hubungan diantaranya bersifat abitrer atau semena,


(63)

hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian) masyarakat. Simbol dalam ilustrasi cover ”Ada Apa Dengan Hendarman” pada cover majalah Tempo edisi 2-8 Agustus 2010 ini adalah background cover yang berwarna orange, background ruangan kantor, kecoa, kursi kerja, sapu, sepatu, kacamata, baju safari, posisi sampah yang dibuang dibawah karpet, rak buku, buku, handuk kecil, sampah yang kosong dengan posisi terjatuh, jenis huruf pada judul “Kasus SISMINBAKUM: Ada Apa Dengan Hendarman” adalah Aria, tulisan “kongkalikong tanah komplek senayan”, tulisan “bensin bermasalah siapa yang salah”, tulisan “edisi 2-8 Agustus 2010”, tulisan “berita mingguan” dan tulisan “Rp27.000”, Barkode, Simbol TEMPO


(64)

51

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian dan Penyajian Data 4.1.1. Ilustrasi Cover Majalah Tempo

Ilustrasi cover majalah Tempo edisi 2-8 Agustus 2010 yang berjudul ”Kasus SISMINBAKUM: Ada Apa Dengan Hendarman”, menjadi objek dalam penelitian ini. Ilustrasi cover yang berjudul ”Ada Apa Dengan Hendarman” ini adalah sebagai suatu reaksi atau refleksi terhadap fenomena yang sedang berkembang dan menonjol di kalangan masyarakat, tentang sikap Jaksa Agung Hendarman dalam menjalankan tugasnya sebagai Jaksa Agung, dimana Kejaksaan dianggap sebagai tempat makelar hukum. Ilustrasi cover ini terdiri dari pesan visual dan pesan verbal dimana pesan visual ini berupa gambar sosok Jaksa Agung Hendarman Supanji yang sedang duduk kecapekan di kursi kerjanya. Dengan posisi tangan kanan membasuh muka dengan handuk kecil dan tangan sebelah kiri memegang sapu, sapu tersebut terlihat dihinggapi seekor kecoa. Terdapat pula sampah yang dibuang di bawah karpet ruang kerjanya, pada sampah tersebut terdapat foto Hary Tanoesoedibjo selaku adik dari tersangka kasus SISMINBAKUM Hartono Tanoesoedibjo. Dan terdapat pula tempat sampah yang kosong dengan posisi terjatuh. Sedangkan pada background terdapat ruang kerja dengan rak buku yang tersusun rapi. Serta dominan warna orange.

Sedangkan pesan verbal yang terdapat pada ilustrasi sampul depan dengan tulisan “Kasus SISMINBAKUM: Ada Apa Dengan Hendarman”yang ada di bagian bawah kanan di cover majalah Tempo edisi 2-8 Agustus 2010.


(65)

4.1.2. Majalah Tempo

TEMPO edisi pertama diterbitkan pertama kali pada Maret 1971, TEMPO keluaran yang pertama ini mengambil pendekatan yang belum pernah dikenal selama masa-masa sulit dalam kebebasan jurnalistik. Publikasi TEMPO sebenarnya sama sekali tidak berhubungan atau berafiliasi dengan dunia politik, perhatiannya untuk membangun kesadaran yang telah lama diracuni dengan media yang tunduk pada rezim yang represif. Ketegasannya untuk mempertahankan kebebasan jurnalistik telah membuat TEMPO sebagai legenda dan menjadi icon di dalam dalam ondustri press di Indonesiaselain juga menjadi salah satu media tertua di Asia Tenggara. TEMPO pernah dibredel pada tahun 1982 dan tahun 1994, TEMPO tidak pernah berhenti untuk terus bersuara dengan lantang dan telah menjadi salah satu kesadaran atau sarana kebebasan pers yang sedang dinikmati Indonesia saat ini.

TEMPO adalah standart kesempurnaan jurnalistik yang oleh penerbitan lainnya selalu dijadikan perbandingan dan dijadikan acuan. Komitmennya adalah menyeimbangkan pandangan dan melaporkan kebenaran tetap sebagai yang benar sebagai hari ini, seperti tahun 1971. Nama TEMPO dengan definisinya yang tanpa disadari ternyata sesuai atau cocok telah menetapkan sebuah standart dan langkah yang oleh penerbitan lain akan selalu dijadikan perbandingan. TEMPO hari ini adalah tongkat ukuran yang ditiru oleh semuanya tapi tetap tidak akan tertandingisebagai majalah berita tertua di Indonesia, TEMPO telah membuktikan kemampuan untuk bertahan dalam tekanan. TEMPO kembali terbit pada Oktober 1998 membuktikan kebebasan dan juga kekuasaan dalam bersuara.


(66)

Pada tahun belakangan ini TEMPO tanpa disadari menjadi legenda, namun perlu dicatat ini merupakan realita. Bersama-sama dengan tenaga yang penuh pengalaman dan tenaga muda penuh harapan. TEMPO tanpa risaumenghadapi masalah tersebut untuk mempertahankan loyalitas dari pembaca setianya dengan merbut hati dari pembaca-pembaca terbarunya terutama pada lapisan urban kelas menengah. Mereka itulah yang secara ekonomis mapu serta terdidik dengan baik dan tetap diharapkan menjaga posisi negara se;a;u da;a,\m keadaan yang dinamis. TEMPO kembali bersikulasi tepatnya pada tanggal 6 Oktober 1998 dimana pada saat itu keadaan pasar telahberubah secara signifikan sejak tahun 1994, oleh sebab itu TEMPO menjelajah setiap kesempatan dengan semangat perubahan dan pembaharuan.

Kelahiran kembali TEMPO disambut dengan antusias oleh Indonesia sehingga sejak edisi pertama TEMPO akhirnya dapat memperoleh kembali posisinya yang semula sebagai pemin=mpin dari majalah berita mingguan meskipun pada kenyataannya sekarang setidaknya terdapat enam pesaing yang sebelumnya tidak terdapat dipasar sebelum pembredelan TEMPO 21 Juni 1994, namun sekarang ini kurang dari 2 tahun setelah penerbitan kembali. Majalah TEMPO berhasil menguasai hampir 60% dari pasar. Kebutuhan untuk menciptakan produk-produk baru sesuai dengan misinya yang utama yaitu telah menjadi sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi. Peluncuran TEMPO edisi berbahasa Inggris pada tanggal 12 September 2000 desain untuk meningkatkan penetrasi (penembusan) ke pasar global. (www.tempointeractive.com)


(67)

4.2. Penyajian Data

Berdasarkan pengamatan yang dikukan peneliti pada ilustrasi cover depan majalah tempo edisi 2-8 Agustus 2010. Yang berjudul ”Ada Apa Dengan Hendarman”, maka dapat disajikan hasil pengamatan berupa data-data tersebut berupa gambar, tulisan, warna serta atribut pendukung dan digunakan sebagai indikator

pengamatan dalam penelitian.

Dalam tampilan ilustrasi sampul depan majalah tempo ini , terdapat dua macam pesan yang disampaikan, yaitu pesan visual yang didukung oleh pesan verbal. Adapun pesan visualnya menyampaikan gambar sosok Jaksa Agung Hendarman Supanji yang sedang duduk kecapekan di kursi kerjanya. Dengan posisi tangan kanan membasuh muka dengan handuk kecil dan tangan sebelah kiri memegang sapu, sapu tersebut terlihat dihinggapi seekor kecoa. Terdapat pula sampah yang dibuang di bawah karpet ruang kerjanya, pada sampah tersebut terdapat foto Hary Tanoesoedibjo selaku adik dari tersangka kasus SISMINBAKUM Hartono Tanoesoedibjo. Dan terdapat pula tempat sampah yang kosong dengan posisi terjatuh. Sedangkan pada background terdapat rak buku yang tersusun rapi. Serta dominan warna orange.

Sedangkan pesan verbal yang terdapat pada ilustrasi sampul depan dengan tulisan “Kasus SISMINBAKUM: Ada Apa Dengan Hendarman”yang ada di bagian bawah kanan di cover majalah Tempo edisi 2-8 Agustus 2010.


(1)

tulisan ”Kasus SISMINBAKUM: Ada Apa Dengan Hendarman” sebagai judul yang membuktikan bahwa ada sikap negatif yang dilakukan Jaksa Agung Hendarman dalam penanganan kasus SISMIBAKUM. Makna ilustrasi cover tersebut adalah sikap negatif dari Jaksa Agung Hendarman yang menangani kasus SISMINBAKUM. Dimana Jaksa Agung Hendarman seolah-olah ingin menuntupi kasus tersebut dengan penyeleseain kasus diluar pengadilan.

Tampilan representasi sikap negatif Jaksa Agung Hendarman pada ilustrasi cover depan Majalah Tempo edisi 2-8 Agustus 2010 merupakan media untuk menyampaikan suatu pesan kepada kalayak dalam keseluruhan pesan visual dan di dukung oleh pesan verbal dapat mempunyai suatu makna secara denotatif yang berhubungan dengan fenomena makelar hukum di Indonesia dengan penanganan kasus-kasus yang diselesaikan dengan tidak sesuai hukum dan undang-undang yang berlaku, dapat diselaesaikan di luar meja hukum, dan masih adanya makelar hukum di Kejaksaan. Selain itu Jaksa Agung sebagai pemimpin di Kejaksaan yang bertindak sebagai penuntut umum tertinggi yang memimpin dan mengawasi para jaksa dalam menjalankan tugasnya, Jaksa Agung juga dapat mengesampingkan suatu perkara. Dengan tugas tersebut, Jaksa Agung diharapkan dapat menindak dan menjalankan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab sebagai mana mestinya. Bukan menyelesaikan suatu kasus dengan tidak sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku, sehingga seolah-olah kasus tersebut ingin disembunyikan dari publik. Seperti kasus SISMINBAKUM yang seolah-olah Jaksa Agung Hendarman ingin menutupi kasus tersebut di mata publik.


(2)

Tindakan Jaksa Agung Hendarman ini bisa dikatakan sebagai tindakan negatif untuk menciptakan hukum yang bersih.

Dengan Demikian dapat dikatakan bahwa Representasi sikap negatif Jaksa Agung pada ilustrasi cover depan majalah Tempo edisi 2-8 Agustus 2010 merupakan referensi dari fenomena yang terjadi ditengah-tengah masyarakat kita. Dipilihnya tampilan ilustrasi demikian karena dianggap dapat mewakili keseluruhan hal dari isi yangh terdapat di dalam majalah Tempo. Dengan didukung gambar yang serasi serta judul yang membuat orang berfikir dan penasaran, tampilan representasi negatif Jaksa Agung pada ilustrasi cover majalah Tempo edisi 2-8 Agustus, diharapkan mampu menyampaikan pesan yang diinginkan komunikator dalam hal ini adalah majalah Tempo.


(3)

5.1 Kesimpulan

Dari hasil Representasi Sikap Negatif Jaksa Agung Pada Ilustrasi Cover Majalah Tempo Edisi 2-8 Agustus 2010 berdasarkan kategori tanda Charles Sanders Pierce yang dibedakan atas ikon, indeks, simbol pada korpus penelitian ini maka peneliti memaknai visualisasi ilustrasi cover depan Majalah Tempo edisi 2-8 Agustus 2010 secara umum mengkomunikasikan bahwa sikap Jaksa Agung Hendarman saat menangani kasus SIMINBAKUM bentuk dari sikap negatif, karena Hendarman sebagai Jaksa Agung semestinya bertindak tegas sesuai tugas Jaksa Agung yang memimpin Kejaksaan.

Tampilan dengan gaya pada representasi sikap negatif Jasa Agung Hnedarman pada ilustrasi cover majalah Tempo edisi 2-8 Agustus 2010 yang menjadi korpus penelitian ini dirancangdirancang sedemikian rupa, sehingga menimbulkan makna tertentu. Dalam penelitian ini peneliti merepresentasikan sikap negatif Jaksa Agung Hendarman sebagai gambaran pesan bahwa sikap Jaksa Agung dalam manangani kasus SISMINBAKUM salah dan bersikap negatif karena tidak tegas dalam menjalankan tugasnya sebagai Jaksa Agung. Dalam menangani Kasus SISMINBAKUM, seharusnya Jaksa Agung Hendarman menggunakan tindakan yang sesuai dengan undang-undang yang berlaku, bukannya menyimpang dengan kebijakan yang melanggar undang-undang, seperti penjajakan penyelesaian kasus diluar pengadilan. Hal seperti ini bisa dikatakan sebagai makelar hukum dan merupakan pelecehan terhadap upaya mewujudkan


(4)

pemerintahan dan hukum yang bersih. Kesimpulan dari representasi sikap negatif Jasa Agung Hendarman pada ilustrasi cover majalah Tempo Edisi 2-8 Agustus 2010, adalah sikap negatif Jaksa Agung Hendarman yang melakukan kebijakan yang melanggar undang-undang yang telah ada.

5.2 Saran

Dari representasi sikap negatif Jaksa Agung Hendarman pada ilustrasi cover majalah Tempo edisi 2-8 Agustus yang berjudul ”Kasus SISMINBAKUM: Ada Apa Dengan Hendarman” mengandung permasalahan yaitu sikap negatif Jaksa Agung yang melakukan kebijakan yang melanggar undang-undang yang telah ada, yaitu tidak diperbolehkan melakukan lobi dengan tersangka yang sedang menangani sebuah kasus, apalagi melakukan penjajakan penyelesaian kasus diluar pengadilan. Hal seperti ini disamakan seperti tindakan sebuah makelar hukum. Saran dari peneliti ssetelah melakukan penelitian ini adalah agar setiap orang teruutama ilustrator maupun masyarakat luas lebih dapat berhati-hati dalam menggambarkan atau merepresentasikan sesuatu, baik itu suatu kelompok, intitusi ataupun perorangan, jangan sampai mengundang dan memakai atribut tertentu agar tidak menyinggung dan menimbulkan konflik.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Cangara, Hafid, Pengantar Ilmu Komunikasi. 2005. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Djuroto, Totok, Manajemen Penerbitan Pers. 2002. Bandung: PT. Remaja Rosdakarnya

Fiske, John, 2006, Cultural and Communication Studies, Yogyakarta: Jalansutra

Kurniawan, Semiologi Roland Barthes. 2000. Magelang

Kusmiati, Artini. Teori Dasar Desain Komunikasi Visual. 1999. Jakarta: Djambatan

Moleong, Lexi, Metode Penelitian Kuantitatif. 2002. Bandung: PT. Remaja Rosdakarnya

River, William L. Media Massa Dan Masyarakat Modern. 2003. Jakarta: Kencana

Sobur, Alex, 2004, Analisi Teks Media (Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisi Semiotik dan Analisis Framing), Bandung. PT. Remaja Rosdakarya

Sobur, Alex. Semiotika Komunikasi. 2006. Bandung: PT. Rosdakarya.

Tinarbuko, sumbo, Semiotika Komunikasi Visual. 2009. Yogyakarta: Jalansutra Waluyo, Heri, Dwi. Karikatur Sebagai Karya Komunikasi Visual Dalam

Penyampaian Kritik Sosial. 2002. Surabaya: Nirm Journal Vol. 2 No. 2 UKP, hal 128-134.

Wijaya, I Dewa Putu. Kartun. 2004. Jakarta: Ombak

Non Buku


(6)

Internet

http://www.bumnwatch.com www.kejaksaan.go.id www.tempointeraktif.com http://www.tokohindonesia.com http://www.sumberkarpet.com http://organisasi.org


Dokumen yang terkait

Perbandingan Makna Korupsi pada Ilustrasi Sampul antara Majalah Gatra dan Tempo Tahun 2013

0 6 119

PEMAKNAAN ILUSTRASI BERPACU UNTUK RI – 1 (Studi Semiotika Pemaknaan Ilustrasi “Berpacu Untuk RI – 1” Pada Cover Majalah Tempo Edisi 30 April – 6 Mei 2012).

0 0 189

PEMAKNAAN COVER PADA MAJALAH TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan Revolusi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 7 - 13 Februari 2011).

1 3 74

REPRESENTASI SKANDAL POLITIK DALAM COVER MAJALAH TEMPO (Studi Semiotik Representasi Skandal Politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Dalam Cover Majalah TEMPO Edisi 28 Februari- 6 Maret 2011).

1 3 87

Pemaknaan karikatur “Artalyta Suryani” Pada Cover Majalah Tempo (Studi semiotik Terhadap Cover Majalah Tempo Edisi Januari 2010). SKRIPSI.

2 9 79

Pemaknaan Cover Majalah TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 9 – 15 Agustus 2010).

2 4 79

Pemaknaan Cover Majalah TEMPO (Studi Semiotik Pemaknaan Redenominasi Pada Cover Majalah TEMPO Edisi 9 – 15 Agustus 2010).

0 1 19

REPRESENTASI SIKAP NEGATIF JAKSA AGUNG HENDARMAN PADA ILUSTRASI COVER MAJALAH TEMPO (Studi Semiotika Terhadap Representasi Sikap Negatif Jaksa Agung Pada Ilustrasi Cover Majalah Tempo edisi 2-8 Agustus 2010)

0 0 21

KATA PENGANTAR - Pemaknaan karikatur “Artalyta Suryani” Pada Cover Majalah Tempo (Studi semiotik Terhadap Cover Majalah Tempo Edisi Januari 2010). SKRIPSI

0 0 17

REPRESENTASI SKANDAL POLITIK DALAM COVER MAJALAH TEMPO (Studi Semiotik Representasi Skandal Politik Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Dalam Cover Majalah TEMPO Edisi 28 Februari- 6 Maret 2011)

0 0 19