ALAMAN MUKA MAJALAH TEMPO (Studi Analisis Isi Perbedaan Halaman Muka Sebagai Representasi Tajuk Utama Majalah Tempo Edisi Tahun 1993 1994 dengan Tahun 2009 2010)
commit to user
(Studi Analisis Isi Perbedaan Halaman Muka Sebagai Representasi Tajuk Utama Majalah Tempo Edisi Tahun 1993/1994 dengan Tahun
2009/2010)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret
Oleh :
Lukman Nusa
D 0206066
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
(2)
commit to user
HALAMAN MUKA MAJALAH TEMPO
(Studi Analisis Isi Perbedaan Halaman Muka Sebagai Representasi Tajuk Utama Majalah Tempo Edisi Tahun 1993/1994 dengan Tahun
2009/2010)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret
Oleh :
Lukman Nusa
D 0206066
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
(3)
commit to user
HALAMAN PERSETUJUAN
Disetujui untuk dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, 11 Januari 2011 Pembimbing
Drs. Hamid Arifin, M.Si NIP. 196005171988031002
(4)
commit to user
HALAMAN PENGESAHAN
Telah diuji dan disahkan oleh Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Hari :
Tanggal : Panitia Penguji :
Ketua : Drs. Nuryanto, M.Si. (...) NIP. 194908311978021001
Sekretaris : Tanti Hermawati, S.Sos., M.Si (...) NIP. 196902071995122001
Anggota : Drs. Hamid Arifin, M.Si (...) NIP. 196005171988031002
Mengetahui, Dekan
Drs. H. Supriyadi SN, SU NIP. 19601009 198601 1 001
(5)
commit to user
HALAMAN MOTTO
It always seems impossible until its done
.
(Nelson Rolihlahla Mandela)
(6)
commit to user
HALAMAN PERSEMBAHAN
Untuk Cinta yang Selalu Menyala, Bapak Pawito dan Ibu Mutoyinah. Inilah langkah awal dari pencapaianku
...
(7)
commit to user
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah tak henti-hentinya penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan berkah, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Halaman Muka Majalah Tempo (Studi Analisis Isi Perbedaan Halaman Muka Sebagai Representasi Tajuk Utama Majalah Tempo Edisi Tahun 1993/1994 dengan Tahun 2009/2010) dengan segala kurang dan lebihnya.
Pemilihan tema penilitian ini berangkat dari minat penulis akan kajian komunikasi massa pada sebuah media yang dalam penelitian ini adalah media cetak. Komunikasi massa pada sebuah media sendiri tidak luput dari pengaruh kebijakan atau sistem politik yang dianut pada sebuah pemerintahan. Sistem politik inilah yang nantinya, sampai tingkat tertentu berpengaruh pada segi penerbitaan sebuah media begitupun sebaliknya. Kajian semacam ini kemudian penulis implementasikan untuk meneliti kecenderungan pemuatan isu-isu pada halaman muka majalah Tempo pada dua periode dengan pemerintahan yang memiliki perbedaan karakteristik sistem politik. Bertolak dari pandangan di atas, peneliti melakukan penelitian ini dimana laporannya disusun dalam bentuk skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UNS Solo.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan pertolongan dari berbagai pihak. Dengan segenap keikhlasan dan kerendahan hati, penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunianya-Nya, sehingga berbagai kemudahan ditemui penulis dalam pengerjaan
(8)
commit to user
skripsi ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Drs. H. Supriyadi, SN, SU, Dekan FISIP UNS yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian serta Ibu Dra. Prahastiwi Utari, M.Si, Ph.D, Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UNS yang juga telah memberikan ijin penyusunan skripsi sekaligus tak hentinya memberi motivasi ketika bertemu diruang jurusan. Selanjutnya, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Drs. H. Dwi Tiyanto, S.U pembimbing akademik penulis, atas kesabarannya dalam membimbing penulis selama masa perkuliahan dan motivasinya agar penulis segera menyelesaikan skripsi.
Terkhusus, penulis menyampaikan banyak ucapan terima kasih kepada Bapak Bapak Drs. Hamid Arifin, M.Si, sekretaris jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UNS sekaligus pembimbing skripsi penulis atas keikhlasan dan kesabarannya membimbing penulis dalam mengerjakan skripsi ini, memberikan berbagai wejangan dan ilmu yang sebelumnya tidak penulis pahami. Tidak lupa terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Budi Aryanto (Mas Budi) yang bersedia direpotkan oleh segala keperluan administrasi yang diperlukan terkait penelitian ini.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada orang tua tercinta, Bapak Pawito dan Ibu Mutoyinah, atas semua doa ditengah kesibukannya dan memberi motivasi dan dukungan kepada penulis untuk sesegera mungkin menyelesaikan skripsi ini. Selanjutnya kepada dua adik saya yang terkasih, Duryatin Amal dan Arifah Qudsiyah yang telah memberikan dukungan moril kepada penulis. Kepada teman-teman yang telah berbaik hati ikut membantu
(9)
commit to user
kelancaran proses penelitian ini, Rian “Erpatrek” Erpatriatmoko, Sidiq “Crownxz” Setyawan, Nikki Fardhani, dan Imas “Ndut” Ayu Prafitri penulis sampaikan ucapan terima kasih sebanyak-banyaknya. Juga para sahabat ”11 Anak Markas” R. Fajri Susetyo, Wahyu, M. Yogi Saputro, Meggy Girbaldi, Ican “Cani” Zulmedia, Barlian “Jes_Ngamuk_DbD” Anung P, Kukuh “KU2H_K2” Apriyanto, Rendra “Ghost_Buster” Vidian P, yang selalu sudi menyisihkan waktunya untuk sharing ataupun sekedar refreshing dari segala kepenatan.
Untuk, 12 AM Adv serta teman-teman seperjuangan Komunikasi FISIP angkatan 2006, terima kasih atas kebersamaan selama masa perkuliahan dan dukungannya selama pengerjaan skripsi. Tidak lupa penulis haturkan terima kasih untuk Hira “Bebek Bawel” Puspita Putri, untuk ambisi besarnya, yang mungkin lebih besar dari penulis sendiri, agar penulis sesegera mungkin lulus. Terakhir, kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik lahir maupun batin dari persiapan penelitian hingga terselesainya skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima kasih banyak.
Tiada gading yang tak retak, mungkin itulah cerminan dari skripsi ini. Kritik dan saran sangat penulis harapkan demi kesempurnaan karya sederhana ini. Terima kasih dan semoga bermanfaat. Amin.
Surakarta, 2 Januari 2011
Penulis
(10)
commit to user
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL --- i
HALAMAN PERSETUJUAN --- ii
HALAMAN PENGESAHAN --- iii
HALAMAN MOTTO --- iv
HALAMAN PERSEMBAHAN --- v
KATA PENGANTAR --- vi
DAFTAR ISI --- ix
DAFTAR GAMBAR --- xi
DAFTAR TABEL --- xii
ABSTRAK --- xiii
BAB I . PENDAHULUAN A. Latar Belakang --- 1
B. Rumusan Masalah --- 6
C. Tujuan Penelitian --- 6
D. Manfaat Penelitian --- 7
E. Landasan Teoritis 1. Komunikasi --- 7
2. Komunikasi Massa --- 12
3. Jurnalistik Sebagai Bentuk Komunikasi Massa --- 19
4. Media Cetak dan Majalah --- 22
5. Kebebasan Pers --- 24
6. Halaman Muka --- 27
F. Definisi Konseptual --- 33
G. Definisi Operasional --- 34
H. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian --- 40
2. Objek Penelitian --- 45
3. Teknik Pengumpulan Data --- 46
4. Populasi dan Sample --- 47
5. Kerangka Berpikir --- 50
6. Unit Analisis --- 51
7. Analisis Data --- 52
(11)
commit to user
8. Reliabilitas dan Validitas --- 52
BAB II . DESKRIPSI LOKASI A.Sejarah Majalah Tempo --- 56
B.Pembreidelan Tempo --- 59
C.Kembalinya Tempo --- 61
D.Visi dan Misi --- 63
E. Karakteristik Majalah Tempo --- 65
F. Struktur Organisasi --- 66
G.Ideologi Tempo --- 69
BAB III . PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA A.Kategori Tema Halaman Muka --- 85
B.Kategori Individu yang Diangkat pada Halaman Muka --- 95
C.Kategori Pengemasan Halaman Muka --- 99
BAB IV . PENUTUP A.Kesimpulan --- 103
B.Keterbatasan dalam Penelitian --- 104
C.Saran --- 105
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(12)
commit to user
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Model Teori Laswell (Muhamad Mufid, 2007: 7) --- 11 Gambar 2.Model komunikasi Shannon dan Weaver
(John Fiske, 1990: 13) --- 12 Gambar 3. Matrik Penelitian (Schillinger dan Porter, 1999: 125-149) --- 50
(13)
commit to user
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tabel Kategori Halaman Muka dan Ilustrasi yang
Digunakan Tempo Periode I (No. 9 Tahun XXIII – 1 Mei 1993 – No. 17 Tahun XXIV – 25 Juni 1994). Sample 50%
(24 Edisi) --- 74 Tabel 2. Tabel Kategori Halaman Muka dan Ilustrasi yang
Digunakan Tempo Periode II (Edisi 3824/3-9 Agustus 2009 hingga Edisi 3918/28 Juni- 4 Juli 2010).
Sampel 50% (24 Edisi) --- 78 Tabel 3. Frekuensi Kategori-Kategori Halaman Muka Majalah
Tempo Periode I dan Periode II --- 87 Tabel 4. Frekuensi Isu Korupsi Majalah Tempo Periode I
dan Periode II --- 89 Tabel 5. Frekuensi Isu Politik Majalah Tempo --- 92 Tabel 6. Frekuensi Kemunculan Seorang Individu di Halaman
Muka Majalah Tempo Periode I dan Periode II --- 96 Tabel 7. Frekuensi Teknik Pengemasan Halaman Muka Periode I
dan Periode II --- 101 Tabel 8. Kategori Halaman Muka dan Ilustrasi yang Digunakan
Tempo Periode I (No. 12 Tahun XXIII – 22Mei 1993 – No. 17 Tahun XXIV – 25 Juni 1994) berdasarkan
pengkoding 2--- Lampiran Tabel 9. Kategori Halaman Muka dan Ilustrasi yang Digunakan
Tempo Periode II (Edisi 3824/3-9 Agustus 2009 hingga Edisi 3918/28 Juni- 4 Juli 2010) berdasarkan
Pengkoding 2 --- Lampiran Tabel 10. Frekuensi Kategori-Kategori Halaman Muka Majalah
Tempo Periode I dan Periode II Menurut
Pengkoding 2 --- Lampiran Tabel 11. Frekuensi Isu Korupsi Majalah Tempo Periode I dan
Periode II Menurut Pengkoding 2 --- Lampiran Tabel 12. Frekuensi Isu Politik Majalah Tempo Periode I dan
Periode II Menurut Pengkoding 2 --- Lampiran Tabel 13. Frekuensi Kemunculan Tokoh di Halaman Muka
Majalah Tempo Menurut Pengkoding 2 --- Lampiran Tabel 14. Frekuensi Teknik Pengemasan Halaman Muka
Majalah Tempo Periode I dan Periode II Menurut
Pengkoding 2 --- Lampiran Tabel 15. Proposisi dan Kuadrat Proposisi Kategori Tema
Halaman Muka Majalah Tempo --- Lampiran Tabel 16. Proposisi dan Kuadrat Proposisi Isu-Isu Korupsi
Pada Halaman Muka Majalah Tempo --- Lampiran Tabel 17. Proposisi dan Kuadrat Proposisi Isu-Isu Politik
Pada Halaman Muka Majalah Tempo --- Lampiran Tabel 19. Proposisi dan Kuadrat Kategori Tokoh Pada
Halaman Muka Majalah Tempo --- Lampiran Tabel 20. Proposisi dan Kuadrat Kategori Pengemasan
Halaman Muka Majalah Tempo --- Lampiran
(14)
commit to user
ABSTRAK
LUKMAN NUSA, D0206066, HALAMAN MUKA MAJALAH TEMPO (Studi Analisis Isi Perbedaan Halaman Muka Sebagai Representasi Tajuk Utama Majalah Tempo Edisi Tahun 1993/1994 dengan Tahun 2009/2010), Skripsi, Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret (FISIP UNS) Surakarta, 2011.
Halaman muka sebuah majalah adalah bagian yang paling menonjol. Sebuah halaman muka menentukan pandangan pertama yang nantinya juga akan mempengaruhi minat baca dari khalayak. Bagi media cetak yang sadar akan arti pentingya, halaman muka didesain sedemikian rupa hingga menjadi sebuah desain sederhana namun kompetitif dan menarik sekaligus mencerminkan filosofi dari media tersebut.
Selanjutnya, sebuah teori pendekatan lingkungan menyatakan bahwa sampai pada tingkat tertentu, sistem politik berpengaruh pada komunikasi begitupun sebaliknya. Teori semacam ini menjelaskan bahwa dengan kebijakan-kebijakan yang dilahirkan pada sebuah sistem politik, hingga tingkat tertentu berpengaruh pada pemberitaan sebuah media. Berdasarkan uraian tersebut, masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana kecenderungan pemberitaan majalah berita nasional Tempo yang dapat dilihat dari bagian halaman mukanya pada dua periode yang memiliki karakteristik sistem politik yang berseberangan di Indonesia.
Untuk menjawab permasalahan tersebut, peneliti menggunakan metode analisis isi karena fokus penelitian terletak pada kecenderungan pemberitaan majalah Tempo yang dicerminkan pada bagian halaman muka dengan skala frekuensi. Sedangkan pengumpulan data menggunakan metode observasi dan dokumentasi. Teknik random sampling digunakan untuk memilih 48 dari 96 halaman muka majalah tempo edisi tahun 1993/1994 dan 2009/2010, sementara validitas data diuji melalui teknik dua pengkodingdan analisa data menggunakan data frekuensi dan prosentasi intensitas.
Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa memang terdapat perbedaan yang signifikan pada pemberitaan majalah Tempo pada periode I tahun 1993/1994 dan periode II tahun 2009/2010. Pemberitaan tentang isu-isu yang bersangkutan dengan oknum-oknum pemerintahan pada periode II lebih banyak jika dibandingkan pada periode I. Penelitian ini juga menemukan bahwa pada periode II ditemukan beberapa edisi yang mengangkat presiden sebagai model dalam halaman muka sedangkan pada periode I tidak ditemukan sama sekali halaman muka semacam ini.
Hasil dari penelitian ini juga menunjukkan bahwa penggunaan teknik ilustrasi pada pengemasan halaman muka pada periode II lebih banyak jika dibandingkan pada periode I. Kenyataan semacam ini memperlihatkan adanya peningkatan kebebasan pers dan kebebasan menyatakan pendapat pada periode II. Hal ini berangkat dari sebuah pernyataan bahwa pemuatan ilustrasi atau karikatur mensyaratkan adanya kebebasan menyatakan pendapat dan kebebasan pers pada sebuah sistem politik.
(15)
commit to user
xiv
ABSTRACT
LUKMAN NUSA, D0206066, TEMPO MAGAZINE COVERS (Content Analysis About the Differences of Tempo Magazine Covers as The Representations of Tajuk Utama at 1993/1994 and 2009/2010), Paper, Communication Science Majors, Social and Political Science Faculty, Surakarta Sebelas Maret University (FISIP UNS), 2011.
A magazine’s cover is the most prominent part. The magazine covers determine the people’s first impression futhermore will influence the reader’s interest to read. For the press media who realize the importances, the covers will be designed as a simple but competitive and interesting design which representating the media’s philosophy.
Futhermore, the theory of Environment states that until specific level, political system influences communication vise versa. This theory describes that the governement policy which is born in a political system, until a specific level, influences the news release. Base from the states, the problem of this research is the preference of Tempo the national news magazine’s news release which can be seen from its covers at two periods which has different political system’s characteristic in Indonesia.
To find the answer, the researcher use the content analysis metode because the research focus on the preference of Tempo’s news release which is representated on its covers with frequency scale. While the observation and documentation metode is used for the data gathering. Random sampling technique is used for selecting 48 from 96 Tempo magazine covers at 1993/1994 and 2009/2010 while the data validation is tested with two coders technique and the data analysis was using frequency data and intencity persentage.
The research found that there are significant diferences on Tempo’s news release between the first period at 1993/1994 and the second period at 2009/2010. News release about government issues at the second periode is larger than the first periode. This research found that there a some edition which represent the president on the cover at the second period but none was found at the first period too.
From the result of the research describe that the frequency of using ilustration technique for Tempo magazine covers at the second period is larger than at the first period. The fact described that there were raising power of the pers freedom and the freedom of speech at the second period. This fact is base from the state that ilustration or caricature technique usage requires the freedom of speech and the press freedom on its political system.
(16)
commit to user
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam sebuah majalah, tidak ada yang lebih penting dari pada halaman muka (Nelson, 1979: 162). Halaman muka sebuah majalah mengandung elemen sangat penting karena menjadi bagian yang nantinya akan dilihat pertama kali oleh khalayak. Bagian ini didesain sedemikian rupa sehingga mampu memberikan kesan menarik ketika pembaca melihatnya untuk pertama kali. John Morris, dalam bukunya Magazine Editing menyebutkan tentang arti pentingnya desain dalam sebuah majalah sebagai berikut.
“Publishing is never a purely verbal matter: printing words always involves design issues, even if it is only selections of a typeface. Magazine design takes that process and extends it through the incorporation of photographic and illustrative material”.
(Penerbitan bukan hanya tentang hal-hal bersifat verbal saja: dunia percetakan selalu berhubungan dengan desain, bahkan ketika hanya dalam menyeleksi tipe muka. Desain majalah mengambil proses tersebut dan mengembangkannya melalui
penggabungan antara fotografi dan bahan ilustrasi). (John Morris,
1996:147)
Dari pendapat John Morrris sebagaimana dikutipkan di atas dapatlah disimpulkan bahwa sebuah majalah membutuhkan desain, termasuk desain halaman muka, yang dapat membuatnya lebih mampu menarik perhatian khalayak. Halaman muka, dalam kaitan ini, menjadi suatu hal yang sangat penting dalam hal first impression kepada pembacanya.
(17)
commit to user
Pada majalah berita, halaman muka menjadi sangat penting karena merepresentasikan prioritas pemberitaan. Sebuah halaman muka haruslah sederhana, kompetitif dan menarik. Halaman muka hendaknya berkaitan pada artikel utama dari edisi tersebut. Konsistensi dari desain sehingga merepresentasikan filosofi dari majalah itu sendiri menjadi hal yang penting sehingga majalah tersebut dapat dengan mudah dikenali oleh pembaca. (Click & Baird, 1983: 204)
Banyak majalah berita di Indonesia, salah satunya yang dapat dikatakan terkemuka adalah Tempo. Majalah Tempo adalah majalah berita mingguan Indonesia yang umumnya meliput berita dan politik. Halaman muka majalah Tempo menjadi sebuah topik yang menarik untuk dikaji karena untuk beberapa kali, halaman muka majalah ini menimbulkan kontroversi.
Pada masa Orde Baru tahun 1982 misalnya, Surat Izin Terbit (SIT) TEMPO pernah dibekukan oleh keputusan Menteri Penerangan Ali Moertopo karena melanggar kode etik pers yang bebas dan bertanggung jawab. Banyak orang percaya, alasan utamanya karena TEMPO memberitakan kampanye partai Golkar, di lapangan Banteng, Jakarta, yang berakhir dengan kerusuhan. (www.kopigrafika.com)
Selanjutnya, pada tahun 1994 pemerintah melakukan pembreidelan juga pada majalah tersebut. Alasan pembreidelan tidak pernah jelas. Tetapi banyak yang meyakini bahwa pemberitaan mengenai impor kapal perang (bekas) dari Jerman. Pemberitaan mengenai kasus ini dianggap sebagai sebuah ancaman terhadap stabilitas negara. (www.kopigrafika.com)
(18)
commit to user
Pada era Reformasi, TEMPO tak surut mengundang kontroversi, ulasan artikelnya mengenai ada Tomy di Tenabang, Kasus Akbar Tanjung, hingga gambar sampul Majalah TEMPO, yang memuat lukisan "Perjamuan Terakhir" karya Leonardo Da Vinci, yang sangat sakral bagi agama Nasrani, di pelesetkan dengan gambar Soeharto di meja makan bersama enam anaknya. (www.kopigrafika.com). Gambar tersebut dimuat pada halaman muka majalah Tempo edisi 4-10 Februari 2008, beberapa hari setelah wafatnya mantan presiden Soeharto.
Kontroversi baru-baru ini yaitu pada edisi 28 Juni – 4 Juli 2010 yang berjudul Rekening Gendut Perwira Polisi adalah sebuah contoh halaman muka majalah Tempo yang menimbulkan pro dan kontra. Desain halaman muka yang menggambarkan seorang perwira tinggi Polisi dengan tiga celengan berbentuk babi yang terikat pada salah satu tangan sang perwira menyebabkan Tempo edisi ini menjadi sulit untuk didapatkan. Disinyalir keadaan ini disebabkan majalah Tempo edisi Rekening Gendut Perwira Polisi diborong oleh beberapa pihak tertentu. Lebih lanjut, dalam masa edisi ini diterbitkan, pemerintah dan masyarakat sedang menggalakkan upaya pemberantasan tindak pidana korupsi sementara berkembang dugaan terdapat beberapa perwira tinggi Polisi yang terlibat dalam tindak pidana korupsi. Tapi itulah, Tempo dengan segala kehebohan yang sering dimunculkannya, suka atau tidak, telah menciptakan warna tersendiri bagi perkembangan dan kedewasaan politik bagi perjalanan negara dan bangsa ini.
(19)
commit to user
Terutama karena kontroversi-kontroversi yang sering ditimbulkan oleh majalah berita mingguan Tempo inilah maka penting untuk meneliti bagaimana majalah Tempo memilih dan menyajikan persoalan-persoalan penting dalam halaman muka. Penelitian ini dilakukan dengan mengamati dua periode terbitan majalah Tempo yaitu: periode I No. 12 Tahun XXIII – 22 Mei 1993 - No. 17 Tahun XXIV – 25 Juni 1994 dan periode II Edisi 3824/3-9 Agustus 2009 hingga Edisi 3918/28 Juni- 4 Juli 2010. Pemilihan kedua periode tersebut lebih disebabkan oleh adanya perbedaan pemerintahan yang berkuasa pada masanya. Masa Orde Baru yang berkuasa pada periode pertama cenderung lebih mempunyai tekanan terhadap kebebasan pers.
Selanjutnya, Pawito dalam desertasinya Mass Media and Democracy: a study of the roles of the mass media in the Indonesian transition period 1997-1999, menjelaskan tentang kondisi media massa pada periode orde baru.
The Period of New Order lasted form 1967 to 1998. Basically, in this period, similiar to that in the period of Demokrasi Terpimpin, Indonesian mass media were put under government control. In the periode of Demokrasi Terpimpin, the mass media served as the arms of the government to promote the government policies e.g. Demokrasi Terpimpin, Manipol Usdek, and Nasakom in an atmosphere called politik adalah panglima (politics is the chief consideration). Likewise, in the period of New Order the Indonesian mass media served as an agent of the government to promote government policies, primarily national development programs, in an atmosphere called pembangunan adalah panglima (development is the chief of cansideration). Thus during both periods, the governemnt enforced its control over the media in order to prepetuate the regime. Similiar to that in the period of Demokrasi Terpimpin, Departemen Penerangan also played a remarkable role in controlling the media in the period of New Order. (Periode Orde Baru berlangsung tahun 1967-1998. Secara umum, periode ini hampir mirip dengan periode Demokrasi Terpimpin, media massa di Indonesia berada dalam kontrol pemerintah. Pada saat periode Demokrasi Terpimpin, media
(20)
commit to user
massa dijadikan sebagai alat pemerintah untuk mempromosikan kebijakan pemerintah. Demokrasi Terpimpin, Manipol Usdek, dan Nasakom terdapat dalam sebuah atmosfer yang disebut politik adalah panglima. Demikian juga pada periode Orde Baru, media massa di Indonesia digunakan sebagai agen pemerintah untuk mempromosikan kebijakan pemerintah, secara umum untuk mempromosikan program pembangunan nasional dalam sebuah atmosfer yang disebut sebagai Pembangunan adalah panglima. Pada kedua periode pemerintah memaksakan kontrolnya kepada media untuk melanggengkan rezim. Sama halnya pada saat periode Demokrasi Terpimpin, Departemen Penerangan juga mempunyai peranan yang penting untuk mengontrol media).
(Pawito, 2002: 98)
Dari pendapat Pawito di atas dapatlah kiranya penulis simpulkan bahwa pemerintahan orde baru pada periode I memiliki sistem politik yang tidak jauh berbeda dengan pemerintahan masa orde lama dimana pemerintahan membenarkan adanya intervensi terhadap media. Pada periode I dimana pemerintah memiliki atmosfer sistem politik pembangunan sebagai panglima dapat memaksakan kontrolnya kepada media untuk membuat abadi rezim tersebut.
Sebaliknya, pada periode II dimana pemerintahan kabinet Indonesia Bersatu berkuasa. Pada periode tersebut, reformasi baru saja terjadi sehingga euforia kebebasan pers benar-benar terasa didalamnya. Selanjutnya, pemilihan dalam penggunaan ilustrasi untuk halaman muka yang biasanya sangat terkait dengan berita utama atau tajuk utama edisi bersangkutan notabene merupakan keputusan media secara instutusional (melalui para editor). Keputusan ini sudah tentu dibuat oleh para editor setelah mencermati dan mempertimbangkan persoalan atau perkembangan situasi politik dan sosial yang ada di masyarakat. Pemilihan penggunaan ilustrasi yang kental dengan unsur subjektifitas, dari pada
(21)
commit to user
fotografi dalam penyusunan desain halaman muka majalah Tempo juga setidaknya menjadi penguat alasan mengapa topik ini menarik untuk diteliti.
B. Rumusan Masalah
Berangkat dari permasalahan diatas, dapatlah dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Tema-tema apa saja yang menjadi sorotan majalah Tempo
sebagaimana yang ditampilkan di halaman muka pada periode I No. 12 Tahun XXIII – 22Mei 1993 - No. 17 Tahun XXIV – 25 Juni 1994 dan periode II Edisi 3824/3-9 Agustus 2009 hingga Edisi 3918/28 Juni- 4 Juli 2010.
2. Siapa yang paling banyak muncul di halaman muka majalah Tempo pada periode I dan Periode II.
3. Bagaimana perbedaan cara majalah Tempo dalam mengemas sebuah isu yang kemudian diangkat menjadi halaman muka pada periode I dan periode II.
C. Tujuan penelitian
Penelitian ini pada intinya berkenaan dengan halaman muka majalah berita Tempo khususnya pada dua periode penerbitan yaitu periode I No. 12 Tahun XXIII – 22Mei 1993 - No. 17 Tahun XXIV – 25 Juni 1994 dan periode II Edisi 3824/3-9 Agustus 2009 hingga Edisi 3918/28 Juni- 4 Juli 2010. Adapun tujuan pokok dari penelitian ini adalah: Untuk melihat secara lebih intensif tentang
(22)
commit to user
tampilan halaman muka majalah tempo terutama dalam aspek tema dari pesan yang menjadi sorotan majalah Tempo untuk diangkat dalam halaman muka di kedua periode sebagaimana dikemukakan di atas serta kemungkinan perbedaan yang ada di antara kedua periode tersebut (dilihat dari frekuensi kemunculan). Adapun tujuan kedua adalah membandingkan tokoh yang paling sering diangkat dalam halaman muka majalah Tempo pada kedua periode. Selanjutnya, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui bagaimana perbedaan cara pengemasan sebuah halaman muka pada masing-masing periode (dilihat frekuensi dari penggunaan ilustrasi/karikatur dan fotografi).
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam dunia penelitian komunikasi karena dalam dunia tersebut masih jarang ditemukan penelitian mengenai halaman muka sebuah majalah. Disamping itu, pembandingan antara dua periode yang dipilih, setidaknya dapat menjadi sebuah tolak ukur perkembangan pers di Indonesia.
E. Landasan Teoritis
Teori merupakan landasan bagi seorang peneliti dalam melakukan penelitian. Dalam penelitian ini, landasan teori dimulai dengan teori mengenai komunikasi.
(23)
commit to user
1. Komunikasi
Dalam buku “Komunikasi dan Regulasi Penyiaran”, Mufid mengutip pengertian komunikasi dari Weekly (1967), secara etimologi (bahasa) kata “komunikasi” berasal dari Bahasa Inggris “communication” yang mempunyai akar kata dari bahasa Latin “comunicare.” Kata “comunicare” sendiri memiliki tiga kemungkinan arti:
1. “to make common” atau membuat sesuatu menjadi umum.
2. “cum + munus” berarti saling memberi sebagai hadiah.
3. “cum + munire” yaitu membangun pertahanan bersama. (Muhamad
Mufid, 2007 :1)
Sedangkan secara epistemologis (istilah), dalam buku “Komunikasi dan Regulasi Penyiaran”, Mufid mengutip dari beberapa tokoh komunikasi, diantaranya adalah Ruben (1992), R loose (1999) dan DeVito (1986). Definisi-definisi itu adalah:
1. “Communication means that information is passed from one
place to another” (komunikasi adalah informasi yang
disampaikan dari satu tempat ke tempat lain).
2. “Communication...include (s) all the procedures by which one mind may effect another.” (Komunikasi...meliputi semua prosedur di mana pikiran seseorang mempengaruhi orang lain). 3. “The transmission of information, ideas, emotion, skills, etc. By
the use of symbol – word, pictures, figures, graph, etc.”
(pemindahan informasi, ide, emosi, keterampilan, dan lain-lain dengan menggunakan simbol – seperti kata, gambar, figur dan grafik).
4. “The imparting, conveying or exchange of ideas, knowledge, or information whether by speech, writing or signs.” (memberi, meyakinkan atau bertukar ide, pengetahuan atau informasi baik melalui ucapan, tulisan atau tanda).
(24)
commit to user
5. Komunikasi adalah proses pertukaran informasi yang biasanya melalui sistem simbol yang berlaku secara umum.
6. Komunikasi adalah, “proses atau tindakan menyampaikan pesan
(message) dari pengirim (sender) ke penerima (receiver),
melalui suatu medium (channel) yang biasanya mengalami gangguan (noise). Dalam definisi ini, komunikasi haruslah bersifat intentional (disengaja) serta membawa perubahan. (Muhamad Mufid, 2007 :1-2)
Astrid dalam bukunya “Komunikasi Sosial di Indonesia”, menyinggung tentang pengertian Komunikasi.
Komunikasi adalah kegiatan pengoperan lambang yang mengandung arti atau makna. Arti ini perlu dipahami bersama oleh pihak-pihak yang terlibat dalam suatu kegiatan komunikasi. Suatu situasi komunikasi serasi adalah yang diharapkan oleh komunikator dan komunikan. Komunikasi serasi hanya dapat dicapai apabila pihak-pihak yang terlibat dalam suatu kegiatan komunikasi memberi arti dan makna yang sama kepada lambang-lambang yang dipergunakan karena itu dikatakan bahwa pemberi arti kepada lambang merupakan landasan pokok untuk suatu komunikasi yang serasi, terutama karena manusia hidup dalam masyarakatnya melalui komunikasi. (Phil Astrid S Susanto, 1980: 4)
Secara garis besar, baik Mufid maupun Astrid sama-sama mendefinisikan komunikasi sebagai sebuah proses yang kemudian menghasilkan sebuah produk pesan. Dalam proses tersebut sebuah pesan dikemas sedemikian rupa hingga terdapat keselarasan antara komunikator dan komunikannya. Proses keselarasan itu tentu saja tidak luput dari hambatan ataupun gangguan. Melalui hambatan dan gangguan inilah nantinya sebuah pesan diterima oleh komunikan yang selanjutnya menghasilkan berbagai feed back.
(25)
commit to user
Selanjutnya, Mufid juga merumuskan beberapa unsur yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi anatomi komunikasi. Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut:
1. Komunikasi melibatkan hubungan seseorang dengan orang lain atau hubungan seseorang dengan lingkungannya, baik dalam rangka pengaturan atau koordinasi.
2. Proses, yakni aktivitas yang nonstatis, bersifat terus menerus. Ketika kita bercakap-cakap dengan seseorang misalnya, kita tentu tidak diam saja. Di dalamnya kita membuat perencanaan, mengatur nada, menciptakan pesan baru, menginterpretasikan pesan, merespons atau mengubah posisi tubuh agar terjadi kesesuaian dengan lawan bicara.
3. Pesan, yaitu tanda (signal) atau kombinasi tanda yang berfungsi sebagai stimulus (pemicu) bagi penerima tanda. Pesan dapat berupa tanda atau simbol. Sebagian dari tanda dapat bersifat universal, yakni dipahami oleh sebagian besar manusia diseluruh dunia, seperti senyum sebagai tanda senang, atau asap sebagai tanda adanya api. Tanda lebih bersifat universal daripada simbol. Ini dikarenakan simbol terbentuk karena adanya kesepakatan, seperti simbol negara. Karena terbentuk melalui kesepakatan, maka simbol tidak bersifat alami dan tidak pula universal.
4. Saluran (channel), adalah wahana di mana tanda dikirim. Channel bisa bersifat visual (dapat dilihat) atau aural (dapat didengar).
5. Gangguan (noise), segala sesuatu yang dapat membuat pesan
(26)
commit to user
pesan. Gangguan (noise) bisa bersifat fisik, psikis (kejiwaan) atau semantis (salah paham).
6. Perubahan, yakni komunikasi menghasilkan perubahan pada pengetahuan, sikap atau tindakan orang-orang yang terlibat dalam proses komunikasi. (Muhamad Mufid, 2007: 3-4)
Selanjutnya, pada tahun 1948 Laswell memperkenalkan pola komunikasi yang mengatakan bahwa komunikasi meliputi “who says what to whom in what channel with what effect”, atau “siapa berkata apa kepada siapa dengan menggunakan saluran apa serta menimbulkan pengaruh apa”.
Model Komunikasi Lasswell
Whom Effect
Who What Channel
(audience/ pendengar)
(Pembicara) (pesan) (medium) (pengaruh)
Gambar 1: Model Teori Laswell (Muhamad Mufid, 2007: 7)
Teori Laswell, walaupun masih berfokuskan pada komunikasi verbal satu arah, namun teori tersebut dipandang lebih maju dari teori yang telah ada. Di samping berhasil lepas dari pengaruh komunikasi propaganda yang ketika itu sangat mendominasi wacana komunikasi, Laswell juga mendefinisikan medium pesan dalam arti yang lebih luas yakni media massa. (Muhamad Mufid, 2007: 7-8)
(27)
commit to user
Lebih lanjut, Laswell juga menyebutkan beberapa fungsi dari komunikasi:
1. The surveillance of the environment. (Pengawasan terhadap lingkungan)
2. The correlation of the parts of society in responding to the
environment.(Penghubung bagian-bagian dari masyarakat kepada
lingkungan)
3. The transmission of the social herritage from one generation to the next.
(Menurunkan warisan sosial dari satu generasi kepada generasi setelahnya). (Onong U. Effendy, 1994: 13)
Fungsi “surveillance” yang dimaksudkan oleh Laswell disini merupakan kegiatan mengumpulkan dan menyebarkan informasi mengenai kejadian dalam suatu lingkungan, dapat dikatakan sebagai penggarapan berita. Fungsi kedua yaitu
“correlation” adalah semua kegiatan yang mencakup berbagai interpretasi
terhadap informasi pada lingkungannya. Fungsi terakhir, “transmission of
culture" yang menyatakan sebuah komunikasi dapat digunakan sebagai sebuah
media untuk memberikan warisan saosial dan budaya dari generasi tua kepada generasi yang lebih muda.
2. Komunikasi Massa
Karya Shannon dan Weaver, Mathematical Theory of Communication
(1949;Weaver,1949b), diterima secara luas sebagai salah satu benih yang keluar dari studi komunikasi yang telah tumbuh. Teori ini merupakan suatu contoh yang
(28)
commit to user
gamblang dari mahzab proses, yang melihat komunikasi sebagai transmisi pesan. (John Fiske, 1990: 13)
Receive Tujuan Sumber informasi Transmite Pesan
Sinyal yang
sinyal diterima
Sumber gangguan
Gambar 2:Model komunikasi Shannon dan Weaver (John Fiske, 1990: 13)
Dari gambar 2 dapat kita simpulkan bahwa Shannon dan Weaver mengidentifikasi tiga level masalah dalam studi komunikasi. Hal itu adalah:
• Level A (masalah teknis) merupakan sebuah permasalahan yang
berjibaku dengan cara bagaimana simbol-simbol komunikasi dapat ditransmisikan secara akurat.
• Level B (masalah semantik) adalah masalah mengenai bagaimana
simbol-simbol yang ditranmisikan secara persis menyampaikan makna yang diharapkan.
• Level C (masalah keefektifan) yang merupakan permasalahan terakhir
yang bergumul dengan semua permasalahan bagaimana makna yang diterima secara efektif mempengaruhi tingkah laku dengan cara yang diharapkan. (John Fiske, 1990: 46)
(29)
commit to user
Masalah teknis di level A adalah yang paling sederhana untuk dipahami dan ini adalah salah satu masalah yang semual dikembangkan model tersebut untuk dijelaskan. Masalah semantik sekali lagi mudah untuk diidentifikasikan, namun jauh lebih sulit untuk dipecahkan, dan mulai dari makna kata hingga makna bahwa sebuah gambar film warta berita sebuah negara mungkin memiliki makna bagi seorang warga negara lain. Shannon dan Weaver memandang bahwa makna terkandung dalam pesan: maka memperbaiki encoding akan meningkatkan akurasi semantik. Namun, terdapat juga faktor-faktor budaya yang bekerja disini yang modelnya tidak menentukan: makna setidaknya sama banyaknya di dalam budaya sebagaimana di dalam pesan
Masalah keefektifan sekilas mungkin tampak untuk menyatakan secara tidak langsung bahwa Shannon dan Weaver memandang komunikasi sebagai manipulasi dan propaganda: bahwa A telah berkomunikasi secara efektif dengan B jika merespons dengan cara yang A harapkan. Mereka menempatkan diri mereka sendiri terbuka terhadap kritik ini, dan hampir tidak menangkisnya, dengan mengklaim bahwa respons estetik atau emosional terhadap suatu karya seni adalah suatu efek komunikasi
Selanjutnya, sebagaimana yang sudah disinggung diatas, Laswell memberi kita model lain yang menegaskan bahwa untuk memahami proses komunikasi massa kita perlu mempelajari setiap tahapan dalam modelnya:Who, Says what, In
which channel, To whom, With what effect. Ini merupakan versi verbal model
yang berasal dari Shannon dan Weaver. Model ini melihat komunikasi sebagai tranmisi pesan. Model ini mengungkapkan isu “efek” dan bukannya “makna.”
(30)
commit to user
“Efek” secara tak langsung menunjukkan adanya perubahan yang bisa diukur dan diamati pada penerima yang disebabkan oleh unsur-unsur yang bisa diidentifikasikan dalam prosesnya. Perubahan pada salah satu unsur tersebut akan merubah efek. (John Fiske, 1990: 46)
Dari beberapa pendapat tentang komunikasi massa, pendapat Bitner (1980) merupakan definisi tentang komunikasi massa yang paling sederhana.
“Mass communication is message communicated through a mass medium to a large number of people”.(Komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah
besar orang). (Ardianto dan Erdinaya, 2007:3)
Komunikasi massa merupakan komunikasi yang harus menggunakan media massa (Ardianto dan Erdinaya, 2007:3). Televisi, radio, surat kabar, film, buku, pita merupakan bentuk dari komunikasi massa (Effendy, 1990:20).
Definisi dari Bitner yang dikutip oleh Ardianto dan Erdinaya merupakan sebuah definisi komunikasi massa yang memprioritaskan pada channel dan jumlah komunikan pada sebuah proses komunikasi massa. Adapun Effendy (1990) memperjelas berbagai channel yang dapat digunakan oleh sebuah proses komunikasi massa untuk mentransmisikan sebuah pesan.
McQuail dalam bukunya Teori Komunikasi Massa, menjelaskan bahwa komunikasi massa hanya merupakan salah satu proses komunikasi yang berlangsung pada peringkat masyarakat luas, yang identifikasinya ditentukan oleh ciri khas institusionalnya (gabungan antara tujuan, organisasi, dan kegiatan yang sebenarnya). (McQuail,1996:7)
(31)
commit to user
Masih menurut McQuail, ciri-ciri utama komunikasi massa adalah sumber komunikasi massa bukanlah satu orang, melainkan satu organisasi formal, dan “sang pengirim”-nya seringkali merupakan komunikator profesional. Pesannya tidak unik dan beranekaragam, serta dapat diperkirakan. Di samping itu, seringkali pesan tersebut ”diproses”, distandarisasi, dan selalu diperbanyak. Pesan itu juga merupakan suatu produk dan komoditi yang memiliki nilai tukar, serta acuan simbolik yang mengandung nilai “kegunaan.” Hubungan antara pengirim dan penerima bersifat satu arah dan jarang sekali bersifat interaktif. Hubungan tersebut juga bersifat impersonal, bahkan mungkin sekali bersifat non-moral dan kalkulatif dalam artian bahwa sang pengirim tidak bertanggung jawab atas konsekuensi yang terjadi pada para individu dan pesan yang diperjualbelikan dengan uang atau ditukar dengan perhatian tertentu.
Charles Wright, seorang ahli komunikasi mencoba merumuskan mengenai ciri-ciri komunikasi massa:
1. Diarahkan kepada khalayak yang relatif besar, heterogen dan anonim 2. Pesan disampaikan secara terbuka, seringkali dapat mencapai kebanyakan
khalayak secara serentak, bersifat sekilas
3. Komunikator cenderung berada atau bergerak dalam organisansi yang kompleks yang melibatkan biaya besar. (Mursito BM,1999:18)
Nurudin (2007), dalam bukunya Komunikasi Massa, merumuskan dalam tujuh ciri sebuah komunikasi yang dapat disebut sebagai komunikasi massa.
(32)
commit to user
Komunikator dalam komunikasi massa bukan satu orang, melainkan kumpulan orang-orang. Artinya, gabungan antar berbagai macam unsur dan berkerja satu sama lain dalam sebuah lembaga. Lembaga disini menyerupai sebuah sistem. Dalam komunikasi massa, komunikator adalah lembaga media massa itu sendiri.
b. Komunikan dalam Komunikasi Massa Bersifat Heterogen
Audience sebuah media massa memiliki keragaman umur, jenis kelamin dan status sosial ekonomi. Karakter komunikan atau audience menurut Herber Blumer adalah:
- Audience dalam komunikasi massa bersifat heterogen, berasal dari berbagai kelompok dalam masyarakat.
- Berisi individu-individu yang tidak saling kenal dan tidak saling berinteraksi secara langsung.
- Tidak memiliki kepemimpinan atau organisasi sosial. c. Pesannya Bersifat Umum
Pesan yang disampaikan dalam komunikasi massa bersifat umum dan ditujukan untuk khalayak yang jamak, bukan pada orang atau golongan tertentu.
d. Komunikasi Berlangsung Satu Arah
Dalam bentuk komunikasi ini, komunikan tidak bisa langsung memberi tanggapan terhadap pesan yang disampaikan komunikator.
(33)
commit to user
Dalam komunikasi massa penyampaian pesan dilakukan secara serempak atau hampir bersamaan, walaupun pada audience media cetak komunikan belum tentu menerima pesan secara bersamaan.
f. Komunikasi Massa Mengandalkan Peralatan Teknis
Media massa sebagai sarana utama dalam penyampaian pesan kepada khalayak sangat membutuhkan sebagai peralatan teknis seperti komputer, mesin cetak, kamera dan lain-lain.
g. Komunikasi Massa Dikontrol oleh Gatekeeper
Gatekeeper berfungsi untuk memilih informasi yang layak disebarkan dan menyederhanakan penyampaiannya agar mudah dipahami oleh khalayak. (Nurudin,2007:54-55)
Komunikasi massa menurut Mursito BM dalam bukunya Memahami
Institusi Media, menjelaskan bahwa kata “komunikasi massa” diadopsi dari istilah
bahasa inggris “mass communication” atau komunikasi media massa (mass media communication), yang berarti komunikasi dengan menggunakan media massa atau “mass mediated”, komunikator tak dapat bertatap langsung dengan khalayak. Misalnya; penyiar radio atau televisi yang sedang siaran, tidak dapat menatap audiens dalam perbincangannya, sedangkan istilah “mass media” atau “media massa” adalah dari “media of mass communication” – media yang digunakan dalam komunikasi massa. Istilah lain yang paling banyak digunakan adalah pers. (Mursito BM, 2006:2)
(34)
commit to user
Sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas, untuk meneliti perbandingan halaman muka majalah Tempo periode I dan Periode II dibutuhkan pengetahuan mengenai sistem politik yang digunakan pada masing-masing periode. Pengetahuan mengenai sistem politik yang mempengaruhi komunikasi dalam hal ini media massa demikian juga sebaliknya disebuat sebagai pendekatan lingkungan. Dalam bukunya, Komunikasi Politik: Media Massa dan Kampanye
Pemiilihan, Pawito menjelaskan bahwa pendekatan lingkungan bertolak dari
asumsi bahwa antara sistem politik dan komunikasi terdapat hubungan timbal-balik: sistem politik mempengaruhi komunikasi dan sebaliknya komunikasi mempengaruhi sistem politik. Bertolak dari asumsi ini, maka mencermati lingkungan, terutama lingkungan sosial-politik, pada saat komunikasi berlangusng menjadi sangat penting. Lingkungan sosial-politik secara sederhana dapat dipahami sebagai kondisi sosial-politik yang secara umum dirasakan luas oleh masyarakat berkaitan dengan kinerja sistem politik. (Pawito, 2009: 35)
Dapat ditarik kesimpulan dari pernyataannya, Pawito menyadari bahwa pendekatan lingkungan ini mengasumsikan bahwa lingkungan sosial-politik, sampai tingkat tertentu, berpengaruh terhadap komunikasi. Dengan kata lain, perubahan yang terjadi dalam sistem politik cenderung diikuti oleh perubahan kondisi komunikasi politik termasuk kondisi media. Perubahan ini nantinya akan dapat dilihat dari perbandingan halaman muka majalah Tempo periode I dan periode II yang notabene memiliki karakteristik pengaruh sistem politik terhadap media massa yang berbeda.
(35)
commit to user
3. Jurnalistik Sebagai Bentuk Komunikasi Massa
Jurnalistik atau jurnalisme berasal dari kata Journal, artinya sebuah catatan harian, atau catatan mengenai kejadian sehari-hari, atau bisa juga berarti surat kabar. Journal berasal dari kata latin diurnalis, artinya harian atau tiap hari. Dari kata itulah lahir kata jurnalis, yaitu orang yang melakukan pekerjaan jurnalistik (kusumaningrat, 2006:15). Jurnalistik juga dapat diartikan sebagi sebuah kegiatan mencari dan mengolah fakta realitas empirik, kemudian dilaporkan kepada khalayak melalui media massa. Laporan tentang realitas empirik di media massa ini disebut berita. (Mursito, 1999:25)
Menurut Kovach dan Rosentiel, tujuan utama dari Jurnalisme adalah memberikan informasi yang dibutuhkan oleh khalayak sehingga mereka dapat hidup merdeka dan mengatur diri sendiri. Untuk dapat memenuhi tujuan utamanya, jurnalisme harus memenuhi prinsip-prinsip jurnalisme yang disebut dengan sembilan elemen jurnalisme. Sembilan elemen jurnalisme itu adalah:
1. Kewajiban pertama jurnalisme adalah kebenaran 2. Loyalitas pertama jurnalisme kepada warga 3. Intisari jurnalisme adalah disiplin dalam verifikasi
4. Para praktisinya harus menjaga independensi terhadap sumber berita
5. Jurnalisme harus berlaku sebagai pemantau kekuasaan
6. Jurnalisme harus menyediakan forum publik untuk kritik, maupun dukungan warga
7. Jurnalisme harus berupaya membuat hal yang penting menarik dan relevan
8. Jurnalisme harus menjaga agar berita berita komprehensif dan proposional
9. Para praktisinya harus diperbolehkan mengikuti nurani mereka. (Bill Kovach & Tom Rosentiel, 2001:6)
(36)
commit to user
Dari uraian sembilan elemen jurnalistik yang di sebutkan Bill Kovach dan Tom Rosentiel diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa realisasi dari elemen-elemen jurnalistik tersebut dibutuhkan dukungan baik dari sisi internal maupun eksternal dari sebuah media. Pada sisi internal dibutuhkan kesadaran diri dari awak media maupun sang pemiliknya untuk menjunjung tinggi apa yang dinamakan independensi jurnalistik. Sedangkan pada sisi eksternal, mensyaratkan pemerintahan dengan berbagai kebijakannya yang pro dengan kebebasan pers dan kebebasan menyatakan pendapat.
Sejarah Jurnalistik dimulai ketika tiga ribu tahun yang lalu, Firaun di Mesir, Amenhotep III, mengirimkan ratusan pesan kepada para perwiranya di provinsi-provinsi untuk memberitahukan apa yang terjadi di ibukota. Di Roma 2000 tahun yang lalu Acta Diurna (“tindakan harian”) – tindakan-tindakan senat, peraturan-peraturan pemerintah, berita kelahiran dan kematian - ditempelkan ditempat-tempat umum. Selama abad pertengahan di Eropa, siaran berita yang ditulis tangan merupakan media informasi yang penting bagi usahawan.
Keperluan untuk mengetahui apa yang terjadi merupakan kunci lahirnya jurnalisme selama berabad-abad. Tetapi, jurnalisme itu sendiri baru benar-benar dimulai ketika huruf-huruf lepas untuk percetakan mulai digunakan di Eropa pada sekitar tahun 1440. Dengan mesin cetak, lembaran-lembaran berita dan pamflet-pamflet dapat dicetak dengan kecepatan yang lebih tinggi, dalam jumlah yang lebih banyak, dan dengan ongkos yang lebih rendah.
(37)
commit to user
Surat kabar pertama yang terbit di Eropa secara teratur dimulai di Jerman pada tahun 1609: Aviso di Wolfenbuttel dan Relation di Strasbourg. Tak lama kemudian, suratkabar-suratkabar lainnya muncul di Belanda (1618), Perancis (1620), Inggris (1620), dan Italia (1636). Suratkabar-suratkabar pada abad ke-17 ini bertiras sekitar 100 sampai 200 eksemplar sekali terbit, meskipun Frankfurter
Journal pada tahun 1680 sudah memiliki tiras 1500 sekali terbit.
Pada tahun 1650, suratkabar pertama yang terbit sebagai harian adalah
Einkommende Zeitung di Leipzig, Jerman. Pada tahun 1702 menyusul Daily
Courant di London yang menjadi harian pertama di Inggris yang berhasil
diterbitkan. Ketika lebih banyak penduduk mendapatkan penghasilan yang lebih besar dan lebih banyak di antara mereka yang belajar membaca, maka semakin besarlah permintaan akan suratkabar. Bersamaan dengan itu, terjadi penemuan mesin-mesin yang lebih baik dalam mempercepat produksi koran dan memperkecil ongkos.
Pada tahun 1833, di New York City, Benjamin H. Day, menerbitkan untuk pertama kalinya apa yang disebut penny newspaper (suratkabar murah yang harganya satu penny). Ia memuat berita-berita pendek yang ditulis dengan hidup, termasuk peliputan secara rinci tentang berita-berita kepolisian untuk pertama kalinya. Berita-berita human interest dengan ongkos murah ini menyebabkan bertambahnya secara cepat sirkulasi suratkabar tersebut. Kini di Amerika Serikat beredar 60.000.000 eksemplar harian setiap harinya.
Jurnalisme kini telah tumbuh jauh melampaui suratkabar pada awal kelahirannya. Majalah mulai berkembang sekitar dua abad lalu. Pada tahun 1920
(38)
commit to user
radio komersial dan majalah-majalah berita muncul ke atas panggung. Televisi komersial mengalami boom setelah Perang Dunia II.
Selanjutnya, dalam penelitian ini, Tempo sebagai salah satu media cetak yang cukup terkemuka di Indonesia merupakan salah satu dari sekian banyaknya media massa atau media of mass communication. Hal ini sejalan dengan definisi perusahaan pers yang terdapat dalam Undang-Undang No.40/1999 tentang pers, pasal 1 ayat 2.
Perusahan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronika, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi.
Dari undang-undang tesebut dapat kita simpulkan bahwa wujud dari media seperti yang dimaksud dalam Undang-Undang itu adalah perusahaan penerbitan yang bergerak di bidang media cetak, meliputi perusahaan penerbitan surat kabar, majalah, tabloid dan buku. Sedang media elektronika meliputi media radio dan media televisi.
4. Media Cetak dan Majalah
Perkembangan media cetak tidak bisa lepas dari perkembangan penggunaan kertas sebagai bahan untuk merekam tulisan. Hal demikian sudah dimulai di dunia Islam sepanjang abad ke-18 dengan kertas kulit (meski sebenarnya kertas sudah muncul di Cina). Lama kelamaan, sistem pemakaian di atas kertas tersebar ke umat kristen Eropa, khususnya ketika tentara Moors menduduki Spanyol. Tulisan yang awal mulanya dimonopoli oleh kalangan
(39)
commit to user
pendeta, elit politik, ilmuwan dan ahli lain mulai bergeser. Masyarakat umum yang memiliki kemampuan untuk menulis dan membaca mulai merasakan manfaatnya. (Nurudin,2007:54-55)
Sejarah media modern bermula dari buku cetak. Meskipun pada awalnya upaya percetakan buku hanyalah merupakan upaya penggunaan alat teknik untuk memproduksi teks yang sama atau hampir sama, yang telah disalin dalam jumlah yang besar, namun upaya itu tentu saja masih dapat disebut semacam revolusi. Lambat laun perkembangan buku cetak mengalami perkembangan dalam segi isi - semakin bersifat sekular dan praktis. Kemudian semakin banyak pula karya populer, khususnya dalam bentuk brosur dan pamflet politik dan agama yang ditulis dalam bahasa daerah, yang ikut berperan dalam proses transformasi abad pertengahan. Jadi, pada masa terjadinya revolusi buku pun ikut memainkan peran yang tidak dapat dipisahkan dari proses revolusi itu sendiri. (McQuail,1996:9)
Surat kabar komersial abad ketujuh belas tidak lahir dari satu sumber, tetapi dari gabungan kerja sama antara pihak percetakan dengan pihak penerbit. Ragam surat kabar resmi (seperti yang diterbitkan oleh Raja atau pemerintah) memang memiliki beberapa ciri khas yang sama dengan surat kabar komersial, tetapi juga berfungsi sebagai terompet penguasa dan alat pemerintah. Surat kabar komersial merupakan ragam yang sangat berpengaruh dalam proses pembentukan institusi surat kabar.
Surat kabar memiliki inovasi yang lebih tinggi daripada buku cetak – penemuan (invensi) bentuk karya tulis, sosial dan budaya yang baru – meskipun pada masa itu pandangan yang muncul tidak demikian adanya. Kekhususan surat
(40)
commit to user
kabar, jika dibandingkan dengan sarana komunikasi budaya lainnya, terletak pada individualisme, orientasi pada kenyataan, kegunaan, sekularitas, dan kecocokannya dengan tuntutan kebutuhan kelas sosial baru, yakni kebutuhan para usahawan kota dan orang profesional. Kualitas kabaruannya bukan terletak pada unsur teknologi atau cara distribusinya, melainkan pada fungsinya yang tepat bagi kelas sosial tertentu yang berada dalam iklim kehidupan yang berubah dan suasana yang secara sosial dan politis lebih bersifat permisif. (McQuail,1996:10)
Majalah merupakan jenis media massa yang paling unik diantara media lainnya. Rhenald Kasali (1992:112-113) berpendapat bahwa media cetak memiliki kekuatan dibanding dengan media cetak lainnya, yakni kemampuannya menjangkau segmentasi pasar tertentu yang terspesialisasi sehingga majalah memiliki komunitas sendiri. Majalah juga memilki sifat long life span, dimana usia edar majalah lebih panjang dari seluruh media yang ada dan pada umunya majalah juga dapat disimpan hingga bertahun-tahun sebagai referensi.
Majalah seperti media cetak lainnya, pada dasarnya merupakan alat komunikasi massa yang tugasnya menyampaikan pesan dari sumber, dalam hal ini redaksi kepada pembacanya dengan menggunakan lambang-lambang yang dicetak. Lambang-lambang ini dapat berwujud huruf-huruf cetak maupun gambar. Tetapi yang menjadi permasalahan disini adalah bagaimana mengemas lambang-lambang ini menjadi menarik bagi khalayak.
(41)
commit to user
5. Kebebasan Pers
Shoemaker (1996) dalam bukunya Mediating The Message berpendapat tentang pemerintahan dalam sebuah negara sedikit banyak memiliki pengaruh terhadap pers dalam negaranya.
There is little doubt that governments of all countries exert control over the mass media. In countries where the media are largely privately owned, controls are exerted through laws, regulations, licenses, and taxes. In countries where the media are primarily government-owned, government control is exerted through media financing. A study by the Freedom House shows that although 107 government adopted democratic reforms in 1993, “the personal freedom of nearly a billion citizens decreased.” (Terdapat keraguan yang kecil bahwa pemerintahan pada semua negara menggunakan kontrol terhadap media massa. Pada negara-negara dimana media dimiliki oleh swasta, kontrol dari pemerintahan ditekankan melalui hukum, regulasi-regulasi, surat-surat ijin dan pajak. Pada negara-negara dimana media dimiliki oleh pemerintahan, kontrol dari pemerintah digunakan melalui finansial media. sebuah penelitian oleh Freedom House memperlihatkan meskipun 107 pemerintah menganut reformasi demokrasi pada tahun 1993, kebebasan individu pada jutaan
rakyat berkurang). (Pamela J Shoemaker, 1996: 199)
Dari kutipan diatas dapat dilihat bahwa masih terdapat banyak pengekangan oleh pemerintah terhadap kebebasan pers sebuah media melalui berbagai modus. Selanjutnya, meskipun sudah terdapat kebebasan pers dalam sebuah negara, kejahatan terhadap kebebasan pers seringkali masih ditemukan. Hal ini sejalan dengan fakta mengejutkan yang ditemukan Sussman yang dilansir oleh Shoemaker. Dalam buku tersebut, Sussman menjelaskan tentang penemuan 1060 kasus mengenai kekerasan dalam kebebasan pers dalam 101 negara. Kekerasan-kekerasan pada kebebasan pers tersebut dapat berupa penahanan terhadap wartawan hingga pembunuhan.
(42)
commit to user
Kebebasan pers pada pemerintahan Amerika Serikat sendiri secara resmi berlaku ketika dideklarasikannya Amandemen Kebebasan.
Congress shall make no law respecting an establishment of religion, or prohibiting the free exercise thereof; or abridging the freedom of speech, or of the press;or the right of the people peacebly to assemble, and to petition the Government for a redress of grievances. (Dewan Perwakilan Rakyat tidak diperbolehkan membuat undang-undang menghargai sebuah pembangunan dari agama, atau melarang kebebasan penggunaannya; atau penyingkatan terhadap kebebasan bicara, atau terhadap pers; atau hak manusia untuk membentuk dan atau memohon pemerintah untuk sebuah keluhan).
Sebuah kebebasan pers telah lama dijunjung pada masyarakat Amerika Serikat dengan adanya amandemen kebebasan tersebut. Di Indonesia sendiri, walaupun pada saat kabinet indonesia bersatu berkuasa ditemukan adanya euforia kebebasan pers akan tetapi pengekangan kebebasan pers masih terjadi pada masa orde baru berkuasa. Hal ini ditunjukkan dengan adanya kontrol media oleh pemerintah. Pemerintah menggunakan media untuk mempromosikan kebijakan-kebijakan pemerintah dan program-program pemerintahan. Pawito, dalam desertasinya yang berjudul Mass Media and Democracy: A study of the Roles of
The Mass Media In The Indonesian Transition Period 1997-1998, merumuskan
setidaknya ditemukan 4 modus kontrol pemerintah terhadap media.
1. The government used licensing and other legal codes.
Hal ini dapat dilihat pada tahun 1966, semua media penerbit, harus mempunyai Surat Ijin terbit (SIT). Pada tahun 1982 dan 1987, undang-undang ini direvisi dengan mengganti SIT menjadi SIUPP (Surat Ijin Usaha Penerbitan Press).
(43)
commit to user
2. Government control over the mass media often occured in less formal
terms. In this respect, various patterns developed. For example, a patronclient relationship between government officers and newspeople (media owners, editors, and reporters) was established.
Dalam kasus ini, pada beberapa kesempatan, pemerintah memberikan wartawan sejumlah uang (lebih dikenal sebagai uang amplop atau uang bensin
3. Budaya telepon was another prominent mechanism of government control
over the mass media.
Dalam hal ini, pemerintah melakukan panggilan telepon terhadap wartawan, sebagai contoh bagaimana menulis isu-isu tertentu, dan memerintahkan mereka untuk tidak menuliskan aspek-aspek tertentu. Wartawan diharuskan untuk tidak memberitakan mengenai isu-isu negatif, seperti konflik elit politik, korupsi pemerintah, dan kekerasan yang dilakukan oleh pihak pemerintah. Pelanggaran terhadapnya akan dikenakan sangsi pembreidelan.
4. Another mechanism of government control over the mass media was
exercised by means of media ownersip.
Keluarga atau kroni dari pemerintahan secara legal masuk kedalam industri media dengan mempuyai kepemilikan terhadap media tersebut. Sebagai contoh Harmoko (menteri penerangan), mengontrol Pos Kota Group, Siti Hardiyanti (putri tertua Soeharto) mengontrol Wanita Indonesia. (Pawito, 2002: 99-102).
(44)
commit to user
Berbagai modus yang disebutkan oleh Pawito tersebut merupakan bentuk dari intervensi pemerintah terhadap pemberitaan media. Pemberitaan media pada saat itu menjadi tidak idependen dan selalu dipaksa untuk pro dengan kebijakan pemerintah. Berbagai pemberitaan yang bersifat negatif, disortir sedemikian rupa hingga image pemerintahan yang sempurna tanpa cela selalu dilihat oleh masyarakat.
6. Halaman Muka
John Morris mendiskripsikan hubungan halaman muka dengan majalah itu sendiri dalam bukunya Magazine Editing:
A magazine’s cover is its most prominent and useful selling tool. Many otherwise excellent publications are damaged by their editors’s apparent in ability to arrive at suitable cover style. On the other hand good covers alone will not, in the long term, save an inadequate magazine. Finding a suitable cover style and sticking with it is made no easier by the undoubted fact that your covers are something upon which everyone will have an opinion, from the person who comes in to mend the photocopier to your managing director. Most of the opinions have regrettably little to do with reality. (Halaman muka majalah adalah bagian yang paling menonjol dan alat penjualan yang paling berguna. Banyak penerbit bagus dihancurkan oleh ketidakmampuan editor dalam menemukan gaya cover yang cocok bagi majalahnya. Disisi lain, untuk waktu yang lama halaman muka saja tidak akan menyelamatkan sebuah majalah. Tidak mudah menemukan sebuah gaya halaman muka yang cocok dan tetap menggunakannya. Hal ini disebabkan oleh fakta yang tidak dapat dibantah bahwa halaman muka adalah sebuah bagian dimana khalayak akan berpendapat terhadap majalah tersebut, dari oknum yang bertanggungjawab pada bagian fotocopy hingga managing director. Banyak dari opini-opini tersebut sedikit menyayangkan
(45)
commit to user
Morris berpendapat akan arti penting sebuah halaman muka bagi kelangsungan hidup sebuah majalah. Bagi majalah yang sadar akan arti pentingnya, sebuah halaman muka akan dikemas sedemikian rupa hingga cocok dengan gaya dari majlaah tersebut. Gaya yang khas inilah yang nantinya akan mempengaruhi minat beli khalayak yang menjadi tulang punggung kehidupan dari mejalah tersebut.
Selanjunya, hasil penelitian Comag, Market research into Magazine
Covers pada tahun 1990 mengenai halaman muka yang mampu mempengaruhi
pembeli menemukan bahwa setidaknya terdapat beberapa fakta tentang halaman muka agar mampu menarik perhatian pembaca.
1. The cover picture must be clear and not crowded. (Gambar
halaman muka haruslah jelas dan tidak ramai)
2. Men expect the cover picture to have something to do with the
content, but woman don’t. (Pria menginginkan gambar pada
halaman muka memiliki hubungan dengan isi yang terkandung dalam sebuah majalah, sedangkan wanita memiliki kecenderungan berbeda)
3. The cover subject should fill the frame and preferably be in the
middle. (Subjek dari halaman muka hendaklah memenuhi frame
dan disukai bila berada di tengah)
4. Models must ‘reflect the right image for the title’ and ‘their
(46)
commit to user
yang tepat untuk judulnya, dan bahasa tubuh menjadi sangat penting)
5. Bright colours are preferalbe to dingy ones, but really there
should only be three, preferably black, white and red. (Warna
yang cerah lebih disukai jika dibandingkan dengan warna yang suram, tetapi sebenarnya terdapat tiga yang disukai, hitam, putih dan merah)
6. People don’t like gifts obscuring the cover, but they will buy
magazines that do this because they want the gifts. (Khalayak
tidak menyukai jika hadiah mengaburkan halaman muka, akan tetapi mereka akan membeli majalahnya karena mereka menginginkan hadiah itu). (Comag, 1990)
Dari hasil penelitian Comag tersebut diatas, sekiranya dapat disimpulkan bahwa halaman muka memang membutuhkan perhatian khusus sehingga dapat menjalankan fungsi-fungsinya. Halaman muka majalah Tempo sendiri, sejauh pengamatan penulis pernah menggunakan fotografi dan ilustrasi dalam pengemasan halaman mukanya. Fotografi sendiri menurut Fred S. Parish dalam bukunya Photojurnalism: An Introduction mendiskripsikan:
Photography from the Greek pbos, meaning “light” and “graphein”, meaning “writing”...
Photography stops time and allow people to see what they did not witness in person. George Santayana made the point in a 1912 speech to The Harvard Camera Club: photography is...helpfull to every intelligent man because it enables him to see much that from his station in space and time, is naturally invisible. (Fotografi
(47)
commit to user
berasal dari bahasa Yunani yang berarti “light” dan “graphein” yang berarti tulisan...
Fotografi menghentikan waktu dan memungkinkan orang untuk melihat apa yang tidak mereka lihat secara pribadi. George Santayana membuat pernyataan pada pidatonya tahun 1912 kepada The Harvard Camera Club: fotografi...sangat membantu setiap orang-orang rajin karena ini memungkinkan dia untuk melihat banyak yang biasanya tidak dapat ia lihat baik secara
ruang dan waktu).(Fred S. Parrish, 2002: 2)
Secara garis besar, kutipan diatas mendiskripsikan fotografi sebagai sesuatu yang dapat memberikan penglihatan kepada seseorang yang tidak dapat menyaksikan kejadiannya secara langsung. Fotografi sendiri merupakan sebuah gambaran realitas dari kejadian yang sudah terjadi. Selanjutnya, halaman muka majalah Tempo yang menggunakan gaya ilustrasi karikatur memang mampu menjadi daya tarik tersendiri bagi khalayak. Dalam bukunya Magazine Editing, John Morris menyebutkan pendapatnya mengenai gaya ilustrasi yang digunakan dalam desain sebuah majalah.
Illustration can provide a welcome change of pace and mood. The problem is that illustration is not neutral: however hard or combative the artist might try to make them, illustration invariably have a more ‘subjective’ air than photographs. They label a piece as a feature, as something driven more by opinion and analysis than by hard reportage. They create a slight distancing effect, making things seem slighly unreal. But they have their uses.
(Ilustrasi dapat memberikan sebuah awal perubahan pada langkah dan suasana hati. Yang menjadi masalah adalah ilustrasi tidaklah netral: seberapapun sulit sang ilustrator dalam membuatnya, ilustrasi memiliki lebih banyak hal subjektif jika dibandingkan dengan fotografi. Ilustrasi dianggap sebagai sebuah feature, sebagai sesuatu yang lebih dikendalikan oleh opini dan analisis daripada oleh reportasi. Ilustrasi sedikitnya menimbulkan sebuah efek tidak ramah, membuat beberapa hal terlihat sedikit tidak
nyata. Akan tetapi ilustrasi memiliki kegunaan tersendiri). (John
(48)
commit to user
Secara singkat, John Morris ingin mengatakan bahwa ilustrasi yang digunakan dalam desain sebuah majalah dapat menimbulkan sebuah suasana tersendiri dimana fotografi tidak dapat memberikannya. Meskipun begitu, penggunaan ilustrasi dalam desain sebuah majalah tidak dapat dipungkiri lagi juga memiliki sisi negatif. Subjektifitas yang terlalu kental merupakan sisi negatif yang dimilikinya. Hal ini disebabkan ilustrasi didasari oleh sebuah opini dari ilustratornya.
Terlepas dari sisi negatifnya, sebuah ilustrasi mempunyai kegunaan tersendiri jika digunakan dalam desain sebuah majalah. Masih dalam buku yang sama, John Morris berpendapat mengenai hal tersebut:
They are helpful where the real thing simply cannot be photographed, either for practical reasons (no photographer was available, the situation was too dangerous, it was a physical impossibility) or for the legal reasons (it’s a court case, or you don’t want to identify an individual for some reason). They are also very good for emotional and abstract subjects, where the illustrator finds an image that goes to the heart of the matter in a way no photograph could. They are ideal in instructional material where photography simply wouldn’t be clear enough. (Ilustrasi sangat membantu ketika suatu hal yang nyata tidak bisa dijadikan foto, baik karena alasan prakteknya (tidak ada fotografer, situasi terlalu berbahaya, atau sesuatu yang secara fisik tidak dapat dilakukan) ataupun karena alasan-alasan resmi (peristiwa tersebut adalah kasus pengadilan, atau anda tidak ingin mengekspose seseorang karena alasan tertentu). Ilustrasi juga sangat bagus untuk subjek-subjek yang bersifat emosi dan abstrak, dimana sang ilustrator menemukan sebuah gambar yang sangat mengena ketika dalam beberapa hal fotografi tidak dapat melakukannya. Ilustrasi sangat ideal untuk materi instruksi ketika fotografi tidak dapat
melakukannya dengan jelas.) (John Morris,1996:160-161)
Dari pendapatnya tersebut, dapat kita tarik kesimpulan bahwa sebuah ilustrasi dalam desain majalah sangat membantu ketika realitas tidak dapat
(49)
commit to user
disajikan dalam fotografi. Selain itu juga, sebuah ilustrasi juga sangat bagus untuk subyek yang bersifat emosi dan abstrak dimana seorang ilustrator mampu menemukan sebuah gambar yang mampu menyentuh perasaan dimana sebuah fotografi tidak dapat melakukannya.
Selanjutnya, perbedaan jumlah frekuensi penggunaan ilustrasi pada halaman muka majalah Tempo periode I dan periode II juga menjadi sesuatu yang menarik untuk diteliti. Pawito, dalam bukunya Komunikasi Politik: Media Massa
dan Kampanye, menyatakan bahwa ilustrasi/karikatur pada umumnya dipahami
sebagai karya grafis berupa gambar-gambar yang disertai tulisan di media cetak dengan unsur-unsur pesan bersifat paduan antara humoris, satiris, dan seringkali distorsif. Dengan demikian, karikatur dapat dipretensikan sebagai bentuk penyampaian aspirasi atau tuntutan-tuntutan. Karikatur dapat dibuat dan dipublikasikan untuk mengkritik, menyerang, atau mungkin memprovokasi pihak lain. Kebebasan menyatakan pendapat atau kebebasan pers merupakan prasyarat untuk adanya penyebarluasan pesan-pesan dalam bentuk karikatur. Seringkali kebebasan menyatakan pendapat dan kebebasan pers menjadi krusial. Pada umumnya diyakini bahwa kebebasan tidak bersifat mutlak, tetapi ada nilai-nilai etika yang membatasi. (Pawito, 2009: 111-112)
Ilustrasi yang berupa karikatur diciptakan dengan melihat proses menangkap realitas yang ada dalam masyarakat. Realitas tersebut distrukturkan dan dikonversikan ke dalam tanda-tanda pesan (terutama gambar dan tulisan) untuk ditunjukkan kepada khalayak. Karikatur merepresentasikan pikiran, imajinasi, aspirasi, atau tuntutan tertentu yang teramplifikasi oleh media massa
(50)
commit to user
yang memuatnya. Dengan demikian, sampai tingkat tertentu karikatur di dalam identitas yang lebih rendah menjadi alat atau media perlawanan. Seperti yang dikemukakan oleh Yusuf Maulana (KOMPAS, 8 April 2006: 14), karikatur menjadi media perlawanan terutama bagi pihak yang tertindas; sedangkan bagi pihak kekuatan dominan, karikatur dibuat sebagai “pembalasan untuk ‘menertibkan’ pihak tertindas”. (Pawito, 2009: 112-113)
F. Definisi konseptual
Definisi konseptual adalah definisi yang menjelaskan konsep dengan kata/istilah/sinonimnya yang dianggap sudah dipahami pembaca. Definisi ini tampak seperti definisi pada kamus sehingga orang menyebutnya sebagi definisi kamus (Soehartyono, 1998: 29). Berikut adalah definisi konseptual dalam penelitian ini:
1. Pers dalam penelitian ini adalah istilah pers dalam arti sempit, yakni semua media cetak. Dikhususkan dalam penelitian ini adalah majalah. Majalah dalam penelitian ini adalah majalah Tempo. Majalah Tempo adalah majalah berita mingguan Indonesia yang umumnya meliput berita dan politik. Edisi pertama Tempo diterbitkan pada Maret 1971. Selanjutnya, majalah sebagai sebuah media cetak memiliki bagian paling penting yang disebut dengan halaman muka. Halaman muka sendiri adalah halaman pertama yang merepresentasikan isu yang dianggap paling penting oleh sebuah majalah. Isu-isu
(51)
commit to user
dalam penelitian ini kemudian dikelompokkan berdasarkan temanya. Perangkat pembagian tema-tema tersebut terdiri dari 18 kategori. 1) Seni dan Hiburan, 2) Anak-anak, 3)Korupsi dan skandal, 4) Krisis, 5) Ekonomi, 6) Pendidikan, 7)Energi, 8) Kesehatan, 9) Sejarah, 10) Human Interest, 11) Internasional, 12) Politik, 13) Agama, 14) Ilmu Pengetahuan, 15) Spesial Interest, 16) Sport, 17) Teknologi, 18) Terorisme. (Scott, 2008: 6-7)
2. Individu atau tokoh yang dimuat dalam halaman muka adalah individu dalam masyarakat yang mempunyai isu-isu menarik sehingga membuat sebuah media mengangkatnya pada bagian halaman muka.
3. Pengemasan halaman muka adalah bagaimana cara sebuah media membuat bagian halaman muka menjadi menarik sehingga menimbulkan minat baca pada khalayak.
G. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya mengukur variabel (Singarimbun dan Effendi, 1991: 216). Berikut adalah definisi operasional dari penelitian ini:
1. Definisi operasional pertama dalam penelitian ini adalah tema dari dalam majalah Tempo itu sendiri. Kategori tema dalam penelitian ini mengkutip dari 18 kategori penelitian Professor Scott dalam jurnalnya yang berjudul
(52)
commit to user
The Face of Time: Interpreting a Glance at The Wolrd’s Newsmagazine
dengan beberapa penyederhanaan hingga menjadi 11 kategori, sebagai berikut:
a. Corruption/scandals included articles about political and economic corruption and scandals (korupsi/skandal, termasuk didalamnya artikel-artikel mengenai Politik dan Korupsi bersifat Ekonomi dan skandal).
b. Crisis Included articles about any sudden tragedy that affected many people. (Krisis, termasuk didalamnya artikel-artikel mengenai perubahan tiba-tiba yang mempengaruhi banyak orang).
c. Economy included articles covering employment, personal finance, economic health (racessions/upswings), globalitation, specific industries, and other economic natures. (Ekonomi, termasuk didalamnya artikel-artikel mengenai tenaga kerja, keuangan pribadi, kesehatan ekonomi, globalisasi, industrisi spesifik dan gejolak ekonomi lainnya).
d. Education included articles about the state of or practices of school, school performance, and higher education issues. (Pendidikan termasuk didalamnya artikel-artikel mengenai keadaan praktek dari sekolah, penyelenggaraan sekolah, dan isu-isu pendidikan yang lebih tinggi).
(53)
commit to user
e. History included articles reflecting past events or people. (Sejarah, termasuk didalamnya artikel-artikel yang merefleksikan kejadian-kejadian atau orang-orang pada masa lalu).
f. Human interest included articles about specific people (living within the last 50 years). (Human interest, termasuk didalamnya artikel-artikel mengenai orang spesifik (hidup dalam jangka waktu 50 tahun terakhir)).
g. International included articles in which the primary focus was an event occuring beyond borders, such as the war of iraq, conflicts between other states, the Olympics, and events occuring in other states.
(Internasional, termasuk didalamnya artikel-artikel yang secara garis besar fokus pada kejadian diluar perbatasan, seperti perang di Irak, konflik diantara negara-negara, Olimpiade, dan kejadian-kejadian yang terjadi di negara-negara lain).
h. Politics included articles about politics: politicians/congress, presidents, presidential administrations, election/candidates, political parties and the Supreme Court. (Politik, termasuk didalamnya artikel-artikel tentang politik-politik: Politikus/anggota dewan, Presiden, pemerintahan, pemilihan umum/kandidat-kandidat, partai politik dan Pengadilan Tinggi).
i. Special interest was a catch-all category for the wide spectrum of news events that did not neatly fit into any other16 categories: topics range from the alleged Y2k crisis, controversial issues such as abortion and
(54)
commit to user
television cencorship, immigration/border security, Elian Gonzales fiasco, and other unusual events. (Minat spesial yang menangkap semua kategori dari spektrum berita kejadian yang luas dimana tidak pas jika dimasukkan dalam 16 kategori lainnya: jarak topik dari krisis Y2k, isu kontroversial seperti aborsi dan sensor televisi, Elian
Gonzales fiasco, dan kejadian-kejadian tidak biasa lainnya).
j. Sports was a rare category and only included articles about specific sporting achievements such as the Red Sox victory at the 2004 World Series. Articles about the Olympics were coded Internatioanl and feature in specific athletes were coded Human Interest. (Olah raga adalah kategori langka dan hanya termasuk didalamnya artikel-artikel mengenai prestasi-prestasi olah raga seperti kemenangan The Red Sox pada World Series 2004. Artikel-artikel tentang Olimpiade dikode kedalam Internasional dan feature pada olah raga yang spesifik dimasukkan dalam kategori Human Interest).
k. Terrorism included all articles about terrorists, terrorist activity, acts of terrorism (9/11 was exception and coded crisis), and anti-terrorism efforts that did appear to have a more natural fit within Politics or international. (Terorisme, termasuk didalamnya semua artikel-artikel tentang teroris, aktivitas teroris, tindakan terorisme (9/11 merupakan pengecualian dan dimasukkan kedalam kategori krisis), dan usaha anti terorisme yang muncul memiliki kecocokan alami diantara Politik
(55)
commit to user
2. Kategori kedua adalah mengenai orang atau individu yang muncul dalam halaman muka majalah Tempo. Terlepas dari isu-isu yang melibatkan individu tersebut, kategori ini nantinya bermaksud untuk menggali lebih dalam sehingga memahami prioritas majalah Tempo dalam mengangkat seorang individu pada periode I dan periode II. Prioritas inilah yang nantinya akan memberi gambaran mengenai fenomena-fenomena yang berasal dari exterrnal maupun internal dalam pemberitaan majalah Tempo.
3. Kategori ketiga adalah mengenai pengemasan halaman muka majalah Tempo. Dalam perkembangannya, sebuah halaman muka dapat menggunakan fotografi maupun ilustrasi dalam hal pengemasannya.
a. Fotografi menurut Fred S Parrish adalah sesuatu yang dapat
memberikan penglihatan kepada seseorang yang tidak dapat menyaksikan kejadiannya secara langsung. Fotografi sendiri merupakan sebuah gambaran realitas dari kejadian yang sudah terjadi. (Fred S. Parrish, 2002: 2)
b. Ilustrasi dalam penelitian ini adalah karikatur dan kartun pada halaman muka majalah Tempo adalah karya grafis berupa gambar-gambar yang disertai tulisan di media cetak dengan unsur-unsur pesan bersifat paduan antara humoris, satiris, dan seringkali distorsif. Dengan demikian, bentuk ilustrasi tersebut dapat dipretensikan sebagai bentuk penyampaian aspirasi atau tuntutan-tuntutan. Karikatur dapat dibuat
(56)
commit to user
dan dipublikasikan untuk mengkritik, menyerang, atau mungkin memprovokasi pihak lain. (Pawito, 2009: 111)
H. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif-kuantitatif. Sebagaimana yang dikatakan oleh Krippendroff (1993:15) penelitian deskriptif-nkuantitatif biasanya bertujuan terutama untuk memberikan gambaran mengenai suatu gejala sosial dengan mengembangkan konsep dan menghimpun fakta tetapi tidak melakukan pengujian hipotesa. Bertolak dari pandangan demikian maka penelitian ini bermaksud untuk menyajikan gambaran tentang halaman muka majalah Tempo selama edisi sebagaimana sudah dikemukakan sebelumnya dengan bertumpu pada data kuantitatif.
Penelitian ini, sesuai dengan maksud penelitian, dilakukan dengan menggunakan metode analisis isi. Analisis isi sebagai suatu metode ilmiah yang lazim digunakan dalam studi komunikasi merupakan sebuah metode penelitian yang mengamati kode-kode dari sebuah pesan untuk mendapatkan keterangan dari isi pesan. Keterangan-keterangan ini nantinya akan digunakan untuk memahami keseluruhan dari isi pesan yang terkandung didalamnya.
Fred N. Kerlinger berpendapat bahwa analisis isi adalah suatu metode untuk mengamati dan mengukur isi komunikasi. “Tidak seperti mengamati secara langsung perilaku orang atau meminta orang untuk menjawab skala-skala, atau mewawancarai orang, sang peneliti mengambil komunikasi-komunikasi yang
(1)
commit to user
Peningkatan jumlah penggunaan teknik ilustrasi pada periode II merupakan sebuah fenomena yang dapat terjawab juga dengan teori pendekatan lingkungan dimana sistem politik dan komunikasi terdapat hubungan timbal-balik: sistem politik mempengaruhi komunikasi dan sebaliknya komunikasi mempengaruhi sistem politik. Seperti yang sudah disinggung sebelumnya bahwa pada masa periode II adalah masa setelah reformasi bergulir. Reformasi tersebut mendorong adanya perubahan yang signifikan pada aspek kebebasan pers sehingga muncul euforia kebebasan pers pada masa periode II. Cukuplah jelas kiranya bahwa peningkatan dalam hal penggunaan ilustrasi pada halaman muka majalah Tempo ini mengindikasikan adanya kebebasan pers yang lebih tinggi pada periode II jika dibandingkan dengan periode I. Hal ini sejalan dengan pernyataan Pawito pada bukunya Komunikasi Politik: Media Massa dan Kampanye Pemilihan bahwa penyebaran pesan berbentuk ilustrasi pada media massa membutuhkan kebebasan menyatakan pendapat atau kebebasan pers. (Pawito, 2009: 111-112)
Itulah tadi ulasan analisis data dari penelitian ini. Temuan-temuan tersebut diatas menggambarkan bahwa suatu sistem politik memang, sampai tingkat tertentu, berpengaruh pada komunikasi dalam hal ini adalah media cetak dan lebih khusus lagi majalah Tempo. Sebuah teori pendekatan lingkungan rupanya dapat menjawab fenomena yang terjadi pada majalah Tempo pada periode I dan periode II. Bab selanjutnya adalah kesimpulan mengenai berbagai temuan pada analisis data pada bab ini.
(2)
commit to user
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari serangkaian analisis data pada bab sebelumnya, sekiranya dapat disimpulkan bahwa memang terdapat perbedaan pada pemberitaan majalah Tempo pada periode I dan periode II. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat dilihat dari perincian sebagai berikut:
a. Pemberitaan mengenai isu-isu korupsi dan politik berjumlah lebih sedikit pada periode I jika dibandingkan pada periode II. Pada masa periode II, majalah Tempo lebih banyak memberitakan berbagai isu-isu melibatkan oknum-oknum pemerintahan yang terlibat dalam berbagai konflik. Hal ini diperkuat dengan adanya beberapa pemuatan isu-isu yang bersangkutan langsung dengan presiden yang memerintah pada masa periode II. Hal ini berseberangan dengan fakta yang ditemukan pada masa periode I dimana sama sekali tidak ditemukan adanya pemberitaan tentang presiden pada halaman muka majalah Tempo pada masa itu.
b. Tokoh-tokoh yang dimuat pada periode I dan periode II juga memiliki
perbedaan karakteristik. Pada periode I lebih banyak terlihat tokoh sipil yang terlibat dalam permasalahan-permasalahan pelik sehingga mendorong Tempo memprioritaskan pemberitaan terhadapnya. Hal ini berbeda dengan data temuan pada Tempo periode II dimana lebih banyak
(3)
commit to user
ditemukan tokoh pemerintahan maupun presiden sendiri dalam halaman muka majalah Tempo. Pada periode I hanya ditemukan B.J. Habibie dan Mar’ie Muhammad sebagai oknum pemerintahan yang masuk dalam halaman muka majalah Tempo. Jumlah ini berbanding terbalik dengan jumlah tokoh pemerintahan yang keluar pada halaman muka majalah Tempo seperti Susno Duadji, Sri Mulyani, Boediono, hingga Aburizal Bakrie. Selanjutnya, pada Halaman Muka majalah Tempo periode I, tidak ditemukan Soeharto yang dikala itu menjabat sebagai presiden Republik Indonesia. Berbeda halnya dengan periode I, pada periode II ditemukan beberapa halaman muka edisi majalah Tempo yang memuat Susilo Bambang Yudhoyono yang pada periode II menjabat sebagai presiden.
c. Selanjutnya juga ditemukan perbedaan yang signifikan dari frekuensi
pemakaian teknik pengemasan pada halaman muka majalah Tempo. Pada periode I pemakaian teknik fotografi lebih banyak jika dibandingkan pada periode II yang dipenuhi dengan pemakaian teknik ilustrasi.
Dengan temuan semacam ini, peneliti ingin mengkonfirmasi kebenaran teori lingkungan, sebuah teori yang menyatakan bahwa antara sistem politik dan komunikasi terdapat hubungan timbal-balik: sistem politik mempengaruhi komunikasi dan sebaliknya komunikasi mempengaruhi sistem politik. Sistem politik yang dianut pemerintahan pada masa periode I merupakan sebuah sistem politik yang selalu berusaha memiliki kontrol terhadap pemberitaan media. Media dikontrol sedemikian rupa sehingga dapat tetap menjaga image baik pemerintah terhadap masyarakat. Hal ini bertolak belakang dengan pemerintahan yang
(4)
commit to user
memimpin pada masa periode II. Pada masa periode II, telah terjadi reformasi yang merombak total sistem politik yang dianut pemerintah sehingga berpengaruh pula terhadap kondisi komunikasi politik termasuk kondisi media. sistem politik pada masa periode II memungkinkan adanya euforia kebebasan pers yang memungkinkan sebuah media untuk mengekspresikannya kedalam bentuk peliputan isu-isu yang bahkan menyudutkan pemerintahan pada masa itu sendiri.
Selain ditunjukkan dengan adanya pemberitaan yang meningkat pada kategori isu-isu menyangkut pemerintahan dan presiden, euforia kebebasan pers ini juga ditunjukkan dengan besarnya frekuensi penggunaan ilustrasi atau karikatur yang bersifat humoris, satiris dan distorsif pada halaman muka majalah Tempo. Penggunaan teknik semacam ini pada sebuah media, sebagaimana yang sudah disinggung sebelumnya, mensyaratkan adanya kebebasan menyatakan pendapat dan kebebasan pers.
B. Keterbatasan dalam Penelitian
Sebagai makhluk yang tidak dapat terlepas dari kesalahan dan hambatan, peneliti menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penelitian ini. Adapun yang menjadi keterbatasan dalam penelitian ini adalah:
1. Jumlah sampel penelitian yang dirasa terlalu sedikit mungkin menjadi keterbatasan tersendiri dalam penelitian ini. Pengambilan keseluruhan populasi sebagai sampel pada masa sebelum reformasi dan masa setelah reformasi masih memungkinkan adanya penemuan sebuah
(5)
commit to user
fakta baru jika dibandingkan bila hanya mengambil masa satu tahun penerbitan majalah Tempo sebelum dan sesudah reformasi seperti yang digunakan dalam penelitian ini.
2. Adanya pengambilan sampel sebesar 50% dari satu tahun sebelum dan
sesudah reformasi menyebabkan penyederhanaan dalam penggunaan kategori Scott. Penyederhanaan semacam ini mungkin tidak akan diperlukan apabila mengambil keseluruhan populasi sebagai sampel penelitian.
3. Kurangnya komunikasi antar pengkoding, setidaknya juga bisa
menjadi keterbatasan dalam penelitian ini. Beruntung pada saat-saat terakhir penyelesaian hasil realibilitas dan validitas penelitian, keterbatasan semacam ini dapat diminimalisir dengan peningkatan intensitas pertemuan antar pengkoding.
C. Saran
Pada bagian akhir dari penelitian ini, peneliti juga bermaksud ingin memberikan beberapa saran agar pencapaian hasil yang lebih baik bukan menjadi sesuatu yang tidak mungkin pada generasi-generasi mendatang. Adapun saran-saran peneliti adalah sebagai berikut:
1. Variasi tema yang diangkat pada halaman muka majalah Tempo pada
(6)
commit to user
untuk melakukan penelitian serupa terhadap kebebasan pers yang didapat oleh media-media lainnya. Dikarenakan pengekangan kebebasan pers memiliki hasil yang berbeda pada masa dan media yang berbeda.
2. Metode analisis isi memang dirasa cocok untuk meneliti prioritas
pemberitaan majalah Tempo dari waktu ke waktu akan tetapi tema semacam ini juga akan menjadi lebih mendalam dan mengena bila dilanjutkan dengan studi framming dan semiotik. Penggunaan framming ditujukan untuk mengetahui secara lebih dalam mengenai ideologi pemilik media dan awak media yang notabene berbeda dari waktu ke waktu. Adapun studi semiotik dapat digunakan untuk menemukan berbagai pesan konotatif yang sering ditemukan pada ilustrasi halaman muka majalah Tempo.