jawab untuk kerusakan atau kerugian lainnya yang diderita oleh para penumpang, apabila hal tersebut terjadi selama masa perjalanan. Konvensi
ini menerapkan bahwa perusahaan pengangkut bertanggung jawab untuk kerusakan atau kerugian yang diderita oleh seorang penumpang apabila
kejadian penyebabnya terjadi selama perjalanan dan merupakan kesalahan dari perusahaan pengangkut.
5. Convention on Limitation of Liability for Maritime Claims LLMC, 1976.
Konvensi ini menggantikan International Convention Relating to the Limitation of the Liability of Owners of Seagoing Ships, Brussels, 1957,
dan mulai berlaku pada tahun 1968. Menurut Konvensi 1976, batas klaim tanggung jawab dinaikkan cukup besar, dalam beberapa hal sampai 250-
300. Batas tanggung jawab ditetapkan untuk dua macam klaim yaitu kematian atau luka, dan klaim terhadap harta benda.
C. Pertanggungjawaban PTTEP Australia terhadap Kasus Montara
Pemerintah Federal
Australia, di Canberra mengumumkan secara resmi
hasil dan rekomendasi Komisi Penyelidik Montara dengan mengacu pada pengaduan yang disampaikan Yayasan Peduli Timor Barat selanjutnya disebut
YPTB atas peristiwa pencemaran minyak di Laut Timor. “Ada sekitar 38 pengaduan yang diterima Komisi Penyidik Montara yang diumumkan Pemerintah
Federal Australia termasuk di antaranya YPTB, satu-satunya lembaga non
Universitas Sumatera Utara
pemerintah yang berkedudukan di Kupang, Nusa Tenggara Timur”, kata Ketua YPTB Ferdi Tanoni di Kupang.
69
Tanoni yang juga mantan agen imigrasi Kedutaan Besar Australia mengemukakan hal ini kepada pers beberapa saat setelah menerima surat
elektronik dari Komisi Penyelidik Montara setelah diumumkan secara resmi oleh Menteri Sumber Daya Australia Martin Ferguson dari ruang biru Gedung
Parlemen Australia. Pengaduan yang disampaikan YPTB kepada Komisi Penyelidik Montara bentukan pemerintah Australia itu terkait dengan tumpahan
minyak di Laut Timor. Dalam laporan Komisi Penyelidik Montara setebal 389 halaman tersebut, kata Tanoni, seluruh isinya hanya menyebutkan tentang dampak
dari tumpahan minyak di Montara di perairan Australia, dan memberi sanksi berat kepada perusahaan Australia atas kebocorannya dalam mengeksploitasi ladang
Montara. Dalam laporan setelah 389 halaman itu, hanya ada satu alinea saja yang
menyinggung tentang adanya kemungkinan tumpahan minyak tersebut merembes ke perairan Indonesia. Kondisi inilah yang membuat Senator Rachel Siewert dari
Partai Hijau yang selam aini beraliansi dengan YPTB marah dan mendesak pemerintah Federal Australia untuk mengungkap pula apa sesungguhnya yang
terjadi di Indonesia terkait dengan pencemaran.
69
Siwi Tri Puji, “Australia umumkan rekomendasi soal Pencemaran Laut Timor”, sebagaimana dimuat dalam http:www.republika.co.idberitabreakingnewsaustralia-umukan-
rekomendasi-soal-pencemaran-laut-timor, di akses pada tanggal 28 Februari 2011.
Universitas Sumatera Utara
Komisi Penyelidik Montara dalam rekomendasinya tersebut juga menyatakan sependapat dengan pengaduan yang disampaikan YPTB bahwa
waktu yang paling tepat untuk membuktikan adanya pencemaran harus diselidiki dan dimonitor sejak awal terjadinya tumpahan minyak Montara. Pemerintah
negara bagian Australia Utara juga diminta pertanggungjawaban sebagai pihak pemberi izin kepada operator ladang minyak Montara, Perusahaan Australasia
karena lalai dalam melakukan pengawasan terhadap operator minyak asal Thailand itu. Rekomendasi dari Komisi Penyelidik Montara itu menyebutkan pula
bahwa tumpahan minyak yang mencemari Laut Timor berkisar antara 400-2.000 barrel per hari dan menjangkau wilayah perairan Australia sekitar 5.000-25.000
km2.
70
Dalam menanggulangi bencana pencemaran Laut Timor akibat meledaknya sumur minyak Montara 21 Agustus 2009 lalu Pemerintah Federal Australia
melalui Australia Maritime Safety Authority selanjutnya disebut AMSA telah melakukan pelanggaran terhadap Konvensi Hukum Laut PBB 1982 Pasal 192,
194-195 dan pasal 204 dengan membiarkan pencemaran minyak memasuki perairan Indonesia serta memindahkan kerusakan atau bahaya atau mengubah
jenis pencemaran minyak mentah dengan menggunakan bubuk kimia yang sangat beracun yaitu dispersant corexit 9500.
70
Siwi Tri Puji, “Australia umumkan rekomendasi soal Pencemaran Laut Timor’, sebagaimana dimuat dalam,
http:www.republika.co.idberitabreakingnewsinternasional101124148620-australia- umumkan-rekomendasi-soal-pencemaran-laut-timor, diakses tanggal 28 Februari 2011.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini dikemukakan Ketua Yayasan Peduli Timor Barat YPTB Ferdi Tanoni yang didampingi Willem Wetan Songa, SH,MHum pakar hukum
internasional Universitas Nusa Cendana Kupang, mengutip hasil kajian hukum yang dilakukan oleh tim ahli hukum yang tergabung dalam Badan Pengelola dan
Pengawasan Dana Kompensasi Pencemaran Laut Timor BPPDKPLT yang dibentuk YPTB.
Tim ahli hukum ini terdiri dari para pakar hukum internasional , hukum laut dan hukum lingkungan yang berasal dari Indonesia, Australia dan Eropa dan
Amerika Serikat sehingga tingkat kredibilitas dan objektivitas tidak perlu diragukan.
Menurut landasan filosofis berdasarkan pasal 192 UNCLOS kewajiban umum negara, bahwa setiap negara harus menjaga lingkungan laut. Artinya
dalam pasal ini memberikan penekanan bahwa ekosistem laut merupakan bagian yang wajib dijaga oleh setiap negara. Sangat tidak dibenarkan manakala ada
negara manapun yang berbuat menyebabkan terganggunya bahkan merusak lingkungan laut.
71
Sedangkan alasan yuridis antara lain pasal 194-195 tentang kewajiban khusus dari negara diantaranya adalah tidak memindahkan kerusakan atau bahaya
atau untuk mengubah suatu jenis pencemaran dan tanggungjawab serta ganti rugi
71
Ferdi Tanonim “Australia Langgar UNCLOS 1982 terkait Pencemaran Laut Timor”, sebagaimana dimuat dalam,
http:www.seruu.comindexphp2011022041166utamanasionalautralia-langgar-unclos-1982- terkait-pencemaran-laut-timor-41166menu-id-691.html, diakses pada tanggal 28 Februari 2011.
Universitas Sumatera Utara
pasal 194-194 UNCLOS. Hal ini dengan jelas diatur misalnya dalam pasal 194 2 yang selengkapnya berbunyi; Negara harus mengambil semua langkah yang
diperlukan untuk memastikan bahwa kegiatan dibawah yurisdiksinya mereka atau control begitu dilakukan tidak menimbulkan kerusakan oleh pencemaran terhadap
negara lain dan lingkungan mereka, dan bahwa polusi yang timbul dari insiden atau kegiatan dilakukan dalam kewenangan atau kontrol tidak menyebar luar
wilayah di mana mereka melaksanakan hak berdaulat sesuai dengan konvensi. Pasal 195 negara harus bertindak agar tidak untuk mentransfer langsung maupun
tidak langsung kerusakan atau bahaya dari satu daerah ke daerah lain atau mengubah satu jenis polusi ke lain.
Sementara berdasarkan
ketentuan pasal 204 1 UNCLOS bahwa negara harus sedapat mungkin konsisten dengan hak-hak negara lain secara langsung atau
melalui organisasi internasional yang kompeten untuk mengamati, mengatur, menilai dan menganalisa berdasarkan metoda ilmiah yang dibakukan mengenai
risiko atau akibat pencemaran laut.
72
Perkembangan terakhir Kasus Montara sekarang ini masih dalam tahap negosiasi antara kedua Pemerintah. Penyelesaian kasus ini dianggap sangat
lamban karena sudah lebih dari 2 tahun, namun belum adanya suatu kepastian dari negosiasi tersebut. Pemerintah Indonesia telah mengajukan data-data klaim ganti
kerugian terhadap perusahaan Australia tersebut, namun pihak perusahaan meragukan data yang diterima, sehingga perusahaan Australia tersebut akan terjun
72
Pasal 204 ayat 1 Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut 1982.
Universitas Sumatera Utara
langsung kelapangan dan menolak klaim ganti rugi yang diajukan Pemerintah Indonesia. Seperti diketahui, pencemaran di laut memiliki dimensi dan karakter
yang cukup dinamis. Karenanya, semakin lama alokasi waktu penyelesaian akan berdampak pada semakin sulit bahkan kaburnya objek pencemaran yang sedang
disengketakan.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAN MEKANISME
GANTI RUGI TERHADAP PENCEMARAN LINTAS BATAS DI LAUT TIMOR
A. Bentuk-bentuk Penanganan dan Penyelesaian Sengketa Pencemaran