Konsep Pertanggungjawaban Negara Menurut Hukum Internasional

BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PTTEP AUSTRALIA TERHADAP PENCEMARAN LINTAS BATAS OLEH MINYAK DI LAUT TIMOR MENURUT HUKUM INTERNASIONAL

A. Konsep Pertanggungjawaban Negara Menurut Hukum Internasional

Sampai saat ini walaupun belum ada ketentuan yang mapan, tanggung jawab negara tetap merupakan suatu prinsip fundamental dalam hukum internasional. Dalam hal ini baru bisa dikemukakan mengenai syarat-syarat atau karakteristik tanggung jawab negara, seperti dikemukakan oleh Shaw yang dikutip oleh Huala Adolf sebagai berikut : 47 1. Ada suatu kewajiban hukum internasional yang berlaku antara dua negara tersebut; 2. Ada suatu perbuatan atau kelalaian yang melanggar kewajiban hukum internasional tersebut yang melahirkan tanggung jawab negara; dan 3. Ada kerusakan atau kerugian sebagai akibat adanya tindakan yang melanggar hukum atau kelalaian Persyaratan-persyaratan ini kerapkali digunakan untuk menangani sengketa yang berkaitan dengan tanggung jawab negara. Misalnya dalam kasus the Spanish Zone of Morocco Claims. Hakim Huber dalam kasus ini menegaskan bahwa tanggung jawab ini merupakan konsekuensi logis dari adanya suatu hak. Hak-hak yang bersifat internasional tersangkut di dalamnya tanggung jawab Internasional. 47 Huala Adolf, Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional Jakarta, Radha Grafindo Persada, 1996 hal.174 Universitas Sumatera Utara Tanggung jawab ini melahirkan kewajiban untuk mengganti kerugian manakala suatu negara tidak memenuhi kewajibannya. 48 Negara sebagai subjek hukum internasional adalah pihak yang dapat dibebani hak dan kewajiban yang diatur oleh hukum internasional. Hak dan kewajiban yang diatur oleh hukum internasional itu mencakup hak dan kewajiban yang di atur oleh hukum internasional material dan hukum internasional formal. 49 Adapun pandangan lain dinyatakan oleh Kelsen yang menyatakan bahwa individu merupakan subjek hukum yang sesungguhnya dari hukum internasional, karena individu merupakan subjek dari segala hukum nasional maupun internasional. Hal ini bertitik tolak dari anggapan bahwa negara dijalankan dan dibentuk oleh sekumpulan individu yang terikat hukum. Namun pandangan di atas tidak bisa diberlakukan begitu saja mengingat pengaturan hukum internasional sudah mengatur mengenai hak dan kewajiban negara. Tanggung jawab secara harfiah dapat diartikan keadaan wajib menanggung segala sesuatunya jika terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan atau juga berarti hak yang berfungsi menerima pembebanan sebagai akibat sikapnya oleh pihak lain. 50 Menurut Sugeng Istanto, pertanggungjawaban berarti kewajiban memberikan jawaban yang merupakan perhitungan atas semua hal yang terjadi dan kewajiban untuk memberikan pemulihan atas kerugian yang mungkin ditimbulkan. Menurut hukum internasional pertanggungjawaban negara timbul 48 Huala Adolf, ibid., hal. 174-175 49 F, Soegeng Istanto, Hukum Internasional, Yogyakarta, UAJ, 1994 hal. 16 50 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta, Balai Pustaka, 1997, hal. 106 Universitas Sumatera Utara dalam hal negara itu merugikan negara lain. Pertanggungjawaban negara dibatasi pada pertanggungjawaban atas perbuatan yang melanggar hukum internasional saja. Perbuatan suatu negara yang merugikan negara lain tetapi tidak melanggar hukum internasional tidak menimbulkan pertanggungjawaban. Misalnya perbuatan negara menolak seorang warga negara asing yang masuk ke dalam wilayah negaranya. 51 Pertanggungjawaban negara atas responsibility of states mengandung kewajiban dalam bagian dari suatu negara untuk memperbaiki kerusakan yang dihasilkan sari sebuah serangan yang dilakukan dalam wilayah yurisdiksinya dan melawan anggota lainnya dari komunitas internasional. 52 Prinsip bahwa setiap negara adalah berdaulat memang diakui dan dilindungi oleh hukum internasional. Oleh karena itu semua negara yang menjadi bagian dari masyarakat internasional harus menghormati dan mengetahui hal tersebut. Namun kedaulatan yang dimiliki oleh suatu negara itu tidak terbatas. Artinya dalam melaksanakan hak berdaulat itu terkait di dalamnya kewajiban untuk tidak menyalahgunakan kedaulatan tersebut. Suatu negara dapat dimintai pertanggungjawaban untuk tindakan-tindakannya yang melawan hukum akibat kelalaian-kelalaiannya. Latar belakang timbulnya tanggung jawab di dalam hukum internasional adalah bahwa tidak ada satu negara pun di dunia yang dapat menikmati hak-haknya tanpa menghormati hak negara lain. Setiap perbuatan atau 51 F. Sugeng Istanto, Op.cit., hal. 77 52 Joseph.P. Haris, Introduction to the Law of Nations, McGraw Hill SeriesInc New York-Toronto-London, 1935, hal. 133 Universitas Sumatera Utara kelalaian terhadap hak negara lain, menyebabkan negara wajib untuk memperbaiki pelanggaran hak tersebut. Ketentuan hukum internasional yang mengatur masalah tanggung jawab negara hingga kini belum ada yang mapan, dan terus mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan zaman. Para ahli hukum internasional mengakui bahwa tanggung jawab negara merupakan suatu prinsip fundamental hukum internasional. 53 International Law Commision ILC merupakan sebuah badan PBB yang bertugas mengurusi dan membahas draft tentang ketentuan tanggung jawab negara. Walaupun masih dalam bentuk draft tetapi karena disusun oleh para ahli hukum terkemuka yang mewakili berbagai kebudayaan terpenting di dunia dan mempunyai nilai tinggi serta tergabung dalam panitia hukum internasional, seperti yang tergabung dalam kepanitiaan penyusunan draft tentang tanggung jawab negara di dalam ILC, maka ketentuan tanggung jawab negara ini dapat digunakan sebagai sumber tambahan di dalam hukum internasional. 54 Menurut Sharon Wiliiams, ada empat kriteria yang dapat digunakan untuk menetapkan adanya pertanggungjawaban negara, yaitu : 55 1. Subjective fault criteria 2. Objective fault criteria 53 M.N. Shaw, International Law Butterworths, 1986, hal. 466, Ian Brownlie, Principles of Public International Law, 1978, hal. 431, seperti yang dikutip oleh Huala Adolf, Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional Jakarta, Radja Grafindo, 1996, hal. 174 54 Mochtar Kusumaatmadja, op.cit., hal. 143 55 Sharon Williams, Public International Governing Trans-boundary Pollution University of Queensland L.J, 1984, hal. 114-118, dikutip oleh Marsudi Triatmodjo, ibid, hal. 177 Universitas Sumatera Utara 3. Strict Liability 4. Absolute Liability Subjective fault criteria menentukan arti pentingnya kesalahan, baik dolus maupun culpa si pelaku untuk menetapkan adanya pertanggungjawaban negara. Dalam konsep objective fault criteria ditentukan adanya pertanggungjawaban negara yang timbul dari adanya suatu pelanggaran terhadap suatu kewajiban internasional. Jika suatu negara dapat menunjukkan adanya force majeure atau adanya tindakan pihak ketiga, negara yang bersangkutan dapat dibebaskan dari pertanggungjawaban tersebut. Konsep strict liability membebani negara dengan pertanggungjawaban terhadap perbuatan atau tidak berbuat yang terjadi di wilayahnya yang menimbulkan pencemaran dan mengakibatkan kerugian di wilayah negara lain, meskipun berbagai persyaratan pencegahan pencemaran telah diterapkan. Dalam konsep ini acts of God, tindakan pihak ketiga atau force majeure dapat digunakan sebagai alasan pemaaf exculpate. Menurut konsep absolute liability tidak ada alasan pemaaf yang dapat digunakan seperti dalam strict liability, sehingga dalam konsep ini terdapat total pertanggungjawaban walaupun segala standar telah dipenuhi. 56 Daud Silalahi menyatakan bahwa konsep state responsibility-liability tanggung jawab negara atas lingkungan dalam kerangka hukum lingkungan internasional mengacu pada pembahasan the principle of sovereignity dan the 56 Ibid Universitas Sumatera Utara freedom high-seas. Pelaksanaan kegiatan di dalam suatu wilayah negara terhadap lingkungannya merupakan perwujudan kedaulatan dari suatu negara. Jika kegiatan tersebut menimbulkan kerugian bagi negara lainnya the act injuries to another states maka timbullah tanggung jawab negara Prinsip responsibility-liability dikaitkan pula dengan legal strategy, yakni upaya untuk melakukan pencegahan terhadap aktifitas dengan cara menetapkanmengatur standar permissible injury atau ambang batas dari kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkunagn environmental injuries dapat pula dianggap sebagai ongkos eksternal yang timbul dari kegiatan ekonomi. Adanya kerusakan lingkungan ditetapkan berdasarkan ambang batas atau baku mutu lingkungan. 57 Penetapan permisible level of injury ambang batas kerusakan dari lingkungan dilakukan melalui hasil putusan pengadilan internasional, atau penetapan standar perbuatantindakan yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan, dan melalui pelaksanaan fungsi pengaturan oleh badan-badan internasional. Sebagian besar tanggung jawab negara ini didasarkan pada ketentuan larangan injury of one state to another. Jika akibat timbul di luar wilayah suatu negara, pada wilayah yang termasuk common heritage to mankind 57 Daud Silalahi, 1996, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan di Indonesia Bandung, Alumni, 1996, hal.129-137 Universitas Sumatera Utara wilayah-wilayah yang merupakan warisan bersama umat manusia maka tanggung jawab yang timbul adalah tanggung jawab internasional. 58 Salah satu prinsip yang terkenal dari hukum lingkungan internasional adalah sic utere tuo, ut alienum non laedas atau principles of good neighbourliness. Pada intinya prinsip ini mengatakan kedaulatan wilayah suatu negara tidak boleh diganggu oleh negara lain. Hal ini patut berlaku pada saat terjadi aktifitas dalam negara yang mengganggu negara lain. Ada juga prinsip lain yakni preservation and the protection of environment yang menegaskan bahwa tindakan-tindakan perlu diambil untuk mencegah dampak buruk kerusakan lingkungan bagi kondisi yang baik di masa depan. Kemudian prinsip preventif yang menekankan tindakan pencegahan bagi kerusakan lingkungan. Selanjutnya pelanggaran prinsip-prinsip ini akan membawa kepada penerapan prinsip berlakunya yakni prinsip ke 21 Deklarasi Stockholm yang menuntut negara pencemar untuk melakukan usaha perbaikan kerusakan lingkungan yang dibuatnya. Pendekatan yang sama ini bisa juga dilihat dalam artikel 2 1 dari Konvensi ECE tentang pengendalian Dampak Lingkungan yang menyatakan setiap negara harus mengambil tindakan pencegahan untuk mengurangi dampak pencemaran lintas batas. Pada umumnya kewajiban setiap 58 Ibid Universitas Sumatera Utara negara adalah mewujudkan langkah-langkah administratif dan legislatif untuk melindungi lingkungan segingga dapat dikatakan sebagai pemerintah yang baik. 59 Prinsip kedua yang dikenal luas juga adalah kerjasama antara negara untuk mitigasi resiko kerusakan lingkungan lintas batas. Prinsip ini juga tercantum dalam prinsip ke 24 Deklarasi Stockholm. 60 Prinsip berikutnya adalah pollunter pays principle. Pada intinya prinsip ini adalah prinsip ekonomu dimana negara dituntut untuk membiayai tindakan yang dibutuhkan agar lingkungan kembali pada kondisi semula. Lalu ada juga prinsip balance of interest keseimbangan kepentingan pihak-pihak yang telah dirugikan. Prinsip ini terdapat di dalam Article 9 Draft on State Responsibility. Kemudian ada juga prinsip non-diskriminasi non-discrimination yang mewajibkan negara untuk mengatasi atau menanggulangi akibat-akibat yang diderita oleh negara lain dengan cara yang sama dengan yang dipergunakan jika akibat-akibat tersebut sudah terjadi di negaranya sendiri dan prinsip ini terdapat di dalam Article 11 dan 15 Draft on State Responsibility. Ukuran untuk menentukan kegiatan yang digolongkan sebagai abnormally dangerous the standart of abnormality didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut : 1. Tingkat resiko the degree of risk, risiko dianggap tinggi apabila tidak dapat dijangkau oleh upaya yang lazim atau menurut kemampuan teknologi yang telah ada. 59 Patricia W. Birnie, Alan e. Boyle, International Law and the Environment Oxford, 1992, hal. 89-93 60 Ibid Universitas Sumatera Utara 2. Tingkat bahaya the gravity of harm, sulit untuk mencegah pada saat mulai terjadinya. 3. Tingkat kelayakan upaya pencegahan the appropriateness, sudah dilakukan upaya pencegahan secara maksimal. 4. Pertimbangan terhadap keseluruhan nilai kegiatannya value of activity telah dilakukan secara memadai. Sementara itu merujuk pada the restatement of the law torts in America, menentukan apakah suatu kegiatan termasuk ke dalam kegiatan yang berbahaya abnormally dangerous yakni : 61 1. Kegiatan tersebut mengandung tingkat bahaya yang tinggi bagi manusia, tanah, atau benda bergerak the activity involves a high degree of some harm to the person, land or chattels of others 2. Kerusakan yang diakibatkan oleh kegiatan tersebut mempunyai kemungkinan untuk menjadi besar the harm which may result from it is likely to be great 3. Risiko tidak dapat dihilangkan meskipun kehati-hatian yang layak sudah diterapkan the risk cannot be eliminated by the exercise of reasonable care 4. Kegiatan itu tidak termasuk ke dalam kegiatan yang lazim the activity is not a matter of common usage 5. Kegiatan itu tidak sesuai dengan tempat dimana kegiatan itu dilakukan the activity is inappropriate to the place where it is carried on 61 M. Ramdan Andri GW, Makalah Ganti Kerugian Dalam Penegakan Hukum Lingkungan Secara Perdata, Beberapa Analisis Atas Teori Pertanggungjawaban, Asuransi, dan Dana Ganti Kerugian Jurnal Hukum Lingkungan, 1999, hal.5 Universitas Sumatera Utara 6. Nilai atau manfaat kegiatan tersebut bagi masyarakat the value of activity to the community Berdasarkan prinsip pencemar membayar the pollunter must pay dan asas strict liability dikembangkan prosedur tentang pembuktian yang disebut shifting or alleviating the burden of proofs. 62 Penerapan asas strict liability dapat dilakukan dengan beberapa kemungkinan: 1. Strict liability with contributory begligence defense, yakni strict liability diterapkan kepada tergugat sepanjang pihak korban tidak mempunyai andil kesalahan atas timbulnya kerugian, kesalahan dari pihak tergugat tidak perlu dibuktikan; 2. Negligence with contributory negligence defense, yakni tergugat bertanggungjawab apabila kerugian itu timbul karena kesalahannya, beban pembuktian ada pada tangan penggugat; 3. Comparative negligence, yakni ganti kerugian akan disesuaikan dengan proporsi dari besarnya andil terhadap timbulnya kerugian. Masih berkaitan dengan strict liability, Green Paper menyediakan hal-hal yang perlu dipertimbangkan : 63 a. Tipe bahaya yang dihasilkan oleh kegiatan tertentu b. Kemungkinan terjadinya kerugian dari suatu kegiatan dan kemungkinan meluasnya kerugian 62 Koesnadi Hardjasoemantri, op.cit., hal. 378 63 Ibid., hal. 6 Universitas Sumatera Utara c. Insentif yang akan disediakan oleh strict liability berupa pengelolaan risiko dan pencegahan kerugian yang lebih baik d. Kemungkinan keuangan pelaksanaan dan biaya-biaya pemulihan kerugian yang diperkirakan akan terjadi e. Beban keuangan yang harus ditanggung oleh sektor ekonomi yang terlibat, yang ditetapkan berdasarkan strict liability, dan f. Kebutuhan akan tersedianya asuransi Beberapa deklarasi internasional yang berkaitan dengan lingkungan hidup, seperti Deklarasi Stockholm 1972 dan disempurnakan melalui Deklarasi Rio de Jeneiro 1992 pada prinsip 2 menyatakan: “state have an accordance with the charter of the united nations and the principles of internastional law, sovereight right to exploit their own resources pursuant to their own environmental and developmental policies and the responsibility to ensure that activities within jurisdiction or control do not cause damage to the environmental of other state or of areas beyond the limits of national jurisdiction” Negara-negara sesuai dengan Piagam PBB dan prinsip-prinsip hukum internasional, memiliki kedaulatan untuk mengelola sumber kekayaan alamnya sesuai dengan kebijakan pembangunan dan lingkungan dan bertanggungjawab untuk menjamin aktivitas-aktivitas yang dilakukannya tidak merugikan negara-negara lain. Tindakan yang mesti dilakukan, apabila aktivitas-aktivitas di dalam suatu negara menyebabkan kerusakan yang melintasi batas-batas negara adalah tindakan dengan prinsip kehati-hatian sebagaimana dimaksud pada Prinsip yang berbunyi : “in order the protect the environmental, the precautionary approach shall be widely applied by state according to their capabilities. Where there are threatas of serious or irreversible damage, lock of full scientific certainty shall moty be used as a reason for postponing cost-effective measures to prevent environmental defradation” Universitas Sumatera Utara untuk melindungi lingkungan, pendekatan kehati-hatian secara luas diterapkan oleh negara-negara sesuai dengan kewenangannya. Dimana terdapat ancaman serius atau kerugian, kekurangan kepastian ilmiag biasanya digunakan sebagai alasan untuk menunda tindakan-tindakan efektif untuk mencegah kerusakan lingkungan Tanggung jawab Negara diperlukan, apabila terjadi tindakan-tindakan berupa kelalaian atas kewajiban Negara terhadap warga negara asing yang berada di wilayah negaranya. Contoh kasus yang serupa dengan kasus ini adalah Trail Smelter Case. Prinsip internasional juga diakui dalam Mahkamah Internasional dan dalam dokumen-dokumen hukum lingkungan internasional seperti Deklarasi Stockholm 1972 dan Deklarasi Rio 1992. Walaupun prinsip-prinsip ini belum dikodifikasi dalam perjanjian internasional, bisa dikatakan bahwa kebiasaan internasional telah berkembang. Hukum lingkungan internasional pada mulanya berkembang dalam bentuk hukum kebiasaan, yaitu keputusan-keputusan yang dibentuk oleh badan-badan arbitrasi, yang dibentuk oleh negara-negara yang bersengketa, yang ingin menyelesaikan sengketanya secara damai. Pada umumnya mengacu kepada prinsip-prinsip hukum internasional, yaitu prinsip tanggungjawab negara state responsibility, yang mewajibkan setiap negara bertanggungjawab terhadap setiap akibat tindakannya yang merugikan negara lain. Orientasi penerapan prinsip tersebut bukanlah perlindungan lingkungan, melainkan perlindungan dan pemulihan hak-hak negara yang dirugikan. Menurut hukum internasional, pertanggungjawaban negara timbul dalam hal negara yang bersangkutan merugikan negara lain, dan dibatasi hanya terhadap perbuatan yang melanggar hukum internasional. Apabila kemudian terbukti Universitas Sumatera Utara adanya pelanggaran tersebut, maka diperlukan adanya upaya pemulihan yang dapat berupa satisfaction, misalnya permohonan maaf secara resmi, ataupun berwujud pecuniary reparation, misalnya dengan pemberian ganti rugi material.

B. Pengaturan Hukum Internasional mengenai Ganti Rugi Terhadap

Dokumen yang terkait

Tinjauan Hukum Internasional Tentang Akibat Hukum Suksesi Negara Timor Leste Terhadap Negara Indonesia

36 251 84

Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional

2 69 89

PERLINDUNGAN LINGKUNGAN LAUT SELAT MALAKA DARI PENCEMARAN MINYAK LINTAS BATAS

1 11 19

PENGATURAN TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH AUSTRALIA TERHADAP PENCEMARAN LAUT LINTAS BATAS SEBAGAI AKIBAT SEABED OIL MINING YANG MERUGIKAN INDONESIA (STUDI KASUS PENCEMARAN LINTAS BATAS OLEH PT. T. EXPLORATION AND PRODUCTION AUSTRALASIA).

0 4 14

PENDAHULUAN PENGATURAN TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH AUSTRALIA TERHADAP PENCEMARAN LAUT LINTAS BATAS SEBAGAI AKIBAT SEABED OIL MINING YANG MERUGIKAN INDONESIA (STUDI KASUS PENCEMARAN LINTAS BATAS OLEH PT. T. EXPLORATION AND PRODUCTION AUSTRALASIA).

0 2 19

TANGGUNG JAWAB JEPANG TERHADAP PENCEMARAN LINGKUNGAN LAUT LINTAS BATAS AKIBAT BOCORNYA REAKTOR NUKLIR FUKUSHIMA PADA GEMPA DAN TSUNAMI JEPANG 2011 DALAM PERSPEKTIF HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL.

1 1 15

Pertanggungjawaban Indonesia Atas Pencemaran Lintas Batas Negara Akibat Kebakaran Hutan Dalam Perspektif Hukum Lingkungan Internasional.

0 0 19

TANGGUNG JAWAB AUSTRALIA ATAS PENCEMARAN LAUT OLEH MINYAK DARI KILANG MINYAK MONTARA MENURUT HUKUM INTERNASIONAL.

0 0 2

Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab Negara Terhadap Pencemaran Udara Lintas Batas Menurut Hukum Internasional ; Studi Kasus Asean.

0 0 1

Tinjauan Yuridis Atas Pencemaran di Laut Timor Berdasarkan Hukum Internasional

0 0 95