Bentuk-bentuk Penyelesaian Sengketa dalam Hukum Lingkungan

c. Arbitrase atau Prosedur Arbitrase Khusus Arbitration or Special Arbitration Procedures yang diatur dalam Lampiran VII dan VIII UNCLOS 1982; dan d. Konsiliasi Conciliation yang keputusannya tidak mengikat para pihak dan diatur di dalam Lampiran V UNCLOS 1982. UNCLOS 1982 juga mengatur bahwa apabila negara peserta yang bersengketa setuju, maka penyelesaian perselisihan sengketa dapat melalui persetujuan bilateral, regional atau persetujuan umum yang mengatur suatu prosedur untuk memberikan putusan yang mengikat bagi para pihak yang bersengketa. Prosedur di dalam persetujuan bilateral, regional ataupun persetujuan umum tersebut akan ditetapkan sebagai prosedur tetap bagi pihak yang bersengketa yang akan menggantikan prosedur yang berlaku di dalam UNCLOS 1982 sebagaimana telah diuraikan diatas.

B. Bentuk-bentuk Penyelesaian Sengketa dalam Hukum Lingkungan

Internasional Sudah merupakan ketentuan hukum positif bahwa penggunaan kekerasaan dalam hubungan antar negara sudah dilarang dan oleh karena itu sengketa- sengketa internasional harus diselesaikan secara damai. Keharusan untuk menyelesaikan sengketa secara damai ini pada mulanya dicantumkan dalam Pasal 1 Konvensi mengenai Penyelesaian Sengketa-sengketa secara Damai yang Universitas Sumatera Utara ditandatangani di Den Haag pada tanggal 18 Oktober 1907, yang kemudian dikukuhkan oleh pasal 2 ayat 3 Piagam PBB. 77 Menurut hukum lingkungan internasional yang dimaksud dengan sengketa lingkungan internasional adalah sengketa antara dua negara, atau antara suatu negara atau pemerintahannya dan suatu ‘entitas bukan negara’ seperti perusahaan privat komersial, atau suatu organisasi internasional dalam hal-hal yang menyangkut persoalan lingkungan yang bersifat lintas batas. Berbagai aturan hukum internasional dapat dikemukakan prinsip-prinsip mengenai penyelesaian sengketa internasional: 78 1. Prinsip itikad baik; 2. Prinsip larangan penggunaan kekerasan dalam penyelesaian sengketa; 3. Prinsip kekebasan memilih cara-cara penyelesaian sengketa; 4. Prinsip kebebasan memilih hukum yang akan diterapkan terhadap pokok sengketa; 5. Prinsip kesepakatan para pihak yang bersengketa; 6. Prinsip exhaustion of local remedies; 7. Prinsip-prinsip hukum internasional tentang kedaulatan kemerdekaan dan integritas wilayah negara-negara. 77 Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global Bandung, Alumni, 2001, hal.186 78 Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional Jakarta, Sinar Grafika, 2004, hal.15-18 Universitas Sumatera Utara Hukum internasional tidak berisi keharusan agar suatu negara memilih prosedur penyelesaian tertentu. Hal ini juga ditegaskan oleh pasal 33 Piagam PBB yang meminta kepada negara-negara untuk menyelesaikan secara damai sengketa- sengketa mereka sambil menyebutkan bermacam-macam prosedur yang dapat dipilih oleh negara-negara yang bersengketa. Penyelesaian sengketa internasional bisa dilakukan dengan cara litigasi atau dengan cara non litigasi. Bentuk-bentuk penyelesaian sengketa secara non litigasi yaitu: 79 1. Negosiasi Negotiation Negosisasi merupakan penyelesaian sengketa yang tradisional adalah perundingan secara langsung. Negosiasi adalah penyelesaian sengketa melalui perundingan langsung antara pihak yang bersengketa guna mencari bentuk-bentuk penyelesaian yang dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa Perundingan- perundingan langsung ini biasanya dilakukan oleh menteri-menteri luar negeri, duta-duta besar atau wakil-wakil yang ditugaskan khusus untuk berunding dalam kerangka diplomasi ad hoc. Perundingan-perundingan dapat berlangsung dalam kerangka bilateral ataupun multilateral. Tujuan perundingan tidak harus selalu dan secara khusus menyelesaikan suatu sengketa yang terjadi. Suatu perundingan yang berhasil dapat menghasilkan suatu peraturan baru akan dapat mencegah atau meredakan situasi sengketa potensial. 79 Boer Mauna, Op.Cit, hal.221 Universitas Sumatera Utara Sebagai contoh kasus yang menggunakan bentuk penyelesaian secara negosiasi adalah kasus Cosmos-954. 80 Kasus Cosmos-954 merupakan kasus jatuhnya satelit bertenaga nuklir, Cosmos-954 milik Uni Soviet, di Kanada. Cosmos-954 merupakan salah satu satelit bertenaga nuklir milik Uni Soviet, yang diluncurkan pada tanggal 19 September 1957. Satelit ini dilengkapi reactor nuklir seberat 55kg dan menggunakan bahan uranium 235 dengan komposisi 90 uranium 235. Beberapa minggu setelah peluncurannya, satelit yang direncanakan di tempatkan pada ketinggian 270km di atas permukaan bumi itu dinyatakan tidak berfungsi sebagaimana mestinya. 81 Persoalan lainnya yang juga sangat rumit adalah masalah penanganan radiasi. Pemerintah Kanada, dengan bantuan tenaga ahli dari Uni Soviet dan Amerika Serikat, membutuhkan waktu tidak kurang dari delapan bulan, dengan faktor kesulitan yang sangat tinggi. Musim dingin yang berlangsung, dengan suhu udara -40 sampai -100 derajat Celcius, mengakibatkan pembekuan danau dan sebagian besar lahan tertutupi salju, sehingga menimbulkan hambatan besar dalam membersihkan lahan dari radiasi. 82 Kanada dan Uni Soviet telah memilih cara negosiasi, sebagaimana ditentukan dalam Pasal IX Liability Convention 1972, sebagai cara penyelesaian sengketa. Prinsip yang digunakan dari kasus ini adalah Liability principle. 80 Ida Bagus Wyasa Putra, Hukum Lingkungan Internasional Perspektif Bisnis Internasional, Bandung, Refika Aditama, 2002, hal.50 81 Ibid 82 Ibid Universitas Sumatera Utara 2. Jasa-jasa baik Good Offices Jasa-jasa baik beerarti suatu intervensi suatu negara ketiga yang merasa dirinya wajar untuk membantu penyelesaian sengketa yang terjadi antara dua negara. Dalam hal ini, negara ketiga menawarkan jasa-jasa baiknya. Prosedur jasa-jasa baik ini dapat diminta oleh salah satu dari kedua negara yang bersengketa atau oleh kedua-duanya. Intervensi dalam bentuk jasa-jasa baik ini adalah campur tangan yang sangat sederhana dari negara ketiga karena negara tersebut membatasi diri dan hanya mempergunakanpengaruh moral atau politiknya agar negara-negara yang bersengketa mengadakan hubungan satu sama lain atau mengadakan hubungan kembali bila hubungan tersebut telah terputus. 83 Secara prinsip, negara yang menawarkan jasa-jasa baiknya tidak ikut secara langsung dalam perundingan-perundingan, tetapi hanya menyiapkan dan mengambil langkah-langkah yang perlu agar negara-negara yang bersengketa bertemu satu sama lin dan merundingkan sengketanya. Bila pihak-pihak yang bersengketa telah setuju untuk saling bertemu, berakhir pula misi negara yang menawarkan jasa-jasa baiknya tersebut. 84 3. Mediasi Mediation Mediasi adalah upaya penyelesaian sengketa melalui perundingan dengan bantuan pihak ketiga netral guna mencari bentuk-bentuk penyelesaian yang dapat disepakati oleh para pihak. Mediasi merupakan campur tangan yang lebih nyata. Peran mediator dalam mediasi adalah memberi bantuan substansif maupun 83 Huala Adolf,. Op.cit. hal.25 84 Ibid Universitas Sumatera Utara procedural kepada para pihak yang bersengketa. Seperti halnya dengan prosedur jasa-jasa baik, mediasi dapat ditawarkan atau diminta oleh negara-negara yang bersengketa. 85 Dalam hal mediasi, negara-negara ketiga bukan hanya sekedar mengusahakan agar negara-negara yang bersengketa saling bertemu, tetapi juga mengusulkan dasar-dasar perundingan dan ikut serta secara aktif dalam perundingan-perundingan. Selain itu, negara mediator mempergunakan pengaruhnya agar negara-negara yang bersengketa memberikan konsesi timbal balik demi tercapainya suatu penyelesaian. Kasus Trail Smelter juga menggunakan mediasi dalam menyelesaikan kasus ini. 86 4. Angket Fact Finding Angket juga merupakan cara penyelesaian sengketa antar negara yang non yurisdiksional dengan tujuan untuk mengumpulkan fakta-fakta yang merupakan penyebab sari suatu sengketa, keadaan diwaktu terjadinya sengketa dan jenis dari sengketa yang terjadi. Seperti prosedur jasa-jasa baik dan mediasi, angket juga bersifat fakultatif baik mengenai penggunaan maupun mengenai sifat keputusannya. Sistem angket ini juga bertujuan untuk memberikan dasar yang kuat bagi jalannya suatu perundingan. Agar perundingan mempunyai dasar yang kuat tentu diperlukan data-data yang objektif sebagai penyebab terjadinya suatu sengketa 85 Ibid 86 Ibid Universitas Sumatera Utara tetapi versinya tentu saling berbeda. Oleh karena itu pengumpulan dan analisa fakta-fakta yang menjadi penyebab sengketa lebih tepat diberikan kepada suatu komisi internasional yang akan berusaha mencapai suatu versi tunggal dari sengketa yang terjadi. Selanjutnya laporan dari komisi angket tidak mempunyai kekuatan yang mengikat dan pihak-pihak yang bersengketa mempunyai kebebasan diri pada pembuatan fakta-fakta dan sama sekali tidak membuat konklusi walaupun dari fakta-fakta yang diperoleh dapat ditarik suatu kesimpulan. 87 5. Konsiliasi Konsiliation Konsiliasi adalah suatu cara penyelesaian secara damai sengketa internasional oleh suatu organ yang telah dibentuk sebelumnya atau dibentuk kemudian atas kesepakatan pihak-pihak yang bersengketa setelah lahirnya masalah yang dipersengketakan. Dalam hal ini organ tersebut mengajukan usul- usul penyelesaian kepada pihak-pihak yang bersengketa. Komisi konsiliasi bukan saja bertugas memperlajari fakta-fakta akan tetapi juga harus memperlajari sengketa dari semua segi agar dapat merumuskan suatu penyelesaian. 88 6. Arbitrase Arbitrase adalah cara penyelesaian secara damai sengketa internasionl yang dirumuskan dalam suatu keputusan oleh arbitrators yang dipilih oleh pihak-pihak yang bersengketa. Pihak-pihak tersebut sebelumnya menerima sifat mengikat 87 Boer Mauna,.op.cit.hal.250 88 Ibid Universitas Sumatera Utara keputusan yang akan diambil. Arbitrase dapat dikatakan bentuk penyelesaian sengketa semu peradilan karena keputusan dari arbitrase bersifat mengikat. Sebagai contoh kasus yang menggunakan bentuk penyelesaian secara negosiasi, mediasi dan arbitrase adalah kasus Trail Smelter pada tahun 1938 yaitu antara Amerika Serikat dengan Kanada yang bermula dari kasus pencemaran udara yang diakibatkan oleh sebuah perusahaan pupuk milik warga negara Kanada yang dioperasikan di wilayah Kanada, dekat sungai Columbia. Perusahaan pupuk tersebut menghasilkan emisi yang mengandung sulfur dioksida, menyebarkan bau logam dan seng yang sangat menyengat. Emisi tersebut karena terbawa angin, bergerak kearah wilayah Amerika Serikat melalui lembah sungai Columbia dan menimbulkan berbagai akibat merugikan terhadap tanah, air dan udara, kesehataran serta berbagai kepentingan penduduk Washington lainnya. 89 Amerika Serikat kemudian melakukan klaim terhadap Kanada dan meminta Kanada bertanggungjawab terhadap kerugian yang diderita Amerika Serikat. Setelah melakukan negosiasi, kedua negara sepakat untuk menyelesaikan kasus ini melalui International Joint Commision, suatu badan administratif yang dibentuk berdasarkan Boundry Waters Treaty 1907. 90 Penyelesaian kasus tersebut menghasilkan bahwa Kanada membayar ganti rugi sebesar 78.000 dolar Amerika Serikat dan mewajibkan Kanada untuk mencegah kerugian yang mungkin timbul pada masa-masa selanjutnya to prevent 89 Ibid 90 Ibid Universitas Sumatera Utara the future damage menurunkan emisi sampai pada tingkat melampaui ambang abates acceptable level. Dari kasus tersebut menunjukkan bahwa penyelesaian kasus lingkungan internasional, menggunakan prinsip-prinsip hukum umum sebagai dasar untuk memutuskan sengketa. Prinsip-prinsip tersebut adalah abuse of rights, state responsibility, liability principle dan principle of prevention. Selain kasus Trail Smelter yang menggunakan bentuk penyelesaian secara arbitrase adalah kasus Lake Lanoux Lake Lanoux Case pada tahun 1957 antara Prancis dan Spanyol. Arbitrase dibentuk untuk menyelesaikan sengketa itu menggunakan asas good faith itikad baik. Dalam perspektif good faith, setiap Negara hendaknya hanya melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat dan baik bagi dirinya. Apa yang bermanfaat dan baik bagi dirinya, hendaknya juga dirasakan oleh Negara lain, dan apa yang dirasakan merugikan oleh Negara lain hendaknya juga dirasakan merugikan oleh pelaku kegiatan. 91 Dengan demikian suatu Negara hendaknya tidak mengerjakan kegiatan yang hanya menguntungkan dirinya dan merugikan Negara lain atau setiap Negara hendaknya hanya mengerjakan kegiatan-kegiatan yang tidak merugikan semua pihak. Kasus Gut Dam juga menggunakan arbitrase dalam menyelesaikan kasus ini. Kasus Gut Dam Gut Dam Case 1969 merupakan kasus meluapnya air Dam Gut milik Kanada, yang terletak pada bagian dari sepanjang sungai St.Lawrence. Luapan tersebut mengakibatkan genangan air dan erosi yang merugikan warga Negara Amerika Serikat yang tinggal disekitar sungai St.Lawrence. Kasus 91 Ibid Universitas Sumatera Utara tersebut diselesaikan melalui arbiter dan Kanada bersedia membayar ganti rugi yang diklaim oleh Amerika Serikat. Bentuk penyelesaian secara litigasi adalah melalui pengadilan. Apabila sengketa itu bersifat lintas batas maka diselesaikan melalui Mahkamah Internasional. Mahkamah Internasional merupakan suatu cara penyelesaian sengketa antar Negara yang didasarkan atas ketentuan-ketentuan hukum dan karena prosedur penyelesaian ini juga menghasilkan keputusan-keputusan hukum. Karena keputusan tersebut merupakan keputusan hukum maka ia akan mengikat Negara-negara yang bersengketa. Contoh kasus yang menyelesaikan sengketanya melalui Mahkamah Internasional adalah kasus Corfu Channel. 92 Kasus terusan Korfu Corfu Channel Case 1949 antara Inggris dan Albania sesungguhnya bukan merupakan kasus lingkungan hidup, namun prinsip-prinsip hukum internasional yang dipergunakan oleh Mahkamah Internasional dalam memutus kasus tersebut dipandang sebagai prinsip yang sangat relevan dengan penyelesaian kasus-kasus lingkungan internasional. 93 Kasus-kasus diatas cenderung merupakan kasus-kasus pencemaran yang bersifat lintas batas Negara transboundary pollution. Disamping itu juga terdapat beberapa kasus yang memiliki sifat yang sangat berbeda, yaitu bersifat diluar batas-batas semua Negara dengan variasi, pertama pencemaran yang 92 Ida Bagus Wyasa Putra.,op.cit.hal.46 93 Ibid Universitas Sumatera Utara bersumber pada kegiatan yang dilakukan diluar wilayah Negara tertentu dan kedua dilakukan diluar wilayah Negara dengan dampak langsung terhadap wilayah tersebut.

C. Mekanisme Ganti Rugi Pencemaran Laut Timor Terhadap Insiden

Dokumen yang terkait

Tinjauan Hukum Internasional Tentang Akibat Hukum Suksesi Negara Timor Leste Terhadap Negara Indonesia

36 251 84

Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional

2 69 89

PERLINDUNGAN LINGKUNGAN LAUT SELAT MALAKA DARI PENCEMARAN MINYAK LINTAS BATAS

1 11 19

PENGATURAN TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH AUSTRALIA TERHADAP PENCEMARAN LAUT LINTAS BATAS SEBAGAI AKIBAT SEABED OIL MINING YANG MERUGIKAN INDONESIA (STUDI KASUS PENCEMARAN LINTAS BATAS OLEH PT. T. EXPLORATION AND PRODUCTION AUSTRALASIA).

0 4 14

PENDAHULUAN PENGATURAN TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH AUSTRALIA TERHADAP PENCEMARAN LAUT LINTAS BATAS SEBAGAI AKIBAT SEABED OIL MINING YANG MERUGIKAN INDONESIA (STUDI KASUS PENCEMARAN LINTAS BATAS OLEH PT. T. EXPLORATION AND PRODUCTION AUSTRALASIA).

0 2 19

TANGGUNG JAWAB JEPANG TERHADAP PENCEMARAN LINGKUNGAN LAUT LINTAS BATAS AKIBAT BOCORNYA REAKTOR NUKLIR FUKUSHIMA PADA GEMPA DAN TSUNAMI JEPANG 2011 DALAM PERSPEKTIF HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL.

1 1 15

Pertanggungjawaban Indonesia Atas Pencemaran Lintas Batas Negara Akibat Kebakaran Hutan Dalam Perspektif Hukum Lingkungan Internasional.

0 0 19

TANGGUNG JAWAB AUSTRALIA ATAS PENCEMARAN LAUT OLEH MINYAK DARI KILANG MINYAK MONTARA MENURUT HUKUM INTERNASIONAL.

0 0 2

Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab Negara Terhadap Pencemaran Udara Lintas Batas Menurut Hukum Internasional ; Studi Kasus Asean.

0 0 1

Tinjauan Yuridis Atas Pencemaran di Laut Timor Berdasarkan Hukum Internasional

0 0 95