adanya pelanggaran tersebut, maka diperlukan adanya upaya pemulihan yang dapat berupa satisfaction, misalnya permohonan maaf secara resmi, ataupun
berwujud pecuniary reparation, misalnya dengan pemberian ganti rugi material.
B. Pengaturan Hukum Internasional mengenai Ganti Rugi Terhadap
Pencemaran Minyak di Laut
1. Konvensi PBB Tentang Hukum Laut 1982 United Nation Convention on the
Law of the Sea Konvensi Hukum Laut 1982 merupakan salah satu ketentuan yang mengatur
masalah laut terlengkap dan berhasil disepakati oleh negara-negara. Hal ini terbukti sejak tahun 1994 UNCLOS 1982 mulai berlaku, pada tahun 1999 telah
diratifikasi oleh 130 negara. UNCLOS 1982 terdiri dari 17 bab 320 Pasal, secara isi UNCLOS 1982
tersebut mengatur hal-hal yang berkenaan dengan penggunaan istilah dan ruang lingkup, laut territorial dan zona tambahan, selat yang digunakan untuk pelayaran
internasional, negara kepulauan, ZEE, landas kontinen, laut lepas, rezim pulau, laut territorial setengah tertutup, hak negara tak berpantai, perlindungan dan
pelestarian laut, riset ilmiah kelautan, penyelesaian sengketa, bab ketentuan umum dan penutup. Isi UNCLOS 1982 juga dilengkapi dengan lampiran-lampiran.
Ketentuan-ketentuan utama dari Konvensi Hukum Laut 1982 yang mengatur tentang perlindungan dan pelestarian lingkungan laut dapat ditemukan
dalam Bab XII dari Konvensi tersebut dari Pasal 192 hingga Pasal 237.
Universitas Sumatera Utara
Konvensi memberikan batasan tentang pencemaran lingkungan laut:
64
“Pollution of the marine environment means the introduction by man, directly or indirectly, of substances or energy into the marine environment,
including estuaries, which results or is likely to result in such deleterious effects as harm to living resources and marine life, hazards to human
health, hindrance to marine activities, including fishing and other legitimate uses of the sea, impairment of quality for use of sea water and reduction of
amenities”
Konvensi juga menetapkan kewajiban umum negara-negara untuk melindungi dan melestarikan lingkungan lautnya,
65
yang harus dibaca bersamaan dengan ketentuan berikutnya yang terdapat dalam Pasal 193 yang menetapkan
bahwa negara-negara mempunyai hak-hak berdaulat untuk mengeksploitasikan kekayaan alamnya sesuai dengan kebijaksanaan lingkungan mereka, yang harus
serasi pula dengan kewajiban sebagaimana ditetapkan oleh Pasal 192 tersebut. Konvensi Hukum Laut 1982 UNCLOS juga terdapat aturan mengenai
tanggung jawab dan kewajiban ganti rugi berkenaan dengan perlindungan dan pelestarian lingkungan laut. Pasal 235 Konvensi menegaskan bahwa setiap Negara
bertanggung jawab untuk melaksanakan kewajiban internasional mengenai perlindungan dan pelestarian lingkungan laut, sehingga semua Negara harus
memikul kewajiban ganti rugi sesuai dengan hukum internasional,
66
antara lain apabila pencemaran yang diakibatkan oleh kegiatan-kegiatan yang berada di
64
Pasal 1 ayat 1 4 Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut 1982.
65
Pasal 192 Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut 1982.
66
Pasal 235 Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut 1982.
Universitas Sumatera Utara
bawah yurisdiksi atau pengawasannya, menyebar melampaui bagian-bagian laut dimana negara tersebut melaksanakan hak-hak berdaulatnya.
67
Setiap negara harus mempunyai peraturan perundang-undangan tentang kompensasi yang segera dan memadai atas kerugian yang disebabkan oleh
pencemaran lingkungan laut yang dilakukan orang atau badan hukum yang berada dalam yurisdiksinya. Pada umumnya, status tanggung jawab dikenal dengan dua
sifat, yaitu tanggung jawab berdasarkan kesalahan liability based on fault, dan tanggung jawab langsung dan seketika strict liability. Oleh karena itu, setiap
negara harus bekerjasama dalam mengimplementasikan hukum internasional yang mengatur tanggung jawab dan kewajiban ganti rugi untuk kompensasi atas
kerugian akibat pencemaran lingkungan laut dan juga prosedur pembayarannya seperti apakah dengan adanya asuransi wajib atau dana kompensasi.
Tanggung jawab dan kewajiban ganti rugi dari Negara atau disebut tanggung jawab negara state sovereignty merupakan prinsip fundamental dalam
hukum internasional, sehingga kalau terjadi pelanggaran kewajiban internasional akan timbul tanggungjawab Negara. Pelanggaran kewajiban internasional tersebut
seperti tidak melaksanakan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Konvensi Hukum Laut 1982 yang sudah mengikat negaranya. Tanggung jawab Negara dan
kewajiban untuk memberikan ganti ruginya sering terjadi dalam kasus-kasus pencemaran laut, seperti dalam kasus Torrey Canyon 2967, Showa Maru 1975,
Amoco Cadiz 1978. Exxon Valdez 1989. Maz Plant 2001, Prestige 2007, tetapi
67
Pasal 194 ayat 2 Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut 1982.
Universitas Sumatera Utara
belum ada perjanjian yang secara khusus mengatur tanggung jawab Negara dalam hukum internasional.
2. Konvensi-Konvensi IMO
Perlu dicatat bahwa sepanjang mengenal pengaturan pencemaran laut oleh minyak, International Maritime Organization
68
telah memainkan peranan yang sangat penting dengan telah menghasilkan berbagai perjanjian internasional
tentang itu. Dapat dikatakan bahwa IMO merupakan organisasi yang terdepan dalam menghasilkan berbagai aturan tentang pencemaran laut khususnya yang
disebabkan oleh minyak. Perjanjian-perjanjian tersebut antara lain, adalah: 1.
International Convention for the Prevention of Pollution of the Sea by Oil OILPOL, 1954.
Konvensi ini khususnya mengatur tentang pengawasan terhadap buangan limbah air berminyak oil water discharges dari kapal biasa dan tanker
pengangkut minyak. 2.
International Convention Relating to Intervention on the High Seas in Cases of Oil Pollution Casualties, 1969.
Menurut Konvensi ini Negara-negara pihak yang diberi kewenangan untuk melakukan tindakan terhadap kapal-kapal negara lain yang terlibat dalam
suatu kecelakaan atau mengalami kerusakan di laut lepas apabila diperkirakan akan mengakibatkan pencemaran.
68
Untuk selanjutnya akan disebut sebagai “IMO”
Universitas Sumatera Utara
3. Convention on the Prevention of Marine Pollution by Dumping of Wastes
and Other Matter LDC, 1972. Konvensi ini bersifat global, dan merupakan langkah lanjut dalam
pengawasan dan pencegahan pencemaran lingkungan laut secara internasional. Konvensi ini melarang pembuangan dumping bahan
berbahaya tertentu, menyaratkan izin khusus lebih dahulu untuk membuang bahan-bahan tertentu dan suatu izin umum lebih dahulu untuk pembuangan
limbah lainnya. 4.
International Convention for the Prevention of Pollution from Ships, 1973, as modified by the Protocols of 1978 and 1997 relating thereto MARPOL
Berisi ketentuan tentang segi teknis tentang pencemaran dari kapal kecuali pembuangan limbah ke laut, dan berlaku untuk segala jenis kapal, tetapi
tidak berlaku untuk pencemaran yang disebabkan oleh kegiatan ekplorasi dan eksploitasi sumber daya non-hayati dari dasar laut.
Konvensi ini dilengkapi dengan dua Protokol masing-masing tentang Reports on incidents involving Harmful Substances dan Arbitrase; serta lima
Annex yang berisi ketentuan tentang pencegahan segala bentuk pencemaran, termasuk :
a Pollution by oil;
b Pollution by noxious liquid substances carried in bulk;
c Pollution by harmful substances carried in packages, portable tanks,
freight containers, or road or rail tank wagons, etc;
Universitas Sumatera Utara
d Pollution by sewage from ships;
e Pollution by garbage from ships.
5. Internastional Convention on Oil Pollution Preparedness, Response and
Cooperation OPRC, 1990. Tujuan Konvensi ini adalah untuk mengatur suatu kerangka kerjasama
global dalam menangani kecelakaan atau ancaman pencemaran terhadap lingkungan laut. Negara-negara pihak diwajibkan untuk menetapkan
langkah-langkah untuk menangani pencemaran laut, baik secara nasional maupun kerjasama dengan negara-negara lain.
Akibat dari peristiwa kecelakaan kapal Torrey Canyon, IMO telah menghasilkan sejumlah perjanjian internasional tambahan tentang tanggung
jawab dan skelam ganti rugi khusus untuk industri pelayaran dan minyak, antara lain:
1. Convention on the Civil Liability for Oil Pollution Damage CLC, 1969.
Berbeda dengan Konvensi sebelumnya, konvensi ini menitik beratkan pada tanggung jawab pemilik kapal terhadap kerusakan akibat pencemaran.
Konvensi ini menetapkan prinsip strict liability bagi pemilik kapal dan mewajibkan suatu compulsory liability insurance. Para pemilik kapal
biasanya berhak untuk membatasi tanggung jawabnya sampai jumlah yang dikaitkan dengan tonase kapalnya.
Universitas Sumatera Utara
2. Convention on the Establishment of an International Fund for
Compensation for Oil Pollution Damage FUND, 1971. Menetapkan pengaturan ganti rugi bagi para korban apabila ganti rugi yang
disediakan menurut Civil Liability Convention tidak memadai. International Oil Pollution Compensation Fund 1992, atau biasa disebut sebagai IOPC
Fund 1992 atau 1992 Fund disusun berdasarkan Fund Convention 1992. 1992 Fund adalah suatu organisasi internasional yang didirikan dengan
tujuan untuk mengelola pengaturan kompensasi ganti rugi sesuai dengan ketentuan dalam Fund Convention 1992.
3. Convention relating to Civil Liability in the Field of Maritime Carriage of
Nuclear Materials NUCLEAR, 1971. Konvensi ini menetapkan bahwa siapapun yan bertanggung jawab untuk
kerusakan yang disebabkan oleh kecelakaan nuklir akan dibebaskan dari tanggung jawab apabila operator dari instalasi nuklir tersebut juga
bertanggung jawab terhadap kerusakan demikian menurut Paris Convention on Third Party Liability iin the Field of Nuclear Energy , 29 July 1960; atau
Vienna Convention on Civil Liability for Nuclear Damage, 21May 1963; peraturan perundang-undangan nasional yang serupa dalam lingkup
perlindungan terhadap orang-orang yang menderita akibat demikian. 4.
Athens Convention relating to the Carriage of Passengers and their Luggage by Sea PAL, 1974
Menetapkan tanggung jawab terhadap kerugian yang diderita oleh para penumpang kapal. Ditetapkan bahwa perusahaan angkutan laut bertanggung
Universitas Sumatera Utara
jawab untuk kerusakan atau kerugian lainnya yang diderita oleh para penumpang, apabila hal tersebut terjadi selama masa perjalanan. Konvensi
ini menerapkan bahwa perusahaan pengangkut bertanggung jawab untuk kerusakan atau kerugian yang diderita oleh seorang penumpang apabila
kejadian penyebabnya terjadi selama perjalanan dan merupakan kesalahan dari perusahaan pengangkut.
5. Convention on Limitation of Liability for Maritime Claims LLMC, 1976.
Konvensi ini menggantikan International Convention Relating to the Limitation of the Liability of Owners of Seagoing Ships, Brussels, 1957,
dan mulai berlaku pada tahun 1968. Menurut Konvensi 1976, batas klaim tanggung jawab dinaikkan cukup besar, dalam beberapa hal sampai 250-
300. Batas tanggung jawab ditetapkan untuk dua macam klaim yaitu kematian atau luka, dan klaim terhadap harta benda.
C. Pertanggungjawaban PTTEP Australia terhadap Kasus Montara