Bentuk-bentuk Penanganan dan Penyelesaian Sengketa Pencemaran

BAB IV ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAN MEKANISME GANTI RUGI TERHADAP PENCEMARAN LINTAS BATAS DI LAUT TIMOR

A. Bentuk-bentuk Penanganan dan Penyelesaian Sengketa Pencemaran

Lingkungan Lintas Batas UNCLOS 1982 Bisa dikatakan bahwa tragedi kandasnya kapal Showa Maru berbendera Jepang di Selat Malaka pada awal januari 1975 telah membukakan mata kita tentang betapa pentingnya bagi Indonesia dan dunia internasional untuk memberikan perhatian pada isu pencemaran lingkungan laut beserta aspek lain yang mengikutinya, seperti eksplorasi dan eksploitasi laut serta skema ganti rugi terhadap aktivitas negara-negara atas laut. UNCLOS 1982 merupakan puncak karya dari upaya dunia internasional atas pembentukan rezim hukum laut menyeluruh yang disetujui di Mentego Bay, Jamaica, pada tanggal 10 Desember 1982. Pada hari pertama penandatanganan, UNCLOS 1982 telah ditandatangani oleh 119 negara dan dikenal juga sebagai Konstitusi Lautan Constitution for the Ocean. UNCLOS 1982 terdiri dari 17 bagian dan 9 lampiran yang antara lain mengatur tentang batas-batas yurisdiksi nasional di ruang angkasa maupun diatas laut, navigasi, riset ilmiah, pertambangan laut, eksplorasi sumber hayati dan non hayati di laut, perlindungan dan pemeliharaan laut serta penyelesaian perselisihan atas eksplorasi dan eksploitasi laut oleh negara-negara peserta. Universitas Sumatera Utara Dengan diratifikasinya UNCLOS oleh pemerintah Indonesia dengan Undang-undang No.17 Tahun 1985 maka secara yuridis ketentuan ini telah diadopsi dan dapat berlaku serta diterapkan oleh Pemerintah Indonesia dalam melakukan pengaturan hukum yang berkaitan dengan masalah-masalah kelautan, khususnya terhadap masalah yang berkaitan dengan pencemaran laut yang bersifat transnasional. 73 Adanya kewajiban setiap negara untuk melindungi dan melestarikan lingkungan laut, mengharuskan setiap kebijakan yang diambil oleh negara dalam rangka mengelola sumberdaya lautnya untuk selalu mewajibkan pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan pengelolaan tersebut untuk melindungi dan melestarikan lingkungan laut. 74 Bagian XII UNCLOS 1982 tersebut juga mewajibkan negara-negara peserta untuk melakukan upaya-upaya yang dipandang perlu guna mencegah, mengurangi dan mengatasi pencemaran lingkungan laut dari sumber-sumber manapun baik dari daratan pembuangan sampah rumah tangga dan deterjen berlebih, penggunaan petstisida yang melebihi ambang batad yang diperbolehkan, pencemaran air sungai, dan lain-lain ataupun laut, UNCLOS 1982 juga mengatur kewajiban negara peserta untuk memastikan bahwa tindakan eksplorasi dan eksploitasi kekayaan laut di dalam yurisdiksi nasionalnya tidak mengakibatkan 73 Juarir Sumadi.op.cit.hal.137. 74 Pasal 193 Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut 1982. Universitas Sumatera Utara kerusakan dan pencemaran lingkungan laut wilayahnya sendiri dan juga lingkungan laut negara lain. Negara peserta UNCLOS 1982 diwajibkan untuk bekerjasama secara bilateral, regional dan global baik secara langsung ataupun melalui organisasi internasional dalam merumuskan aturan-aturan, standar-standar dan rekomendasi praktek serta prosedur guna melindungi dan memperhitungkan keadaan regional bersangkutan. Apabila suatu negara mengetahui tentang ancaman atau pencemaran lingkungan yang sudah terjadi di wilayah lintas batas, negara terseebut harus memberitahukan negara lain yang mungkin tercemar dan organisasi internasional yang terkait atas peristiwa ancaman atau pencemaran lingkungan laut lintas batas tersebut. Dalam hal negara melakukan kegiatan yang diakibatkan dapat melintasi negara-negara, maka dalam hal ini Konvensi Hukum Laut tahun 1982 menentukan agar setiap negara mengambil tindakan dalam rangka menjamin aktivitas yang dilakukan di wilayahnya atau dibawah yurisdiksinya tidak menimbulkan kerugian, khususnya pencemaran terhadap lingkungan negara lain. 75 Indonesia sebagai Negara peserta Konvensi Hukum Laut 1982 mempunyai kewajiban untuk menaati semua ketentuan Konvensi tersebut berkenaan dengan perlindungan dan pelestarian lingkungan laut, yaitu antara lain sebagai berikut : 76 75 Juarir Sumadi,op.cit., hal.138 76 Ibid, hal.147. Universitas Sumatera Utara Kewajiban membuat peraturan perundang-undangan tentang perlindungan dan pelestarian lingkungan laut yang mengatur secara komprehensif termasuk penanggulangan pencemaran lingkungan laut dari berbagai sumber pencemaran, seperti pencemaran dari darat, kapal, dumping dan lainnya. Dalam peraturan perundang-undangan tersebut termasuk penegakan hukumnya, yaitu proses pengadilannya. a. Kewajiban melakukan upaya-upaya mencegah, mengurangi dan mengendalikan pencemaran lingkungan laut, yang berarti Indonesia mempunyai peralatan dan sumber daya manusia yang memadai. b. Kewajiban melakukan kerja sama regional dan global, kalau kerja sama regional berarti kerja sama ditingkat negara-negara anggota ASEAN, dan kerja sama global berarti dengan negara lain yang melibatkan negara-negara di luar ASEAN karena sekarang persoalan pencemaran lingkungan laut adalah persoalan global, sehingga penanganannya harus global juga. c. Indonesia harus mempunyai peraturan dan peralatan sebagai bagian dari contingency plan. d. Peraturan perundang-undangan tersebut disertai dengan proses mekanisme pertanggungjawaban dan kewajiban ganti ruginya bagi pihak yang dirugikan akibat terjadinya pencemaran laut. Dalam skenario sebagaimana digambarkan diatas, negara-negara dan organisasi-organisasi regional atau internasional didalam wilayah tersebut harus Universitas Sumatera Utara bekerja sama untuk menghilangkan akibat-akibat pencemaran serta mencegah atau memperkecil kerusakan dan menerapkan rencana-rencana khusus untuk menanggulangi insiden pencemaran lingkungan laut lintas batas tersebut. Dalam kaitan ini, terdapat beberapa contoh bentuk kerjasama baik bilateral, regional dan internasional guna perlindungan dan pemeliharaan lingkungan laut lintas batas, seperti : 1. Kerjasama Bilateral MoU between the Government of Australia and Indonesia an Oil Pollution Preparedness and Response 1996, yang mengandung butir-butir kerjasama antara lain ; a. Promosi kerjasama yang saling menguntungkan di dalam kesiapan di dalam merespon polusi minyak di laut; b. Kerjasama pertukaran informasi atas insiden pencemaran minyak di laut; c. Inspeksi lapangan pada lokasi insiden minyak di laut yang sedang terjadi untuk kerjasama yang saling menguntungkan antar kedua belah pihak; d. Pelatihan dan pendidikan bersama untuk capacity building yang lebih baik; e. Promosi untuk melakukan riset dan penelitian di dalam menciptakan ukuran, teknik, standard an peralatan yang diperlukan. f. Kerjasama tanggap darurat seperti mobilisasi personil, logistik dan peralatan lain yang dibutuhkan di dalam situasi darurat, dan lain-lain. Universitas Sumatera Utara 2. Kerjasama Trilateral MoU Sulawesi Sea Oil Spill Response Network Plan 1981, yang mengandung butir-butir kerjasama antara lain : a. Kerjasama antara Indonesia-Malaysia-Filipina di dalam hal menghadapu tumpahan minyak di sepanjang Selat Makasar, Laut Sulawesi dan Laut Sulu; b. Pelatihan personil tahunan di dalam konteks MARPOL dan isu terkait lainnya; c. Mekanisame komunikasi antara focal point di masing-masing negara dalam hal perencanaan suatu operasi oil spill combat, dan lain-lain. 3. Kerjasama Regional a. MoU between Indonesia-Malaysia-Singapore with the Malacca Straits Council on the Establishment of Revolving Fund Committee, yang betujuan untuk membuat skema sumber dana “on-call” atau dana talangan apabila terjadi operasi penanggulangan pencemaran minyak di laut yang berasal dari tumpahan kapal yang berlokasi di Selat Malaka dan Singapura. b. MoU for ASEAN Oil Spill Response Action Plan ASEAN-OSRAP 1992, yang bertujuan untuk membentuk skema kerjasama untuk pemberian bantuan yang saling menguntungkan diantara negara anggota dan membentuk prosedur pengelolaan bencana di dalam merespon insiden pencemaran minyak. Universitas Sumatera Utara 4. Kerjasama Global a. International Convention on Oil Pollution Preparedness, Response and Cooperation 1990, yang mengandung butir-butir kerjasama sebagai berikut: 1. Mengatur kerjasama kesiapsiagaan dalam penanggulangan tumpahan minyak di laut lepas dari kapal, anjungan lepas pantai, pelabuhan laut maupun fasilitas-fasilitas lain 2. Membantu negara-negara berkembang untuk mempersiapkan diri dan bereaksi tanggap terhadap insiden-insiden tumpahan minyak di laut, dan lain-lain. b. International Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage CLC dan the International Oil Pollution Compensation IOPC Funds 1992 Selain bentuk kerjasama bilateral, regional dan global sebagaimana telah diuraikan diatas, pemerintah Indonesia juga telah membentuk 2 instrumen nasional yang terkait dengan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan laut, yaitu : 1. Perpres No. 109 tahun 2996 tentang Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut PKDTML, yang mengamanatkan tindakan secara cepat, tepat dan terkoordinasi untuk mencegah dan mengatasi penyebaran tumpahan minyak di laut serta menanggulangi dampak lingkungan akibat tumpahan minyak tersebut untuk meminimalisasi kerugian masyarakat dan kerusakan lingkungan laut. Tanggungjawab atas Universitas Sumatera Utara penyelenggaraan penanggulangan tumpahan minyak di laut tersebut merupakan tingkatan Tier-3 dan berada di tangan Tim Nasional PKDTML. 2. Kepmenhub No. 355 tahun 2008 tentang Pembentukan Pusat Komando dan Pengendalian Nasional PUSKODALNAS PKDTML, yang mengamanatkan koordinasi operasi, dukungan advokasi, pelaksanaan komando, pengendalian operasi, penyusunan protap Tier-3, dan lain-lain guna merespon kondisi darurat yang disebabkan oleh tumpahan minyak di laut. Di dalam ketentuan dari Bab XV UNCLOS 1982 tentang Penyelesaian Perselisihan ditetapkan bahwa pada dasarnya negara peserta UNCLOS 1982 yang bersengketa yang akan menyelesaikan perselisihan dengan cara-cara damai peaceful means yang sesuai dengan Piagam PBB. UNCLOS 1982 juga tidak menghalangi negara peserta yang bersengketa untuk mencari metode penyelesaian perselisihan dengan cara damai lainnya, dan apabila kedua asas metode penyelesaian sengketa tersebut tidak berhasil, UNCLOS 1982 mengatur prosedur lain yang bersifat formal dan mengikat, yaitu melalui : a. Mahkamah Internasional Hukum Laut International Tribunal for the Law of the Sea yang berkedudukan di Hamburg, Jerman; b. Mahkamah Internasional International Court of Justice yang berkedudukan di Belanda; Universitas Sumatera Utara c. Arbitrase atau Prosedur Arbitrase Khusus Arbitration or Special Arbitration Procedures yang diatur dalam Lampiran VII dan VIII UNCLOS 1982; dan d. Konsiliasi Conciliation yang keputusannya tidak mengikat para pihak dan diatur di dalam Lampiran V UNCLOS 1982. UNCLOS 1982 juga mengatur bahwa apabila negara peserta yang bersengketa setuju, maka penyelesaian perselisihan sengketa dapat melalui persetujuan bilateral, regional atau persetujuan umum yang mengatur suatu prosedur untuk memberikan putusan yang mengikat bagi para pihak yang bersengketa. Prosedur di dalam persetujuan bilateral, regional ataupun persetujuan umum tersebut akan ditetapkan sebagai prosedur tetap bagi pihak yang bersengketa yang akan menggantikan prosedur yang berlaku di dalam UNCLOS 1982 sebagaimana telah diuraikan diatas.

B. Bentuk-bentuk Penyelesaian Sengketa dalam Hukum Lingkungan

Dokumen yang terkait

Tinjauan Hukum Internasional Tentang Akibat Hukum Suksesi Negara Timor Leste Terhadap Negara Indonesia

36 251 84

Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional

2 69 89

PERLINDUNGAN LINGKUNGAN LAUT SELAT MALAKA DARI PENCEMARAN MINYAK LINTAS BATAS

1 11 19

PENGATURAN TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH AUSTRALIA TERHADAP PENCEMARAN LAUT LINTAS BATAS SEBAGAI AKIBAT SEABED OIL MINING YANG MERUGIKAN INDONESIA (STUDI KASUS PENCEMARAN LINTAS BATAS OLEH PT. T. EXPLORATION AND PRODUCTION AUSTRALASIA).

0 4 14

PENDAHULUAN PENGATURAN TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH AUSTRALIA TERHADAP PENCEMARAN LAUT LINTAS BATAS SEBAGAI AKIBAT SEABED OIL MINING YANG MERUGIKAN INDONESIA (STUDI KASUS PENCEMARAN LINTAS BATAS OLEH PT. T. EXPLORATION AND PRODUCTION AUSTRALASIA).

0 2 19

TANGGUNG JAWAB JEPANG TERHADAP PENCEMARAN LINGKUNGAN LAUT LINTAS BATAS AKIBAT BOCORNYA REAKTOR NUKLIR FUKUSHIMA PADA GEMPA DAN TSUNAMI JEPANG 2011 DALAM PERSPEKTIF HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL.

1 1 15

Pertanggungjawaban Indonesia Atas Pencemaran Lintas Batas Negara Akibat Kebakaran Hutan Dalam Perspektif Hukum Lingkungan Internasional.

0 0 19

TANGGUNG JAWAB AUSTRALIA ATAS PENCEMARAN LAUT OLEH MINYAK DARI KILANG MINYAK MONTARA MENURUT HUKUM INTERNASIONAL.

0 0 2

Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab Negara Terhadap Pencemaran Udara Lintas Batas Menurut Hukum Internasional ; Studi Kasus Asean.

0 0 1

Tinjauan Yuridis Atas Pencemaran di Laut Timor Berdasarkan Hukum Internasional

0 0 95