Sejarah Perkembangan Hukum Pencemaran Laut yang Bersifat Lintas

Usaha eksplorasi dan eksploitasi sumber daya minyak dan gas melalui industri lepas pantai disadari ataupun tidak telah memberikan pengaruh terhadap tata lingkungan laut yang ada disekitarnya. Bocornya instalasi yang mengakibatkan minyak merembes ke luar lingkungan laut, tumpahnya minyak karena proses pengoperasian industri, serta kecelakaan-kecelakaan yang terjadi terhadap industri lepas pantai ini, telah membawa pengaruh pula bagi perkembangan hukum baik dalam skala global maupun nasional. 29

B. Sejarah Perkembangan Hukum Pencemaran Laut yang Bersifat Lintas

Batas 1. Periode 1954 Sampai 1971 Masalah pencemaran laut diatur secara hukum internasional pertama kali pada tahun 1954. 30 Ketentuan internasional yang mengatur masalah pencemaran laut pada periode ini masih berada dalam kerangka hukum internasional yang tradisional. 31 Periode ini dimulai dengan terbentuknya konvensi internasional pertama mengenai pencemaran laut, yaitu the International Convention for the Prevention of the Sea by Oil yang ditanda tangani di London pada tahun 1954 29 Juarir Sumardi, Op.cit., hal.117 30 Timagenis, International Control of Marine Pollution Netherlands, Eceana Publication, 1980, hal, 4 31 Ibid. Universitas Sumatera Utara yang melarang pembuangan minyak dan campurannya secara sengaja dari kapal tertentu dan pada kawasan tertentu pula. Konvensi tahun 1954 ini mengharuskan dibawanya Oil Record Book oleh kapal yang telah diregistrasi oleh suatu negara. 32 Disamping itu, Konvensi tahun 1954 ini juga mengatur : a. Kapal-kapal yang diregistrasikan pada negara-negara peserta harus dilengkapi dengan alat yang berguna untuk menghindarkan terjadinya pencemaran; b. Dalam jangka waktu tiga tahun setelah konvensi berlaku maka pelabuhan-pelabuhan utama negara-negara peserta harus telah dilengkapi dengan fasilitas penampungan untuk pembuangan bahan- bahan yang mengandung minyak; c. Oil Record Book dapat sewaktu-waktu diperiksa oleh pihak yang berwenang dari negara-negara di wilayah pelabuhannya. Instrumen hukum internasional selanjutnya dari periode ini adalah dilaksanakannya suatu konferensi hukum internasional mengenai kerugian yang disebabkan oleh pencemaran laut, yang diselenggarakan di Brussel pada bulan November 1969 dan telah menghasilkan lebih dari dua konvensi mengenai pencemaran laut. Satu dari konvensi tersebut adalah “the Internastional Convention Relating to Intervention on the High Seas in Cases of Oil Pollution Casualities”. Menurut konvensi ini negara pantai mempunyai hak untuk 32 Oil Record Book yang disyaratkan tersebut bertujuan untuk mencatat setiap buangan minyak oleh kapal-kapal saat melakukan pelayaran. Universitas Sumatera Utara melakukan langkah-langkah di laut lepas dalam rangka mencegah, mengurangi atau menghapuskan setiap pencemaran yang dianggap cukup berbahaya bagi negara pantai. Konvensi kedua yang dihasilkan dari pertemuan di Brussel 1969 tersebut, pada tahun 1971 di Brussel telah dibentuk “the International Convention on the Establishment of an International Fund for Oil Pollution Damage”, 33 dimana konvensi ini dipersiapkan untuk mengatur masalah tanggung jawab mutlak strict liability bagi para pemilik kapal tanker yang karena kecelakaan mengakibatkan pencemaran, termasuk di laut wilayah suatu negara. Periode tahun 1954 sampai 1971, terlihat pula adanya pembentukan persetujuan antar negara yang sifatnya hanya ditujukan pada kawasan tertentu persetujuan regional. Persetujuan regional tersebut antara lain “the Agreement for Co-operation in dealing with Pollution of the North Sea by Oil” the Bonn Agreement tahun 1969. 34 Juga tahun 1971 dibentuk “the Agreement between Denmark, Finland, Norway and Sweden concerning Co-operation in Measure the deal with Pollution of the Sea by Oil”. Kedua persetujuan ini hanya mengatur pencemaran laut yang disebabkan oleh minyak. Periode 1954 sampi 1971 juga telah menghasilkan sejumlah konvensi yang berkaitan dengan pencemaran yang disebabkan oleh bahan radioaktif, antara lain pada tahun 1960 telah dibentuk “the Convention on Third Party Liability in the 33 Timagenis, Op.cit., hal.6 34 Ibid., hal.7 Universitas Sumatera Utara Field of Nuclear Energy” yang dibentuk di Paris. Pada tahun 1962 juga telah dibentuk “the Convention on the Liability of Operators of Nuclear Ships”, yang ditanda tangani di Brussel. Pada tahun 1063 dibentuk “the Convention on Civil Liability for Nuclear Damage” di Wina dan akhirnya tahun 1971 dibentuk “the International Convention to Civil Liability in Field of Maritime Carriage of Nuclear Materials”, yang ditanda tangani di Brussel. 35 Seluruh konvensi yang dibentuk sejak tahun 1954 sampai 1971 yang bertujuan untuk keselamatan pelayaran di Laut dan merupakan ketentuan yang mempunyai kaitan dengan masalah perlindungan lingkungan laut. 36 2. Periode tahun 1972 sampai 1982 Pada periode ini sejumlah konvensi atau instrument hukum internasional mengenai lingkungan dan perlindungan serta pelestariannya telah dibentuk. Bahkan perkembangan ketentuan internasional mengenai lingkungan pada kurun waktu 1972 sampai 1982 sangatlah pesat, sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin spektakuler. Pada bulan Juni 1972 di Stockholm dilaksanakan suatu konferensi PBB mengenai Lingkungan Manusia. Dalam konferensi tersebut telah diterima suatu deklarasi yaitu “Deklaration of Human Environment” dimana masalah pencemaran laut mendapat perhatian yang cukup serius, serta resolusi mengenai kelembagaan dan susunan keuangan yang di bentuk oleh Majelis Umum PBB dari 35 Ibid., hal. 7. 36 Ibid., hal. 8. Universitas Sumatera Utara program lingkungan yang disebut “United Nations Environment Programme UNEP”. Berdasarkan rekomendasi-rekomendasi dari konferensi Stockholm tersebut maka pada 30 Oktober sampai 13 November 1972 dilaksanakan suatu konferensi antar pemerintah dan konferensi tersebut menghasilkan “Convention on the Prevention of Marine Pollution by Dumping of Wastes and other Matter” yang lebih dikenal dengan nama “London Convention on Dumping” karena diselenggarakan di London. 37 Pada periode 1972 sampai 1982 sejumlah persetujuan-persetujuan regional juga telah dibentuk. Persetujuan-persetujuan tersebut antara lain adalah : “the Convention for the Prevention of Marine Pollution from Land Based Sources” yang ditanda tangani pada tanggal 4 juni 1974 dan lebih dikenal dengan nama “the Paris Convention on Land Based Pollution. 38 Konvensi regional yang cukup penting adalah “the Kuwait Regional Convention for Co-operation on the Protection of the Marine Environment from Pollution 1978” yang dibentuk oleh sejumlah negara-negara Arab. Konvensi ini hanya dilengkapi oleh satu protocol yaitu : “the Protocol Concerning Regional Co-operation in Combating Pollution by Oil and Other Harmful Substances in Cases of Emergency”. 39 37 Juarir Sumardi., Op.cit., hal.49 38 Ibid., hal. 50 39 Tima Genis., Op.cit., hal.14 Universitas Sumatera Utara Akhirnya “the Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage Resulting from Exploration and Exploitation of Seabed Mine-Resources” di negosiasikan oleh sejumlah besar negara-negara Eropa bagian Utara, dimana negosiasi tersebut diselenggarakan di London pada tanggal 13 sampai 17 Desember 1976, dan persetujuan tersebut dibuka untuk ditandatangani pada tanggal 1 Mei 1977. Konvensi Hukum Laut PBB tahun 1982 merupakan puncak dari perkembangan hukum pencemaran yang bersifat lintas batas dalam periode 1972 sampai 1982. Setelah melalui perundingan kurang lebih 9 tahun, konferensi telah berhasil mengesahkan suatu naskah konvensi hukum laut yang baru dengan 130 suara mendukung, 4 suara menentang dan 17 negara abstain. Kemudian pada tanggal 11 Desember 1982, setelah mendengarkan pernyataan-pernyataan dari negara-negara peserta, konferensi membuka kesempatan untuk penandatanganan naskah konvensi sejumlah hukum laut yang baru di Montego Bay, Jamaika. Pada waktu itu ada sejumlah 119 negara termasuk Indonesia yang menandatanganinya, termasuk ketentuan-ketentuan penutup. 40

C. Dampak Pencemaran Lingkungan di Laut Timor akibat Tumpahan

Dokumen yang terkait

Tinjauan Hukum Internasional Tentang Akibat Hukum Suksesi Negara Timor Leste Terhadap Negara Indonesia

36 251 84

Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional

2 69 89

PERLINDUNGAN LINGKUNGAN LAUT SELAT MALAKA DARI PENCEMARAN MINYAK LINTAS BATAS

1 11 19

PENGATURAN TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH AUSTRALIA TERHADAP PENCEMARAN LAUT LINTAS BATAS SEBAGAI AKIBAT SEABED OIL MINING YANG MERUGIKAN INDONESIA (STUDI KASUS PENCEMARAN LINTAS BATAS OLEH PT. T. EXPLORATION AND PRODUCTION AUSTRALASIA).

0 4 14

PENDAHULUAN PENGATURAN TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH AUSTRALIA TERHADAP PENCEMARAN LAUT LINTAS BATAS SEBAGAI AKIBAT SEABED OIL MINING YANG MERUGIKAN INDONESIA (STUDI KASUS PENCEMARAN LINTAS BATAS OLEH PT. T. EXPLORATION AND PRODUCTION AUSTRALASIA).

0 2 19

TANGGUNG JAWAB JEPANG TERHADAP PENCEMARAN LINGKUNGAN LAUT LINTAS BATAS AKIBAT BOCORNYA REAKTOR NUKLIR FUKUSHIMA PADA GEMPA DAN TSUNAMI JEPANG 2011 DALAM PERSPEKTIF HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL.

1 1 15

Pertanggungjawaban Indonesia Atas Pencemaran Lintas Batas Negara Akibat Kebakaran Hutan Dalam Perspektif Hukum Lingkungan Internasional.

0 0 19

TANGGUNG JAWAB AUSTRALIA ATAS PENCEMARAN LAUT OLEH MINYAK DARI KILANG MINYAK MONTARA MENURUT HUKUM INTERNASIONAL.

0 0 2

Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab Negara Terhadap Pencemaran Udara Lintas Batas Menurut Hukum Internasional ; Studi Kasus Asean.

0 0 1

Tinjauan Yuridis Atas Pencemaran di Laut Timor Berdasarkan Hukum Internasional

0 0 95