Kemampuan 11 Reisolasi Jamur Patogen dan Bakteri Kitinolitik dari Akar Kelapa Sawit

4.2. Kemampuan

Antagonisme In Vitro Bakteri Kitinolitik Dengan

G. boninense

Hasil uji antagonisme isolat bakteri kitinolitik lokal terhadap

G. boninense

, menunjukkan kelima isolat bakteri mampu menghambat pertumbuhan

G. boninense

tersebut dengan kemampuan yang berbeda-beda. Mekanisme penghambatan yang terjadi pada uji antagonisme dapat diamati dengan terbentuknya zona bening sebagai zona penghambatan pertumbuhan bagi isolat bakteri kitinolitik Gambar 4.2.1. A B C D E Gambar 4.2.1 Kemampuan Antagonisme Bakteri Kitinolitik A BK17, B BK15, C BK13, D LK08, E KR05 terhadap Ganoderma boninense Universitas Sumatera Utara Adanya aktivitas kitinase ditandai dengan terbentuknya zona bening di sekitar koloni bakteri pada medium agar kitin. Zona bening terbentuk karena terjadinya pemutusan ikatan ß-1,4 homopolimer N-asetilglukosamin pada kitin oleh kitinase menjadi monomer N-asetilglukosamin. Perbedaan indeks kitinolitik dari isolat disebabkan perbedaan aktivitas enzim kitinase dari masing-masing isolat tersebut. Susi 2002 menyatakan bahwa besarnya zona bening yang dihasilkan tergantung pada jumlah monomer N-asetilglukosamin yang dihasilkan dari proses hidrolisis kitin dengan memutus ikatan ß-1,4 homopolimer N- asetilglukosamin. Semakin besar jumlah monomer N-asetilglukosamin yang dihasilkan maka akan semakin besar zona bening yang terbentuk di sekitar koloni. Kitin sebagai substrat juga akan menginduksi aktivitas enzim kitinase, enzim juga diatur melalui pengendalian genetis yang melibatkan induksi sintesis enzim pada taraf genetis. Untuk terjadinya sintesis enzim dibutuhkan suatu induser yakni berupa substrat atau senyawa yang sekerabat dengan substrat dari reaksi yang dikatalis oleh enzim tersebut. Zona hambat terjadi mulai terlihat pada hari kelima dan besar zona hambat terus bertambah sampai pengamatan hari kesepuluh. Bentuk zona hambatan tersebut berupa cerukan penipisan elevasi. Hasil uji antagonisme kelima isolat kitinolitik lokal tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.2.1 berikut ini. Tabel 4.2.1 Nilai Rataan Antagonisme In Vitro Bakteri kitinolitik Lokal Terhadap

G. boninense

Untuk Tiap Pengamatan Isolat Bakteri Zona Hambat mm hari ke- 5 6 7 8 9 10 BK17 7.38 a 9.31 a 11.45 a 12.12 a 12.27 a 12.63 a BK15 3.15 b 6.96 a 7.26 b 7.78 b 8.02 b 8.05 b BK13 5.20 ab 7.18 a 8.40 b 9.31 b 9.40 b 9.45 b KR05 3.95 b 5.22 a 6.76 b 7.58 b 9.00 b 9.07 b LK08 5.11 ab 6.46 a 7.83 b 9.76 ab 10.31 b 10.67 ab Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5, Data yang diperoleh dianalisis dengan nalisis sidik ragam dan dilakukan uji Duncan Multiple Range Test DMRT Universitas Sumatera Utara Dari Tabel 4.2.1 Dapat dilihat bahwa pada pengamatan mulai hari kelima sampai hari kesepuluh rata-rata zona hambat isolat bakteri kitinolitik BK17 memiliki perbedaan yang nyata dibandingkan dengan isolat BK13, KR05, BK15 dan LK08. Hal ini menunjukkan hampir seluruh isolat bakteri kitinolitik memiliki kemampuan yang sama dalam menghambat pertumbuhan jamur

G. boninense

. Mikroorganisme kitinolitik mempunyai aktivitas antagonisme yang kuat terhadap fungi patogen dengan mekanisme hiperparasitismenya dan antibiotiknya sehingga efektif dalam menghambat pertumbuhan fungi patogen tanaman dengan mendegradasi dinding selnya. Beberapa enzim kitinolitiknya toksik pada fungi patogen penyebab penyakit tanaman budidaya tetapi tidak pada mikroorganisme lain dalam tanah dan tumbuhan inang Kloepper 1989 Pada pengamatan hari kesepuluh dari kelima isolat bakteri kitinolitik lokal tersebut, BK17 memiliki efektivitas penghambatan paling tinggi terhadap

G. boninense

, dengan jari- jari zona hambat 12.63 mm, LK08 dengan jari-jari zona hambat 10.67 mm, selanjutnya BK13 dengan jari-jari zona hambat 9.45 mm, dan KR05 dengan jari-jari zona hambat 9.07 mm dan BK15 dengan sedikit efektivitas penghambatan yaitu sebesar 8.05 mm. Efek penghambatan masing-masing isolat kitinolitik tersebut terhadap fungi

G. boninense

, dipengaruhi oleh keberadaan senyawa kitin pada media uji, sehingga kemungkinan enzim kitinase pada kelima isolat lebih cepat disekresikan. Adanya kitin pada media menyebabkan produksi kitinase isolat bakteri tersebut terpacu untuk mendegradasi dinding sel fungi. Ketika kitin yang ada di sekitar koloni sudah terurai maka bakteri kitinase akan mengkolonisasi miselium fungi untuk menguraikan kitin yang ada pada dinding sel fungi. Menurut Muharni 2009 kitinase merupakan enzim yang mendegradasi kitin menjadi N- asetilglukosamin, degradasi kitin dapat dilakukan oleh organisme kitinolitik dengan melibatkan enzim kitinase. Universitas Sumatera Utara Menurut El-Katatny et al. 2000 satu kelompok organisme yang memiliki potensi sebagai agen pengendali hayati fungi berasal dari kelompok mikroba penghasil kitinase. Pengendalian hayati fungi dengan menggunakan mikroba kitinolitik didasarkan pada kemampuan mikroba menghasilkan kitinase dan β-1,3-glukanase yang dapat melisiskan sel fungi. Bakteri lain yang juga digunakan sebagai pengendali hayati komersial seperti Pseudomonas syringae , Burkholderia cepacia , Bacillus subtilis , Agrobacterium radiobacter , Enterobacter cloacae , dan Streptomyces griseoviridis Fravel et al . 1998; McQuilken et al . 1998. Bakteri kitinolitik seperti Agrobacterium hydrophila , A. caviae , Pseudomonas maltophila , B. licheniformis , B. circulans , Vibrio furnisii , Xantomonas spp., dan Serratia marcescens memainkan peranan penting dalam pengendalian hayati patogen tanaman Gohel et al. 2003. Sahidi 1999 mengatakan bahwa kitin merupakan polimer alami kedua yang paling banyak tersedia di alam setelah selulosa, merupakan polimer aminoglukan dari N-asetil-D- glukosamin yang tidak larut air. Mikroorganisme kitinolitik mempunyai aktivitas antagonisme yang kuat terhadap fungi patogen dengan mekanisme hiperparasitismenya dan antibiotiknya sehingga efektif dalam menghambat pertumbuhan fungi patogen tanaman dengan mendegradasi dinding selnya. Beberapa enzim kitinolitiknya toksik pada fungi patogen penyebab penyakit tanaman budidaya tetapi tidak pada mikroorganisme lain dalam tanah dan tumbuhan inang Kloepper 1989. Menurut Oku 1994, peranan kitinase dalam pertahanan tanaman terhadap serangan patogen terjadi melalui dua cara, yaitu: 1 menghambat pertumbuhan fungi dengan secara langsung menghidrolisis dinding miselia dan 2 melalui pelepasan elisitor endogen oleh aktivitas kitinase yang kemudian memicu reaksi ketahanan sistemik pada inang. Universitas Sumatera Utara

4.3. Penilaian Efektifitas Bakteri Kitinolitik Terhadap