4.2. Kemampuan
Antagonisme In
Vitro Bakteri
Kitinolitik Dengan
G. boninense
Hasil uji antagonisme isolat bakteri kitinolitik lokal terhadap
G. boninense
, menunjukkan kelima isolat bakteri mampu menghambat pertumbuhan
G. boninense
tersebut dengan kemampuan yang berbeda-beda. Mekanisme penghambatan yang terjadi pada uji antagonisme dapat diamati dengan terbentuknya zona bening sebagai zona
penghambatan pertumbuhan bagi isolat bakteri kitinolitik Gambar 4.2.1.
A B
C
D E
Gambar 4.2.1 Kemampuan Antagonisme Bakteri Kitinolitik A BK17, B BK15, C BK13, D LK08, E KR05 terhadap
Ganoderma boninense
Universitas Sumatera Utara
Adanya aktivitas kitinase ditandai dengan terbentuknya zona bening di sekitar koloni bakteri pada medium agar kitin. Zona bening terbentuk karena terjadinya pemutusan
ikatan ß-1,4 homopolimer N-asetilglukosamin pada kitin oleh kitinase menjadi monomer N-asetilglukosamin. Perbedaan indeks kitinolitik dari isolat disebabkan perbedaan aktivitas
enzim kitinase dari masing-masing isolat tersebut. Susi 2002 menyatakan bahwa besarnya zona bening yang dihasilkan tergantung pada jumlah monomer N-asetilglukosamin yang
dihasilkan dari proses hidrolisis kitin dengan memutus ikatan ß-1,4 homopolimer N- asetilglukosamin. Semakin besar jumlah monomer N-asetilglukosamin yang dihasilkan
maka akan semakin besar zona bening yang terbentuk di sekitar koloni. Kitin sebagai substrat juga akan menginduksi aktivitas enzim kitinase, enzim juga diatur melalui
pengendalian genetis yang melibatkan induksi sintesis enzim pada taraf genetis. Untuk terjadinya sintesis enzim dibutuhkan suatu induser yakni berupa substrat atau senyawa
yang sekerabat dengan substrat dari reaksi yang dikatalis oleh enzim tersebut. Zona hambat terjadi mulai terlihat pada hari kelima dan besar zona hambat terus
bertambah sampai pengamatan hari kesepuluh. Bentuk zona hambatan tersebut berupa cerukan penipisan elevasi. Hasil uji antagonisme kelima isolat kitinolitik lokal tersebut
dapat dilihat pada Tabel 4.2.1 berikut ini. Tabel 4.2.1 Nilai Rataan Antagonisme In Vitro Bakteri kitinolitik Lokal Terhadap
G. boninense
Untuk Tiap Pengamatan
Isolat Bakteri
Zona Hambat mm hari ke- 5
6 7
8 9
10
BK17 7.38
a
9.31
a
11.45
a
12.12
a
12.27
a
12.63
a
BK15 3.15
b
6.96
a
7.26
b
7.78
b
8.02
b
8.05
b
BK13 5.20
ab
7.18
a
8.40
b
9.31
b
9.40
b
9.45
b
KR05 3.95
b
5.22
a
6.76
b
7.58
b
9.00
b
9.07
b
LK08 5.11
ab
6.46
a
7.83
b
9.76
ab
10.31
b
10.67
ab
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5, Data yang diperoleh dianalisis dengan nalisis
sidik ragam dan dilakukan uji Duncan Multiple Range Test DMRT
Universitas Sumatera Utara
Dari Tabel 4.2.1 Dapat dilihat bahwa pada pengamatan mulai hari kelima sampai hari kesepuluh rata-rata zona hambat isolat bakteri kitinolitik BK17 memiliki perbedaan
yang nyata dibandingkan dengan isolat BK13, KR05, BK15 dan LK08. Hal ini menunjukkan hampir seluruh isolat bakteri kitinolitik memiliki kemampuan yang sama
dalam menghambat pertumbuhan jamur
G. boninense
. Mikroorganisme kitinolitik mempunyai aktivitas antagonisme yang kuat terhadap fungi patogen dengan mekanisme
hiperparasitismenya dan antibiotiknya sehingga efektif dalam menghambat pertumbuhan fungi patogen tanaman dengan mendegradasi dinding selnya. Beberapa enzim kitinolitiknya
toksik pada fungi patogen penyebab penyakit tanaman budidaya tetapi tidak pada mikroorganisme lain dalam tanah dan tumbuhan inang Kloepper 1989
Pada pengamatan hari kesepuluh dari kelima isolat bakteri kitinolitik lokal tersebut, BK17 memiliki efektivitas penghambatan paling tinggi terhadap
G. boninense
, dengan jari- jari zona hambat 12.63 mm, LK08 dengan jari-jari zona hambat 10.67 mm, selanjutnya
BK13 dengan jari-jari zona hambat 9.45 mm, dan KR05 dengan jari-jari zona hambat 9.07 mm dan BK15 dengan sedikit efektivitas penghambatan yaitu sebesar 8.05 mm. Efek
penghambatan masing-masing isolat kitinolitik tersebut terhadap fungi
G. boninense
, dipengaruhi oleh keberadaan senyawa kitin pada media uji, sehingga kemungkinan enzim
kitinase pada kelima isolat lebih cepat disekresikan. Adanya kitin pada media menyebabkan produksi kitinase isolat bakteri tersebut terpacu untuk mendegradasi dinding sel fungi.
Ketika kitin yang ada di sekitar koloni sudah terurai maka bakteri kitinase akan mengkolonisasi miselium fungi untuk menguraikan kitin yang ada pada dinding sel fungi.
Menurut Muharni 2009 kitinase merupakan enzim yang mendegradasi kitin menjadi N- asetilglukosamin, degradasi kitin dapat dilakukan oleh organisme kitinolitik dengan
melibatkan enzim kitinase.
Universitas Sumatera Utara
Menurut El-Katatny
et al.
2000 satu kelompok organisme yang memiliki potensi sebagai agen pengendali hayati fungi berasal dari kelompok mikroba penghasil kitinase.
Pengendalian hayati fungi dengan menggunakan mikroba kitinolitik didasarkan pada kemampuan mikroba menghasilkan kitinase dan
β-1,3-glukanase yang dapat melisiskan sel fungi. Bakteri lain yang juga digunakan sebagai pengendali hayati komersial seperti
Pseudomonas syringae
,
Burkholderia cepacia
,
Bacillus subtilis
,
Agrobacterium radiobacter
,
Enterobacter cloacae
, dan
Streptomyces griseoviridis
Fravel
et al
. 1998; McQuilken
et al
. 1998. Bakteri kitinolitik seperti
Agrobacterium hydrophila
,
A. caviae
,
Pseudomonas maltophila
,
B. licheniformis
,
B. circulans
,
Vibrio furnisii
,
Xantomonas
spp., dan
Serratia marcescens
memainkan peranan penting dalam pengendalian hayati patogen tanaman Gohel
et al.
2003.
Sahidi 1999 mengatakan bahwa kitin merupakan polimer alami kedua yang paling banyak tersedia di alam setelah selulosa, merupakan polimer aminoglukan dari N-asetil-D-
glukosamin yang tidak larut air. Mikroorganisme kitinolitik mempunyai aktivitas antagonisme yang kuat terhadap fungi patogen dengan mekanisme hiperparasitismenya dan
antibiotiknya sehingga efektif dalam menghambat pertumbuhan fungi patogen tanaman dengan mendegradasi dinding selnya. Beberapa enzim kitinolitiknya toksik pada fungi
patogen penyebab penyakit tanaman budidaya tetapi tidak pada mikroorganisme lain dalam tanah dan tumbuhan inang Kloepper 1989. Menurut Oku 1994, peranan kitinase dalam
pertahanan tanaman terhadap serangan patogen terjadi melalui dua cara, yaitu: 1 menghambat pertumbuhan fungi dengan secara langsung menghidrolisis dinding miselia
dan 2 melalui pelepasan elisitor endogen oleh aktivitas kitinase yang kemudian memicu reaksi ketahanan sistemik pada inang.
Universitas Sumatera Utara
4.3. Penilaian Efektifitas Bakteri Kitinolitik Terhadap