Potensi Bakteri Kitinolitik Sebagai Pengendali Hayati

Interaksi ini diketahui sebagai respons hipersensitif. Proses terjadi dengan matinya sel dan pecahnya dinding sel sehingga menghambat patogen penetrasi dan berkembang serta dapat mensintesis senyawa antimikroba seperti fitoaleksin dan Patogenesis Related PR protein. Fitoaleksin mempunyai pengaruh paling besar dalam respon ini. Sementara respons sistemik terjadi saat transinduksi senyawa PR protein dan asam salisilat dapat ditransfer secara intraseluler ke seluruh bagian tanaman Hammerschmidt Dann 2000; Heil Bostock 2002; Vallad Goodman 2004. Suganda 2000 melaporkan bahwa asam salisilat dari air perasan daun melati mampu menginduksi ketahanan sistemik tanaman kacang tanah terhadap penyakit karat Puccinia arachidis . Asam salisilat merupakan senyawa fenolik yang disintesis tumbuhan sebagai respon terhadap berbagai infeksi serta berperan sebagai sinyal reaksi ketahaan tanaman dan merupakan bahan penginduksi resistensi sistemik yang sangat baik pada berbagai tanaman.

2.5 Potensi Bakteri Kitinolitik Sebagai Pengendali Hayati

Kesadaran akan bahaya penggunaan pestisida sebagai bahan beracun bagi kelangsungan hidup ekosistem dan mahluk hidup, terutama manusia dan hewan. Merupakan titik awal lahirnya konsep pengendalian hayati. Pengendalian hayati merupakan pemanfaatan spesies- spesies mahluk hidup tertentu untuk mengendalikan hama tanaman. Spesies-spesies tersebut mewakili sejumlah hewan invertebrata seperti serangga, tungau dan nematoda dan spesies-spesies dari golongan rendah seperti jamur bakteri dan virus. Pemanfaatan spesies tersebut sebagai pengendali hayati disebabkan karena adanya interaksi antara dua spesies mahluk hidup atas keuntungan yang satu karena memangsa dan yang lainnya dirugikan karena dimakan Nyoman 1995. Universitas Sumatera Utara Salah satu bentuk pengendalian hayati yang sudah banyak digunakan adalah dengan menggunakan berbagai jasad mikroorganisme Duffy 1995 seperti bakteri kitinolitik. Bakteri ini sering digunakan sebagai agen pengendali hayati karena di dasarkan atas kemampuan mikroorganisme menghasilkan kitinase dan β 1,3-glucanase yang dapat melisiskan sel jamur El-Katatny et al. 2000. Berdasarkan cara kerja hidrolisisnya menurut Brurberg et al . 1996 dalam Pudjihartati et al. 2006, kitinase dikelompokkan menjadi: 1 endokitinase, yang memotong secara acak polimer kitin secara internal sehingga menghasilkan oligomer yang pendek, 2 eksokitinase 1,4- β-ketobiosidase, yang memotong unit trimer ketobiosa pada ujung terminal polimer kitin, dan 3 N- asetilglukosamidase, yang memotong unit monomer pada ujung terminal polimer kitin. Menurut Oku 1994, peranan kitinase dalam pertahanan tanaman terhadap serangan patogen terjadi melalui dua cara yaitu : 1 menghambat fungi dengan secara langsung menghidrolisis di dinding miselia dan 2 melalui pelepasan elisitor endogen oleh aktivitas kitinase yang kemudian memicu reaksi ketahanan sistemik pada inang. Mekanisme interaksi antara inang dengan parasit sangat menentukan tingkat ketahanan tanaman terhadap suatu penyakit. Menurut Prell Day 2001, mekanisme ketahanan tanaman dapat berupa hipersensitifitas sel dengan cara pembentukan lignin atau protein struktural, senyawa fitoaleksin dan sintesis protein PR Pathogenesis related protein seperti kitinase dan β 1,3-glucanase. Beberapa tanaman menghasilkan kedua enzim ini sebagai bagian dari sistem pertahanan melawan jamur patogen karena keduanya dapat menghidrolisis komponen dinding sel jamur patogen Ginnakis et al . 1998; Leubner-Metzger et al . 1999 Universitas Sumatera Utara BAB 3 BAHAN DAN METODA

3.1 Waktu dan Tempat