Latar Belakang dan Masalah .1 Latar Belakang

11

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi yang sangat penting dalam menyampaikan maksud dan tujuan. Bahasa merupakan ungkapan perasaan maupun pikiran tertentu dalam perwujudan tingkah laku manusia baik lisan atau tulisan sehingga orang dapat mendengar, mengerti, serta merasakan apa yang dimaksud. Sudah sewajarnya bahasa dimiliki oleh setiap manusia di dunia ini yang secara rutin dipergunakan manusia dalam kehidupan sehari-hari untuk mengadakan hubungan antara sesama manusia Kridalaksana, 1978:10. Pada dasarnya pembangunan di Indonesia merupakan usaha peningkatan kesejahteraan yang bersifat material dan spiritual. Dalam hal ini pembangunan yang dimaksud bukan berarti pada sistem teknologi saja, melainkan juga pada pengembangan potensi yang berkaitan dengan kebudayaan nasional, salah satu diantaranya adalah pengembangan di bidang bahasa dan sastra Indonesia. Pembinaan dan pengembangan di bidang bahasa dan sastra Indonesia tidak saja bertujuan untuk menjaga kelestarian bahasa Indonesia tetapi juga bermanfaat bagi pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional karena keduanya mempunyai hubungan timbal balik yang erat. Masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai suku yang mempunyai adat dan kebiasaan yang berbeda, walaupun mungkin masih ada persamaan. Salah satu Universitas Sumatera Utara 12 suku yang terdapat di Indonesia khususnya di Sumatera Utara adalah suku Batak. Suku Batak terdiri dari beberapa etnik yaitu: 1. Etnik Toba, 2. Etnik Simalungun, 3. Etnik Karo, 4. Etnik Pak-PakDairi, dan 5. Etnik AngkolaMandailing. Batak Toba adalah satu salah satu etnik suku Batak yang pada umumnya mendiami beberapa daerah asal yaitu Kabupaten Tapanuli Utara yang berpusat di Tarutung, Kabupaten Toba Samosir berpusat di Balige, Kabupaten Humbang Hasundutan berpusat di Dolok Sanggul dan Kabupaten Samosir berpusat di Pangururan. Kemudian suku ini menyebar ke daerah-daerah di seluruh Indonesia. Sebagai bahasa komunikasi sehari-hari masyarakat Batak Toba baik di tempat asal maupun di perantauan selalu menggunakan Bahasa Indonesia tetapi masih kental dengan logat Batak. Pemaparan di atas menunjukkan bahwa penutur bahasa Batak Toba tidak terbatas pada suatu daerah. Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis menetapkan daerah yang menjadi wilayah penelitian ini adalah Kabupaten Toba Samosir yang berpusat di Kecamatan Balige. Kabupaten Toba Samosir berada pada 2.003 ′- 2.040′ Lintang Utara dan 98.056 ′-99.040′ Bujur Timur. Kabupaten Toba Samosir memiliki luas wilayah 2.021,8 Km². Kabupaten ini berada diantara lima kabupaten yaitu sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Simalungun, sebelah Timur berbatasan dengan Labuhan Batu dan Asahan, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Universitas Sumatera Utara 13 Tapanuli Utara, serta sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Samosir. Kabupaten Toba Samosir ini memiliki enam belas kecamatan, dan 216 desakelurahan. Salah satu kecamatan yang terdapat di kabupaten ini adalah Kecamatan Balige. Kecamatan ini memiliki luas wilayah 91,05 Km². Secara astronomis kecamatan ini berada pada 2.015 ′- 2.021′ Lintang Utara dan 99.000′- 99.011 ′ Bujur Timur. Secara geografis kecamatan ini berbatasan dengan Danau Toba di sebelah Utara, sebelah Selatan berbatasan denan Kabupaten Tapanuli Utara, sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Tampahan, serta sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Laguboti. Selain memiliki ragam budaya suku Batak Toba juga dikenal dengan falsafah kehidupan Batak Toba yaitu Dalihan Natolu tiga tungku. Segala sesuatu yang menyangkut kehidupan suku Batak Toba akan terlaksana dan berlangsung dengan damai dan sejahtera apabila berlangsung sesuai dengan Dalihan Natolu. Wujud pancaran kuasa Dalihan Natolu akan dapat terasa dalam bentuk spiritual dan material. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Dalihan Natolu mengandung sifat ritual yang berhubungan dengan Tuhan, hubungan kekerabatan, serta materi yang berkaitan misalnya unsur yang terlibat dalam ritual pernikahan, kematian, serta aturan dalam pertuturan. Budaya rasa sangat memegang peranan pada Dalihan Natolu sehingga pada pelaksanaannya dilakukan dengan simbol- simbol spiritual berbentuk material misalnya “mangulosi” memberi ulos, “pembagian jambar” pembagian upah Raja Marpodang, 1992:55-56. Pengkajian suatu bahasa dapat mencakup bidang fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan gabungan antara ilmu ligustik dengan ilmu lain seperti Universitas Sumatera Utara 14 psikologi, antropologi, sosiolgi, dan lain-lain. Pada penelitian ini penulis akan mengkaji tentang “Makna Nama Orang pada Masyarakat Batak Toba di Kecamatan Balige”. Nama adalah suatu kata atau kelompok kata untuk mengindentifikasi dan menyebut orang, hewan, benda, dan tempat Robert dan Henry, 1990:8. Memiliki sebuah nama adalah hak istimewa atau kehormatan bagi setiap orang. Odssey dalam Stephen Ulmann 2007:84-85 menyatakan bahwa: “Tidak ada seorang pun yang rendah maupun tinggi derajatnya yang hidup tanpa nama begitu dia lahir di dunia; tiap orang diberi nama oleh orang tuanya ketika dia lahir. Nama itu dibuat dan diberikan kepada sesorang untuk membedakannya dengan orang lain untuk anggota keluarga atau masyarakat memanggilnya. Nama itu memiliki peranan penting dalam hubungan antar manusia sehingga nama itu sering digayuti oleh hal magis, gaib, serta tabu, contohnya dalam masyarakat Masau di Afrika, nama orang yang sudah meninggal tidak boleh disebut-sebut lagi dan kalau ada kata-kata sehari-hari yang kebetulan mirip dengan nama itu maka kata itu harus diganti”. Dengan demikian, setiap orang pasti memiliki setidaknya satu nama yang disandangnya. Nama begitu dekat diidentifikasikan dengan pemiliknya sehingga nama itu menggambarkan reputasi baik atau buruk, cerita baik, sedih, maupun bahagia di balik nama itu. Namun, sebagian orang tidak memiliki pemikiran yang jelas apakah arti nama yang disandangnya bahkan beberapa orang malah tidak memperdulikan itu. Selain itu, Sianipar dalam httpnama bayi netarti nama menyatakan bahwa: “Sebagian besar orang menganggap nama tidaklah lebih dari sebuah pengenalan untuk membedakan dirinya dengan orang lain, pengenal yang digunakan bagi orang lain untuk memanggil dirinya, pengenal yang digunakan dalam setiap ijazah atau piagam meskipun sebenarnya tidak ada informasi yang jelas mengenai kapan mulainya peradaban manusia menggunakan nama. Walaupun demikian, setiap wilayah dan kebudayaan memiliki ciri tertentu dalam memberikan nama”. Universitas Sumatera Utara 15 Selanjutnya, J.C.Vergouven 1998:63-64 mengemukakan pendapatnya mengenai nama yakni: “Demikian juga halnya pada suku Batak Toba, nama adalah salah satu elemen penting dalam hidup. Dalam pemilihan nama biasanya masyarakat Batak Toba memilih nama nenek moyang yang memunyai keunggulan dan sifat kepahlawanan atau nama tumbuhan, serta tempat yang berarti sangat baik yang dapat mengangkat si pemilik nama ke derajat yang tinggi, menjadi pembesar, orang terkenal, orang kaya dan orang yang memiliki banyak keturunan hamoraon. hagabeon, hasangapon. Menurut masyarakat Batak Toba, nama memiliki arti yang menentukan nasib si pemilik nama dalam kehidupannya di masa yang akan datang. Demikian menurut keyakinan dan pengalaman orang tua nama sering disesuaikan dengan si pemilik nama dengan melihat perangainya sehari-hari”. Nama pada masyarakat Batak Toba memiliki ciri khas yang menunjukkan identitas pemilik nama itu, misalnya dengan mendengar nama “ Haposan, Anggiat, Pardomuan”, kita dapat mengetahui etnik atau agama apa pemilik nama tersebut. Hal tersebut menjadi salah satu alasan penulis tertarik mengadakan penelitian terhadap nama yang menggunakan bahasa Batak Toba. Kemudian, dalam upacara pemberian nama pada masyarakat Batak Toba tentunya memiliki tata cara adat berupa ritual yang harus disiapkan dan dilaksanakan menurut falsafah Dalihan Natolu yang sudah dipaparkan sebelumnya. Selanjutnya makna nama orang pada masyarakat Batak Toba memiliki dua ciri khas, yaitu mengandung makna pengharapan dan makna kenangan. Akan tetapi makna pengharapan inilah yang lebih banyak dalam nama yang menggunakan bahasa Batak Toba Sibarani, 2004:114-115, misalnya nama “Lambok” dan “Haposan” yang berarti ‘lembut’ dan ‘kepercayaan’ bermakna semoga menjadi orang yang lembut dan orang yang dipercayai. Selain itu cara menyebut dan memangil nama Universitas Sumatera Utara 16 pada masyarakat Batak Toba juga memiliki tatacara sesuai dengan falsafah Dalihan Natolu. Menyebut dan memanggil nama asli seseorang dalam masyarakat Batak Toba hanya terbatas dari yang mengayomi kepada yang diayomi dan kepada anak yang belum berkeluarga. Menyebut dan memanggil nama orang yang sudah berkeluarga tidak mencerminkan sopan santun, dan orang yang memiliki nama tersebut akan tersinggung dan keluarganya akan merasa terhina karena dianggap masih anak-anak karena hanya anak-anaklah yang diperkenankan memanggil nama asli satu sama lain dan itu pun harus dilihat dari tingkat kekerabatan Raja Marpodang 1998:116. Bertitik tolak dari pemaparan di atas, penulis merasa tertarik mengadakan penelitian mengenai “Makna Nama Orang pada Masyarakat Batak Toba” untuk dapat memperkaya khazanah kajian makna nama dalam penelitian sebelumnya sekaligus menjadi inventaris salah satu bahasa daerah yang ada di nusantara ini yaitu, bahasa Batak Toba.

1.1.2 Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka pokok masalah penelitian ini adalah: a. Bagaimanakah proses upacara menyambut kelahiran anak sampai proses pemberian nama pada masyarakat Batak Toba? b. Bagaimanakah jenis nama orang pada masyarakat Batak Toba di kecamatan Balige? c. Bagaimanakah jenis dan kategorisasi makna nama orang masyarakat Batak Toba di kecamatan Balige? Universitas Sumatera Utara 17

1.2 Batasan Masalah