Onomastik Landasan Teori .1 Antropolinguistik

22 ini dilakukan dengan tatacara adat sesuai dengan daerah masing-masing. Tetapi masyarakat Batak Toba juga dapat mengadakan pesta adat Batak Toba di daerah yang bukan merupakan daerah suku yang bersangkutan tetapi dengan syarat harus meminta izin kepada pengetua adat atau masyarakat setempat. Dalam hal ini tampak adanya usaha unutk membentuk dan mepertahankan praktik kebudayaan tersebut.

2.2.2 Onomastik

Secara umum kajian mengenai makna adalah semantik. Semantik adalah a ilmu yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal yang ditandainya, b ilmu tentang makna atau arti Parera, 1991:25. Namun, semantik telah berkembang lagi menjadi kajian yang lebih khusus. Kajian khusus mengenai nama disebut onomastik. Onomastik dibagi lagi menjadi antroponomastik dan toponimi. Antroponomastik adalah cabang ilmu onomastik yang menyelidiki seluk-beluk nama orang. Sedangkan toponimi adalah cabang ilmu onomastik yang mempelajari nama tempat Sibarani dan Henry 1993:8. Dari pengertian tersebut nama itu dibuat dan diberikan kepada seseorang untuk membedakan dengan orang lain, untuk memudahkan anggota keluarga dan masyarakat memanggilnya, menyuruhnya bila perlu. Menurut Thatcher, dkk. 1970:332 dalam Sibarani dan Henry 1993:10 ada tujuh persyaratan dalam pemberian nama yaitu: 1. nama harus berharga, bernilai dan berfaedah, 2. nama harus mengandung makna yang baik, 3. nama harus asli, Universitas Sumatera Utara 23 4. nama harus mudah dilafalkan, 5. nama harus bersifat membedakan, 6. nama harus menunjukkan nama keluarga, dan 7. nama harus menunjukkan jenis kelamin. Syarat pertama, menyatakan bahwa pemberian nama harus didasarkan pada pertimbangan kasih sayang dan pertimbangan keindahan bunyi. Dengan demikian orangtua sebaiknya memberi nama yang dapat menimbulkan inspirasi dan kebanggaan kepada anaknya. Bunyi nama yang indah dan asosiasi nama yang baik tentu akan memberikan kesan tersendiri atau kebanggaan pada pemilik nama tersebut. Contoh nama dalam bahasa Batak Toba “Sihol” yang berarti ‘Rindu’. Dari nama tersebut dapat dilihat bahwa orangtuanya sangat rindu akan kehadiran anak tersebut. Nama yang terlalu panjang, bunyi yang aneh, yang berasosiasi buruk tentu tidak sesuai dengan aturan pertama. Syarat kedua, menyatakan bahwa nama itu harus memiliki makna yang baik, artinya apabila nama itu sesuai pada bahasa aslinya, sebaiknya nama itu memiliki arti yang baik. Hal ini sangat penting karena ada anggapan bahwa nama dapat membawa rejeki dan menandakan nama itu sesuai dengan kepribadian si anak. Contoh nama dalam bahasa Batak Toba “Pistar” artinya ‘pintar’, mengandung makna yang baik agar anak tersebut menjadi anak yang pintar, dan “Ramot” artinya ‘berkat’, mengandung makna agar anak tersebut selalu diberkati Tuhan. Syarat ketiga, menyatakan nama itu harus asli, keaslian di sini dapat dihubungkan dengan imajinasi dan akal sehat pemberian nama. Menurut aturan Universitas Sumatera Utara 24 ini nama seseorang bisa diberi sesuai dengan keadaan atau situasi ketika bayi itu lahir. Misalnya ada satu keluarga yang sudah lima tahun menikah dan belum dikaruniai anak, maka pada suatu ketika Tuhan memberikan berkat dan sang istri melahirkan seorang anak laki-laki, maka nama yang diberikan kepada anak tersebut adalah “Hasiholan” yang artinya ‘Kerinduan’. Nama ini bermakna bahwa anak tersebut adalah anak yang sudah lama dirindukan oleh kedua orangtuanya. Contoh lain, sebuah keluarga yang telah memiliki tiga anak perempuan dan orangtua tersebut sangat menginginkan kehadiran anak laki-laki mengingat sistem patrilineal suku Batak Toba, maka salah satu anak perempuan tersebut diberi nama “Romaito” yang bermakna agar anak perempuannya segera memiliki ‘ito’ saudara laki-laki. Syarat keempat, menyatakan agar nama yang diberikan kepada seseorang mudah dilafalkan, oleh karena itu seharusnya dipilih nama yang susunan bunyinya terdapat dalam bahasa yang bersangkutan. Misalnya “Bonar” yang artinya ‘Benar’, “Sahat” yang artinya ‘Sampai’. Nama tersebut mudah dilafalkan dan tidak bermasalah jika dilafalkan dalam kegiatan sehari-hari. Syarat kelima, menyatakan agar nama yang diberikan memiliki sifat yang membedakan dengan orang lain. Dalam satu keluarga atau kelompok masyarakat, nama-nama angota keluarga atau masyarakat itu harus berbeda meskipun mereka juga mempunyai nama yang sama pertanda ikatan keluarga atau kemasyarakatan. Pada masyarakat tertentu, nama yang dimiliki bersama sebagai pertanda ikatan kelompok kekerabatan baik secara matrilineal dan patrilineal yang disebut dengan marga. Bisa dibayangkan betapa sulitnya menceritakan seseorang seandainya Universitas Sumatera Utara 25 tidak memiliki nama. Komunikasi dalam keluarga akan terhambat. Jika dalam sebuah keluarga memiliki nama yang sama, pasti akan membingungkan. Oleh karena itu, nama yang diberikan tidak sama. Contoh nama dalam bahasa Batak Toba “Anggiat, Ramot, Sahat, Lasma”, yang seluruhnya bermarga Sinaga . Syarat keenam, menyatakan agar nama yang diberikan kepada seseorang sesuai dengan nama keluarga atau tidak bertentangan dengan nama keluarganya. Nama keluarga sering memberikan kehormatan dan kemashuran kepada seseorang yang kemungkinan akan berpengaruh dalam kehidupan dan tingkah lakunya, atau mengingatkan kehormatan nama nenek moyangnya, sehingga akan berusaha menjaganya dengan baik. Misalnya pada masyarakat Batak Toba, nama keluarga atau marga juga dapat memperlihatkan silsilah pemilik keluarga tersebut. Syarat ketujuh, menyatakan agar nama yang diberikan kepada seseorang dapat membedakan jenis kelamin. Hal ini sangat penting karena melalui namanya dapat menandakan bahwa seseorang itu berjenis kelamin laki-laki atau perempuan. Jika nama tidak menunjukkan jenis kelamin, maka akan mengalami kesulitan untuk menyapa seseorang. Contoh nama dalam bahasa Batak Toba “Hotma” yang atinya Teguh, untuk laki-laki biasanya diberikan nama “Hotmarianto” karena “anto” menunjukkan makna pragmatis jenis kelamin laki- laki sedangkan untuk perempuan diberi nama “Hotmarianti” karena “anti” menunjukkan makna pragmatis perempuan. Berdasarkan hasil penelitian Robert Sibarani dalam Antropolinguistik 2004:114 menyatakan bahwa: “ Makna nama berbahasa Batak Toba mengandung dua makna yaitu: 1 pengharapan dan 2 kenangan. Makna pengharapan terdiri dari dua Universitas Sumatera Utara 26 jenis yaitu: 1 makna pengharapan futuratif yang artinya mengandung pengharapan agar kehidupan pemilik nama seperti makna namanya, sedangkan 2 makna pengharapan situsional yang artinya mengandung pemberitahuan situasi sekarang kehidupan keluarga pemilik nama dengan pengharapan agar kehidupannya dan keluarga lebih baik daripada sekarang”. Selanjutnya, menurut Robert Sibarani dalam antropolinguistik 2004:109- 110 ada lima jenis pemberian nama kepada seorang anak dalam budaya Batak Toba, yaitu: 1. Pranama, yaitu julukan yang diberikan kepada si anak sebelum dia diberi nama sebenarnya. Anak laki-laki diberi nama “si Unsok”, dan anak perempuan diberi nama “si Butet”. 2. Goar Sihadakdanahon, “nama sebenarnya sejak lahir”, yaitu nama yang diberikan oleh orang tua kepada si anak sejak kecil seperti “Bonar”, “Togi”, “Parulian”. Inilah yang disebut dengan “proper name” ‘nama pribadi’ 3. Panggoaran, “tektonim atau nama dari anakcucu sulung”, yaitu nama tambahan yang diberikan masyarakat secara langsung kepada orang tua dengan memanggil nama anak atau cucu sulungnya. 4. Goar-goar “ nama julukan”, yaitu nama tambahan yang diberikan orang banyak kepada seseorang yang memiliki pekerjaan, keistimewaan, tabiat atau sifat tertentu. Nama julukan ini terdiri dari nama julukan berdasarkan kehormatan, gelar yang bermakna positif dan nama julukan berdasarkan sifat seseorang yang pada umumnya bermakna negatif atau mengejek. Misalnya, “Datu” ‘Dukun’, “Pandita’ ‘Pendeta’ untuk nama yang bermakna positif sedangkan “si Ganjang” ‘si Panjang’, “si Mokmok” ‘si Gendut’ Universitas Sumatera Utara 27 5. Marga, “nama keluarga kerabat”, yaitu nama yang diberikan kepada seseorang dengan otomatis berdasarkan kekerabatan yang unilinear atau garis keturunan yang patrilineal. Pada mulanya, marga ini berasal dari nama pribadi nenek moyang. Kemudian keturunannya akan menggunakan nama ini sebagai nama keluarga marga untuk menandakan bahwa mereka keturunan nenek moyang itu.

2.2.3 Kategorisasi Nama Orang