Sistem Pengawasan Perbankan yang Dilakukan Oleh Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan.

BAB IV SISTEM KOORDINASI ANTARA OTORITAS JASA

KEUANGAN DENGAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DALAM PENANGANAN BANK GAGAL

A. Sistem Pengawasan Perbankan yang Dilakukan Oleh Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan.

Peningkatan sistem perekonomian yang ada di Indonesia saat ini, didukung dengan adanya perkembangan yang pesat oleh lembaga perbankan. Perkembangan ini ditunjang dengan meningkatnya nilai kepercayaan masyarakat terhadap lembaga ini. Peningkatan kepercayaan ini tentunya akan mendukung proses kinerja terhadap lembaga perbankan, yang notabene berfungsi sebagai tempat penyimpanan dana masyarakat. Perkembangan yang cukup signifikan yang dialami oleh lembaga ini, tentunya memerlukan sistem pengawasan yang teliti demi menjamin dan mengurangi resiko terhadap penyelewengan dana masyarakat. Pemerintah Indonesia telah memberikan kontribusi yang baik, dalam melakukan pengawasan terhadap lembaga ini dengan membentuk lembaga yang dapat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap bank-bank dengan mengeluarkan peraturan mengenai perbankan yaitu Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Didalam peraturan terutama dalam Pasal 29 dijelaskan bahwa pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia. Dalam penjelasan Pasal 29 ini, diketahui bahwa pembinaan yang dimaksud adalah upaya- upaya yang dilakukan dengan cara menetepkan peraturan yang menyangkut aspek kelembagaan, kepemilikan, pengurusan, kegiatan usaha, pelaporan serta aspek Universitas Sumatera Utara lain yang berhubungan dengan kegiatan oprasional bank. Sedangkan dalam pengawasan meliputi pengawasan tidak langsung yang terutama dalam bentuk pengawasan dini melalui penelitian, analisis dan evaluasi laporan bank. Namun regulasi baru muncul kembali dengan keluarnya Undang-Undang No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang selanjutnya diamademen oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004, yang dimana didalam Pasal 34 menjelaskan bahwa: 151 1. Tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang- undang. 2. Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2010 Kemudian berdasarkan amanat dari Pasal 34 ini dibentuklah suatu lembaga pengawasan perbankan yang independen yaitu Otoritas Jasa Keuangan OJK. Lembaga yang bertugas mengawasi efektivitas perbankan, asuransi, dana pensiun, pasar modal, modal ventura, dan perusahaan pembayaran, suatu badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana. Namun, sebelum terbentuknya OJK maka sistem pengawasan perbankan ada dalam genggaman Bank Indonesia. Bentuk pengawasan bank adalah pengawasan kepatuhan dan pengawasan berbasis resiko. Pengawasan kepatuhan adalah memantau kepatuhan bank dalam melaksanakan ketentuan mengenai perbankan yang ditentukan oleh BI dan memastikan kegiatan perbankan dilakukan dengan benar. Pengawasan berbasis resiko sendiri merupakan pegawasan yang berorientasi ke depan, dengan memfokuskan pada resiko-resiko yang melekat 151 Bambang Muradi, “Otoritas Jasa Keuangan OJK Pengawas Lembaga Keuangan Baru Yang Memiliki Kewenangan Penyidikan” Value Added, Vo.l.8 No.2 Maret 2012- Agustus 2012, Hal.32 Universitas Sumatera Utara pada kegiatan bank. Sehingga lembaga pengawas sangat dimungkinkan untuk proaktif dalam pencegahan permasalahan yang berpotensi muncul pada bank. 152 BI melakukan pegawasan melalui dua cara yaitu secara tidak langsung dan secara langsung. Secara tidak langsung meliputi pengawasan atas dasar laporan bank, melalui penelitian, analisis dan evaluasi laporan bank. Sedangkan secara langsung yaitu dalam bentuk pemeriksaan di kantor bank yang bersangkutan, dalam bentuk pemeriksaan yang disusul dengan tindakan-tindakan perbaikan. 153 Pengawasan yang dilakukan BI terhadap bank, dilaksanakan sesuai dengan status atas bank tersebut. Status ini terdiri dari pengawasan normal, pengawasan intensif, pengawasan khusus. 154 a. Pengawasan Normal adalah pengawasan terhadap bank yang tidak memenuhi kriteria dari penilaian bank yang memiliki potensi kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya sebagaimana ditetapkan untuk status pengawasan intensif dan status pengawasan khusus. b. Pengawasan Intensif adalah peningkatan proses pengawasan bank yang semula berada dalam pengawasan normal dengan tujuan untuk memulihkan kondisi bank. Pemulihan ini dilakukan dengan tindakan pengawasan yang sesuai dengan permasalahan bank c. Pengawasan Khusus adalah peningkatan proses pengawasan bank yang semula berada dalam pengawasan normal atau intensif dengan tujuan 152 Bank Indonesia, “Sistem Pengawasan Bank oleh Bank Indonesia”, http:www.bi.go.idwebidPerbanjanIkhtisar+PerbankanPengaturan+dan+BankSistem+Penga wasan+Bank , diunggah pada tanggal 18 Oktober 2013 153 “Laporan Kompendium Hukum Bidang Perbankan”, Penelitian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementrian Hukum dan Ham RI 2011, hal.31 154 Ibid., hal.31 Universitas Sumatera Utara unuk memulihkan kondisi bank. Pemulihan ini dilakukan dengan tindakan pengawasan yang sesuai dengan permasalahan bank Langkah-langkah dan kewenangan yang dimiliki oleh Bank Indonesia terkait dalam menjalankan fungsi pengawasan dan pembinaan berdasarkan UU No.23 Tahun 1999 dan perubahannya dalam UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan yaitu: 1. Menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian Pasal 25 ayat 1 UU Perbankan. 2. Menyangkut perizinan perbankan meliputi kewenangan untuk memberikan izin dan mencabut izin usaha; memberikan izin pembukaan, penutupan, dan pemindahan kantor bank, memeberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu Pasal 26 UU Perbankan. 3. Menetapkan ketentuan tentang kesehatan bank, tata cara pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah serta kegiatan usaha lainnya dari bank, dan tata cara penyediaan informasi oleh bank untuk para nasabahnya Pasal 29 ayat 5 UU Perbankan. 4. Melakukan pemeriksaan terhadap bank secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan. Pemeriksaan ini terdiri dari pemeriksaan buku, berkas, catatan, dokumen dan data electronik, termasuk salinannya Pasal 31 UU Perbankan. Universitas Sumatera Utara 5. Menugaskan Akuntan Publik untuk dan atas nama Bank Indonesia melaksanakan pemeriksaan terhadap bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 Pasal 31 A UU Perbankan. 6. Mencabut izin usaha dan memerintahkan direksi bank untuk segera menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham guna membubarkan badan hukum dan membentuk tim-likuidasi terhadap bank yang tidak bisa memperbaiki kinerjanya sehingga membahayakan sektor perbankan Pasal 37 ayat 2 UU Perbankan. 7. Meminta Pemerintah untuk membentuk badan khusus yang bersifat sementara dalam rangka penyelamatan perbankan nasional Pasal 37A ayat 1 UU Perbankan. 8. Mengeluarkan perintah tertulis agar bank memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak Pasal 41 ayat 1 UU Perbankan. 9. Memberikan izin kepada polisi, jaksa, atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank Pasal 42 ayat 1 UU Perbankan. 10. Memberikan sanksi administrative kepada bank yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana ditentukan oleh peraturan perundang- undangan. Sanksi administratif yang dapat diberikan adalah denda uang, teguran tertulis, penuntunan tingkat kesehatan bank, larangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring, pembekuan kegiatan usaha Universitas Sumatera Utara tertentu, baik untuk kantor cabang tertentu maupun untuk bank secara keseluruhan, pemberhentian pengurus bank dan selanjutnya menunjuk dan mengankat pengganti sementara sampai RUPS atau rapat anggota untuk mengangkat pengganti yang tetap dengan persetujuan Bank Indonesia, serta pencantuman anggota pengurus, pegawai bank, dan pemegang saham dalam daftar orang tercela dibidang perbankan. Bank Indonesia, sebagai lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah sebagai lembaga pengawas perbankan tentu memiliki tugas yang cukup berat. Manakala banyaknya bank yang mulai berkembang dan melakukan persaingan dalam menghimpun dana masyarakat, membuat bank-bank ini memiliki kemungkinan untuk menjalankan usahanya tanpa menggunakan prinsip kehati-hatian hingga terjadinya tindak pidana perbankan. Untuk mencegah hal tersebut, maka Bank Indonesia melakukan pengawasan berdasarkan pendekatan kepatuhan dan pengawasan berdasarkan resiko. Sehingga ketika Bank Indonesia telah melakukan pengawasan berdasarkan dua hal tadi, maka dapat dilihat apakah bank tersebut sehat atau tidak. Tingkat kesehatan bank adalah hal yang penting baik bagi pemilik bank, nasabah, masyarakat dan Bank Indonesia. Tingkat kesehatan bank ini, tentu menentukan apakah bank yang memiliki tingkat kesehatan rendah akan mengakibatkan kegagalan menjadi bank gagal. Dua faktor yang mengakibatkan lahirnya bank gagal yaitu: 155 1. Faktor internal Bank 155 Bank Indonesia, Krisis Global dan Penyelamatan Sistem Perbankan Indonesia, Selanjutnya disebut Bank Indonesia II, Bank Indonesia, Jakarta, 2010, hal.29 Universitas Sumatera Utara Faktor internal bank adalah terjadinya suatu tindakan kecurangan yang dilakukan pengurus bank atau pemegang saham pengendali yang memanfaatkan tangan direksi. 2. Faktor Eksternal Bank Faktor eksternal bank adalah kegagalan bank yang diakibatkan suatu hal diluar kendali manajemen bank contoh faktor eksternal antara lain, perkembangan situasi makro ekonomi seperti terjadinya krisis moneter danatau krisis ekonomi yang memperlemah kemampuan debitur untuk memenuhi kewajiban kepada bank. Namun, saat ini pengawasan terhadap perbankan bukan lagi di kelola oleh Bank Indonesia. Sebab sesuai dengan amanat Pasal 34 UU No. 34 tentang Bank Indonesia, menjelaskan bahwa akan adanya pemberian otoritas pengaturan dan pengawasan kepada lembaga pengawas sektor jasa keuangan terhadap industri perbankan, Pasar modal, dan industri keuangan non bank. OJK adalah lembaga yang diamanatkan oleh Pasal 34 undang-undang BI sebagai lembaga yang dibentuk sebagai pengawas bagi perbankan, tetap harus berkoordinasi dan bekerjasama dengan Bank Indonesia dalam melaksanakan tugas pengawasan perbankan. Ketentuan tugas pengaturan dan pengawasan mengenai pengawasan perbankan ditentukan dalam Pasal 5 UU OJK yaitu mengatur dan mengawasi hal-hal yang berkaitan dengan perbankan. Pengaturan lebih lanjut antara kedua tugas tersebut ditentukan lebih lanjut pada Pasal 6 huruf a UU OJK yang ditentukan, “OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan”. Oleh karena OJK memiliki tugas Universitas Sumatera Utara untuk melaksanakan pengaturan dan pengawasan tersebut, maka OJK diberi kewenangan untuk itu. 156 Kombinasi kewenangan OJK dalam melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan, dapat dilihat ketentuan Pasal 7 UU OJK, bahwa untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, OJK mempunyai wewenang: 157 1. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi: a. Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; b. Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa; 2. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi: a. Likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank; b. Laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; c. Sistem informasi debitur; 156 Hesty D.Lestari, “Otoritas Jasa Keuangan : Sistem Baru Dalam Pengaturan Dan Pengawasan Sektor Jasa Keuangan” Dinamika Hukum, Vol. 12 No. 3 September 2012, hal. 559 157 Bisdan Sigalingging, “Tugas Dan Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan Dan Bank Indonesia Menurut Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan”, http:bisdan- sigalingging.blogspot.com , terakhir diakses tanggal 8 Oktober 2013 Universitas Sumatera Utara d. Pengujian kredit credit testing; dan e. Standar akuntansi bank; 3. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi: a. Manajemen risiko; b. Tata kelola bank; c. Prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan d. Pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan e. Pemeriksaan bank. Walaupun dengan lahirnya Undang-undang OJK yang menjelaskan bahwa pengaturan dan pengawasan perbankan ada dalam kuasa OJK, tetapi sesuai dengan Pasal 11 ayat 3 Undang-undang BI menjelaskan bahwa BI juga dapat untuk membuat pengaturan dan pengawasan terhadap bank jika menyangkut pelaksanaan kebijakan moneter. Berdasarkan kesamaan kewenangan antara BI dan OJK sebagaimana ditentukan di atas, merupakan kombinasi kewenangan tugas mengatur dan mengawasi antara BI dan OJK. Oleh sebab itu, dalam rangka menjalankan tugas dan kewenangan mengatur dan mengawasi bank sebagaimana dimaksud di atas, dilakukan kedua lembaga ini melalui koordinasi yang terintegrasi. Jika tidak dilakukan melalui koordinasi yang terintegrasi, niscaya sinergi pembuatan pengaturan dan pengawasan bank antara BI dan OJK tidak akan sinkron artinya pada suatu waktu bisa menimbulkan ketidaksesuaian substansi dalam pengaturan Universitas Sumatera Utara dan menimbulkan benturan kepentingan dalam rangka pengawasan terhadap bank. 158 Tugas Pengaturan Otoritas Jasa Keuangan yang berkaitan dengan pengawasan bank dilakukan melalui koordinasi di mana OJK meminta penjelasan dari BI tentang keterangan data makro yang diperlukan sebagaimana dimaksud Pasal 34 ayat 1 UU BI, yang dalam penjelasan Pasal 34 ayat 1 berikut ini: Lembaga pengawasan jasa keuangan yang akan dibentuk melakukan pengawasan terhadap bank dan perusahaan-perusahaan sektor jasa keuangan lainnya yang meliputi asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat. Lembaga ini bersifat independen dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada di luar pemerintah dan berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam melaksanakan tugasnya, OJK melakukan koordinasi dan kerjasama dengan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang akan diatur dalam Undang- undang pembentukan lembaga pengawasan dimaksud. Lembaga pengawasan ini dapat mengeluarkan ketentuan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pengawasan bank dengan koordinasi dengan Bank Indonesia dan meminta penjelasan dari Bank Indonesia mengenai keterangan dan data makro yang diperlukan. Dalam penjelasan tersebut dapat dijelaskan bahwa Pasal 34 ayat 1 UU BI menentukan tugas OJK adalah mengeluarkan ketentuan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pengawasan terhadap bank dengan koordinasi dengan BI, maka peran OJK tidak lain hanya sebagai dewan pengawas supervisory board. 159 158 Ibid. 159 Ibid. Universitas Sumatera Utara Amanat Pasal 34 ayat 1 UU BI jelas menentukan tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen dengan mengeluarkan ketentuan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pengawasan bank. Amanat Pasal 34 ayat 1 UU BI menekankan kepada lembaga OJK untuk bertindak sebagai dewan pengawas supervisory board, dapat mengeluarkan ketentuan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pengawasan bank yang sifatnya koordinasi dengan BI. Namun ternyata setelah hadirnya undang-undang OJK, kewenangan yang dimiliki OJK tidak sesuai dengan amanat dalam Pasal 31 UU BI. Undang-undang OJK memberikan kewenangan luas kepada OJK untuk membuat pengaturan dan pengawasan bahkan kewenangannya dapat bertindak sebagai penyidik layaknya seperti KPK. Dalam Pasal 5 dan Pasal 6 ditegaskan OJK berwenang melaksanakan pengaturan dan pengawasan, padahal diketahui sebelumnya seperti yang telah ditentukan dalam amanat Pasal 34 ayat 1 UU BI, wewenangnya adalah mengeluarkan ketentuan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pengawasan bank, tetapi norma pengaturannya menentukan kewenangan OJK meliputi mengatur, mengawasi, memeriksa, dan bahkan sebagai penyidik.

B. Penetapan Bank Gagal Yang Dilakukan Oleh Otoritas Jasa Keuangan

Dokumen yang terkait

Tinjauan Hukum Tentang Peralihan Pengawasan Perbankan Dari Bank Indonesia Kepada Otoritas Jasa Keuangan Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

0 4 71

DESKRIPSI KEDUDUKAN DAN WEWENANG OTORITAS JASA KEUANGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN

0 14 44

KOORDINASI OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) DENGAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS) DAN BANK INDONESIA (BI) DALAM UPAYA PENANGANAN BANK BERMASALAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG RI NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN

3 32 52

PENGAWASAN LEMBAGA PERBANKAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN SETELAH DIBERLAKUKANNYA UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN

4 28 71

WEWENANG OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) DALAM PENGATURAN DAN PENGAWASAN TERHADAP BANK SYARIAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN

8 98 57

KEWENANGAN BANK INDONESIA SETELAH DISAHKAN UNDANG- UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN.

0 0 16

INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM MELAKUKAN PENGAWASAN PERBANKAN DI INDONESIA (BERDASARKAN BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN).

0 0 13

SISTEM KOORDINASI ANTARA BANK INDONESIA DAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PENGAWASAN BANK SETELAH LAHIRNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN

0 0 8

Sistem Koordinasi Antara Otoritas Jasa Keuangan Dengan Lembaga Penjamin Simpanan Dalam Penanganan Bank Gagal Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

0 0 12

SISTEM PENGAWASAN OTORITAS JASA KEUANGAN PADA JASA KEUANGAN SYARI’AH PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Analisis Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan) - Raden Intan Repository

0 0 95