SISTEM KOORDINASI ANTARA OTORITAS JASA KEUANGAN PENDAHULUAN OTORITAS JASA KEUANGAN SEBAGAI LEMBAGA KEDUDUKAN LEMBAGA PENJAMIN

BAB IV SISTEM KOORDINASI ANTARA OTORITAS JASA KEUANGAN

DENGAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DALAM PENANGANAN BANK GAGAL A. Sistem Pengawasan Perbankan yang Dilakukan Oleh Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan ................................ 82 B. Penetapan Bank Gagal Yang Dilakukan Oleh Otoritas Jasa Keuangan ...................................................................................... 93 C. Koordinasi Antara Otoritas Jasa Keuangan dan Lembaga Penjamin Simpanan Dalam Penanganan Bank Gagal ................... 100

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................... 109 B. Saran ............................................................................................... 112 DAFTAR PUSTAKA Universitas Sumatera Utara ABSTRAKSI King Richter Sinaga Bismar Nasution Mahmul Siregar Terjadinya krisis moneter pada tahun 1997-1998 telah menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi masyarakat Indonesia, khususnya bagi pemerintah. Krisis tersebut berakibat semakin berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan yang ada. Dalam rangka mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan, maka pemerintah membentuk jaminan pemerintah yang disebut blanket guarantee. Seiring berkembangnya jaman, maka jaminan pemerintah tersebut sudah tidak efektif lagi, dan kemudian dibentuklah Lembaga Penjamin Simpanan. Tugas LPS adalah untuk melaksanakan penjaminan simpanan dan turut aktif menjaga stabilitas perbankan. selain itu, LPS juga bertugas untuk menangani bank gagal baik yang berdampak sistemik maupun tidak berdampak sistemik. Penyempurnaan sistem perbankan atas dampak dari krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997-1998 juga ingin membentuk lembaga pengawas sector jasa keuangan yang independen, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 34 UU No. 23 Tahu 1999 tentang Bank Indonesia dan Pasal 37 B ayat 2 UU No. 23 Tahun 1999 sebagaimana dirubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan undang-undang, yaitu Undang- undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. OJK merupakan lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempuyai fungsi, tugas dan wewenang pengaturan pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan . keindependesian OJK akan sepenuhnya efektif apabila terdapat Good Corporate Governance didalam dunia keuangan dan perbankan. Karena penerapan sistem Good Corporate Governance secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas dan juga dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan. LPS dan OJK melakukan kerjasama dalam penanganan bank gagal. Dalam hal melakukan penanganan bank gagal, Bank Indonesia juga tidak luput memegang peran dalam membantu LPS dan OJK. LPS akan melakukan penyelamatan bank gagal sistemik dan tidak sistemik. Untuk bank gagal tidak sistemik penyelamatan tidak mengikutsertakan pemegang saham lama. Artinya Universitas Sumatera Utara segala biaya yang timbul untuk penyelamatan akan disediakan oleh pihak LPS. Untuk bank gagal sistemik dapat dilakukan baik tanpa melibatkan pemegang saham lama maupun dengan cara melibatkan pemegang saham lama. Kata Kunci: OJK, LPS, Bank Gagal Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Universitas Sumatera Utara ABSTRAKSI King Richter Sinaga Bismar Nasution Mahmul Siregar Terjadinya krisis moneter pada tahun 1997-1998 telah menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi masyarakat Indonesia, khususnya bagi pemerintah. Krisis tersebut berakibat semakin berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan yang ada. Dalam rangka mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan, maka pemerintah membentuk jaminan pemerintah yang disebut blanket guarantee. Seiring berkembangnya jaman, maka jaminan pemerintah tersebut sudah tidak efektif lagi, dan kemudian dibentuklah Lembaga Penjamin Simpanan. Tugas LPS adalah untuk melaksanakan penjaminan simpanan dan turut aktif menjaga stabilitas perbankan. selain itu, LPS juga bertugas untuk menangani bank gagal baik yang berdampak sistemik maupun tidak berdampak sistemik. Penyempurnaan sistem perbankan atas dampak dari krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997-1998 juga ingin membentuk lembaga pengawas sector jasa keuangan yang independen, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 34 UU No. 23 Tahu 1999 tentang Bank Indonesia dan Pasal 37 B ayat 2 UU No. 23 Tahun 1999 sebagaimana dirubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan undang-undang, yaitu Undang- undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. OJK merupakan lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempuyai fungsi, tugas dan wewenang pengaturan pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan . keindependesian OJK akan sepenuhnya efektif apabila terdapat Good Corporate Governance didalam dunia keuangan dan perbankan. Karena penerapan sistem Good Corporate Governance secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas dan juga dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan. LPS dan OJK melakukan kerjasama dalam penanganan bank gagal. Dalam hal melakukan penanganan bank gagal, Bank Indonesia juga tidak luput memegang peran dalam membantu LPS dan OJK. LPS akan melakukan penyelamatan bank gagal sistemik dan tidak sistemik. Untuk bank gagal tidak sistemik penyelamatan tidak mengikutsertakan pemegang saham lama. Artinya Universitas Sumatera Utara segala biaya yang timbul untuk penyelamatan akan disediakan oleh pihak LPS. Untuk bank gagal sistemik dapat dilakukan baik tanpa melibatkan pemegang saham lama maupun dengan cara melibatkan pemegang saham lama. Kata Kunci: OJK, LPS, Bank Gagal Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setelah krisis moneter dan krisis ekonomi yang dialami oleh Indonesia pada pertengahan tahun 1997, banyak kejadian-kejadian penting yang menyangkut berbagai bank pemerintah maupun swasta nasional. Perkembangan yang dialami dalam sektor perbankan nasional akhir-akhir ini sangat pesat. Kejadian-kejadian pada sektor perbankan nasional tersebut ditandai dengan munculnya program penyehatan didalam perbankan yang dilakukan oleh pemerintah dan juga Bank Indonesia, seperti bank yang ikut program rekapitalisasi, beberapa bank yang melakukan merger, dan berbagai bank yang melakukan divestasi saham. Selain tindakan-tindakan terhadap berbagai bank yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah juga melakukan penataan kembali terhadap ketentuan- ketentuan baru didalam sektor perbankan, yakni menyusun Undang-Undang Perbankan yang baru, yaitu Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. Tidak hanya itu, ketentuan mengenai Bank Indonesia juga mengalami perubahan, yakni Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia, yang memberi tanda akan dimulainya kemandirian didalam Bank Indonesia, dengan demikian Universitas Sumatera Utara pemerintah tidak berhak lagi untuk ikut campur dalam pelaksanaan tugas-tugas yang dilakukan oleh Bank Indonesia 1 Bank Indonesia sebagaimana diatur didalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 adalah bank sentral Republik Indonesia yang merupakan lembaga negara yang independen, bebas dari campur tangan Pemerintah danatau pihak- pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang- undang yang telah mengaturnya. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945, Bank Indonesia ditunjuk sebagai lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengatur peredaran uang rupiah sebagai alat pembayaran yang sah. Disamping itu, Bank Indonesia juga diberikan kewenangan dan tanggung jawab yang berkaitan dengan pengawasan jasa sistem pembayaran agar masyarakat luas dapat memperoleh jasa sistem pembayaran yang efisien, cepat, tepat dan juga aman. . Dalam rangka melaksanakan tugas terhadap pengaturan dan pengawasan bank, Bank Indonesia diberikan kewenangan untuk menetapkan peraturan dan perizinan bagi kelembagaan dan kegiatan usaha bank serta mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Disamping itu, krisis keuangan dan perbankan yang terjadi pada tahun 1997-1998 telah memberikan pelajaran yang sangat berharga atas pentingnya penciptaan suatu kerangka stabilitas sistem keuangan dimana stabilitas sistem keuangan ini merupakan suatu rangkaian dari proses dan kegiatan yang diawali 1 Lukman Dendawijaya, Lima Tahun Penyehatan Perbankan Nasional, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004 , hal.1 Universitas Sumatera Utara dengan pemantauan, pengidentifikasian kemungkinan timbulnya suatu krisis, sampai dengan pencegahan terhadap krisis tersebut. Aspek pemantauan dan identifikasi krisis merupakan salah satu pilar penting dalam menjaga stabilitas sistem keuangan karena langkah preventif dan antisipatif dipandang sebagai langkah yang lebih murah daripada penyelesaian krisis. 2 Untuk meminimalkan terulangnya sistemic risk 3 1. Penyempurnaan fungsi Bank Indoesia selaku lender of the last resort LOLR pada sektor keuangan khususnya sistem perbankan, maka sistem perbankan yang ada perlu untuk lebih disempunakan lagi. Penyempurnaan sistem perbankan dalam rangka kestabilan sistem keuangan yang sudahsedang dilakukan pemerintah saat ini meliputi dua aspek besar, yaitu: 2. Penyempurnaan kelembagaan peran dan wewenang otoritas perbankan sebagaimana diamanatkan Pasal 34 UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dan Pasal 37B ayat 2 UU No. 23 Tahun 1999 sebagaimana telah dirubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yaitu: a. Pemisahan tugas pengawasan bank dari Bank Indonesia b. Pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan 2 Anwar Nasution, “Masalah-masalah Sistem Keuangan dan Perbankan di Indonesia” http:www.lfip.orgenglishpdfbaliseminarMasalah20sistem20keuangan20dan20perbank an20-20anwar20nasution.pdf , diakses tanggal 7 Oktober 2013 3 Systemic Risk adalah resiko pasar yang mempengaruhi pasar secara keseluruhan. Dalam konteks perbankan, dimana kegagalan sebuah bank akan menghasilkan kerugian atau kehancuran perekonomian nasional yang besar Universitas Sumatera Utara c. Pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan, serta penyempurnaan terhadap sistem perbankan yang meliputi kelembagaan bank, kepemilikan bank, sumber daya manusia perbankan, produk perbankan serta tegnologi perbankan. Keseluruhan aspek tersebut akan dirangkai dalam kesatuan perangkat hukum yang jelas dan juga tegas. 4 Oleh sebab itu industri perbankan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam perekonomian nasional dalam menjaga kestabilan, kemajuan dan juga kesatuan terhadap ekonomi nasional. Dengan dilikuidasinya 16 bank yang diikuti dengan krisis moneter pada tahun 1998 telah mengakibatkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan menurun. Oleh sebab itu, tindak lanjut dari Pasal 37B UU Perbankan tersebut adalah dalam pembentukan suatu lembaga yang baru, yaitu Lembaga Penjamin Simpanan LPS yang bertujuan untuk menjamin simpanan nasabah bank dan turut aktif dalam menjaga stabilitas sistem perbankan. 5 Pada dasarnya, pendirian LPS ini dilakukan hanya sebagai upaya dalam memberikan perlindungan terhadap dua resiko yaitu irrational run terhadap bank dan sistemic risk. Dalam menjalankan usahanya, biasanya bank hanya menyisakan sebagian kecil dari simpanan yang diterimanya untuk berjaga-jaga apabila terjadi penarikan dana oleh nasabah. Sementara itu bagian terbesar dari simpanan yang ada dialokasikan untuk pemberian kredit. Keadaan ini akan menyebabkan perbankan tidak dapat memenuhi permintaan didalam jumlah yang besar dengan 4 Ibid.,hal. 12. 5 Tanya Jawab Seputar LPS http:www.lps.go.idv2home.php?link=faq diakses tanggal 7 Oktober 2013 Universitas Sumatera Utara segera atas simpanan nasabah yang dikelolanya, bila terjadi penarikan secara tiba- tiba dan dalam jumlah yang besar. Keterbatasan dalam penyediaan dana cash ini dikarenakan bank tidak dapat menarik segera pinjaman yang telah disalurkannya. Bila bank tidak dapat memenuhi permintaan penarikan simpanan oleh nasabah, maka nasabah biasanya akan menjadi panik dan akan menutup rekeningnya pada bank yang dimaksud, sekalipun sebenarnya bank tersebut adalah sehat. Sedangkan resiko sistemik terjadi apabila kebangkrutan suatu bank berakibat buruk terhadap bank lain, sehingga menghancurkan segmen terbesar dari sistem perbankan tersebut. 6 Oleh karena itu, LPS diharapkan dapat memelihara kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan dan dapat meminimalisir munculnya resiko yang akan membebani anggaran negara. Dalam rangka untuk terus meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan, LPS tidak hanya berperan sebagai lembaga yang akan menjamin simpanan nasabah dibank, namun LPS juga berperan penting dalam ikut menjaga stabilitas sistem keuangan yang ada di Indoensia. 7 Tidak hanya LPS yang berperan dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Jika dilihat amanat dari Pasal 341 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indoenesia disebutkan bahwa: 6 Zulkarnain Sitompul, Pentingnya Keberadaan Lembaga Penjamin Simpanan Dalam Sistem Perbankan, http:zulsitompul.files.wordpress.com200706makalah_seminar-borobudur- 24-1-07.pdf hal.6. diakses tanggal 7 Oktober 2013 7 Rudjito dkk, “5 Tahun LPS Menjamin Simpanan Nasabah dan Menjaga Stabilitas Sistem Perbankan” , Lembaga Penjamin Simpanan LPS, 2011, hal.19. Universitas Sumatera Utara “Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang- undang.” Jika dilihat dari isi Pasal 341 diatas, dapat dikatakan bahwa Pasal tersebut menekankan kepada lembaga pengawasan itu untuk bertindak sebagai dewan pengawas supervisory board, dan dapat mengeluarkan ketentuan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pengawasan bank dan berkoordinasi dengan Bank Indoensia. Pembentukan lembaga pengawas ini diamanatkan supaya dibentuk dengan Undang-undang paling lambat 30 Desember 2010. Oleh karena semakin banyaknya bank yang mulai bermunculan di Indonesia, ditambah lagi permasalahan-permasalahan di sektor keuangan, maka akan semakin dibutuhkan pula lembaga profesional yang lebih tinggi dan lebih baik dalam mendukung kinerja perbankan yang ada di Indonesia. Untuk mengawasi dan mengatur kinerja perbankan di Indonesia pastilah dibutuhkan suatu lembaga lain yang dapat melaksanakan fungsi pengaturan dan juga pengawasan disektor jasa keuangan, khususnya dibidang perbankan, maka dibentuklah Otoritas Jasa Keuangan. 8 Dengan diundangkannya Undang-Undang Otoritas Jasa keuangan OJK pada tanggal 22 November 2011, maka situasi perbankan di Indonesia telah memasuki babak baru. Pengaturan dan pengawasan didalam sektor perbankan tidak lagi berada pada Bank Indonesia namun dialihkan kepada OJK sebagai lembaga yang independen dengan fungsi, tugas dan wewenang untuk melakukan 8 Otoritas Jasa Keuangan, www.bimbie.com , diakses pada 6 September 2013 Universitas Sumatera Utara pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan terhadap sektor jasa keuangan di Indonesia. 9 Didalam Pasal 6 UU OJK disebutkan salah satu tugas OJK adalah dalam pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan. 10 a. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi: Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan didalam sektor Perbankan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6 huruf a, OJK mempunyai wewenang: 1. pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akusisi bank, serta pencabutan izin usaha bank;dan 2. kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas dibidang jasa; b. pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi: 1. likuidasi, rentabilitas, solvabilitas, kualitas asset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan dan pencadangan bank; 2. laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; 3. sistem informasi debitur; 4. pengujian kredit credit testing; dan 5. standar akuntansi bank; 9 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan Pasal 1 10 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan Pasal 6 Universitas Sumatera Utara c. pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi: 1. manajemen risiko; 2. tata kelola bank; 3. prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan 4. pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; d. pemeriksaan bank. 11 Jika membahas mengenai kondisi dalam sektor perbankan, Lembaga Penjamin Simpanan LPS juga mempunyai peranan yang penting dalam menjaga stabilitas sistem keuangan di Indonesia. Pada dasarnya LPS mempunyai dua fungsi, yaitu menjamin simpanan nasabah bank dan melakukan penyelesaian atau penanganan terhadap bank gagal sebagai bagian dari pemeliharaan stabilitas sistem perbankan Indonesia. 12 Setiap bank yang menjalankan usahanya di Indonesia diwajibkan untuk menjadi peserta dalam LPS dan membayar premi pinjaman. Dalam hal bank tidak dapat melanjutkan usahanya, dan harus dicabut izin usahanya, LPS akan membayar simpanan setiap nasabah bank tersebut sampai jumlah tertentu. Simpanan yang tidak dijamin akan diselesaikan melalui proses likuidasi bank. Likuidasi ini merupakan tindak lanjut dalam penyelesaian bank yang mengalami kesulitan keuangan LPS melakukan tindak penyelesaian atau penanganan bank yang mengalami kesulitan keuangan dalam kerangka mekanisme kerja yang terpadu, efisien, dan efektif untuk menciptakan ketahanan sektor keuangan 11 Pasal 7 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan 12 Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan,; Kebjakan Moneter dan Perbankan Edisi Kelima Jakarta, LP FEUI, 2005, hal. 178. Universitas Sumatera Utara Indonesia atau disebut Indonesia Financial Safety Net IFSN. LPS bersama Menteri Keuangan, Bank Indonesia, dan Lembaga Pengawas Perbankan LPP menjadi anggota Komite Koordinasi sampai dengan terbentuknya LPP atau OJK sesuai dengan amanat UU No. 3 Tahun 2004, fungsi LPP tetap dilaksanakan oleh Bank Indonesia. 13 Seperti penjelasan diatas bahwa tugas mengenai pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank, pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank, pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, dan pemeriksaan bank semuanya dilaksanakan oleh OJK. Namun disisi lain, LPS juga mempunyai tugas yang hampir sama seperti yang dimiliki oleh OJK, salah satunya adalah penyelesaian dan penanganan bank gagal. Dari sini dapat dilihat bahwa adanya hubungan kerjasama antara OJK dengan LPS dalam hal perbankan, terutama mengenai bank bermasalah. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 41 Undang-Undang Nmor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan yang menyatakan: “OJK menginformasikan kepada Lembaga Penjamin Simpanan mengenai bank bermasalah yang sedangdalam upaya penyehatan oleh OJK sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan”. 14 Pasal 42 juga mengatakan: 13 Ibid.,hal.. 178. 14 Pasal 41 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan Universitas Sumatera Utara “Lembaga Penjamin Simpanan dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank yang terkait dengan fungsi, tugas dan wewenangnya, serta berkoordinasi terlebih dahulu dengan OJK” 15 Berdasarkan hal tersebut, penulis merasa perlu untuk mengkaji lebih lanjut mengenai hubungan koordinasi antara OJK dengan LPS dalam hal penanganan bank bermasalah, sehingga penulis mengangkat judul “Sistem Koordinasi Antara Otoritas Jasa Keuangan dengan Lembaga Penjamin Simpanan dalam Penanganan Bank Gagal Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang diatas, maka selanjutnya dikemukakanlah beberapa permasalahan yang muncul, yaitu: 1. Apakah Otoritas Jasa Keuangan merupakan lembaga yang Independen? 2. Bagaimanakah kedudukan Lembaga Penjamin Simpanan sebagai lembaga yang Independen? 3. Bagaimana sistem koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan dengan Lembaga Penjamin Simpanan dalam penanganan bank gagal?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan pembahasan dari skripsi ini adalah sebagai berikut: 15 Ibid.,hal.. 30. Universitas Sumatera Utara 1. Untuk mengetahui independensi Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan peraturan perundang-undangan tentang OJK 2. Untuk mengetahui Lembaga Penjamin Simpanan sebagai lembaga yang independen. 3. Untuk mengetahui sistem koordinasi yang dilakukan antara OJK dengan LPS dalam hal penanganan bank gagal berdasarkan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan Nomor 21 Tahun 2011 Disamping dari tujuan penulisan, adapaun manfaat yang ingin dicapai oleh penulis. Dalam hal iniadalah manfaat teoritis dan juga manfaat praktis, yaitu: 1. Manfaat secara teoritis Pembahasan terhadap permasalahan diatas diharapkan dapat menjadi pemahaman dan pengertian bagi pembaca mengenai penanganan bank gagal yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan dan juga Lembaga Penjamin Simpanan berdasarkan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan Nomor 21 Tahun 2011 2. Manfaat secara praktis Penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua orang, dan juga menjadi sumbangan pemikiran bagi hukum positif yang ada di Indonesia dan dapat menjadi bahan referensi bagi penulisan karya ilmiah selanjutnya yang berkaitan dengan penanganan bank gagal. Universitas Sumatera Utara

D. Keaslian Penulisan

Adapun judul yang berkaitan dengan judul skripsi ini adalah skripsi yang berjudul “Sistem Koordinasi antara Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan dalam Pengawasan Bank Setelah Lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan” yang ditulis oleh Rebekka D Sinaga tahun 2013 yang didalamnya membahas kerjasama yang dilakukan antara Bank Indonesia sebagai bank sentral di Indonesia dengan Otoritas Jasa Keuangan sebagai pengawas perbankan, yang mana masing-masing mempunyai tugas dalam pengawasan terhadap sistem perbankan setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan. Sedangkan didalam skripsi ini hal yang dibahas adalah mengenai hubungan kerjasama yang dilakukan antara Otoritas Jasa Keuangan dengan Lembaga Penjamin Simpanan dalam pengawasan bank gagal berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan. Lembaga Penjamin Simpanan juga berfungsi dalam pengawasan bank, yang secara khusus melakukan pengawasan terhadap simpanan yang ada didalam bank itu sendiri. Otoritas Jasa Keuangan juga bertugas dalam pengawasan bank, dalam hal ini melakukan pengawasan terhadap kesehatan bank, yang mana memiliki hubungan yang sangat erat dengan simpanan yang ada didalam bank itu sendiri. Karena penilaian terhadap kesehatan bank juga tidak terlepas dari bagaimana keadaan simpanan yang ada didalam bank tersebut. Universitas Sumatera Utara Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa apa yang ada di dalam skripsi ini adalah murni hasil karya si penulis sendiri dan bukan hasil jiplakan dari skripsi orang lain. Skripsi ini juga diperoleh dari hasil pemikiran para praktisi, refrensi buku-buku, makalah, hasil seminar, media cetak, media elektronik seperti internet serta bantuan dari berbagai pihak yang berdasarkan pada asas keilmuan yang jujur, rasional, dan terbuka. Sehingga hasil dari penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Sistem Koordinasi Sistem koordinasi merupakan suatu aturan yang mengatur kerja sama setiap setiap lembaga agar dapat bekerja dengan baik sesuai dengan kewenangannya. Dalam rangka meningkatkan kinerja lembaga keuangan yang ada di Indonesia, dan untuk tetap menjaga stabilitas sistem perbankan, maka didalam UU OJK mengatur harus adanya hubungan kerjasama ataupun koordinasi dengan lembaga lain. Sistem koordinasi yang dapat dilakukan diantaranya koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan dengan Lembaga Penjamin Simpanan. Secara singkat, OJK melakukan koordinasi dengan LPS dalam penganganan bank bermasalah. OJK menginformasikan kepada LPS mengenai bank bermasalah yang sedang dalam upaya penyehatan oleh OJK sebagaimana yang tercantum dala UU OJK Pasal 41. Disamping itu, Bank Indonesia juga ikut turut campur dalam menjaga stabilitas perbankan karena BI merupakan bank sentral. BI juga mengambil langkah-langkah yang sesuai dengan kewenangannya dalam Universitas Sumatera Utara menangani bank-bank yang bermasalah. OJK, BI, dan LPS waib membangun dan memelihara sarana pertukaran informasi secara terintegrasi Pasal 42 UU OJK 2. Otoritas Jasa Keuangan Pengesahan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan merupakan sejarah baru bagi perkembangan sistem perekonomian di Indonesia. Dengan keluarnya UU OJK, maka OJK itu sendiri sudah mempunyai dasar hukum yang kuat. Otoritas Jasa Keuangan merupakan lembaga independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang ditur tegas didalam UU OJK. OJK berkedudukan di ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tujuan pembentukan OJK pada umumnya adalah agar terselenggaranya keseluruhan kegiatan dalam sektor jasa keuangan secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel; mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; dan mampu untuk melindungi kepentingan konsumen dan juga masyarakat. Selain itu, OJK juga berfungsi untuk menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. 3. Lembaga Penjamin Simpanan Dasar hukum Lembaga Penjamin Simpanan adalah pada Undang-undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. LPS dibentuk dalam penyempurnaan sistem perbankan dan kestabilan sistem keuangan yang sudah diamanatkan pada saat terjadi krisis moneter tahun 1998. Penyempurnaan kelembagaan peran dan wewenang otoritas perbankan sebagaimanadiamanatkan Universitas Sumatera Utara Pasal 34 UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dan Pasal 37B ayat 2 UU No. 23 Tahun 1999 sebagaimana telah dirubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yaituPembentukan Lembaga Penjamin Simpanan, serta penyempurnaan terhadap sistem perbankan yang meliputi kelembagaan bank, kepemilikan bank, sumber daya manusia perbankan, produk perbankan serta tegnologi perbankan. Keseluruhan aspek tersebut akan dirangkai dalam kesatuan perangkat hukum yang jelas dan juga tegas. LPS adalah lembaga yang independen, transparan, dan akuntabel dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. LPS juga ikut turut serta dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya dan berfungsi untuk menjamin simpanan nasabah di bank. 4. Bank gagal Bank gagal adalah bank yang mengalami kesulitan keuangan dan membahayakan kelangsungan usahanya serta dinyatakan tidak dapat lagi disehatkan oleh OJK sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya. 16 Adapun yang disebut dengan bank gagal yang berdampak sistemik adalah apabila kegagalan bank akan berdampak luar biasa baik dalam penarikan dana rush maupun terhadap kelancaran dan kelangsungan roda perekonomian. Sedangkan bank yang tidak berdampak sistemik adalah kegagalan bank yang tidak berdampak besar terhadap perekonomian yang ada. 17 16 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Penjelasan Pasal 45 ayat 5 OJK, Bank Indonesia, 17 http:www.lps.go.idv2home.php?link=publikasipub_id=35 , diakses tanggal 8 Oktober 2013 Universitas Sumatera Utara dan Lembaga Penjamin Simpanan wajib membangun dan memelihara sarana pertukaran informasi secara terintegrasi dalam menangani bank gagal yang sistemik maupun tidak. LPS sebagai lembaga yang pemeriksa kesehatan bank tentu akan melakukan kajian dan memutuskan apakah akan diselamatkan atau tidak. Sehingga dapat disimpulkan apakah bank tersebut hanya bank bermasalah atau bank gagal. Koordinasi dengan Lembaga Penjamin Simpanan LPS diatur dalam Pasal 41 UU OJK, mengatur bahwa OJK harus menginformasikan LPS tentang bank-bank bermasalah yang sedang dalam penyehatan. Selain itu, LPS dapat melakukan pemeriksaan bank dengan terlebih dahuu melakukan koordinasi dengan OJK. Dalam rangka membangun sistem keuangan perbankan yang mampu menghadapi perkembangan ekonomi global yang cepat, maka UU Perbankan No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 perlu untuk disempurnakan lagi. Pengaturan sistem perbankan nasional tidak bisa hanya dilakukan berdasarkan pendekatan domestik semata, tetapi perlu untuk memperhatikan standar-standar internasional yang telah berkembang, baik berupa standar yang dikeluarkan oleh lembaga multilateral, seperti Bank for International Settlements BIS maupun praktek-praktek perbankan internasional yang selama ini dilakukan sebagai international best practice, 18 18 International best pactice adalah gagasan, tehnik, dan metode yang dilakukan oleh negara luar yang mencapai keberhasilan luar biasa jika dibandingkan dengan gagasan, tehnik dan metode lainnya sehingga hasil rancangan Universitas Sumatera Utara pengaturan perbankan nasional dapat mendorong terciptanya individual bank yang handal dan sistem perbankan nasional yang sehat, efisien, dan kompetitif. 19 Penyempurnaan terhadap UU Perbankan No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 antara lain akan meliputi struktur perbankan, kepemilikan, kepengurusan, kegiatan usaha, ketentuan kehati-hatian serta aspek pengawasan bank. Peraturan perundang-undangan yang dapat memperkuat sistem perbankan juga telah disusun. Lembaga-lembaga baru yang akan dibentuk adalah Otoritas Jasa Keuangan OJK dan Lembaga Penjamin Simpanan LPS. Dalam rangka pengupayaan peningkatan efisien, keamanan dan kestabilan disektor jasa keuangan dibidang pengawasan bank, maka pola pengawasan bank perlu diubah. Pengawasan bank yang semula didasarkan pada pola pendekatan pengawasan institusional oleh UU No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia diubah menjadi pola pendekatan pengawasan funsional. Berkenaan dengan itu, maka Pasal 34 UU No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia mengamanatkan perlunya pemisahan fungsi otoritas moneter dan sistem pembayaran disatu sisi dengan fungsi pengawasan dan pembinaan bank disisi lainnya. Dengan demikian sesuai dengan amanat UU tersebut, pada waktunya Bank Indonesia sebagai bank sentral hanya akan menjalankan otoritasnya dibidang kebijakan moneter dan sistem pembayaran, sedangkan pada bidang 19 Anwar Nasution. Op.cit., hal. 15. Universitas Sumatera Utara pengawasan dan pembinaan bank akan dilakukan oleh lembaga yang independen, yaitu Otoritas Jasa Keuangan. 20 Dalam rangka menjaga integritas sistem perbankan nasional, otoritas moneter dan sistem pembayaran serta otoritas pengawasan dan pembinaan bank didukung oleh suatu skim asuransi deposito yang berfungsi sebagai penyedia jaring pengaman sosial apabila terjadi kegagalan pada suatu bank. Tujuannya adalah supaya nasabah kecil dapat terlindungi dan merasa aman, serta gagalnya suatu bank dalam mengembalikan simpanan nasabahnya tidak meluas menjadi krisis yang bersifat sistemik. Selain itu, dalam rangka menjaga kestabilan sistem perbankan, LPS juga berperan sebagai second line of defence 21 sebelum bank sentral yang melaksanakan fungsinya sebagai lender of the last resort. 22

F. Metode Penulisan

Dalam membahas permasalahan yang ada didalam penulisan skripsi ini tentu harus disertai dengan informasi yang benar dan akurat serta dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Bobot keilmuan yang terdapat dalam skripsi ini dipengaruhi oleh keakuratan data yang diperoleh untuk mendapatkan hasil yang optimal. Dalam melengkapi bahan-bahan bagi penelitian skripsi ini, maka diadakan penelitian dalam pengumpulan data. 23 20 Ibid.,hal. 15. 21 Satuan kerja dalam pengertian memberikan dukungan metodologi, sistem informasi, kerangka kerja, dan proses agregasi risiko, http:www.crmsindonesia.orgnode541 diakses pada 8 Oktober 2013 22 Anwar Nasution, Op.cit.,hal. 18. 23 Moh.Nasir, Metode Penelitian, Jakarta; Ghalia Indonesia, 2003,, hlm. 44 Universitas Sumatera Utara Adapun metode yang digunakan oleh penulis adalah sebagai berikut: 1. Spesifikasi Penelitian Tipe penelitian yang digunakan adalah yuridis normative, maka pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan perundang-undangan dengan bertitik tolak pada analisis terhadap Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Penelitian ini difokuskan terhadap sistem koordinasi antara OJK dan LPS dengan bertitik tolak dari UU OJK itu sendiri. Hal ini dapat ditempuh dengan melakukan penelitian kepustakaan, atau studi kepustakaan. Penelitian ini juga tidak terlepas dari penelitian terhadap bahan media massa ataupun bahan dari internet. Selain itu, penulis juga menggunakan metode penelitian yuridis, dengan melihat ketentuan-ketentuan yang ada didalam masyarakat dan dampak ketentuan tersebut bagi masyarakat. 2. Bahan penelitian a. Bahan hukum primer, yaitu: bahan hukum yang terdiri dari peraturan perundang-undangan, seperti Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, Undang-Undang Perbankan yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia serta peraturan perundang- undangan lain yang berkaitan dengan pengawasan dan penanganan bank. b. Bahan hukum sekunder, yaitu: bahan-bahan yang berhubungan dengan bahan hukum primer dan dapat digunakan untuk membantu menganalisis Universitas Sumatera Utara bahan hukum primer yang ada. Bahan hukum yang diperoleh dapat berasal dari buku teks, jurnal-jurnal asing, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum, serta sumber-sumber lainnya yang berasal dari internet yang memiliki kaitan dengan pokok permasalahan. c. Bahan hukum tersier, yaitu: bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain 24 3. Pengumpulan Data Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dikumpulkan dengan melakukan studi kepustakaan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang terdapat dalam buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, majalah, hasil seminar dan sumber-sumber lain yang terkait dengan permasalahan yang ada. 4. Analisis Data Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan, dianalisis dengan metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif yaitu menggambarkan secara menyeluruh tentang apa yang menjadi pokok permasalahan. Sedangkan kuantitatif yaitu metode analisis data dengan mengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh menurut kualitas dan kebenarannya, dan dihubungkan dengan teori yang diperoleh dari penelitian kepustakaan sehingga didapatkan jawaban terhadap permasalahan yang ada. 24 Johnny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif Surabaya: Bayumedia, 2005, hal.. 338. Universitas Sumatera Utara

G. Sistematika Penulisan

Penulisan dalam skripsi ini dibagi kedalam 5 lima bab, dimana masing- masing bab dibagi atas beberapa sub bab. Adapun urutan sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah; perumusan masalah; tujuan dan manfaat penulisan; keaslian penulisan; tinjauan kepustakaan; metode penulisan; dan sistematika penulisan.

BAB II OTORITAS JASA KEUANGAN SEBAGAI LEMBAGA

YANG INDEPENDEN Dalam bab ini menguraikan tentang pembentukan Otoritas Jasa Keuangan yang membahas tentang; pengertian Otoritas Jasa Keuangan, latar belakang pembentukan Otoritas Jasa Keuangan, tujuan dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan, perbandingan berbagai negara; Kedudukan Otoritas Jasa Keuangan dalam Sistem Perbankan Nasional yang membahas tentang fungsi, tugas, dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan, kedudukan Otoritas Jasa Keuangan dalam sistem perbankan, fungsi, tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan di bidang perbankan; Otoritas Jasa Keuangan Sebagai Lembaga yang Independen yang membahas tentang pengertian independen dan lembaga independen, Universitas Sumatera Utara independensi Otoritas Jasa Keuangan, hubungan Otoritas Jasa Keuangan dengan lembaga lain.

BAB III KEDUDUKAN LEMBAGA PENJAMIN

SIMPANAN SEBAGAI LEMBAGA YANG INDEPENDEN Dalam bab ini menguraikan tentang Pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan yang membahas tentang pengertian Lembaga Penjamin Simpanan, latar belakang pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan, tujuan dibentuknya Lembaga Penjamin Simpanan; Kedudukan Lembaga Penjamin Simpanan dalam Sistem Perbankan Nasional yang membahas tentang fungsi, tugas dan wewenang Lembaga Penjamin Simpanan, kedudukan Lembaga Penjamin Simpanan dalam sistem perbankan nasional, Lembaga Penjamin Simpanan dan perlindungan terhadap nasabah bank; Lembaga Penjamin Simpanan Sebagai Lembaga yang Independen yang membahas tentang independensi Lembaga Penjamin Simpanan, hubungan Lembaga Penjamin Simpanan dengan lembaga lain.

BAB IV SISTEM KOORDINASI ANTARA OTORITAS JASA

Dokumen yang terkait

Tinjauan Hukum Tentang Peralihan Pengawasan Perbankan Dari Bank Indonesia Kepada Otoritas Jasa Keuangan Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

0 4 71

DESKRIPSI KEDUDUKAN DAN WEWENANG OTORITAS JASA KEUANGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN

0 14 44

KOORDINASI OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) DENGAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS) DAN BANK INDONESIA (BI) DALAM UPAYA PENANGANAN BANK BERMASALAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG RI NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN

3 32 52

PENGAWASAN LEMBAGA PERBANKAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN SETELAH DIBERLAKUKANNYA UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN

4 28 71

WEWENANG OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) DALAM PENGATURAN DAN PENGAWASAN TERHADAP BANK SYARIAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN

8 98 57

KEWENANGAN BANK INDONESIA SETELAH DISAHKAN UNDANG- UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN.

0 0 16

INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM MELAKUKAN PENGAWASAN PERBANKAN DI INDONESIA (BERDASARKAN BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN).

0 0 13

SISTEM KOORDINASI ANTARA BANK INDONESIA DAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PENGAWASAN BANK SETELAH LAHIRNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN

0 0 8

Sistem Koordinasi Antara Otoritas Jasa Keuangan Dengan Lembaga Penjamin Simpanan Dalam Penanganan Bank Gagal Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

0 0 12

SISTEM PENGAWASAN OTORITAS JASA KEUANGAN PADA JASA KEUANGAN SYARI’AH PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Analisis Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan) - Raden Intan Repository

0 0 95