Otoritas Jasa Keuangan sebagai Lembaga yang Independen

C. Otoritas Jasa Keuangan sebagai Lembaga yang Independen

1. Pengertian Independen dan Lembaga Independen Makna independen tidak sama dengan pengertian netral. Independen bukan berarti netral, demikian pula netral bukanlah sifat dari independen. Kedua kata ini sesungguhnya berbeda satu sama lainnya namun di samping itu terdapat persamaannya yakni dalam hal arti sama-sama menyatakan sifat. Sifat independensi harus berpihak kepada kepentingan rakyat. Sedangkan sifat netral tidak memihak sama sekali. Mengapa independensi harus berpihak kepada kepentingan rakyat? Pertanyaan ini akan mengarahkan pemikiran terhadap teori konstitusi dan teori negara hukum versi negara kesejahteraan walfare state yang digunakan pada umumnya di negara-negara yang sedang berkembang, khususnya negara yang menganut sistem demokrasi. 61 Independen dapat berarti ‘bebas’, ‘merdeka’, atau ‘berdiri sendiri.’ 62 Lembaga independen adalah lembaga yang bersifat mandiri, bebas dari kekuasaan lainnya dan tidak memiliki hubungan organik ataupun hubungan secara hirarki dengan lembaga negarainstansi pemerintah lainnya. Suatu lembaga atau badan dikatakan independen jika memenuhi kriteria diantaranya kewenangan Pengertian independensi dapat dijelaskan sebagai berikut. Independensi adalah suatu keadaan atau posisi dimana kita tidak terkait dengan pihak manapun. Artinya keberadaan kita adalah mandiri, tidak mengusung kepentingan pihak- pihak tertentu atau organisasi tertentu. 61 Bisdan Sigalingging, Op.cit.,hal. 38 62 http:id.wikipedia.orgwikiIndependen , diakses tanggal 11 Oktober 2013 Universitas Sumatera Utara yang dimiliki bukan merupakan derivasi dari kekuasaan lain atau dapat dikatakan kewenangan bersifat atributif. Selain itu bukan merupakan bawahan dari suatu lembaga lain yang lebih tinggi. 63 Adapun beberapa undang-undang yang mengamanatkan independen kepada lembaga-lembaga pengawas seperti: 1. Independensi Bank Indonesia; 64 2. Independensi Otoritas Jasa Keuangan; 65 3. Independensi Lembaga Penjamin Simpana; 66 4. Independensi Lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi; 67 5. Independensi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 68 Karakteristik pengaturan lembaga independen dapat dilihat dari berbagai undang-undang yang ada UU BI, UU OJK, UU LPS, UU KPK, UU PPTPPU, karakteristik itu diantaranya: , dan lain-lain 69 1. Pengaturan lembaga independen dibatasi oleh negara yang berarti tidak bersifat independen murni sebagaimana pada konsep negara penjaga malam 63 http:www.nttonlinenow.comindex.phpberita-nttdaratan-timor3403-lembaga-hukum- harus-bebas-dari-intervensi-politik , diakses tanggal 22 Oktober 2013 64 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 sebagaimana diubah melalui UU No.3 Tahun 2004 kemudian diubah melalui UU No.6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia. Pasal 4 ayat 2 65 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.Pasal 1 ayat 1 66 Ibid., Pasal 2 ayat 3 67 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 3 68 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Pasal 1 angka 2 69 Bisdan Sigalingging, Op.cit.,hal. 45 Universitas Sumatera Utara 2. Masuknya unsur pemerintah ke dalam forum lembaga independen 3. Pengaturan lembaga pelaporan dan akuntabilitas dari lembaga independen dalam UU BI, UU OJK, UU LPS, UU KPK, UU PPTPPU, berbeda-beda dilaksanakan laporan lembaga independen tersebut, ada yang diatur bertanggung jawab kepada Presiden, kepada BPK, kepada DPR, dan kepada masyarakat luas. Menurut Jimly Asshiddiqie welfare state dalam perundang-undangan untuk pertama kalinya dikenal dengan istilah “negara pengurus”. Negara pengurus dalam konsep negara kesejahteraan berarti terdapat tanggung jawab negara untuk mengembangkan kebijakan negara di berbagai bidang kesejahteraan sebagai wujud dalam pelaksanaan fungsi pelayanan umum publik servicemelalui penyediaan intervensi-intervensi pemerintah. Karakter negara kesejahteraan menempatkan lembaga yang bertugas mewujudkan kesejahteraan rakyat. Kedudukan unsur pemerintah tidak harus selalu dipandang bertentangan secara diametral dengan kedudukan rakyat seperti didalam negara hukum liberal dan negara hukum formal. Adapun pandangan negara kesejahteraan terhadap pemerintah jauh lebih bersahabat daripada negara hukum formal. Pemerintah tidak dianggap sebagai lawan melainkan sebagai rekan kerja dalam mencapai tujuan kesejahteraan umum. 70 Namun kewenangan bertindak lembaga-lembaga pemerintah atas inisiatif sendiri dalam negara kesejahteraan menunjukkan suatu proses perubahan pola pikir tujuan negara hukum negara kesejahteraan, dimana tujuan utama negara 70 Ibid.,hal. 47 Universitas Sumatera Utara hukum kesejahteraan adalah kemanfaatan sedangkan tujuan negara hukum formal adalah kepastian hukum yang berdasarkan asas legalitas. 71 Uraian diatas menunjukkan hakikat independensi yang sesungguhnya yang merupakan abstraksi dari nilai-nilai yang digali dari perkembangan nilai yang ada didalam masyarakat suatu bangsa. Nilai-nilai tersebut adalah kedaulatan rakyat dalam pembentukan kebijaksanaan dan kebijakan bukan semata-mata karena kehendak penguasa atau pemerintah. 72 Tetapi, pengaturan lembaga independen di Indonesia tidak menunjukkan hakikat independensi yang sesungguhnya sebab lembaga independen yang diatur dalam undang-undang tertentu dikenakan teori yang digunakan di negara Indonesia adalah negara hukum materil atau negara hukum berdimensi pelayanan politik. Sehingga, dalam melayani rakyatnya, pemerintah turut serta dalam menentukan kebijaksanaan wisdom dan kebijakan policy yang berorientasi pada kepentingan pemerintah dalam berbagai bidang khususnya dalam kegiatan ekonomi yang tidak diserahkan sepenuhnya kepada rakyat, melainkan dilibatkannya partisipasi pemerintah. Seperti yang ada didalam pengaturan lembaga independen didalam UU OJK yang melibatkan peran serta Kemenkeu Koordinator FKSSK sebagai wakilnya Pemerintah Republik Indonesia. 73 71 Ibid. 72 Ibid.,hal. 48 73 Ibid. Universitas Sumatera Utara 2. Independensi Otoritas Jasa Keuangan Ketika masih dalam proses RUU, Bismar Nasution dalam artikelnya di Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, mengatakan: 74 Amanat Pasal 34 UU BI bila dilaksanakan akan mengakibatkan tidak efektifnya Bank Indonesia dalam menciptakan stabilitas nilai rupiah sebagaimana yang diamanatkan oleh Pasal 7 UU BI. Tujuan BI sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 7 tersebut, hanya dapat dilaksanakan secara efektif apabila Bank Indonesia berwenang menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi bank sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 8 UU BI. Sama halnya dengan pendapat dari Ec. Abdul Mongid pada saat sebelum UU OJK diundangkan mengatakan: 75 Rencana pengalihan kewenangan dalam pengawasan bank menunjukan adanya upaya mengurangi kewenangan BI sehingga BI hanya berfungsi dari aspek moneter. Masalahnya adalah kalau kewenangan dalam mengawasi bank dicabut, maka secara otomatis kemampuan BI dalam menjalankan tugas moneternya terganggu karena bank merupakan lembaga keuangan yang sangat dominan dalam transmisi kebijakan moneter. Menyikapi kedua pandangan diatas, salah satu masalah dalam kekhawatiran ini dapat ditinjau dari sisi penentuan status suatu lembaga. Status BI pada Pasal 4 ayat 2 UU BI menentukan lembaga ini independen, bebas dari campur tangan pemerintah dan pihak lainnya. Sementara status OJK yang ditentukan didalam Pasal 1 angka 1 jo Pasal 2 ayat 2, UU OJK hanya menentukan independen, bebas dari campur tangan pihak lain yang mempunyai fungsi, tugas 74 Bismar Nasution, Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Volume 8, Nomor 3, September 2010, hal. 15 75 Ibid.,hal. 23 Universitas Sumatera Utara dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam UU OJK. UU OJK tidak menentukan bebas dari campur tangan pemerintah, melainkan hanya menentukan bebas dari campur tangan pihak lain seperti yang dijelaskan diatas. 76 Selanjutnya, didalam Penjelasan Umum antara lain dikemukakan bahwa independensi Otoritas Jasa Keuangan diwujudkan dalam 2 hal, yaitu: secara kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan tidak berada di sistem pemerintah RI dan Pimpinan Otoritas Jasa Keuangan memiliki kepastian atas jabatannya. Berdasarkan penjelasan tersebut, independensi OJK tampaknya sulit untuk diwujudkan karena: 77 1. Proses pengisian anggota Dewan Komisioner sebagaimana diatur dalam Pasal 10 UU OJK menentukan bahwa 2 dari 9 anggota diisi secara ex officio 78 2. Pada instansi asalnya tidak ada kesetaraan dalam proses rekrutmen, karena ada yang perlu mendapat konfirmasi DPR, ada yang diusulkan melalui Mentri Keuangan kepada Presiden dan ada yang langsung kepada Presiden Pasal 11 dan Pasal 13. , yaitu 1 dari Bank Indonesia, 1 dari Kementrian Keuangan. Karena ex officio maka masalah jabatan Dewan Komisioner tersebut tergantung kepada masa jabatan pada instansi asalnya; 76 Ibid. 77 Nova Asmirawati, Catatan Singkat Terhadap Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Jurnal Legisasi Indonesia Vol. 9 No.3, 2012 hal. 139 78 Ex-officio adalah jabatan seseorang pada lembaga tertentu karena tugas dan kewenangannya pada lembaga lain. Universitas Sumatera Utara Pengaturan mengenai pengisian formasi Dewan Komisioner ini tampaknya perlu dipertimbangkan ulang, agar makna independen dari lembaga ini tidak terkesan menjadi sempit. Keindependensian OJK akan sepenuhnya efektif, jika terdapat Good Corporate Governance didalam dunia keuangan dan perbankan. Karena penerapan sistem Good Corporate Governance secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas dan juga dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan. Fungsi pengawasan itu bukan terletak dari dibentuknya lembaga baru atau tidak, tapi dari ada atau tidaknya penerapan good corporate governance. 79 Persoalan lain yang mempengaruhi independensi OJK adalah pembiayaan di OJK yang bersumber dari APBN danatau pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan pada sektor jasa keuangan. 80 Penetapan besaran pungutan itu dilakukan dengan tetap memperhatikan kemampuan pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. 81 Pungutan ataupun iuran akan mengurangi independensi OJK sehingga akan lebih baik apabila pendanaan OJK berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara APBN. Tetapi demi perkembangan industri jasa keuangan di 79 Wiwin Rahyani, Independensi Otoritas Jasa Keuangan Dalam Perspektif Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Jurnal Legisasi Indonesia Vol. 9 No. 3, 2013 hal. 369 80 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 34 ayat 2 81 Wiwin Rahyani, Op.cit.,hal. 369 Universitas Sumatera Utara Indonesia, pungutan atau iuran dapat saja dilakukan oleh OJK, namun untuk 5 tahun pertama, tentu saja pembiayaan berasal dari dana APBN. Selain itu, pungutan atau iuran juga dapat dilakukan jika pembiayaan terhadap OJK terlalu membebani APBN. Namun pada sisi lain, apabila OJK ini memiliki program yang baik untuk pengembangan jasa keuangan di Indonesia, pungutan atau iuran ini nantinya tidak akan ditolak oleh industri jasa keuangan apabila sudah merasakan manfaat dari lembaga pengawas dan pengaturan jasa keuangan ini. 82 Jika dilihat dari UU OJK, didalam Pasal 1 angka 1 diuraikan bahwa: “Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang ini.” Didalam Pasal 2 juga ditegaskan kembali bahwa: “OJK adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal- hal yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang ini.” Independensi OJK tercermin didalam kepemimpinan OJK itu sendiri. Secara perseorangan, pimpinan OJK memiliki kepastian masa jabatan dan tidak dapat diberhentikan, kecuali memenuhi alasan seara tegas diatur dalam Undang- Undang ini. Disamping itu, dalam mendapatkan pimpinan OJK yang tepat, Undang-Undang ini mengatur mekanisme seleksi yang transparan, akuntabel dan melibatkan partisipasi publik melalui suatu pantia seleksi yang unsur-unsurnya terdiri atas pemerintah, Bank Indonesia, dan masyarakat sektor jasa keuangan. 83 82 Ibid.,hal. 369 83 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, penjelasan umum Universitas Sumatera Utara Selanjutnya, terkait dengan ketentuan dalam Pasal 2 ayat 2 UU OJK bahwa OJK adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-undang ini. 84 Adanya pengecualian terhadap independensi OJK berlaku pula bagi ketentuan Bank Indonesia. Meskipun Bank Indonesia dan OJK adalah lembaga yang independen, tetapi keindependensiannya tidak berlaku secara absolut ataupun mutlak. Begitu juga dengan lembaga OJK tidak mutlak sebagai lembaga yang independen. Didalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 sebagaimana diubah melalui Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 sebagaimana diubah melaui Undang-undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia selanjutnya disingkat UU BI menegaskan di Pasal 4 yat 2 UU BI tidak berlaku keindependensian Bank Indonesia secaramurni sebab Pasal ini merupakan Pasal pengecualian. Ketentuan pengecualian ini ditentukan, apabila diatur dengan tegas didalam UU BI. UU OJK juga mengatur ketentuan pengecualian di Pasal 1 angka 1 jo Pasal 2 ayat 2 yang terdapat pengecualian juga diatur secara tegas menurut UU OJK. 85 Independensi bagi BI dan juga OJK tidak diserahkan kepada kedua lembaga ini secara mutlak. Ketika misalnya sistem itu berurusan dengan penyehatan perbankan seperti persoalan ekonomi makro sebagaimana ditentukan dalam Pasal 39 UU OJK. Kaitannya dengan Pasal 2 ayat 2 UU OJK ketika misalnya bank berdampak sistemik, maka dapat dicegah dan ditangani melalui Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan FKSSK, sebab kondisi ini 84 Ibid., Pasal 2 ayat 2 85 Wiwin Rahyani, Op.cit.,hal. 370 Universitas Sumatera Utara dikategorikan tidak normal sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 45 ayat 2 UU OJK. Sehingga independensi dalam pengaturan dan pengawasan perbankan dilakukan pendekatan melalui koordinasi yang baik dalam hal mengeluarkan pengaturan dan melakukan pengawasan yang melekat pada suatu lembaga yang independen. 86 3. Hubungan Otoritas Jasa Keuangan dengan Lembaga Lain Pengesahan UU OJK pada tanggal 27 Oktober 2011 menandai babak baru industri jasa keuangan di Indonesia. Kehadiran lembaga baru ini diharapkan dapat mengatur dan mengawasi jasa keuangan di sektor perbankan, pasar modal, asuransi, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya. Semakin kompleksnya industri jasa keuangan memang meningkatkan resiko sehingga mennuntut pengawasan lebih. Pengaturan dan pengawasan sejumlah sektor jasa keuangan juga diharapkan menjadi sinergi kebijakan dan produk untuk menurunkan biaya transaksi. Dengan demikian, dapat dibangun arsitektur jasa keuangan yang lebih kuat dan terintegrasi. Oleh karena itu, peran OJK menjadi taruhan agar kondisi jasa keuangan Indonesia lebih berdaya saing. Banyak pelajaran berharga dapat dipetik dari krisis ekonomi 1997-1998 hingga krisis ekonomi di sejumlah negara Eropa dan Amerika Serikat pada tahun 2010-2011 sampai sejumlah fraud 87 oleh sejumlah jasa keuangan besar di Amerika Serikat. 88 86 Ibid. 87 Fraud Penipuan, http:translate.google.comenidfraud , diakses tanggal 14 Oktober 2013 88 Siti Sundari, Laporan Kompendium Hukum Bidang Perbankan, Kementrian Hukum dan HAM RI, 2011, hal. 57 Universitas Sumatera Utara Membangun industri jasa keuangan Indonesia yang kuat memerlukan totalitas sektor sebagai kesatuan industri misalnya pengaturan perbankan yang bisa berdampak langsung dan tidak langsung pada sektor pasar modal ataupun lembaga pembiayaan lain. Karena OJK hadir ditengah-tengah regulasi dan ketentuan industri yang telah tertanam, tak mengherankan jika harmonisasi kebijakan sektor perlu mendapat perhatian serius. Fungsi harmonisasi ini tidak bisa mengandalkan pada fungsi komisioner dari BI ataupun Kementrian Keuangan dan tim ad hoc 89 tetapi jauh lebih penting adalah menentukan desain, struktur dan proses oganisasi OJK yang efisien dan efektif. 90 Adapun lembaga keuangan lain seperti yang dijelaskan diatas adalah Pasar Modal, Usaha Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya. 91 1. Pasar Modal Pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitand engan efek sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai pasar modal. 92 2. Perasuransian Perasuransian adalah usaha perasuransian yang bergerak di sektor usaha asuransi, yaitu usaha jasa keuangan yang dengan menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang, usaha reasuransi, dan usaha penunjang usaha asuransi yang menyelenggarakan jasa keperantaraan, penilaian kerugian 89 Ad hoc adalah sesuatu yang diciptakan, atau seseorang yang ditunjuk untuk tujuan atau jangka waktu tertentu , http:jdih.blitarkota.go.idKamusHukum.pdf , diakses tanggal 14 Oktober 2013 90 Ibid., 91 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Pasal 6 92 Ibid., Pasal 1 angka 6 Universitas Sumatera Utara asuransi dan jasa aktuaria, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai usaha perasuransian. 93 3. Dana Pensiun Dana Pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pension sebagaimana dimaksud dalam undang- undang mengenai dana pensiun. 94 4. Lembaga Pembiayaan Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai lembaga pembiayaan. 95 5. Lembaga Jasa Keuangan Lainnya Lembaga Jasa Keuangan Lainnya adalah pergadaian, lembaga penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, dan lembaga yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib, meliputi penyelenggara program jaminan sosial, pensiun, dan kesejahteraan, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai pergadaian, penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, dan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib, serta lembaga jasa keuangan lain yang dinyatakan diawasi oleh OJK berdasarkan peraturan perundang-undangan. 96 Dengan keluarnya UU OJK ini, maka tugas pengaturan dan pengawasan terhadap sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pension, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya akan dilaksanakan oleh OJK. 97 Didalam ketentuan peralihan UU OJK mengatakan, sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya beralih dari Mentri 93 Ibid., Pasal 1 angka 7 94 Ibid., Pasal 1 angka 8 95 Ibid., Pasal 1 angka 9 96 Ibid., Pasal 1 angka 10 97 Ibid., Pasal 6 Universitas Sumatera Utara Keuangan dan Badan Pengawas pasar modal dan Lembaga Keuangan ke OJK. 98 Terhitung sejak beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, pejabat danatau pegawai Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan dan pejabat danatau pegawai Bank Indonesia yang melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat 4 dialihkan untuk dipekerjakan pada OJK. 99 Terhitung sejak beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55: 100 a. kekayaan dan dokumen yang dimiliki danatau digunakan Bank Indonesia dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan; dan b. kekayaan negara dan dokumen yang dimiliki danatau digunakan Kementerian Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan di sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, dapat digunakan oleh OJK. Penggunaan kekayaan, kekayaan negara, dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditetapkan dengan keputusan bersama ataukeputusan Menteri Keuangan, Gubernur BankIndonesia, dan Ketua Dewan Komisioner yangditetapkan paling singkat 1 satu bulan sebelu beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimanadimaksud dalam Pasal 55 101 Yang dimaksud dengan kekayaan dan kekayaan negara adalah gedung, kendaraan, peralatan dan perlengkapan kantor dan infrastruktur lainnya yang 98 Ibid., Pasal 55 ayat 1 99 Ibid., Pasal 64 100 Ibid., Pasal 65 ayat 1 101 Ibid., Pasal 65 ayat 2 Universitas Sumatera Utara merupakan penunjang dalam terselenggaranya kegiatan pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan. Sedangkan yang dimaksud dengan dokumen adalah data dan informasi baik dalam bentuk tertulis maupun elektronik yang dimiliki danatau digunakan dalam kegiatan pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan. Kekayaan dan dokumen Bank Indonesia, Kementrian Keuangan, dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan yang digunakan OJK adalah kekayaan dan dokumen yang digunakan untuk pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan. Sedangkan kekayaan dan dokumen yang digunakan untuk pengaturan dan pengawasan perbankan tetapi juga diperlukan oleh Bank Indonesia dalam rangka pelaksanaan tugasnya, digunakan secara bersama-sama. Yang dimaksud dengan digunakan adalah dapat dimanfaatkan, dikelola dan dipelihara oleh OJK. 102 Keputusan bersama atau keputusan Menteri Keuangan Gubernur Bank Indonesia dan Ketua Dewan Komisioner antara lain keputusan mengenai jenis kekayaan, kekayaan negara, dan dokumen yang dapat digunakan, mekanisme penggunaan, status kepemilikan, dan tata cara penggunaan secara bersama- sama. 103 102 Ibid., Penjelasan Pasal 66 ayat 1 103 Ibid., Penjelasan Pasal 66 ayat 2 Universitas Sumatera Utara

BAB III KEDUDUKAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN SEBAGAI

Dokumen yang terkait

Tinjauan Hukum Tentang Peralihan Pengawasan Perbankan Dari Bank Indonesia Kepada Otoritas Jasa Keuangan Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

0 4 71

DESKRIPSI KEDUDUKAN DAN WEWENANG OTORITAS JASA KEUANGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN

0 14 44

KOORDINASI OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) DENGAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS) DAN BANK INDONESIA (BI) DALAM UPAYA PENANGANAN BANK BERMASALAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG RI NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN

3 32 52

PENGAWASAN LEMBAGA PERBANKAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN SETELAH DIBERLAKUKANNYA UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN

4 28 71

WEWENANG OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) DALAM PENGATURAN DAN PENGAWASAN TERHADAP BANK SYARIAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN

8 98 57

KEWENANGAN BANK INDONESIA SETELAH DISAHKAN UNDANG- UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN.

0 0 16

INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM MELAKUKAN PENGAWASAN PERBANKAN DI INDONESIA (BERDASARKAN BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN).

0 0 13

SISTEM KOORDINASI ANTARA BANK INDONESIA DAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PENGAWASAN BANK SETELAH LAHIRNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN

0 0 8

Sistem Koordinasi Antara Otoritas Jasa Keuangan Dengan Lembaga Penjamin Simpanan Dalam Penanganan Bank Gagal Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

0 0 12

SISTEM PENGAWASAN OTORITAS JASA KEUANGAN PADA JASA KEUANGAN SYARI’AH PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Analisis Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan) - Raden Intan Repository

0 0 95