Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari uraian-uraian diatas dapat disimpulkan bahwa: 1. Jika dilihat dari Pasal 2 ayat 2, OJK adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang ini. Didalam Penjelasan Umum dikemukakan bahwa independensi Otoritas Jasa Keuangan diwujudkan dalam 2 hal, yaitu: secara kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan tidak berada di sistem pemerintah RI dan Pimpinan Otoritas Jasa Keuangan memiliki kepastian atas jabatannya. Berdasarkan penjelasan tersebut, independensi OJK tampaknya sulit untuk diwujudkan karena proses pengisian anggota Dewan Komisioner sebagaimana diatur dalam Pasal 10 UU OJK menentukan bahwa 2 dari 9 anggota diisi secara ex officio, yaitu 1 dari Bank Indonesia, 1 dari Kementrian Keuangan. Karena ex officio maka masalah jabatan Dewan Komisioner tersebut tergantung kepada masa jabatan pada instansi asalnya dan pada instansi asalnya tidak ada kesetaraan dalam proses rekrutmen, karena ada yang perlu mendapat konfirmasi DPR, ada yang diusulkan melalui Mentri Keuangan kepada Presiden dan ada yang langsung kepada Presiden Pasal 11 dan Pasal 13. Keindependensian OJK akan sepenuhnya efektif, jika terdapat Good Corporate Governance didalam dunia keuangan dan perbankan. Karena penerapan sistemGood Corporate Universitas Sumatera Utara Governance secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas dan juga dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan. Fungsi pengawasan itu bukan terletak dari dibentuknya lembaga baru atau tidak, tapi dari ada atau tidaknya penerapan good corporate governance. Persoalan lain yang mempengaruhi independensi OJK adalah pembiayaan di OJK yang bersumber dari APBN danatau pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan pada sektor jasa keuangan. 2. Lembaga Penjamin Simpanan adalah lembaga yang independen, transparan, dan akuntabel dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Sebagai lembaga yang independen, akuntabilitas adalah hal yang sangat penting diterapkan sehingga para stakeholders mengetahui apa dan bagaimana LPS menjalankan fungsi dan tugasnya sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Salah satu upaya strategis dalam menciptakan dan menjaga kepercayaan masyarakat kepada industri perbakan adalah perlunya skim penjaminan simpanan yang dijalankan oleh sebuah lembaga yang independen. Lembaga tersebut didesain merupakan bagian dari jaring pengamanan sistem keuangan yang pembentukannya telah diadopsi banyak negara dalam rangka menciptakan stabilitas sistem keuangan. Apalagi, industri perbankan adalah salah satu sektor yang mengalami perkembangan yang cukup pesat seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan makin kompleksnya transaksi keuangan serta perdagangan global. Dengan hadirnya LPS diharapkan untuk mendukung sistem perbankan yang sehat dan stabil Universitas Sumatera Utara dengan melakukan program penjaminan simpanan terhadap simpanan nasabah bank yang dilakukan secara independen dan berkesinambungan. Membangun kepercayaan trust publik atas industri perbankan adalah salah satu kunci penting dari upaya menjaga stabilitas perbakan. 3. Berkaitan dengan tugas LPS yang tercantum dalam UU LPS yaitu merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian bank gagal yang tidak berdampak sistemik, dan melaksanakan penanganan bank gagal yang berdampak sistemik tentunya harus berkoordinasi dengan OJK. Dalam melaksanakan tugasnya, OJK berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam membuat peraturan pengawasan di bidang Perbankan. Dalam hal Bank Indonesia untuk melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya memerlukan pemeriksaan khusus terhadap bank tertentu, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan langsung terhadap bank tersebut dengan menyampaikan pemberitahuan secara tertulis terlebih dahulu kepada OJK, akan tetapi tidak dapat memberikan penilaian terhadap tingkat kesehatan bank dan laporan hasil pemeriksaan tersebut disampaikan kepada OJK paling lama 1 satu bulan sejak diterbitkannya hasil pemeriksaan. Jika OJK mengindikasikan bank tertentu mengalami kesulitan likuiditas danatau kondisi kesehatan semakin memburuk, OJK segera menginformasikan ke Bank Indonesia untuk melakukan langkah-langkah sesuai dengan kewenangan Bank Indonesia. Koordinasi yang terjadi dalam penanganan bank gagal antara LPS dan OJK diperlihatkan dengan adanya konfirmasi yang dilakukan OJK kepada Lembaga Penjamin Simpanan mengenai bank bermasalah yang sedang dalam Universitas Sumatera Utara upaya penyehatan oleh OJK dan Lembaga Penjamin Simpanan dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank yang terkait dengan fungsi, tugas dan wewenangnya, serta berkoordinasi terlebih dahulu dengan OJK. LPS sebagai lembaga yang pemeriksa kesehatan bank tentu akan melakukan kajian dan memutuskan apakah akan diselamatkan atau tidak. Sehingga dapat disimpulkan apakah bank tersebut hanya bank bermasalah atau bank gagal. Apabila LPS memutuskan untuk melakukan penyelamatan, maka ada perbedaan perlakuan antara penyelamatan bank gagal sistemik dan tidak sistemik. Untuk bank gagal tidak sistemik penyelamatan tidak mengikutsertakan pemegang saham lama. Artinya segala biaya yang timbul untuk penyelamatan akan menjadi disediakan oleh pihak LPS.

B. Saran

Dokumen yang terkait

Tinjauan Hukum Tentang Peralihan Pengawasan Perbankan Dari Bank Indonesia Kepada Otoritas Jasa Keuangan Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

0 4 71

DESKRIPSI KEDUDUKAN DAN WEWENANG OTORITAS JASA KEUANGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN

0 14 44

KOORDINASI OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) DENGAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS) DAN BANK INDONESIA (BI) DALAM UPAYA PENANGANAN BANK BERMASALAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG RI NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN

3 32 52

PENGAWASAN LEMBAGA PERBANKAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN SETELAH DIBERLAKUKANNYA UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN

4 28 71

WEWENANG OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) DALAM PENGATURAN DAN PENGAWASAN TERHADAP BANK SYARIAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN

8 98 57

KEWENANGAN BANK INDONESIA SETELAH DISAHKAN UNDANG- UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN.

0 0 16

INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM MELAKUKAN PENGAWASAN PERBANKAN DI INDONESIA (BERDASARKAN BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN).

0 0 13

SISTEM KOORDINASI ANTARA BANK INDONESIA DAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PENGAWASAN BANK SETELAH LAHIRNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN

0 0 8

Sistem Koordinasi Antara Otoritas Jasa Keuangan Dengan Lembaga Penjamin Simpanan Dalam Penanganan Bank Gagal Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

0 0 12

SISTEM PENGAWASAN OTORITAS JASA KEUANGAN PADA JASA KEUANGAN SYARI’AH PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Analisis Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan) - Raden Intan Repository

0 0 95