7. Faktor hormon dan endokrin,
Faktor hormonal berperan terhadap timbulnya AV. Pengaruh hormon sebotropik asal kelenjar hipofisis dapat merangsang perkembangan
kelenjar sebaseus. Produksi sebum yang meningkat dipengaruhi oleh hormon androgen. Hormon gonadotropin dan hormon
adrenokortikosteroid, mempengaruhi secara tidak langsung masing- masing lewat testis, ovarii dan kelenjar adrenal serta hormon-hormon ini
merangsang kegiatan kelenjar sebasea sehingga memperberat keadaan akne. Pada penderita akne vulgaris derajat berat, kadar DHT ini 20 kali
lebih banyak dari normal.
8. Faktor keaktifan kelenjar sebasea akan mempengaruhi banyak sedikitnya
produksi sebum. Pada penderita akne vulgaris produksi sebumnya lebih tinggi dari normal.
9. Faktor konsumsi obat, konsumsi obat anti-epilepsi akan menimbulkan
monomorphic acne, acneiform eruption ditimbulkan oleh konsumsi obat anti-kanker, penggunaan obat steroid yang dapat meningkatkan massa otot
juga dapat menimbulkan akne.
2.1.4. Patogenesis
Terdapat beberapa faktor yang terlibat dalam patogenesis akne vulgaris, namun secara umum terdapat 4 mekanisme utama yang
mempunyai peran terbesar yaitu hiperproliferasi folikular epidermal, produksi sebum yang berlebihan, proses inflamasi dan aktivitas dari P.
Acnes. Hiperproliferasi folikuler epidermal mengakibatkan terbentuknya
lesi primer akne vulgaris,yaitu mikrokomedo. Epitel folikel rambut bagian atas akan menjadi hiperkeratotik dan mengalami peningkatan kemampuan
Universitas Sumatera Utara
kohesi antar keratinosit. Jumlah sel yang berlebihan disertai dengan pembentukan sekret-sekret akan mengakibatkan penyumbatan di ostium
folikuler. Sumbatan ini akan mengakibatkan penumpukan keratin, sebum, bakteri di dalam folikel. Stimulus terhadap hiperproliferasi keratinosit
mencakup pengaruh hormon androgen, penurunan kadar asam linoleat dan peningkatan aktivitas IL-1. Cunlife,2001; Koreck,2003
Gambar 2.1. Gambaran folikel sebasea 1 folikel sebasea yang normal 2 lesi inflamasi akne vulgaris disertai
ruptur dari dinding folikel dan inflamasi sekunder William C, 2012
Dihidrotestosteron DHT adalah androgen yang paling poten dalam merangsang hiperproliferasi keratinosit. DHT merupakan hasil
konversi dari dehydroepiandrosterone sulfate DHEA-S. Peranan regulator lain dalam proses proliferasi keratinosit adalah asam linoleat,
suatu asam lemak essensial yang di dalam tubuh manusia. Kadar asam linoleat yang rendah dapat merangsang hiperproliferasi keratinosit
folikuler dan menghasilkan sitokin proinflamasi. Peran mediator lain yang telah diteliti adalah peranan mediator inflamasi IL-1 yang dapat
merangsang hiperproliferasi keratinosit folikuler Christos,2004; Cunlife,2001
Proses kedua yang memegang peranan kunci dalam patogenesis akne vulgaris adalah produksi sebum yang berlebihan dari kelenjar
1 2
Universitas Sumatera Utara
sebasea. Pasien akne vulgari memiliki laju ekskresi sebum yang lebih besar dibanding orang normal. Hormon ini mengikat reseptor androgen di
sitoplasma dan akhirnya menyebabkan proliferasi sel penghasil sebum. Meningkatnya produksi sebum pada penderita akne disebabkan oleh
respon organ akhir yang berlebihan end-organ hyperresponse pada kelenjar sabasea terhadap kadar normal androgen dalam darah. Terbukti
bahwa, pada kebanyakan penderita, lesi akne hanya ditemukan dibeberapa tempat yang kaya akan kelenjar sabasea Bancin, 2010.
Terdapat tiga macam mikroba yang terlibat dalam patogenesis akne yaitu propionibacteria Acne, Stapylococcus epidermidis dan pityrosporum
ovale malazzea furfur. Adanya sebore pada pubertas biasanya disertai dengan kenaikan jumlah propionebacteria acne. Meningkatnya produksi
sebum akan membuat folikel menjadi tempat yang sangat baik untuk pertumbuhan P.Acnes. Propionibactterium acnes dapat merubah ekspresi
keratinosit dan sebosit melalui Toll Like Reseptor 3 TLR3, Cluster of Differentiation-14 CD14 dan molekul CD1, serta dapat mengenali
produksi sebumlipid yang berlebihan oleh kelenjar sabasea dan diikuti dengan produksi sitokin-sitokin inflamasi ke daerah tersebut. Beberapa lesi
mungkin timbul tanpa ada mikroorganisme yang hidup, sedangkan pada lesi yang lain mikroorganisme mungkin memegang peranan penting.
Bakteri mungkin berperan pada lamanya masing-masing lesi. Apakah bakteri yang berdiam dalam folikel residen bakteria mengadakan
eksaserbasi tergantung pada lingkungan mikro dalam folikel tersebut Goklas,2010 .
2.1.5. Gejala Klinis