BAB EMPAT JASON

BAB EMPAT JASON

PERTARUNGAN BERLANGSUNG MULUS —SAMPAI DIA KENA tikam. Jason menebaskan gladius-nya lebar- lebar dengan gerakan melingkar, membuyarkan para peminang terdekat; lalu dia bersalto ke atas meja dan melompati kepala Antinous. Di tengah-tengah udara, Jason memerintahkan pedangnya agar berubah menjadi lembing —trik yang tidak pernah dia praktikkan dengan pedang ini—tapi dia tahu, entah bagaimana, pasti berhasil. Jason mendarat sambil berdiri dan memegangipi/um sepanjang hampir dua meter. Saat Antinous berbalik untuk menghadapnya, Jason menghunjamkan mata lembing dari emas Imperial ke dada mambang itu. Antinous menengok ke bawah dengan mimik tak percaya. Kau —" "Selamat menikmati Padang Hukuman." Jason mencabut pilum-nya dan remuklah Antinous menjadi PERTARUNGAN BERLANGSUNG MULUS —SAMPAI DIA KENA tikam. Jason menebaskan gladius-nya lebar- lebar dengan gerakan melingkar, membuyarkan para peminang terdekat; lalu dia bersalto ke atas meja dan melompati kepala Antinous. Di tengah-tengah udara, Jason memerintahkan pedangnya agar berubah menjadi lembing —trik yang tidak pernah dia praktikkan dengan pedang ini—tapi dia tahu, entah bagaimana, pasti berhasil. Jason mendarat sambil berdiri dan memegangipi/um sepanjang hampir dua meter. Saat Antinous berbalik untuk menghadapnya, Jason menghunjamkan mata lembing dari emas Imperial ke dada mambang itu. Antinous menengok ke bawah dengan mimik tak percaya. Kau —" "Selamat menikmati Padang Hukuman." Jason mencabut pilum-nya dan remuklah Antinous menjadi

Di seberang pekarangan, Annabeth juga bertarung seperti kesetanan. Pedangnya yang terbuat dari tulang naga menyabit peminang mana saja yang dengan bodohnya menantang Annabeth. Di dekat pancuran pasir, Piper juga telah mencabut pedangnya —bilah perunggu bergerigi yang dia ambil dari Zethes si Boread. Piper menikam dan menangkis dengan tangan kanan, sesekali menembakkan tomat dari kornukopia di tangan kirinya, sembari meneriaki para peminang, "Selamatkan diri kalian! Aku terlalu berbahaya!" Pasti itulah tepatnya yang ingin mereka dengar, sebab lawan-lawan Piper malah berlari kabur, tapi mematung tiba-tiba karena kebingungan beberapa meter di bawah puncak bukit, kemudian kembali menerjang ke tengah-tengah pertempuran. Hippias, sang tiran Yunani, menyerang Piper, belatinya terhunus, tapi Piper menembak dadanya dengan misil semur sedap. Hippias terhuyung- huyung ke belakang hingga menabrak pancuran dan menjerit selagi terbuyarkan. Anak panah mendesing menuju wajah Jason. Dia meniup panah itu ke samping dengan embusan angin, lantas menebas barisan mambang pembawa pedang dan menyadari bahwa selusin peminang tengah berkonsolidasi di dekat pancuran untuk menyerang Annabeth. Jason mengangkat lembingnya ke angkasa. Petir menyambar dari ujung lembing dan meledakkan hantu-hantu menjadi ion, menyisakan kawah berasap di tempat pancuran tanah semula berdiri. Beberapa bulan terakhir ini, Jason sudah melalui banyak pertempuran, tapi dia lupa rasanya bertarung dengan lihai. Tentu saja dia masih takut, tapi beban berat telah terangkat dari pundaknya. Untuk kali pertama sejak dirinya terbangun di Arizona dengan memori yang terhapus, Jason merasa utuh. Dia tahu siapa dirinya. Dia telah memilih keluarganya dan pilihan Jason tidak tersangkut paut dengan Beryl Grace atau bahkan dengan Jupiter. Keluarganya terdiri dari semua demigod yang berjuang di sisinya, bangsa Romawi dan Yunani, teman baru maupun lama. Jason takkan lagi membiarkan siapa pun menceraiberaikan keluarganya. Jason memanggil angin dan melemparkan tiga mambang ke sisi bukit bagaikan boneka kain perca. Dia menyate mambang keempat, lalu menyerukan lembingnya agar kembali menciut menjadi pedang dan lantas membacok sekelompok roh lainnya. Tidal( lama berselang, tiada lagi musuh yang menghadapi Jason. 1-lantu-hantu yang tertinggal mulai menghilang atas kehendak sendiri. Annabeth menjatuhkan Hasdrubal si orang Kartago, sedangkan Jason melakukan kekeliruan, yaitu menyarungkan pedangnya. Rasa sakit menusuk punggung bawahnya —teramat menjadi dan dingin sampai-sampai dia kira Khione, sang Dewi Salju, baru menyentuhnya. Di samping telinga Jason, Michael Varus menggeram, "Terlahir sebagai orang Romawi, mati sebagai orang Romawi." Ujung pedang keemasan menembus bagian depan baju Jason, tepat di bawah sangkar iganya. Jason jatuh berlutut. Jeritan Piper terdengar jauh, seperti dari jarak bermil-mil. Jason merasa bak berendam dalam air asin —tubuhnya tanpa bobot, kepalanya terayun-ayun. Piper menerjang ke arahnya. Jason menyaksikan tanpa emosi saat pedang Piper menebas ke atas kepalanya dan mengiris baju tempur Michael Varus disertai dentang logam. Semburan hawa dingin menyibakkan rambut Jason dari belakang. Debu mendarat di sekujur tubuhnya, sedangkan helm kosong legiunari menggelinding di bebatuan. Si demigod jahat sudah binasa —tapi dia telah meninggalkan kesan mendalam. "Jason!" Piper memegangi bahu Jason saat dirinya mulai terguling ke samping. Jason terkesiap sementara Piper mencabut pedang dari punggungnya. Kemudian Piper menurunkan Jason ke tanah, Di seberang pekarangan, Annabeth juga bertarung seperti kesetanan. Pedangnya yang terbuat dari tulang naga menyabit peminang mana saja yang dengan bodohnya menantang Annabeth. Di dekat pancuran pasir, Piper juga telah mencabut pedangnya —bilah perunggu bergerigi yang dia ambil dari Zethes si Boread. Piper menikam dan menangkis dengan tangan kanan, sesekali menembakkan tomat dari kornukopia di tangan kirinya, sembari meneriaki para peminang, "Selamatkan diri kalian! Aku terlalu berbahaya!" Pasti itulah tepatnya yang ingin mereka dengar, sebab lawan-lawan Piper malah berlari kabur, tapi mematung tiba-tiba karena kebingungan beberapa meter di bawah puncak bukit, kemudian kembali menerjang ke tengah-tengah pertempuran. Hippias, sang tiran Yunani, menyerang Piper, belatinya terhunus, tapi Piper menembak dadanya dengan misil semur sedap. Hippias terhuyung- huyung ke belakang hingga menabrak pancuran dan menjerit selagi terbuyarkan. Anak panah mendesing menuju wajah Jason. Dia meniup panah itu ke samping dengan embusan angin, lantas menebas barisan mambang pembawa pedang dan menyadari bahwa selusin peminang tengah berkonsolidasi di dekat pancuran untuk menyerang Annabeth. Jason mengangkat lembingnya ke angkasa. Petir menyambar dari ujung lembing dan meledakkan hantu-hantu menjadi ion, menyisakan kawah berasap di tempat pancuran tanah semula berdiri. Beberapa bulan terakhir ini, Jason sudah melalui banyak pertempuran, tapi dia lupa rasanya bertarung dengan lihai. Tentu saja dia masih takut, tapi beban berat telah terangkat dari pundaknya. Untuk kali pertama sejak dirinya terbangun di Arizona dengan memori yang terhapus, Jason merasa utuh. Dia tahu siapa dirinya. Dia telah memilih keluarganya dan pilihan Jason tidak tersangkut paut dengan Beryl Grace atau bahkan dengan Jupiter. Keluarganya terdiri dari semua demigod yang berjuang di sisinya, bangsa Romawi dan Yunani, teman baru maupun lama. Jason takkan lagi membiarkan siapa pun menceraiberaikan keluarganya. Jason memanggil angin dan melemparkan tiga mambang ke sisi bukit bagaikan boneka kain perca. Dia menyate mambang keempat, lalu menyerukan lembingnya agar kembali menciut menjadi pedang dan lantas membacok sekelompok roh lainnya. Tidal( lama berselang, tiada lagi musuh yang menghadapi Jason. 1-lantu-hantu yang tertinggal mulai menghilang atas kehendak sendiri. Annabeth menjatuhkan Hasdrubal si orang Kartago, sedangkan Jason melakukan kekeliruan, yaitu menyarungkan pedangnya. Rasa sakit menusuk punggung bawahnya —teramat menjadi dan dingin sampai-sampai dia kira Khione, sang Dewi Salju, baru menyentuhnya. Di samping telinga Jason, Michael Varus menggeram, "Terlahir sebagai orang Romawi, mati sebagai orang Romawi." Ujung pedang keemasan menembus bagian depan baju Jason, tepat di bawah sangkar iganya. Jason jatuh berlutut. Jeritan Piper terdengar jauh, seperti dari jarak bermil-mil. Jason merasa bak berendam dalam air asin —tubuhnya tanpa bobot, kepalanya terayun-ayun. Piper menerjang ke arahnya. Jason menyaksikan tanpa emosi saat pedang Piper menebas ke atas kepalanya dan mengiris baju tempur Michael Varus disertai dentang logam. Semburan hawa dingin menyibakkan rambut Jason dari belakang. Debu mendarat di sekujur tubuhnya, sedangkan helm kosong legiunari menggelinding di bebatuan. Si demigod jahat sudah binasa —tapi dia telah meninggalkan kesan mendalam. "Jason!" Piper memegangi bahu Jason saat dirinya mulai terguling ke samping. Jason terkesiap sementara Piper mencabut pedang dari punggungnya. Kemudian Piper menurunkan Jason ke tanah,

menutup mata. Tiap kali memejamkan mata, dia melihat roh ibunya terbuyarkan. "Itu bukan ibuku," ujar Jason. "Setidaknya, tiada bagian dari dirinya yang bisa kuselamatkan. Tiada pilihan lain." Annabeth bernapas putus-putus. "Tiada pilihan yang tepat, barangkali, tapi seorang temanku, Luke. Ibunya punya masalah serupa. Luke tidak mampu mengatasi masalah itu dengan kepala dingin seperti dirimu." Suaranya pecah. Jason tidak tahu banyak tentang masa lalu Annabeth, tapi Piper melirik gadis itu dengan khawatir. "Aku sudah memerban lukamu sebisaku," kata Piper. "Darah masih merembes. Juga berasap. Aku tidak tahu sebabnya. "Emas Imperial," kata Annabeth, suaranya bergetar. "Bahan itu bisa mematikan demigod. Hanya perkara waktu sebelum —" "Jason bakal baik-baik saja," Piper bersikeras. "Kita harus nengantarnya kembali ke kapal." "Aku tidak merasa sepayah itu," ujar Jason. Memang benar. Ambrosia telah menjernihkan kepalanya. Tangan dan kakinya ',udah terasa hangat kembali. "Mungkin aku bisa terbang ...." Jason duduk tegak. Penglihatannya sontak menjadi hijau pucat. "Atau mungkin tidak ." Piper menangkap pundak Jason saat dia menggelepar ke 'amping. "Waduh, kalem, Bocah Terang. Kita mesti menghubungi Argo II, minta bantuan." "Kau sudah lama tidak memanggilku Bocah Terang."

"Betah-betahlah bersamaku. Nanti akan kuhina kau sesukamu." Annabeth menelaah reruntuhan. Vernis magis telah memudar hanya menyisakan dinding-dinding roboh dan lubang ekskavasr. "Kita bisa menggunakan suar darurat, tapi —" "Jangan," kata Jason. "Bisa-bisa Leo menembakkan api Yunan ke puncak bukit. Mungkin kalau kalian membantuku, aku bis berjalan —" "Tidak boleh," Piper keberatan. "Terlalu lama." Dia mengaduk-aduk saku sabuknya dan mengeluarkan cermin lipat. "Annabeth, kau hafal kode Morse?" "Tentu saja." "Leo juga." Piper menyerahkan cermin kepadanya. "Dia bakalan memperhatikan dari kapal. Naiklah ke punggung bukit —" "Dan pancing perhatian Leo dengan pantulan cermin!" Wajah Annabeth memerah. "Kedengarannya janggal, ya?! Bukan itu maksudku. Tapi iya, ide bagus." Annabeth berlari ke tepi puing-puing. Piper mengeluarkan wadah minuman berisi nektar dan meminumkan sesesap kepada Jason. "Bertahanlah. Kau tidak akan mati cuma gara-gara tindikan bodoh

di badanrnu." Jason tersenyum lemah. "Setidaknya kali ini bukan cedera kepala. Aku sadar terus sepanjang jalannya pertarungan." "Kau mengalahkan kira-kira dua ratus musuh," ujar Piper. "Kau keren sekali, sampai-sampai kesannya seram." "Kalian membantu, Ian." "Mungkin, tapi Hei, jangan pingsan." Kepala Jason terkulai ke depan. Dia buru-buru membuka mata lebar-lebar. Retakan pada batu kini tampak lebih fokus. "Agak pusing," gumam Jason. "Minum nektar lagi," Piper memerintahkan. "Nih. Rasanya asih enak?" "Iya. Iya, enak." Sesungguhnya nektar tersebut terasa seperti serbuk gergaji cair, tapi Jason tidak bilang-bilang. Sejak kejadian di Gerha Hades, ketika dia mengundurkan diri dari jabatan praetor, rasa ambrosia dan nektar tidak lagi seperti makanan kesukaannya dari Perkemahan Jupiter. Kesannya seolah-olah kenangan akan rumah lama Jason tidak lagi memiliki kekuatan untuk menyembuhkannya. Terlahir sebagai orang Romawi, mati sebagai orang Romawi, Michael Varus tadi berkata. Jason memandangi asap yang mengepul dari perbannya. Ada masalah yang lebih pelik untuk dikhawatirkan ketimbang kehilangan darah belaka. Annabeth benar soal emas Imperial. Bahan tersebut fatal bagi monster sekaligus demigod. Luka tusukan pedang Varus akan berupaya maksimal untuk mengikis daya hidup Jason. Dia pernah melihat seorang demigod yang meninggal seperti itu. Prosesnya tidak cepat maupun mulus. Aku tidak boleh mati, kata Jason kepada din sendiri. Teman-temanku bergantung padaku. Perkataan Antinous terngiang-ngiang di telinga Jason —soal raksasa di Athena, perjalanan nan mustahil yang akan Argo II hadapi, pemburu misterius yang Gaea utus untuk mencegat Athena Parthenos. "Reyna, Nico, dan Pak Pelatih Hedge," ujar Jason. "Mereka dalam bahaya. Kita harus memperingatkan mereka." "Akan kita urus itu sekembalinya kita ke kapal," Piper berjanji. "Tugasmu sekarang adalah bersantai saja." Nada bicaranya tenang dan penuh percaya diri, tapi mata Piper berkaca-kaca. "Lagi pula, mereka bertiga itu regu yang tangguh. Mereka pasti baik-baik saja."

Jason berharap semoga Piper benar. Reyna sudah mem-pertaruhkan macam-macam —terlalu banyak, malah —demi menolong mereka. Pak Pelatih Hedge terkadang menyebalkan, tapi dia setia berperan sebagai pelindung bagi seluruh awak. Sedangkan Nico ... Jason terutama mengkhawatirkan dirinya. Piper mengelus bekas luka di bibir Jason dengan jempolnya. "Begitu perang ini usai segalanya akan berjalan lancar bagi Nico. Kau sudah melakukan yang kau bisa, berperan sebagai temannya." Jason tidak tahu harus berkata apa. Dia belum memberitahukan apa-apa kepada Piper mengenai percakapannya dengan Nico. Dia masih menjaga rahasia di Angelo. Walau begitu ... Piper tampaknya merasakan apa tepatnya yang tidak beres. Sebagai putri Aphrodite, mungkin dia tahu ketika seseorang sedang patah hati. Tapi, dia tidak mendesak Jason untuk membicarakan persoalan Nico. Jason menghargai pengertian Piper. Gelombang nyeri lagi-lagi menyebabkan Jason berjengit. "Berkonsentrasilah untuk mendengar suaraku." Piper mengecup kening Jason. "Pikirkan yang bagus-bagus. Kue ulang tahun di taman di Roma —" "Itu memang menyenangkan." "Musim dingin lalu," usul Piper. "Perang-perangan snore di api unggun." "Aku mengalahkanmu dengan telak." "Rambutmu ketempelan marshmallow berhari-hari!" "Tidak, ah." Pikiran Jason terhanyut kembali ke masa-masa yang lebih baik. Jason hanya ingin diam di sini — mengobrol dengan Piper, menggandeng tangan pacarnya tidak khawatir soal raksasa atau Gaea ataupun kegilaan ibunya. Dia tahu mereka seharusnya kembali ke kapal. Kondisi sedang payah. Mereka sudah memperoleh informasi yang meicka incar. Tapi selagi berbaring di bebatuan sejuk, Jason merasa gemang. Kisah para peminang dan Ratu Penelope ... pemikiran mengenai keluarganya mimpi-mimpinya dewasa ini. Semua Jason berharap semoga Piper benar. Reyna sudah mem-pertaruhkan macam-macam —terlalu banyak, malah —demi menolong mereka. Pak Pelatih Hedge terkadang menyebalkan, tapi dia setia berperan sebagai pelindung bagi seluruh awak. Sedangkan Nico ... Jason terutama mengkhawatirkan dirinya. Piper mengelus bekas luka di bibir Jason dengan jempolnya. "Begitu perang ini usai segalanya akan berjalan lancar bagi Nico. Kau sudah melakukan yang kau bisa, berperan sebagai temannya." Jason tidak tahu harus berkata apa. Dia belum memberitahukan apa-apa kepada Piper mengenai percakapannya dengan Nico. Dia masih menjaga rahasia di Angelo. Walau begitu ... Piper tampaknya merasakan apa tepatnya yang tidak beres. Sebagai putri Aphrodite, mungkin dia tahu ketika seseorang sedang patah hati. Tapi, dia tidak mendesak Jason untuk membicarakan persoalan Nico. Jason menghargai pengertian Piper. Gelombang nyeri lagi-lagi menyebabkan Jason berjengit. "Berkonsentrasilah untuk mendengar suaraku." Piper mengecup kening Jason. "Pikirkan yang bagus-bagus. Kue ulang tahun di taman di Roma —" "Itu memang menyenangkan." "Musim dingin lalu," usul Piper. "Perang-perangan snore di api unggun." "Aku mengalahkanmu dengan telak." "Rambutmu ketempelan marshmallow berhari-hari!" "Tidak, ah." Pikiran Jason terhanyut kembali ke masa-masa yang lebih baik. Jason hanya ingin diam di sini — mengobrol dengan Piper, menggandeng tangan pacarnya tidak khawatir soal raksasa atau Gaea ataupun kegilaan ibunya. Dia tahu mereka seharusnya kembali ke kapal. Kondisi sedang payah. Mereka sudah memperoleh informasi yang meicka incar. Tapi selagi berbaring di bebatuan sejuk, Jason merasa gemang. Kisah para peminang dan Ratu Penelope ... pemikiran mengenai keluarganya mimpi-mimpinya dewasa ini. Semua

Annabeth mengikat tali kulit yang terakhir dan sim salabim tandu yang cukup besar untuk memuat Jason, dilengkapi tomb sebagai pegangan dan tali pengaman yang melintang di tengah. Piper bersiul penuh apresiasi. "Kalau kapan-kapan aku butu merombak gaunku, akan kudatangi kau." "Tutup mulut, McLean," Annabeth berkata, tapi matanya berkilat-kilat puas. "Sekarang, ayo kita naikkan —" "Tunggu," kata Jason. Jantungnya berdebar-debar kencang. Saat menyaksikan Annabeth menganyam brankar darurat, Jason teringat kisah Penelope —bagaimana ceritanya wanita itu bertahan selama dua puluh tahun, menanti kepulangan suaminya, Odysseus. "Ranjang," ujar Jason. "Ada ranjang istimewa di istana ini." Piper kelihatan cemas. "Jason, kau sudah kehilangan banyak darah." "Aku tidak berhalusinasi," Jason bersikeras. "Ranjang pengantin keramat. Kalau ada tempat yang memungkinkan kita untuk bicara kepada Juno ..." Dia menarik napas dalam-dalam dan memanggil, "Juno!" Sunyi senyap. Mungkin Piper benar. Pikiran Jason barangkali sedang tidak jernih. Kemudian, kira-kira delapan belas meter dari sana, lantai batu retak-retak. Dahan-dahan meliuk keluar dari bumi, bertumbuh dengan cepat hingga sebatang pohon zaitun utuh meneduhi pekarangan. Di bawah kanopi dedaunan hijau-kelabu, berdirilah seorang wanita berambut gelap dan bergaun putih dengan jubah kulit macan tutul tersampir ke bahunya. Tongkatnya dipuncaki bunga seroja putih. Ekspresinya dingin dan berwibawa. "Pahlawan- pahlawanku," kata sang Dewi. "Hera," kata Piper. "Juno," koreksi Jason. "Terserahlah," gerutu Annabeth. "Sedang apa Anda di sini, ahai Paduka Penguasa Sapi?" Mata Juno yang berwarna gelap berkilat-kilat garang. "Annabeth Chase. Memesona seperti biasanya." "Iya, mau bagaimana lagi?!" tukas Annabeth. "Aku Baru kembali dari Tartarus, jadi aku agak lupa caranya bersopan santun, terutama terhadap dewi yang sudah menghapus ingatan pacarku, ienghilangkannya selama berbulan-bulan, dan kemudian —" "Sudahlah, Nak. Apakah kita akan membahas persoalan ini igi? "Bukankah Anda sedang linglung gara-gara gangguan epribadian ganda?" tanya Annabeth. "Maksudku —lebih linglung daripada biasanya?" "Wah, sabar dulu." Jason menengahi. Dia punya banyak alasan ntuk membenci Juno, tapi mereka harus mengatasi masalah lain yang lebih mendesak. "Dewi Juno, kami membutuhkan pertolongan Dewi. Kami —" Jason mencoba duduk tegak dan seerta-merta menyesalinya. Perut Jason serasa sedang dipuntir I engan garpu spageti raksasa. Piper menahan Jason sehingga tidak terjatuh. "Kita dahulukan saja yang lebih penting," katanya. "Jason Annabeth mengikat tali kulit yang terakhir dan sim salabim tandu yang cukup besar untuk memuat Jason, dilengkapi tomb sebagai pegangan dan tali pengaman yang melintang di tengah. Piper bersiul penuh apresiasi. "Kalau kapan-kapan aku butu merombak gaunku, akan kudatangi kau." "Tutup mulut, McLean," Annabeth berkata, tapi matanya berkilat-kilat puas. "Sekarang, ayo kita naikkan —" "Tunggu," kata Jason. Jantungnya berdebar-debar kencang. Saat menyaksikan Annabeth menganyam brankar darurat, Jason teringat kisah Penelope —bagaimana ceritanya wanita itu bertahan selama dua puluh tahun, menanti kepulangan suaminya, Odysseus. "Ranjang," ujar Jason. "Ada ranjang istimewa di istana ini." Piper kelihatan cemas. "Jason, kau sudah kehilangan banyak darah." "Aku tidak berhalusinasi," Jason bersikeras. "Ranjang pengantin keramat. Kalau ada tempat yang memungkinkan kita untuk bicara kepada Juno ..." Dia menarik napas dalam-dalam dan memanggil, "Juno!" Sunyi senyap. Mungkin Piper benar. Pikiran Jason barangkali sedang tidak jernih. Kemudian, kira-kira delapan belas meter dari sana, lantai batu retak-retak. Dahan-dahan meliuk keluar dari bumi, bertumbuh dengan cepat hingga sebatang pohon zaitun utuh meneduhi pekarangan. Di bawah kanopi dedaunan hijau-kelabu, berdirilah seorang wanita berambut gelap dan bergaun putih dengan jubah kulit macan tutul tersampir ke bahunya. Tongkatnya dipuncaki bunga seroja putih. Ekspresinya dingin dan berwibawa. "Pahlawan- pahlawanku," kata sang Dewi. "Hera," kata Piper. "Juno," koreksi Jason. "Terserahlah," gerutu Annabeth. "Sedang apa Anda di sini, ahai Paduka Penguasa Sapi?" Mata Juno yang berwarna gelap berkilat-kilat garang. "Annabeth Chase. Memesona seperti biasanya." "Iya, mau bagaimana lagi?!" tukas Annabeth. "Aku Baru kembali dari Tartarus, jadi aku agak lupa caranya bersopan santun, terutama terhadap dewi yang sudah menghapus ingatan pacarku, ienghilangkannya selama berbulan-bulan, dan kemudian —" "Sudahlah, Nak. Apakah kita akan membahas persoalan ini igi? "Bukankah Anda sedang linglung gara-gara gangguan epribadian ganda?" tanya Annabeth. "Maksudku —lebih linglung daripada biasanya?" "Wah, sabar dulu." Jason menengahi. Dia punya banyak alasan ntuk membenci Juno, tapi mereka harus mengatasi masalah lain yang lebih mendesak. "Dewi Juno, kami membutuhkan pertolongan Dewi. Kami —" Jason mencoba duduk tegak dan seerta-merta menyesalinya. Perut Jason serasa sedang dipuntir I engan garpu spageti raksasa. Piper menahan Jason sehingga tidak terjatuh. "Kita dahulukan saja yang lebih penting," katanya. "Jason

"Apa maksud Dewi, luka itu menyentuh jiwanya?" Piper menuntut penjelasan. "Kenapa Dewi tidak bisa —" "Pahlawan-pahlawanku, waktu kebersamaan kita singkat saja," kata Juno. "Aku bersyukur kalian memanggilku. Sudah berminggu-minggu aku didera rasa sakit dan bingung karena kepribadian Yunani dan Romawiku yang berbentrokan. Celakanya lagi, aku terpaksa bersembunyi dari Jupiter, yang mencari- cariku karena amarah salah alamat. Jupiter mengira aku yang menyebabkan pecahnya perang dengan Gaea." "Aduh, kasihan," kata Annabeth sarkastis. "Menurut Anda kenapa dia berpikir begitu?" Juno melemparkan ekspresi kesal ke arah Annabeth. "Untungnya ini adalah tempat keramatku. Dengan mengusir hantu-hantu itu dari sini, kalian telah menyucikan tempat ini dan memberiku kejernihan pikiran sejenak. Oleh sebab itulah aku bisa bicara dengan kalian —kendati hanya sebentar." "Kenapa tempat ini keramat ...?" Mata Piper membelalak. "Oh. Ranjang pengantin!" "Ranjang pengantin?" tanya Annabeth. "Aku tidak melihat —" "Ranjang Penelope dan Odysseus." Piper menerangkan. "Salah satu tiangnya adalah pohon zaitun hidup, alhasil ranjang itu takkan pernah bisa dipindahkan." "Betul." Juno menelusurkan tangan ke batang pohon zaitun. "Ranjang pengantin yang ajek. Sungguh suatu simbol yang indah! Seperti Penelope, istri yang paling setia, senantiasa teguh, mengusir seratus peminang sombong selama bertahun-tahun karena dia tahu suaminya kelak akan kembali. Odysseus dan Penelope —pasangan yang melambangkan pernikahan sempurna!" Sekalipun sedang pening, Jason lumayan yakin bahwa menurut cerita-cerita, Odysseus sempat jatuh hati pada wanita-wanita lain panjang perjalanannya, tapi Jason memutuskan untuk tidak i(tigungkit hal itu. "Paling tidak, bisakah Dewi memberi kami nasihat?" tanya jason. "Memberi tahu kami harus berbuat apa?" "Berlayarlah mengelilingi Semenanjung Peloponnese," kata . sang Dewi. "Seperti yang sudah kalian perkirakan, hanya itulah rute yang mungkin ditempuh. Dalam perjalanan, carilah Dewi Hinenangan di Olympia. Dia tengah hilang kendali. Terkecuali kalian mampu mengekang Dewi Kemenangan, jurang pemisah bangsa Yunani dan Romawi takkan bisa dijembatani." "Maksud Anda Nike?" tanya Annabeth. "Hilang kendali,bagaimana?" Guntur menggelegar di angkasa, mengguncangkan bukit. "Terlalu lama jika harus menjelaskan," kata Juno. "Aku mesti meniyingkir sebelum Jupiter menemukanku. Selepas kepergianku, takkan bisa lagi menolong kalian." Jason menahan diri supaya tidak melabrak Juno dengan Lalu, napa Dewi tidak menolong saya dari awal? Apa lagi yang perlu kami ketahui?" tanya Jason. "Sebagaimana yang kalian dengar, para raksasa telah berkumpul di Athena. Beberapa dewa sanggup membantu kalian dalam perjalanan, tapi bukan aku satu-satunya dewi Olympia yang kehilangan restu Jupiter. Si kembar juga telah menuai murkanya." "Artemis dan Apollo?" tanya Piper. "Kenapa?" Citra Juno mulai memudar. "Jika kalian mencapai Pulau delos, mereka mungkin berkenan menolong kalian. Karena ,.sedang terjepit, mereka barangkali rela mencoba apa saja untuk mcmperbaiki keadaan. Pergilah sekarang. Siapa tahu kita akan berjumpa lagi di Athena, andai kalian berhasil. Jika tidak ..." Sang dewi menghilang, atau mungkin penglihatan Jason yang semata-mata mengabur. Rasa sakit menjalari tubuhnya. Kepalanya terkulai ke belakang. Dia melihat seekor elang raksasa berputar-putar jauh di atas. Kemudian langit menjadi gelap dan Jason tidak melihat apa-apa lagi.[]