BAB TIGA PULUH TUJUH REYNA

BAB TIGA PULUH TUJUH REYNA

PUTAR BALIK!" Reyna enggan memberi perintah kepada Pegasus, Penguasa Kuda Terbang, tapi dia malah lebih enggan terlempar dari langit. Selagi mereka mendekati Perkemahan Blasteran menjelang fajar 1 Agustus, Reyna melihat enam onager Romawi. Di kegelapan sekalipun, lapisan luarnya yang terbuat dari emas Imperial berkilat-kilat. Lengan pelontar mahabesarnya condong ke belakang seperti tiang layar kapal yang miring diterjang badai. Personel artileri mondar-mandir di seputar mesin-mesin tersebut, mengisi katapel dengan misil, mengecek torsi tambang. "Apo itu?" seru Nico. Dia terbang kira- kira enam meter di kiri Reyna, menunggangi Blackjack si pegasus hitam. "Senjata pengepungan," kata Reyna. "Kalau kita lebih dekat lagi daripada sekarang, mereka bisa menembak kita hingga jatuh dari langit." "Dari tempat setinggi ini?"

Di kanan Reyna, Pak Pelatih Hedge berteriak dari punggung tunggangannya, Guido, "Itu onager, Bocah! Kemampuannya menghajar lebih dahsyat daripada Bruce Lee!" "Dewa Pegasus," kata Reyna sambil memegangi leher kuda itu, "kami butuh tempat aman untuk mendarat." Pegasus sepertinya mengerti. Dia menikung ke kiri. Kuda-kuda terbang yang lain mengikuti —Blackjack, Guido, dan enam kuda lain yang menghela Athena Parthenos dengan kabel-kabel pengikat. Selagi mereka mengitari tepi barat perkemahan, Reyna mencermati pemandangan. Legiun memagari kaki perbukitan timur, siap menyerang saat fajar. Onager-onager tertata di belakang para legiunari, membentuk setengah lingkaran renggang berjarak tiga ratus meter kurang sedikit antara satu sama lain. Dinilai dari ukuran senjata tersebut, Reyna mengalkulasi bahwa Octavian memiliki daya, gempur memadai untuk menghancurkan semua makhluk hidup di lembah itu. Tapi, itu hanya sebagian dari ancaman. Di belakang legiun, berkemahlah ratusan bala tentara auxilia. Reyna tidak bisa melihat jelas di kegelapan, tapi dia menangkap setidaknya satu suku centaurus liar dan sepasukan cynocephalus, manusia berkepala anjing yang mengadakan gencatan senjata tentatif dengan legiun berabad-abad silam. Bangsa Romawi kalah jumlah, dikepung oleh sekutu-sekutu yang sangat tidak bisa diandalkan. "Itu." Nico menunjuk Selat Long Island. Di sana, lampu-lampu sebuah kapal layar gemerlapan tidak sampai setengah kilometer di lepas pantai. "Kita bisa mendarat di dek kapal itu. Bangsa Yunani mengontrol perairan." Reyna tidak yakin bangsa Yunani bakal lebih ramah ketimbang bangsa Romawi, tapi Pegasus sepertinya menyukai ide tersebut. Dia menukik ke perairan gelap Selat Long Island. Kapal tersebut merupakan kendaraan pelesir putih sepanjang tiga puluh meter, bertubuh mulus aerodinamis dan berpintu-pintu hitam dari kaca gelap. Pada lambung kapal, huruf-huruf bercat merah membentuk nama MIAMOR. Pada geladak depan, terdapat helipad yang cukup besar untuk didarati Athena Parthenos. Reyna tidak melihat satu pun awak kapal. Dia menebak kapal itu adalah kendaraan Di kanan Reyna, Pak Pelatih Hedge berteriak dari punggung tunggangannya, Guido, "Itu onager, Bocah! Kemampuannya menghajar lebih dahsyat daripada Bruce Lee!" "Dewa Pegasus," kata Reyna sambil memegangi leher kuda itu, "kami butuh tempat aman untuk mendarat." Pegasus sepertinya mengerti. Dia menikung ke kiri. Kuda-kuda terbang yang lain mengikuti —Blackjack, Guido, dan enam kuda lain yang menghela Athena Parthenos dengan kabel-kabel pengikat. Selagi mereka mengitari tepi barat perkemahan, Reyna mencermati pemandangan. Legiun memagari kaki perbukitan timur, siap menyerang saat fajar. Onager-onager tertata di belakang para legiunari, membentuk setengah lingkaran renggang berjarak tiga ratus meter kurang sedikit antara satu sama lain. Dinilai dari ukuran senjata tersebut, Reyna mengalkulasi bahwa Octavian memiliki daya, gempur memadai untuk menghancurkan semua makhluk hidup di lembah itu. Tapi, itu hanya sebagian dari ancaman. Di belakang legiun, berkemahlah ratusan bala tentara auxilia. Reyna tidak bisa melihat jelas di kegelapan, tapi dia menangkap setidaknya satu suku centaurus liar dan sepasukan cynocephalus, manusia berkepala anjing yang mengadakan gencatan senjata tentatif dengan legiun berabad-abad silam. Bangsa Romawi kalah jumlah, dikepung oleh sekutu-sekutu yang sangat tidak bisa diandalkan. "Itu." Nico menunjuk Selat Long Island. Di sana, lampu-lampu sebuah kapal layar gemerlapan tidak sampai setengah kilometer di lepas pantai. "Kita bisa mendarat di dek kapal itu. Bangsa Yunani mengontrol perairan." Reyna tidak yakin bangsa Yunani bakal lebih ramah ketimbang bangsa Romawi, tapi Pegasus sepertinya menyukai ide tersebut. Dia menukik ke perairan gelap Selat Long Island. Kapal tersebut merupakan kendaraan pelesir putih sepanjang tiga puluh meter, bertubuh mulus aerodinamis dan berpintu-pintu hitam dari kaca gelap. Pada lambung kapal, huruf-huruf bercat merah membentuk nama MIAMOR. Pada geladak depan, terdapat helipad yang cukup besar untuk didarati Athena Parthenos. Reyna tidak melihat satu pun awak kapal. Dia menebak kapal itu adalah kendaraan

anggun daripada jika dia putih polos. Pegasus berwarna layaknT, semua kuda, merepresentasikan seluruh keturunannya. Dewa Pegasus meringkik. Hedge menghampiri untuk menerjemahkan "Pegasw mengatakan dia harus pergi sebelum tembak-menembak dimulai. Daya hidupnya terhubung dengan semua pegasus, jadi jika dia terluka, semua kuda bersayap akan merasakan sakit. Itulah sebabnya dia jarang keluyuran. Dia kekal, tapi keturunannya tidak. Dia tidak ingin mereka menderita gara-gara dirinya. Dia meminto kuda-kuda yang lain agar tinggal bersama kita, untuk membantu kita menuntaskan misi." "Aku mengerti," kata Reyna. "Terima kasih." Pegasus meringkik. Mata Hedge membelalak. Sang satir menahan isakan, kemudian mengeluarkan saputangan dari ransel dan mencocolkannya ke mata. "Pak Pelatih?" Nico mengerutkan kening karena cemas. "Apo kata Pegasus?" "Dia —dia mengatakan dia tidak datang secara pribadi karena pesanku." Hedge menoleh kepada Reyna. "Pegasus mengatakan kaulah sebabnya. Dia mencerap perasaan semua kuda bersayap. Dia memantau persahabatanmu dengan Scipio. Pegasus mengatakan dia tidak pernah lebih tersentuh akan kasih sayang seorang demigod terhadap kuda bersayap. Dia memberimu gelar Kawan Kaum Kuda. Ini kehormatan besar." Mata Reyna pedih. Dia membungkukkan kepada. "Terima kasih, Dewa." Pegasus menggaruk-garuk dek. Kuda-kuda lain meringkik hormat. Kemudian kakek moyang mereka melontarkan diri ke udara dan berputar-putar menyongsong malam. Hedge menatap awan-awan dengan takjub. "Pegasus sudah ratusan tahun tidak menampakkan diri." Ditepuknya punggung Reyna. "Kerja bagus, Orang Romawi." Reyna tidak merasa berhak dipuji karena sudah menjerumuskan Scipio ke dalam kesengsaraan tak terperi, tapi dia menekan rasa bersalah itu. "Nico, sebaiknya kita cek kapal ini," katanya. "Kalau-kalau ada orang di atas kapal —" "Ada." Nico mengelus-elus moncong Blackjack. "Aku merasakan kehadiran dua manusia biasa yang sedang tidur di kabin utama. Cuma itu. Aku bukan anak Hypnos, tapi aku sudah mengirimi mereka mimpi. Semestinya cukup untuk menidurkan mereka sampai jauh sesudah matahari terbit." Reyna berusaha untuk tidak menatap Nico sambil melongo. Beberapa hari terakhir ini anak lelaki itu sudah semakin kuat. Sihir alam Hedge telah mengembalikannya dari jurang kematian. Reyna pernah melihat Nico melakukan hal-hal mengesankan, tapi memanipulasi mimpi apa dia sudah punya kemampuan itu sedari dulu? Pak Pelatih Hedge menggosok-gosokkan kedua belah tangan-nya penuh semangat. "Jadi, kapan kita bisa turun ke

darat? Istriku sudah menunggu!" Reyna menelaah kaki langit. Trireme Yunani berpatroli tidak jauh dari pesisir, tapi kapal tersebut sepertinya tidak menyadari kedatangan mereka. Tiada alarm yang berbunyi. Tiada tanda-tanda pergerakan di sepanjang pantai. Dia menangkap sekilas warna perak di bawah sinar rembulan, kurang dari satu kilometer di sebelah barat. Perahu motor hitam melaju ke arah mereka tanpa menyalakan lampu. Reyna berharap itu kendaraan manusia biasa. Kemudian perahu itu semakin dekat, dan semakin eratlah cengkeraman Reyna pada gagang pedangnya. Pada haluan perahu, tampak desain daun dafnah dengan huruf-huruf SPQR yang mengilap. "Legiun mengirimkan panitia penyambutan." Nico mengikuti arch tatapan Reyna. "Kukira bangsa Romawi tidak punya angkatan laut." "Memang tidak punya," kata Reyna. "Rupanya Octavian lebih sibuk daripada yang kukira." "Kalau begitu, kita serang saja!" kata Hedge. "Soalnya, aku tidak sudi dihalang-halangi siapa pun ketika sudah sedekat ini." Reyna menghitung ada tiga orang di perahu motor itu. Dua di belakang mengenakan helm, tapi Reyna mengenali wajah si pengemudi yang berbentuk segitiga gempal dan bahunya yang bidang: Michael Kahale. "Mari kita coba berunding," Reyna memutuskan. "Dia itu salah satu tangan kanan Octavian, tapi dia legiunari yang balk. Aku barangkali bisa membujuknya dengan argumentasi." Angin meniup rambut gelap Nico ke wajahnya. "Tapi, kalau kau keliru ..." Perahu hitam memelan dan menepi. Michel berseru: "Reyna! Aku diperintahkan menangkapmu dan menyita patung itu. Aku akan naik bersama dua centurion lain. Aku tidak ingin sampai terjadi pertumpahan darah." Reyna berusaha mengontrol tungkainya yang gemetaran. "Naiklah, Michael!" Dia menoleh kepada Nico dan Pak Pelatih Hedge. "Kalau aku keliru, bersiaplah. Michael Kahale bukan lawan tanding yang enteng." Michael tidak berpakaian tempur. Dia hanya mengenakan kaus perkemahan warna ungu, celana jins, dan sepatu lari. Dia kelihatannya tidak membawa senjata, tapi bukan berarti Reyna lantas merasa baikan. Lengan Michael sebesar kabel penyangga jembatan, ekspresinya seramah tembok bata. Tato merpati di lengan bawahnya lebih mirip burung pemangsa. Mata pemuda itu berkilat-kilat kelam sementara dia mengamati pemandangan di hadapannya —Athena Parthenos yang dicancangkan ke regu pegasus, Nico yang pedang Stygiannya terhunus, Pak Pelatih Hedge yang membawa tongkat bisbol. Centurion yang mendampingi Michael adalah Leila dari Kohort IV dan Dakota dari Kohort V. Pilihan yang janggal ... Leila, putri Ceres, bukan orang yang agresif. Dia biasanya berkepala dingin; sedangkan Dakota ... Reyna tidak percaya bahwa putra Bacchus, perwira berwatak paling baik hati, bakal berpihak kepada Octavian. "Reyna Ramirez-Arellano," kata Michael, seperti membaca perkamen, "mantan praetor —" "Aku masih menjabat sebagai praetor," Reyna mengoreksi. "Terkecuali aku telah diturunkan dari jabatan melalui pemungutan suara seluruh anggota senat. Begitukah kasusnya?" Michael mendesah dengan berat. Dia sepertinya tidak sepenuh hati menjalankan tugas saat ini. "Aku diperintahkan menangkap dan menahanmu untuk disidangkan." "Atas wewenang siapa?" "Kau tahu wewenang si —" "Atas tuduhan apa?" "Dengar, Reyna"—Michael mengurut-urut dahi dengan punggung tangan, seolah hendak mengusir pusing —"aku tidak menyukai ini, sama sepertimu. Tapi, aku diberi perintah." "Perintah ilegal." "Terlambat untuk berdebat. Octavian mengemban kekuasaan dalam keadaan darurat. Legiun mendukungnya di belakang."

"Benarkah itu?" Reyna menatap Dakota dan Leila dengan galak. Leila tidak mau bertemu pandang dengannya. Dakota berkedip seperti sedang mencoba menyampaikan sebuah pesan, tapi susah memastikannya. Dakota mungkin berkedip semata-mata karena kebanyakan minum Kool-Aid yang bergula. "Kita sedang berperang," kata Michael. "Kita harus bersatu. Dakota dan Leila bukan perwira

yang paling antusias mendukung langkah tersebut. Octavian memberi mereka kesempatan terakhir untuk membuktikan diri. Jika mereka membantu menangkapmu —diutamakan dalam keadaan hidup- hidup, tapi mati jika perlu —maka mereka boleh mempertahankan pangkat dan telah membuktikan loyalitas mereka." "Loyalitas kepada Octavian," komentar Reyna. "Bukan kepada legiun." Michael merentangkan tangan, yang hanya sedikit lebih kecil daripada sarung tangan bisbol. "Kau tidak bisa menyalahkan perwira yang patuh pada atasan. Octavian punya rencana untuk menang dan rencananya bagus. Fajar nanti onager-onager itu akan menghancurkan perkemahan Yunani tanpa satu pun korban jiwa di pihak Romawi. Dewa-dewi semestinya akan sembuh." Nico angkat bicara. "Kalian mau menghabisi setengah populasi demigod di dunia, setengah warisan dewa-dewi, untuk menyembuhkan mereka? Kalian hendak memecah belah Olympus bahkan sebelum Gaea bangun. Dan dia sungguh akan bangun, Centurion. Michael merengut. "Duta Pluto, putra Hades ... apa pun julukanmu untuk diri sendiri, kau telah divonis sebagai mata-mata musuh. Aku diperintahkan menangkapmu untuk dieksekusi." "Coba saja kalau bisa," kata Nico dingin. Konfrontasi ini amat absurd sehingga kesannya kocak. Nico beberapa tahun lebih muda, tiga puluh sentimeter lebih pendek, dan dua puluh lima kilogram lebih ringan. Tapi, Michael tidak bergerak. Pembuluh darah di lehernya berdenyut-denyut. Dakota batuk-batuk. "Anu, Reyna ... tolong ikut kami dengan tenang. Kumohon. Kita bisa bicara baik-baik." Pemuda ini berkedip kepada Reyna, tidak diragukan lagi. "Baiklah, cukup ngobrolnya." Pak Pelatih Hedge memperhati-kan Michael Kahale dari ujung kepada hingga ujung kaki. "Biar kutumbangkan pelawak ini. Aku pernah menghadapi yang lebih besar." Michael cengengesan saat mendengar pernyataan itu. "Aku yakin kau faun yang pemberani, tapi —" "Satir!" Pak Pelatih Hedge melompat ke arah sang centurion. Dia menghantamkan tongkat bisbol sekuat tenaga, tapi Michael semata-mata menangkap tongkat itu dan merebutnya dari sang pelatih. Michael mematahkan tongkat ke lututnya. Kemudian dia mendorong sang pelatih ke belakang, walaupun Reyna bisa melihat bahwa Michael berusaha untuk tidak menyakiti satir itu. "Sekian sudah!" geram Hedge. "Sekarang aku benar-benar marah!" "Pak Pelatih," Reyna memperingatkan, "Michael sangat kuat. Bapak hanya bisa mengalahkan dia kalau —" Dari suatu tempat di sebelah kiri kapal, dari permukaan air di bawah, sebuah suara meneriakkan, "Kahale! Kenapa lama sekali?" Michael berjengit. "Octavian?" "Tentu saja ini aku!" teriak suara itu dari kegelapan. "Aku bosan menunggu kalian menjalankan perintahku! Aku mau naik ke kapal. Semua orang di kedua belah pihak, jatuhkan senjata kalian!"

Michael mengerutkan dahi. "Anu Komandan? Semua orang? Termasuk kami?" "Jangan selesaikan semua masalah dengan pedang atau tinju, Bodoh! Aku bisa membereskan bedebah-bedebah Graecus ini!" Michael tampak tidak yakin akan keabsahan pernyataan tersebut, tapi dia memberi isyarat kepada Leila dan Dakota, yang meletakkan pedang mereka di dek. Reyna melirik Nico. Jelas bahwa ada yang tidak beres. Tidak terpikir oleh Reyna, apa sebabnya Octavian berada di sini dan membahayakan diri sendiri. Octavian sudah pasti takkan memerintahkan para perwiranya untuk meletakkan senjata. Tapi, insting memberi tahu Reyna untuk ikut-ikutan saja. Dijatuhkannya pedangnya. Nico berbuat serupa. "Semua orang sudah meletakkan senjata, Komandan," seru Michael. "Bagus!" teriak Octavian. Siluet gelap muncul di puncak tangga, tapi badannya terlalu besar; tidak mungkin dia Octavian. Sosok lebih kecil yang bersayap mengepak-ngepak di belakangnya —harpy? Pada saat Reyna menyadari apa yang terjadi, Cyclops itu telah melintasi dek dengan dua ayunan langkah besar. Digetoknya kepala Michael Kahale.

Sang centurion jatuh seperti sekarung batu. Dakota dan Leila mundur dengan waswas. Si harpy hinggap di atap ruang dek. Di bawah cahaya bulan, bulu-bulunya tampak sewarna dengan darah kering. "Kuat," kata Ella sambil merapikan bulu-bulunya. "Pacar Ella lebih kuat daripada orang Romawi." "Teman- teman!" Tyson sang Cyclops menggelegar. Dia menggendong Reyna dengan satu tangan dan Hedge serta Nico di tangannya yang satu lagi. "Aku datang untuk menyelamatkan kalian. Hore untuk kita!"[]