BAB LIMA PULUH TIGA NICO

BAB LIMA PULUH TIGA NICO

NICO SUDAH MENYAKSIKAN BERMACAM-MACAM BENTUK kematian. Dia tidak mengira masih ada yang bisa mengagetkannya. Dia keliru. Di tengah-tengah pertempuran, Will Solace lari menghampiri Nico dan mengucapkan satu kata ke telinganya: "Octavian." Kata itu menarik perhatian Nico sepenuhnya. Dia sempat ragu-ragu ketika berkesempatan membunuh Octavian, tapi Nico tidak sudi membiarkan si augur terkutuk lari dari keadilan. "Di mana?" "Ayo," kata Will. "Bergegaslah." Nico menoleh kepada Jason, yang bertarung di sebelahnya. "Jason, aku harus pergi." Kemudian Nico menceburkan diri ke kekisruhan, mengikuti Will. Mereka melewati Tyson dan kerabatnya para Cyclops, yang meraungkan, "Anjing nakal! Anjing nakal!" sambil menghajar kepala para cynocephalus. Grover Underwood dan seregu satir menari- nari sambil meniup suling deret, memainkan harmoni yang demikian sumbang sehingga hantu-hantu bercangkang tanah retak-retak. Travis Stoll berlari melintas sambil berdebat dengan saudaranya. "Apa maksudmu kita memasang ranjau darat di bukit yang keliru?" Nico dan Will sudah menuruni bukit setengah jalan ketika tanah bergetar di bawah kaki mereka. Sama seperti yang lain —baik monster maupun demigod—mereka mematung ketakutan dan menyaksikan saat tiang tanah yang berputar-putar merekah dari puncak bukit sebelah, memunculkan Gaea yang bersimbah kejayaan. Kemudian sesuatu yang besar dan sewarna perunggu menukik dari langit KREEEK' Festus sang naga perunggu menyambar membubung pergi bersama sang Dewi. "Apa —bagaimana—?" Nico terbata-bata. "Entahlah," kata Will. "Tapi, aku ragu kita bisa berbuat apa-apa soal itu. Kita punya masalah lain." Will berlari cepat ke onager terdekat. Semakin mereka mendekat, Nico melihat Octavian sedang menarik tuas pembidik mesin itu dengan kalut. Lengan pelempar sudah memuat misil berupa emas Imperial dan bahan peledak. Sang augur melesat bolak-balik, tersandung gigi roda dan paku jangkar, membetulkan ikatan tambang. Sesekali, dia menengok Festus NICO SUDAH MENYAKSIKAN BERMACAM-MACAM BENTUK kematian. Dia tidak mengira masih ada yang bisa mengagetkannya. Dia keliru. Di tengah-tengah pertempuran, Will Solace lari menghampiri Nico dan mengucapkan satu kata ke telinganya: "Octavian." Kata itu menarik perhatian Nico sepenuhnya. Dia sempat ragu-ragu ketika berkesempatan membunuh Octavian, tapi Nico tidak sudi membiarkan si augur terkutuk lari dari keadilan. "Di mana?" "Ayo," kata Will. "Bergegaslah." Nico menoleh kepada Jason, yang bertarung di sebelahnya. "Jason, aku harus pergi." Kemudian Nico menceburkan diri ke kekisruhan, mengikuti Will. Mereka melewati Tyson dan kerabatnya para Cyclops, yang meraungkan, "Anjing nakal! Anjing nakal!" sambil menghajar kepala para cynocephalus. Grover Underwood dan seregu satir menari- nari sambil meniup suling deret, memainkan harmoni yang demikian sumbang sehingga hantu-hantu bercangkang tanah retak-retak. Travis Stoll berlari melintas sambil berdebat dengan saudaranya. "Apa maksudmu kita memasang ranjau darat di bukit yang keliru?" Nico dan Will sudah menuruni bukit setengah jalan ketika tanah bergetar di bawah kaki mereka. Sama seperti yang lain —baik monster maupun demigod—mereka mematung ketakutan dan menyaksikan saat tiang tanah yang berputar-putar merekah dari puncak bukit sebelah, memunculkan Gaea yang bersimbah kejayaan. Kemudian sesuatu yang besar dan sewarna perunggu menukik dari langit KREEEK' Festus sang naga perunggu menyambar membubung pergi bersama sang Dewi. "Apa —bagaimana—?" Nico terbata-bata. "Entahlah," kata Will. "Tapi, aku ragu kita bisa berbuat apa-apa soal itu. Kita punya masalah lain." Will berlari cepat ke onager terdekat. Semakin mereka mendekat, Nico melihat Octavian sedang menarik tuas pembidik mesin itu dengan kalut. Lengan pelempar sudah memuat misil berupa emas Imperial dan bahan peledak. Sang augur melesat bolak-balik, tersandung gigi roda dan paku jangkar, membetulkan ikatan tambang. Sesekali, dia menengok Festus

"Oh, begitu!" Tawa Octavian terdengar getir dan agak sinting. "Mencoba merebut kejayaanku, ya? Tidak, tidak, Putra Pluto. Akulah penyelamat Roma. Akulah yang ditakdirkan!" Will mengangkat tangan untuk menenangkan sang augur. "Octavian, menjauhlah dari onager. Senjata itu tidak aman!" "Tentu saja tidak! Akan kutembaki Gaea dengan mesin ini!" Dari sudut matanya, Nico melihat Jason Grace meroket ke langit sambil mendekap Piper, terbang lurus ke arah Festus. Di sekeliling putra Jupiter, berkumpullah awan badai yang berputar-putar hingga membentuk angin ribut. Guntur menggelegar. "Kalian lihat?" seru Octavian. Emas di tubuhnya kini jelas-jelas berasap, tertarik ke bahan peledak katapel tempur bagaikan besi yang tertarik ke magnet. "Dewa-dewi setuju akan tindakanku!" "Jason yang membuat badai itu," ujar Nico. "Kalau kau tembakkan onager itu, kau akan membunuh Jason, Piper, dan —"Bagusr bentak Octavian. "Mereka pengkhianat! Semuanya pengkhianat!" "Dengarkan aku," Will mencoba lagi. "Bukan ini yang Apollo inginkan. Lagi pula, jubahmu —" "Kau tidak tahu apa-apa, Graecus!" Octavian mencengkeram tuas pelontar. "Aku harus bertindak sebelum mereka naik lebih tinggi lagi. Hanya onager seperti ini yang dapat menembak sejauh itu. Seorang diri, aku akan —" "Centurion," kata sebuah suara di belakangnya. Dari balik mesin pengepungan, muncullah Michael Kahale. Dahinya benjol merah besar di tempat Tyson tadi menggetoknya hingga tak sadarkan diri. Michael berjalan sambil sempoyongan. Tapi entah bagaimana, dia mampu berjalan dari pesisir sampai ke sini. Selain itu, sepanjang perjalanan dia berhasil mendapatkan pedang dan perisai. "Michael!" pekik Octavian kegirangan. "Luar biasa! Jaga aku sementara aku menembakkan onager ini. Kemudian, akan kita bunuh para Graecus ini bersama-samar Michael Kahale mengamati adegan tersebut —jubah bosnya yang tersangkut tali sundut, perhiasan Octavian yang berasap karena terlampau dekat dengan amunisi emas Imperial. Dia melirik sang naga, yang kini tinggi di udara, dikelilingi oleh lingkaran awan badai seperti target panahan. Lalu Michael memberengut kepada Nico. Nico menyiagakan pedangnya. Tentunya Michael Kahale akan mewanti-wangi sang atasan agar menjauh dari onager. Tentunya dia bakal menyerang. "Apa kau yakin, Octavian?" tanya putra Venus itu. "Ya!'' "Apa kau yakin seratus persen?" "Ya, dasar bodoh! Aku akan dikenang sebagai penyelamat Roma. Sekarang, halau mereka sementara aku menghabisi Gaea!" "Octavian, jangan," Will memohon. "Kami tidak boleh membiarkanmu —" "Will," kata Nico, "kita tidak bisa menghentikannya." Solace menatapnya tak percaya, tapi Nico teringat akan kata-kata ayahnya di Kapel Tulang: Kematian terkadang tidak boleh dicegah. Mata Octavian berkilat-kilat. "Betul, Putra Pluto. Kalian tidak kuasa menghentikanku! Inilah takdirku! Kahale, berjagalah!" "Jika demikian kehendakmu." Michael bergerak ke depan mesin, memosisikan diri di antara Octavian dan kedua demigod Yunani. "Centurion, lakukanlah yang harus kau lakukan." Octavian menoleh untuk melepaskan pengaman. "Teman yang baik sampai akhir."

Nico hampir kehilangan nyali. Andai onager itu benar-benar tepat sasaran —apabila senjata itu mengenai Festus sang naga, sedangkan Nico membiarkan teman-temannya terlukai atau tewas Tapi, dia diam di tempat. Sekali ini, dia memutuskan untuk memercayai kebijaksanaan ayahnya. Kematian terkadang tidak boleh dicegah. "Selamat tinggal, Gaea!" Octavian berteriak. "Selamat tinggal, Jason Grace si Nico hampir kehilangan nyali. Andai onager itu benar-benar tepat sasaran —apabila senjata itu mengenai Festus sang naga, sedangkan Nico membiarkan teman-temannya terlukai atau tewas Tapi, dia diam di tempat. Sekali ini, dia memutuskan untuk memercayai kebijaksanaan ayahnya. Kematian terkadang tidak boleh dicegah. "Selamat tinggal, Gaea!" Octavian berteriak. "Selamat tinggal, Jason Grace si