BAB SEMBILAN LEO

BAB SEMBILAN LEO

LEO TIDAK INGIN KELUAR DARI dinding. Ada tiga sendi penyangga lagi yang mesti dia sambungkan dan di antara seluruh awak, hanya Leo yang muat di kolong karena mereka kurang ceking. (Satu dari sekian banyak keuntungan dari Ibuh yang ceking.) Menyempil ke rongga dalam lambung kapal bersama pipa .air dan kabel, Leo bisa menyendiri dengan pikirannya. Ketika dia frustrasi, yang terjadi kira-kira tiap lima detik sekali, Leo bisa nemukul ini-itu dengan godam, alhasil awak yang lain akan nengira dia tengah bekerja, bukan sedang mengambek. Ada satu masalah di suaka Leo ini: badannya cuma muat ke pinggang. Pantat dan tungkainya masih dapat terlihat oleh masyarakat umum. Jadi, sukar baginya untuk bersembunyi. "Leo!" Suara Piper terdengar dari suatu tempat di belakangnya. "Kami butuh kau." Ring-o perunggu langit terlepas dari tang Leo dan menggelincir ke kedalaman kolong.

Leo mendesah. "Bicara pada celanaku nih, Piper! Soalnya tanganku sibuk!" "Aku tidak mau bicara pada celanamu. Ketemu di mes, ya. Kita hampir sampai di Olympia." "Iya, oke deh. Aku ke sana sebentar lagi." "Omong-omong, kau sedang apa sih? Kau sudah berhari-hari mengutak-atik lambung kapal." Leo menyorotkan senter ke pelat dan piston perunggu langit yang tengah dia pasang pelan-pelan tapi pasti. "Perawatan rutin." Hening. Piper terlalu lihai mencium dustanya. "Leo —" "Eh, mumpung kau di situ, tolong aku. Aku gatal di sebelah —"Ya sudah, aku pergi!" Leo mengulur-ulur waktu beberapa menit lagi untuk mengencangkan penyangga. Pekerjaannya belum beres. Masih jauh dari beres, malah. Tapi, ada kemajuan. Tentu saja, Leo sudah menyiapkan landasan bagi proyek rahasianya semenjak awal merakit Argo II, tapi dia tidak bercerita kepada siapa-siapa. Dia bahkan tidak jujur kepada diri sendiri mengenai aktivitasnya ini. Tak ada yang bertahan selamanya, ayahnya pernah memberi-tahunya. Mesin yang terbaik sekalipun. Iya, oke, mungkin itu benar. Tapi, Hephaestus juga berkata: Segalanya dapat dipergunakan kembali. Leo berniat menguji teori itu. Risikonya berbahaya. Jika Leo gagal, dia bakal remuk. Bukan hanya secara emosional. Raganya juga bakal remuk. Pemikiran tersebut menyebabkan Leo merasa sesak. Dia menggeliut ke luar kolong dan kembali ke kabinnya. Lebih tepatnya ini resminya memang kabin Leo, tapi dia tidak tidur di sana. Di atas kasur, bertebaranlah kabel, paku, dan jeroan sejumlah mesin perunggu yang sudah dibongkar. Tiga Leo mendesah. "Bicara pada celanaku nih, Piper! Soalnya tanganku sibuk!" "Aku tidak mau bicara pada celanamu. Ketemu di mes, ya. Kita hampir sampai di Olympia." "Iya, oke deh. Aku ke sana sebentar lagi." "Omong-omong, kau sedang apa sih? Kau sudah berhari-hari mengutak-atik lambung kapal." Leo menyorotkan senter ke pelat dan piston perunggu langit yang tengah dia pasang pelan-pelan tapi pasti. "Perawatan rutin." Hening. Piper terlalu lihai mencium dustanya. "Leo —" "Eh, mumpung kau di situ, tolong aku. Aku gatal di sebelah —"Ya sudah, aku pergi!" Leo mengulur-ulur waktu beberapa menit lagi untuk mengencangkan penyangga. Pekerjaannya belum beres. Masih jauh dari beres, malah. Tapi, ada kemajuan. Tentu saja, Leo sudah menyiapkan landasan bagi proyek rahasianya semenjak awal merakit Argo II, tapi dia tidak bercerita kepada siapa-siapa. Dia bahkan tidak jujur kepada diri sendiri mengenai aktivitasnya ini. Tak ada yang bertahan selamanya, ayahnya pernah memberi-tahunya. Mesin yang terbaik sekalipun. Iya, oke, mungkin itu benar. Tapi, Hephaestus juga berkata: Segalanya dapat dipergunakan kembali. Leo berniat menguji teori itu. Risikonya berbahaya. Jika Leo gagal, dia bakal remuk. Bukan hanya secara emosional. Raganya juga bakal remuk. Pemikiran tersebut menyebabkan Leo merasa sesak. Dia menggeliut ke luar kolong dan kembali ke kabinnya. Lebih tepatnya ini resminya memang kabin Leo, tapi dia tidak tidur di sana. Di atas kasur, bertebaranlah kabel, paku, dan jeroan sejumlah mesin perunggu yang sudah dibongkar. Tiga

Leo memang apes. Gadis kekal super imut sedang menantinya di Ogygia, tapi dia tidak tahu caranya menyambungkan sebongkah batu bego dengan alat nagivasi berusia tiga ribu tahun. Sebagian persoalan tidak bisa diselesaikan bahkan dengan selotip. Leo menutup laci dan menguncinya. Matanya tertumbuk ke papan pengumuman di atas meja kerja, tempat dua gambar dipampang bersebelahan. Yang pertama adalah gambar lama yang Leo buat dengan krayon sewaktu umurnya tujuh tahun —diagram kapal terbang yang dia lihat dalam mimpinya. Yang kedua adalah sketsa arang yang Hazel buatkan baru-baru ini untuk dirinya. Hazel Levesque ... sungguh gadis yang hebat. Saat Leo bergabung kembali dengan kru kapal di Malta, Hazel langsung tahu bahwa hati Leo terluka. Begitu mendapat kesempatan, selepas kericuhan di Gerha Hades, Hazel berderap masuk ke kabin Leo dan berkata, "Ceritakan." Hazel pendengar yang baik. Leo menyampaikan keseluruhan cerita kepadanya. Belakangan malam itu, Hazel kembali beserta buku gambar dan pensil arangnya. "Gambarkan dia," Hazel bersikeras. "Sampai ke detail yang sekecil-kecilnya." Rasanya agak aneh, membantu Hazel membuat potret Calypso —layaknya berbicara ke juru sketsa polisi: Ya, Pak Polisi, itu dia gadis yang mencuri hati saya! Kedengarannya seperti lagu country saja. Tapi, mendeskripsikan Calypso ternyata gampang. Leo tidak bisa memejamkan mata tanpa melihat gadis itu. Kini potret dirinya balik menatap Leo dari papan pengumuman —matanya yang berbentuk buah badam, bibirnya yang ranum, rambut panjang lures yang disibakkan ke sebelah bahu gaunnya yang tak berlengan. Leo hampir bisa mencium aroma kayu manis tubuhnya. Alisnya yang dikerutkan dan mulct ci senyum kecut yang seolah berkata: Leo Valdez, kau ini sok sekali. Ya ampun, Leo naksir berat padanya! Leo memampang potret Calypso di sebelah gambar Argo II untuk mengingatkan diri sendiri bahwa mimpi kadang terwujud. Scmasa kanak- kanak, Leo bermimpi menerbangkan kapal. Pada ,akhirnya dia merakit kapal tersebut. Kini dia akan mencari cara uutuk kembali kepada Calypso. Dengung mesin kapal berubah, frekuensinya menjadi lebih rendah. Lewat pengeras suara kabin, Festus berderit dan memekik. "Iya, makasih, Sobat," kata Leo. "Aku Leo memang apes. Gadis kekal super imut sedang menantinya di Ogygia, tapi dia tidak tahu caranya menyambungkan sebongkah batu bego dengan alat nagivasi berusia tiga ribu tahun. Sebagian persoalan tidak bisa diselesaikan bahkan dengan selotip. Leo menutup laci dan menguncinya. Matanya tertumbuk ke papan pengumuman di atas meja kerja, tempat dua gambar dipampang bersebelahan. Yang pertama adalah gambar lama yang Leo buat dengan krayon sewaktu umurnya tujuh tahun —diagram kapal terbang yang dia lihat dalam mimpinya. Yang kedua adalah sketsa arang yang Hazel buatkan baru-baru ini untuk dirinya. Hazel Levesque ... sungguh gadis yang hebat. Saat Leo bergabung kembali dengan kru kapal di Malta, Hazel langsung tahu bahwa hati Leo terluka. Begitu mendapat kesempatan, selepas kericuhan di Gerha Hades, Hazel berderap masuk ke kabin Leo dan berkata, "Ceritakan." Hazel pendengar yang baik. Leo menyampaikan keseluruhan cerita kepadanya. Belakangan malam itu, Hazel kembali beserta buku gambar dan pensil arangnya. "Gambarkan dia," Hazel bersikeras. "Sampai ke detail yang sekecil-kecilnya." Rasanya agak aneh, membantu Hazel membuat potret Calypso —layaknya berbicara ke juru sketsa polisi: Ya, Pak Polisi, itu dia gadis yang mencuri hati saya! Kedengarannya seperti lagu country saja. Tapi, mendeskripsikan Calypso ternyata gampang. Leo tidak bisa memejamkan mata tanpa melihat gadis itu. Kini potret dirinya balik menatap Leo dari papan pengumuman —matanya yang berbentuk buah badam, bibirnya yang ranum, rambut panjang lures yang disibakkan ke sebelah bahu gaunnya yang tak berlengan. Leo hampir bisa mencium aroma kayu manis tubuhnya. Alisnya yang dikerutkan dan mulct ci senyum kecut yang seolah berkata: Leo Valdez, kau ini sok sekali. Ya ampun, Leo naksir berat padanya! Leo memampang potret Calypso di sebelah gambar Argo II untuk mengingatkan diri sendiri bahwa mimpi kadang terwujud. Scmasa kanak- kanak, Leo bermimpi menerbangkan kapal. Pada ,akhirnya dia merakit kapal tersebut. Kini dia akan mencari cara uutuk kembali kepada Calypso. Dengung mesin kapal berubah, frekuensinya menjadi lebih rendah. Lewat pengeras suara kabin, Festus berderit dan memekik. "Iya, makasih, Sobat," kata Leo. "Aku

Selain itu, mereka punya Buford si Meja Ajaib sebagai prajurit cadangan. Sesudah Pak Pelatih Hedge meninggalkan mereka untuk melakukan perjalanan bayangan, Leo memutuskan bahwa meja berkaki tiga tentu cocok menggantikan peran sang satir sebagai "pengawas dewasa". Leo melaminating permukaan meja Buford dengan perkamen magis yang memproyeksikan hologram Pak Pelatih Hedge mini. Hedge Mini kerap menjejak-jejak di permukaan Buford, mengucapkan hal-hal acak semisal, "HENTIKAN!" "AKAN KUBUNUH KAU!" dan yang tak kalah populer, "PAKAI BAJUMU!" Hari ini, Buford bertugas di kemudi. Jika api Festus tidak mempan menakuti monster sehingga menyingkir, hologram Hedge yang diproyeksikan oleh Buford pasti ampuh. Leo berdiri di ambang pintu mes sambil mengamati pemandangan di seputar meja makan. Jarang-jarang Leo melihat semua temannya bersama. Percy tengah memakan setumpuk besar panekuk biru (kenapa dia gemar sekali akan makanan biru sih?), sedangkan Annabeth mengomelinya karena menuang sirup kebanyakan. "Panekukmu tenggelam tuh!" protes Annabeth. "Hei, aku anak Poseidon," ujar Percy. "Aku tidak bisa tenggelam. Panekuk-ku juga." Di kiri mereka, Frank dan Hazel menggunakan mangkuk cereal untuk menindih peta Yunani. Mereka memandangi peta tersebut, kepala keduanya berdekatan. Sesekali Frank menggandeng Hazel, manic dan natural sekali —seperti pasangan yang sudah lama menikah saja—dan Hazel bahkan sama sekali tidak jengah, kemajuan besar untuk anak perempuan dari tahun 1940-an. Hingga baru-baru ini, jika seseorang mengucapkan sialan, Hazel selalu nyaris semaput. di kepala meja, Jason duduk tak nyaman dengan kaus ke atas sangkar iganya sementara Suster Piper mengganti perbannya. "Diamlah," kata Piper. "Aku tahu lukamu sakit." "Cuma dingin, kok," kata Jason. Leo bisa mendengar rasa nyeri dalam suaranya. Bilah gladius tolol itu telah menikam Jason sampai tembus. Luka masuk di punggungnya berwarna seram keunguan dan berasap. Barangkali bukan pertanda bagus. Piper berusaha untuk tetap bersikap positif, tapi diam-diam dia memberi tahu Leo betapa risau dirinya. Ambrosia, nektar, dan obat-obatan manusia biasa hanya bisa membantu sekadarnya. Luka dalam hasil sayatan perunggu langit atau emas Imperial secara harfiah dapat membuyarkan intisari demigod dari dalam ke luar. mungkin bisa membaik. Dia mengaku merasa baikan. Tapi, Piper tidak yakin. Sayang, Jason bukan automaton logam. Setidaknya jika demikian Leo bisa menggagas cara untuk menolong sahabatnya. Tapi kalau menyangkut manusia ... Leo merasa tidak berdaya. Manusia terlalu mudah rusak. Leo menyayangi teman-temannya. Dia rela berbuat apa saja demi mereka. Tapi selagi melihat mereka berenam —tiga pasangan, semua terfokus pada pacar masing- masing —Leo memikirkan peringatan dari Nemesis, sang dewi pembalasan: Kau takkan menemukan Selain itu, mereka punya Buford si Meja Ajaib sebagai prajurit cadangan. Sesudah Pak Pelatih Hedge meninggalkan mereka untuk melakukan perjalanan bayangan, Leo memutuskan bahwa meja berkaki tiga tentu cocok menggantikan peran sang satir sebagai "pengawas dewasa". Leo melaminating permukaan meja Buford dengan perkamen magis yang memproyeksikan hologram Pak Pelatih Hedge mini. Hedge Mini kerap menjejak-jejak di permukaan Buford, mengucapkan hal-hal acak semisal, "HENTIKAN!" "AKAN KUBUNUH KAU!" dan yang tak kalah populer, "PAKAI BAJUMU!" Hari ini, Buford bertugas di kemudi. Jika api Festus tidak mempan menakuti monster sehingga menyingkir, hologram Hedge yang diproyeksikan oleh Buford pasti ampuh. Leo berdiri di ambang pintu mes sambil mengamati pemandangan di seputar meja makan. Jarang-jarang Leo melihat semua temannya bersama. Percy tengah memakan setumpuk besar panekuk biru (kenapa dia gemar sekali akan makanan biru sih?), sedangkan Annabeth mengomelinya karena menuang sirup kebanyakan. "Panekukmu tenggelam tuh!" protes Annabeth. "Hei, aku anak Poseidon," ujar Percy. "Aku tidak bisa tenggelam. Panekuk-ku juga." Di kiri mereka, Frank dan Hazel menggunakan mangkuk cereal untuk menindih peta Yunani. Mereka memandangi peta tersebut, kepala keduanya berdekatan. Sesekali Frank menggandeng Hazel, manic dan natural sekali —seperti pasangan yang sudah lama menikah saja—dan Hazel bahkan sama sekali tidak jengah, kemajuan besar untuk anak perempuan dari tahun 1940-an. Hingga baru-baru ini, jika seseorang mengucapkan sialan, Hazel selalu nyaris semaput. di kepala meja, Jason duduk tak nyaman dengan kaus ke atas sangkar iganya sementara Suster Piper mengganti perbannya. "Diamlah," kata Piper. "Aku tahu lukamu sakit." "Cuma dingin, kok," kata Jason. Leo bisa mendengar rasa nyeri dalam suaranya. Bilah gladius tolol itu telah menikam Jason sampai tembus. Luka masuk di punggungnya berwarna seram keunguan dan berasap. Barangkali bukan pertanda bagus. Piper berusaha untuk tetap bersikap positif, tapi diam-diam dia memberi tahu Leo betapa risau dirinya. Ambrosia, nektar, dan obat-obatan manusia biasa hanya bisa membantu sekadarnya. Luka dalam hasil sayatan perunggu langit atau emas Imperial secara harfiah dapat membuyarkan intisari demigod dari dalam ke luar. mungkin bisa membaik. Dia mengaku merasa baikan. Tapi, Piper tidak yakin. Sayang, Jason bukan automaton logam. Setidaknya jika demikian Leo bisa menggagas cara untuk menolong sahabatnya. Tapi kalau menyangkut manusia ... Leo merasa tidak berdaya. Manusia terlalu mudah rusak. Leo menyayangi teman-temannya. Dia rela berbuat apa saja demi mereka. Tapi selagi melihat mereka berenam —tiga pasangan, semua terfokus pada pacar masing- masing —Leo memikirkan peringatan dari Nemesis, sang dewi pembalasan: Kau takkan menemukan

Tapi untuk saat ini, yang terbaik yang dapat Leo lakukan adalah mengikuti aturan lamanya: Terus bergerak. Jangan terpaku. Jangan pikirkan yang jelek-jelek. Tersenyumlah dan bercandalah sekalipun tidak ingin. Terutama ketika tidak ingin. "Apa kabar, Teman-Teman?" Dia melenggang ke dalam mes. "Asyik! Ada brownies!" Dia menyambar irisan brownies terakhir —dibuat berdasarkan resep garam laut istimewa yang mereka peroleh dari Aphros sang centaurus ikan di dasar Samudra Atlantik. Interkom berderak. Hedge Mini keluaran Buford berteriak ke pengeras suara: "PAKAI BAJUMU!" Semua orang terlompat. Hazel melonjak hingga satu setengah meter jauhnya dari Frank. Percy menumpahkan sirup ke jus jeruknya. Jason dengan canggung menurunkan kausnya yang terangkat, sedangkan Frank berubah menjadi bulldog. Piper memelototi Leo. "Kukira kau sudah menyingkirkan hologram tolol itu." "Hey, Buford Ian cuma bilang selamat pagi. Dia suka sekali hologramnya! Selain itu, kita semua merindukan Pak Pelatih. Lagi pula, Frank imut-imut waktu mewujud sebagai anjing bulldog." Frank kembali ke wujud aslinya sebagai cowok Kanada keturunan Cina yang cemberut dan bertubuh gempal. "Duduklah, Leo. Ada yang harus kita bicarakan." Leo menyempil di antara Jason dan Hazel. Dia memperkirakan merekalah yang kemungkinannya paling kecil menghajarnya kalau dia melontarkan guyonan basi. Leo menggigit brownies-nya dan menyambar sebungkus camilan Italia tak bergizi —Fonzies—untuk melengkapi sarapannya yang bergizi tidak seimbang. Leo agak-agak kecanduan jajanan itu sejak membelinya di Bologna. Jajanan itu berasa jagung dan keju, belum lagi garing —karakter kesukaannya. "Jadi ..." Jason mencondongkan badan ke depan sambil berjengit. "Kita akan tetap di udara dan menjatuhkan jangkar sedekat mungkin ke Olympia. Jaraknya terlalu jauh di daratan, lebih dari yang kusukai —kira-kira delapan kilometer—tapi kita tak punya pilihan. Menurut Juno, kita harus mencari Dewi Kemenangan dan mengekangnya." Sekeliling meja menjadi hening karena resah. Karena dinding holografis ditutupi tirai baru, mes tersebut lebih gelap dan remang-remang daripada seharusnya, tapi, mau bagaimana lagi?! Sejak kurcaci kembar Kerkopes mengorsletkan dinding, siaran langsung dari Perkemahan Blasteran sering kali kabur, digantikan oleh rekaman video kurcaci dari jarak sangat dekat — alhasil menampakkan misai merah, lubang hidung, dan gigi jelek. Gambar tersebut terutama mengganggu konsentrasi ketika kita sedang makan atau berbincang serius mengenai nasib dunia. Percy menyesap jus jeruknya yang berasa sirup. Dari ekspresi Percy, kelihatannya jus itu enak-enak saja. "Aku tidak keberatan bertarung dengan dewi sesekali, tapi bukankah Nike itu termasuk yang baik? Maksudku, aku pribadi suka kemenangan. Aku tidak pernah bosan meraup kemenangan." Annabeth mengetukkan jemarinya ke meja. "Memang kedengarannya aneh. Aku paham apa sebabnya Nike berada di Olympia — yang adalah tempat asal Olimpiade. Para peserta mengurbankan sesaji untuknya. Bangsa Yunani dan Romawi memujanya di sana selama, berapa, seribu dua ratus tahun, iya `kan?" "Sampai menjelang runtuhnya Kekaisaran Romawi," Frank mengiyakan. "Bangsa Romawi menyebutnya Viktoria. Beda nama, tapi sama saja. Semua cinta sang dewi. Siapa yang tidak suka menang? Aku tidak mengerti kenapa kita harus mengekangnya."

Jason mengerutkan kening. Uap mengepul dari luka dl bawah bajunya. "Yang aku tahu cuma Antinous si

mambang menyatakan Kemenangan sedang menggila di Olympia. Juno mewanti-wanti bahwa terkecuali kita mampu mengalahkan Dewi Kemenangan, jurang pemisah antara bangsa Yunani dan Romawi takkan bisa dijembatani." "Bagaimana caranya mengalahkan kemenangan?" Piper bertanya-tanya. "Kedengarannya seperti teka-teki yang mustahil dipecahkan." "Seperti membuat batu beterbangan," kata Leo, "atau cuma makan sebatang Fonzies." Dimasukkannya segenggam camilan itu ke mulut. Hazel mengerutkan kening. "Makanan itu bakal mem-bunuhmu." "Kau bercanda? Saking banyaknya pengawet di makanan ini, aku akan hidup selamanya. Eh, omong-omong coal Dewi Kemenangan yang populer dan hebat — Tidakkah kalian ingat anak-anaknya di Perkemahan Blasteran?" Hazel dan Frank tidak pernah ke Perkemahan Blasteran, tapi yang lain mengangguk. "Leo ada benarnya," ujar Percy. "Anak-anak di Pondok Tujuh Belas —mereka amat sangat kompetitif: Sewaktu main tangkap bendera, mereka hampir lebih sadis daripada anak-anak Ares. Jangan tersinggung ya, Frank." Frank mengangkat bahu. "Maksudmu Nike punya sisi gelap?" "Anak-anaknya jelas punya," kata Annabeth. "Mereka tidak pernah menampik tantangan. Mereka harus menjadi nomor satu dalam segalanya. Kalau ibu mereka sebernafsu itu ..." "Waduh." Piper menumpukan tangan ke meja, seakan-akan kapal sedang oleng. "Teman-Teman, semua dewa terombang- ambing antara kepribadian Yunani dan Romawi mereka, kan? kalau Nike seperti itu, sedangkan dia Dewi Kemenangan —" "Dia bakal tercabik-cabik dilema," kata Annabeth. "Dia pasti salah satu pihak menang supaya dia bisa menyatakan diri bagai pemenang. Secara harfiah, dia bertarung dengan diri tidiri." Hazel menyikut mangkuk serealnya di atas peta Yunani. "Tapi, kita tidak menginginkan kemenangan salah satu pihak. Kita harus ilicmpersatukan Yunani dan Romawi di tim yang sama." "Mungkin itulah masalahnya," ujar Jason. "Jika Dewi Kemenangan menggila, terombang-ambing antara kepribadian Yunani dengan Romawi, dia barangkali akan menjadikan kedua kubu mustahil dipersatukan." "Jadi, bagaimana?" tanya Leo. "Mau lempar perang isu di Twitter?" Percy menusuk panekuknya. "Mungkin Nike sama seperti Ares. Dewa itu bisa menyulut pertengkaran hanya dengan berjalan masuk ke ruangan penuh sesak. Kalau Nike memancarkan aura kompetitif atau semacamnya, dia bisa semakin menyulut perselisihan antara Yunani- Romawi." Frank menunjuk Percy. "Kau ingat Dewa Laut Tua di Atlanta —Phorcys? Dia bilang rencana Gaea selalu berlapis-lapis. Mungkin ini merupakan bagian dari strategi para raksasa —buat kedua kubu tetap terpisah; buat dewa-dewi tetap terpisah. Kalau betul begitu, kita tidak boleh membiarkan Nike mengadu kita. Kita harus mendaratkan tim berjumlah empat orang —dua Yunani, dua Romawi. Keseimbangan itu mungkin bisa membantu menyeimbangkan Nike." Selagi mendengarkan Zhang, Leo lagi-lagi terpana. Dia tidak percaya betapa banyaknya Frank berubah beberapa pekan belakangan ini.

Frank tidak semata-mata bertambah tinggi dan kekar. Dia kini lebih percaya diri, lebih siap mengemban tampuk kepemimpinan. Mungkin karena kayu bakar ajaib tambatan hidupnya tersimpan aman dalam kantong kedap api, atau mungkin karena dia sempat mengomandoi legiun zombie dan telah dipromosikan menjadi praetor. Apa pun sebabnya, Leo kesulitan menganggapnya sebagai Frank yang dulu, Frank si ceroboh yang pernah mewujud sebagai iguana demi keluar dari borgol Cina. "Kurasa Frank benar," kata Annabeth. "Regu beranggotakan empat orang. Kita harus hati-hati memilih orang. Jangan sampai kita menyebabkan sang dewi semakin semakin tidak stabil." "Aku ikut," ujar Piper. "Aku bisa coba charmspeak." Kerut-kerut pertanda kekhawatiran bertambah dalam di seputar mata Annabeth. "Kali ini jangan, Piper. Esensi Nike adalah kompetisi. Aphrodite ... nah, dia juga sama, dengan caranya sendiri. Menurutku Nike bisa-bisa menganggapmu sebagai ancaman." Dahulu, Leo barangkali akan

berkelakar soal itu. Piper? Ancaman di sebelah mananya? Cewek itu tak ubahnya saudari Leo sendiri, tapi apabila dia butuh bantuan untuk menghajar geng preman atau mengekang Dewi Kemenangan, Piper bukanlah orang pertama yang akan dia mintai tolong. Tapi, baru-baru ini iya sih, Piper barangkali tidak berubah sedrastis dan segamblang Frank, tapi gadis itu sudah berubah. Dia sempat menikam dada Khione, sang Dewi Salju. Dia telah mengalahkan kaum Boread. Dia telah mengusir sekawanan harpy liar dengan tebasan senjata tajamnya seorang diri. Terkait charmspeak-nya, saking perkasanya Piper sekarang, Leo jadi gugup. Kalau Piper menyuruh Leo makan sayuran, dia sangat mungkin menurut. Ucapan Annabeth sepertinya tidak menyinggung gadis itu. Piper semata-mata mengangguk dan menelaah kelompok mereka. Kalau begitu, siapa yang harus turun?" "Jason dan Percy tidak boleh pergi bersama-sama," kata Annabeth. "Jupiter dan Poseidon —kombinasi jelek. Nike dapat dengan mudah menyulut perkelahian antara kalian berdua." Percy melempar senyum kecil kepada Annabeth. "Iya, jangan sampai insiden di Kansas terjadi lagi. Bisa-bisa aku menewaskan sobatku, Jason." "Atau bisa-bisa aku menewaskan sobatku, Percy," tukas Jason ramah. "Benar kataku?!" kata Annabeth. "Kita juga tidak boleh mengutus Frank dan aku bersama-sama. Mars dan Athena —perpaduan yang sama jeleknya." "Oke." Leo angkat bicara. "Jadi, Percy dan aku mewakili Yunani. Frank dan Hazel mewakili Romawi. Itu tim impian yang paling tidak kompetitif sepanjang masa, lan?!" Annabeth dan Frank bertukar pandang serius. "Bisa berhasil," Frank memutuskan. "Maksudku, tiada kombinasi yang sempurna, tapi Poseidon, Hephaestus, Pluto, Mars aku tidak melihat permusuhan sengit antara mereka." Hazel menelusurkan jari di permukaan peta Yunani. "Aku masih berharap kalau saja kita bisa melalui Teluk Corinthia. Aku ingin kita berkunjung ke Delphi, barangkali minta nasihat sekalian. Lagi pula, mengitari Peloponnese menambah jauh perjalanan." "Iya." Hati Leo mencelos ketika dia melihat betapa panjang garis pantai yang masih harus mereka susuri. "Sekarang sudah 22 Juli. Dihitung dari hari ini, tinggal sepuluh hari lagi —" "Aku tahu," kata Jason. "Tapi, perkataan Juno j etas. Rute yang lebih pendek sama artinya dengan bunuh diri."

"Sedangkan Delphi ..." Piper mencondongkan badan ke dekat peta. Bulu harpy biru di rambutnya terayun-ayun seperti pendulum. "Ada apa di sana? Kalau Apollo tidak punya Oracle lagi ..." Percy mendengus. "Barangkali gara-gara si Octavian yang menyebalkan itu. Mungkin sakingpayahnya dia dalam meramalkan masa depan, Octavian merusakkan kesaktian Apollo." Jason tersenyum tipis, sekalipun matanya buram karena kesakitan. "Mudah-mudahan kita bisa menemukan Apollo dan Artemis. Kemudian kau bisa bertanya sendiri padanya. Juno bilang si kembar mungkin bersedia menolong kita." "Banyak pertanyaan yang tak terjawab," gumam Frank. "Jarak ke Athena masih ribuan mil jauhnya." "Kita selesaikan dulu masalah yang sudah di depan mata," kata Annabeth. "Kahan harus menemukan Nike dan mencari tahu caranya mengekang dewi itu apa pun maksud Juno. Aku masih tidak mengerti caranya mengalahkan dewi yang mengendalikan kemenangan. Sepertinya mustahil" Leo mulai cengar- cengir. Dia tidak bisa menahan did. Memang, mereka hanya punya waktu sepuluh hari untuk mencegah para raksasa membangunkan Gaea. Memang, dia bisa saja sudah mati sebelum jam makan malam. Tapi, Leo suka sekali diberi tahu bahwa sesuatu itu mustahil. Rasanya seperti diberi pai lemon dan dilarang melemparkan pai itu. Leo semata-mata tidak sanggup menolak tantangan tersebut. "Kita lihat saja nanti." Dia pun berdiri. "Biar kuambil koleksi granatku dulu. Nanti akan kususul kalian di geladak!"[]