BAB LIMA BELAS NICO

BAB LIMA BELAS NICO

SERIGALA?" TANYA REYNA. Mereka sedang menyantap makan malam dari kafe pinggir jalan dekat sana. Walaupun Hades memperingatkan agar mereka bergegas, Nico mendapati bahwa tak banyak yang berubah di perkemahan. Reyna baru bangun. Athena Parthenos masih terbaring menyamping di atas kuil. Pak Pelatih Hedge sedang menghibur beberapa warga lokal dengan tap dancing dan peragaan bela diri, sesekali menyanyi ke megafonnya, walaupun tampaknya tak seorang pun memahami perkataannya. Nico berharap kalau saja sang pelatih tidak membawa megafon itu. Selain gaduh dan norak, entah apa sebabnya megafon itu terkadang menyemburkan sembarang kalimat yang diucapkan Darth Vader dalam Star Wars atau meneriakkan, "SAPI SUARANYA MOO!" Sementara mereka bertiga duduk di hamparan rumput untuk makan, Reyna tampak waspada dan sudah segar. Gadis itu dan Pak Pelatih Hedge mendengarkan saat Nico memaparkan mimpinya,

lalu pertemuan dengan Hades di Kapel Tulang. Nico sengaja menyembunyikan satu-dua hal pribadi dari perbincangan dengan ayahnya, meskipun dia menangkap bahwa Reyna tahu banyak mengenai sukarnya bergulat dengan perasaan sendiri. Ketika Nico menyebut-nyebut tentang Orion dan para serigala yang konon sedang dalam perjalanan, Reyna mengernyitkan dahi. "Sebagian besar serigala bersahabat terhadap orang Romawi,” katanya. "Aku tidak pernah mendengar cerita tentang Orion yang disertai

kawanan pemburu." Nico menghabiskan roti isi hamnya. Dia memandangi piring berisi kue dan terkejut karena mendapati dirinya masih bernafsu makan. "Barangkali cuma kiasan: waktumu tinggal sedikit sekali sebelum serigala-serigala itu tiba. Mungkin yang Hades maksud bukan serigala secara harfiah. Pokoknya, kita harus pergi sesegera mungkin ketika sudah cukup remang-remang." Pak Pelatih Hedge menjejalkan seeksemplar majalah peng-gemar senjata ke tasnya. "Satu-satunya masalah, Athena Parthenos masih sembilan meter di udara. Pasti asyik kalau harus menggotong kalian dan barang-barang kalian ke puncak kuil itu." Nico mencicipi kue. Wanita di kafe menyebutnya fartura. Jajanan itu mirip donat spiral dan rasanya lezat —perpaduan cita rasa renyah, manic, dan bermenteganya pas, tapi ketika Nico pertama kali mendengarfartura, dia tahu Percy bakal menjadikan nama itu olok-olok. Fartura?

Percy mungkin akan berkata. Kok namanya mirip fart —kentut—ye Semakin bertambah usia Nico, semakin Percy terkesan kekanak-kanakan baginya, meskipun Percy tiga tahun lebih tua. Menurut Nico, selera humor Percy menggemaskan sekaligus menyebalkan. Dia memutuskan untuk berkonsentasi pada bagian yang menyebalkan. Ada juga saat-saat ketika Percy serius sekali: mendongak ke arah Nico dari jurang di Roma: Sisi yang sebelah lagi, Nico! Pandu mereka ke sana. Betjanjilah padaku! Dan Nico memang sudah berjanji. Sewaktu itu, bahwa dirinya benci Percy Jackson terkesan tidak penting. Nico akan berbuat apa saja demi Percy. Dia membenci dirinya sendiri karena itu. Suara Reyna menyentakkan Nico dari lamunannya. "Akankah Perkemahan Blasteran menunggu sampai 1 Agustus, atau akankah mereka menyerang?" "Kita hams berharap bahwa mereka mau menunggu," ujar Nico. "Kita tidak bisa aku tidak bisa mengembalikan patung lebih cepat lagi." Bahkan dengan kecepatan yang sekarang, ayahku kira aku bisa saja mati. Nico merahasiakan pemikiran itu. Dia berharap kalau saja Hazel bersamanya. Bersama-sama mereka sempat mengeluarkan seluruh kru Argo II dad Gerha Hades dengan perjalanan bayangan. Ketika mereka berbagi kekuatan, Nico merasa bahwa apa pun mungkin. Perjalanan ke Perkemahan Blasteran bisa saja dicapai dengan waktu tempuh setengahnya. Lagi pula, kata-kata Hades mengenai matinya salah seorang awak menyebabkan Nico merinding. Dia tidak boleh kehilangan Hazel. Jangan sampai saudarinya meninggal lagi. Tidak lagi. Pak Pelatih Hedge mendongak selepas menghitung uang receh dalam topi bisbol. "Kau yakin Clarisse bilang Mellie baik-baik saja?" "Ya, Pak Pelatih. Clarisse menjaga istri Bapak baik-baik." "Syukurlah. Aku tidak suka perkataan Grover mengenai Gaea yang berbisik-bisik kepada para peri dan dryad. Jika roh-roh alam menjadi jahat akibatnya tidak bagus?

Nico tidak pernah mendengar terjadinya hal semacam itu. Tapi tentu saja, sepanjang sejarah umat manusia, Gaea belum pernah terbangun. Reyna menggigit kue. Baju rantainya berkilat-kilat diterpa sinar matahari siang. "Aku penasaran soal serigala-serigala itu Mungkinkah kita keliru memahami pesan ayahmu? Dewi Lupa sudah lama bungkam. Mungkin dia mengirimi kita bantuan. Para serigala bisa Baja diutus olehnya —untuk melindungi kita dari Orion dan anak buahnya." Perasaan penuh harap dalam suara Reyna lirih sekali. Nico memutuskan untuk tidak membuyarkan sentimen tersebut. "Mungkin," katanya. "Tapi, bukankah Lupa tengah sibuk gara-gara perang antar-kubu? Kukira dia mengirimkan serigala untuk membantu legiunmu." Reyna menggelengkan kepala. "Serigala bukan petarung garis depan. Menurutku Lupa takkan membantu Octavian. Serigala-serigala Lupa mungkin saja berpatroli di Perkemahan Jupiter, mempertahankannya selagi legiun tidak ada, tapi aku tidak tahu pasti ..." Gadis itu menyilangkan pergelangan kakinya dan berkilat-kilatlah ujung besi sepatu bot tempurnya. Nico mencamkan untuk tidak beradu tendang dengan legiunari Romawi. "Satu lagi," kata Renya. "Aku belum bisa menghubungi kakakku, Hylla. Aku jadi resah karena Para serigala dan kaum Amazon sama-sama membisu. Kalau sesuatu terjadi di Pantai Barat Aku khawatir harapan kedua kubu bergantung pada kita. Kita harus mengembalikan patung secepatnya. Artinya beban terberat berada di pundakmu, Putra Hades." Nico mencoba menelan rasa pahit di mulutnya. Dia tidak marah pada Reyna. Dia lumayan menyukai Reyna. Tapi, Nico sudah sering sekali diseru untuk mengerjakan tugas yang mustahil. Biasanya, begitu dia merampungkan tugas, Nico serta-merta dilupakan. Dia teringat betapa ramah anak- anak Perkemahan Blasteran padanya sesudah perang melawan Kronos. Kerja bagus, Nico! Makasih sudah membawakan pasukan dari Dunia Bawah untuk menyelamatkan kami! Semua orang tersenyum. Mereka semua mengundangnya duduk di meja mereka. Setelah sekitar sepekan, sambutan untuknya Nico tidak pernah mendengar terjadinya hal semacam itu. Tapi tentu saja, sepanjang sejarah umat manusia, Gaea belum pernah terbangun. Reyna menggigit kue. Baju rantainya berkilat-kilat diterpa sinar matahari siang. "Aku penasaran soal serigala-serigala itu Mungkinkah kita keliru memahami pesan ayahmu? Dewi Lupa sudah lama bungkam. Mungkin dia mengirimi kita bantuan. Para serigala bisa Baja diutus olehnya —untuk melindungi kita dari Orion dan anak buahnya." Perasaan penuh harap dalam suara Reyna lirih sekali. Nico memutuskan untuk tidak membuyarkan sentimen tersebut. "Mungkin," katanya. "Tapi, bukankah Lupa tengah sibuk gara-gara perang antar-kubu? Kukira dia mengirimkan serigala untuk membantu legiunmu." Reyna menggelengkan kepala. "Serigala bukan petarung garis depan. Menurutku Lupa takkan membantu Octavian. Serigala-serigala Lupa mungkin saja berpatroli di Perkemahan Jupiter, mempertahankannya selagi legiun tidak ada, tapi aku tidak tahu pasti ..." Gadis itu menyilangkan pergelangan kakinya dan berkilat-kilatlah ujung besi sepatu bot tempurnya. Nico mencamkan untuk tidak beradu tendang dengan legiunari Romawi. "Satu lagi," kata Renya. "Aku belum bisa menghubungi kakakku, Hylla. Aku jadi resah karena Para serigala dan kaum Amazon sama-sama membisu. Kalau sesuatu terjadi di Pantai Barat Aku khawatir harapan kedua kubu bergantung pada kita. Kita harus mengembalikan patung secepatnya. Artinya beban terberat berada di pundakmu, Putra Hades." Nico mencoba menelan rasa pahit di mulutnya. Dia tidak marah pada Reyna. Dia lumayan menyukai Reyna. Tapi, Nico sudah sering sekali diseru untuk mengerjakan tugas yang mustahil. Biasanya, begitu dia merampungkan tugas, Nico serta-merta dilupakan. Dia teringat betapa ramah anak- anak Perkemahan Blasteran padanya sesudah perang melawan Kronos. Kerja bagus, Nico! Makasih sudah membawakan pasukan dari Dunia Bawah untuk menyelamatkan kami! Semua orang tersenyum. Mereka semua mengundangnya duduk di meja mereka. Setelah sekitar sepekan, sambutan untuknya

lengan, empat kaki. Konon, manusia gabungan ini teramat perkasa sehingga meresahkan dewa-dewi, alhasil Zeus membelah mereka jadi dua —lelaki dan perempuan. Sejak saat itu, manusia merasa tidak utuh. Mereka menghabiskan seumur hidup mencari belahan mereka. Lalu, aku bagaimana? Nico membatin. Itu bukan cerita favoritnya. Dia ingin membenci Annabeth, tapi tidak bisa. Gadis itu sudah menyengaja untuk berterima kasih padanya di Epirus. Annabeth tulus dan sungguh-sungguh. Dia tidak pernah mengabaikan atau menghindari Nico seperti kebanyakan orang. Kenapa Annabeth bukan orang yang kejam? Lebih mudah jika begitu. Favonius, sang Dewa Angin telah mewanti-wantinya di Kroasia: jika kau membiarkan amarah menguasaimu maka nasibmu akan lebih menyedihkan daripada aku. Tapi, mana mungkin nasib Nico tidak menyedihkan? Sekalipun dia selamat dari mini ini, Nico harus meninggalkan kedua perkemahan selamanya. Hanya dengan cara itulah dia dapat menemukan kedamaian. Dia berharap andai saja ada opsi lain —pilihan yang tidak memedihkannya seperti air Phlegethon —tapi dia tidak melihat opsi yang semacam itu. Reyna mengamat-amati Nico, barangkali berusaha membaca isi pikirannya. Gadis itu melirik tangannya dan Nico pun tersadar bahwa dia sedang memutar-mutar cincin tengkorak peraknya —hadiah pemberian Bianca yang terakhir. "Nico, bagaimana kami bisa membantumu?" tanya Reyna. Lagi-lagi pertanyaan yang tidak biasa Nico dengar. "Aku tidak tahu pasti," Nico mengakui. "Kahan sudah membiarkanku beristirahat selama mungkin. Itu penting. Barangkali kau bisa meminjamiku kekuatan lagi. Lompatan berikutnya akan menjadi yang terjauh. Aku harus mengerahkan tenaga yang mencukupi untuk mengantar kita ke seberang Samudra Atlantik." "Kau pasti berhasil," Reyna menjamin. "Begitu kembali ke Amerika Serikat, kita semestinya bakal menjumpai lebih sedikit monster. Aku bahkan mungkin saja minta bantuan dari pensiunan legiunari di pesisir timur. Mereka berkewajiban membantu demigod Romawi mana saja yang menghubungi mereka." Hedge mendengus. "Itu kalau. Octavian belum memenangi dukungan mereka. Jika demikian, bisa-bisa kau ditangkap karena berkhianat." "Pak Pelatih," tegur Reyna, "tidak membantu, tahu." "Hei, aku cuma bicara apa adanya. Aku pribadi berharap kita bisa menginap di Evora lebih lama. Makanan enak, uang berlimpah, dan sejauh ini tiada tanda-tanda serigala, baik yang kiasan maupun yang —" Kedua anjing Reyna berdiri mendadak. Di kejauhan, lolongan merobek udara. Sebelum Nico sempat berdiri, serigala bermunculan dari segala arah —binatang hitam besar berlompatan dari atap, mengepung perkemahan mereka. Yang terbesar di antara mereka berjingkat-jingkat ke depan. Si serigala alfa berdiri dengan kaki belakang dan mulai lengan, empat kaki. Konon, manusia gabungan ini teramat perkasa sehingga meresahkan dewa-dewi, alhasil Zeus membelah mereka jadi dua —lelaki dan perempuan. Sejak saat itu, manusia merasa tidak utuh. Mereka menghabiskan seumur hidup mencari belahan mereka. Lalu, aku bagaimana? Nico membatin. Itu bukan cerita favoritnya. Dia ingin membenci Annabeth, tapi tidak bisa. Gadis itu sudah menyengaja untuk berterima kasih padanya di Epirus. Annabeth tulus dan sungguh-sungguh. Dia tidak pernah mengabaikan atau menghindari Nico seperti kebanyakan orang. Kenapa Annabeth bukan orang yang kejam? Lebih mudah jika begitu. Favonius, sang Dewa Angin telah mewanti-wantinya di Kroasia: jika kau membiarkan amarah menguasaimu maka nasibmu akan lebih menyedihkan daripada aku. Tapi, mana mungkin nasib Nico tidak menyedihkan? Sekalipun dia selamat dari mini ini, Nico harus meninggalkan kedua perkemahan selamanya. Hanya dengan cara itulah dia dapat menemukan kedamaian. Dia berharap andai saja ada opsi lain —pilihan yang tidak memedihkannya seperti air Phlegethon —tapi dia tidak melihat opsi yang semacam itu. Reyna mengamat-amati Nico, barangkali berusaha membaca isi pikirannya. Gadis itu melirik tangannya dan Nico pun tersadar bahwa dia sedang memutar-mutar cincin tengkorak peraknya —hadiah pemberian Bianca yang terakhir. "Nico, bagaimana kami bisa membantumu?" tanya Reyna. Lagi-lagi pertanyaan yang tidak biasa Nico dengar. "Aku tidak tahu pasti," Nico mengakui. "Kahan sudah membiarkanku beristirahat selama mungkin. Itu penting. Barangkali kau bisa meminjamiku kekuatan lagi. Lompatan berikutnya akan menjadi yang terjauh. Aku harus mengerahkan tenaga yang mencukupi untuk mengantar kita ke seberang Samudra Atlantik." "Kau pasti berhasil," Reyna menjamin. "Begitu kembali ke Amerika Serikat, kita semestinya bakal menjumpai lebih sedikit monster. Aku bahkan mungkin saja minta bantuan dari pensiunan legiunari di pesisir timur. Mereka berkewajiban membantu demigod Romawi mana saja yang menghubungi mereka." Hedge mendengus. "Itu kalau. Octavian belum memenangi dukungan mereka. Jika demikian, bisa-bisa kau ditangkap karena berkhianat." "Pak Pelatih," tegur Reyna, "tidak membantu, tahu." "Hei, aku cuma bicara apa adanya. Aku pribadi berharap kita bisa menginap di Evora lebih lama. Makanan enak, uang berlimpah, dan sejauh ini tiada tanda-tanda serigala, baik yang kiasan maupun yang —" Kedua anjing Reyna berdiri mendadak. Di kejauhan, lolongan merobek udara. Sebelum Nico sempat berdiri, serigala bermunculan dari segala arah —binatang hitam besar berlompatan dari atap, mengepung perkemahan mereka. Yang terbesar di antara mereka berjingkat-jingkat ke depan. Si serigala alfa berdiri dengan kaki belakang dan mulai