BAB DUA PULUH DUA REYNA

BAB DUA PULUH DUA REYNA

JAWABAN DATANG KE BENAKNYA SEBELUM dia sadar sepenuhnya. Inisial pada plang di Barrachina: HPDN. "Tidak lucu," Reyna berkomat-kamit sendiri. "Tidak lucu sama sekali." Bertahun-tahun silam, Lupa mengajarinya cara tidur-tidur ayam, alhasil dia selalu bangun dalam keadaan segar dan siap menyerang. Kini, sementara indranya pulih kembali, dia menaksir situasinya. Karung masih membungkus kepalanya, tapi sepertinya tidak dikencangkan di seputar lehernya. Reyna diikat ke kursi keras —kayu, berdasarkan teksturnya. Tambang terasa erat di tulang iganya. Tangannya ditalikan ke belakang, tapi kakinya bebas di bagian pergelangan. Entah penangkapnya ceroboh, atau mereka tidak menduga Reyna bakal bangun secepat itu. Reyna menggoyang-goyangkan jemari tangan dan kakinya. Apa pun obat bius yang mereka gunakan, efeknya sudah hilang.

Di suatu tempat di depannya, langkah kaki bergema di koridor. Bunyi tersebut semakin dekat. Reyna membiarkan otot ototnya melemas. Disandarkannya dagu ke dada. Kunci diputar. Pintu berderit terbuka. Dinilai dari akustiknya Reyna berada dalam ruangan kecil berdinding bata atau beton mungkin ruang bawah tanah atau sel. Satu orang memasuk ruangan. Reyna memperhitungkan jarak. Tidak lebih dari satu setengah meter. Dia menerjang ke depan, berputar sehingga kaki kursinya menabrak tubuh

penawannya. Benturan tersebut mematahkan kursi. Penawannya jatuh sambil mengerang kesakitan. Teriakan dari koridor. Semakin banyak langkah kaki. Reyna menggoyangkan karung hingga terlepas dari kepalanya Dia berguling ke belakang, menarik tangannya yang terikat ke bawah kakinya sehingga lengannya kini berada di depan. Penangkapnya —seorang gadis remaja berpakaian kamuflase abu-abu— tergolek linglung di lantai, sebilah pisau di sabuknya. Reyna menyambar pisau dan menduduki gadis itu, menodongkan bilah senjata ke leher penawannya. Tiga orang gadis lain menyesaki ambang pintu. Duo menghunus pisau. Yang ketiga memasang panah di busurnya. Sekejap, semuanya mematung. Arteri karotid tawanan Reyna berdenyut-denyut di bawah bilah pisau. Dengan bijak, gadis itu tidak coba-coba bergerak. Reyna merunut sejumlah skenario untuk menaklukkan tiga orang di ambang pintu. Mereka semua mengenakan kaus kamuflase abu-abu, jinn hitam pudar, sepatu olahraga hitam, dan sabuk serbaguna seperti hendak berkemah atau naik gunung atau berburu. "Kalian Pemburu Artemis," Reyna tersadar. . "Santai," kata gadis yang membawa busur. Rambut merahnya dicukur di samping, panjang di atas. Dia berperawakan bak pegulat profesional. "Kau salah tangkap." Gadis di lantai mengernbuskan napas, tapi Reyna tahu trik itu —berusaha melonggarkan pegangan musuh. Reyna menodongkan pisau semakin rapat ke leher gadis itu. "Kalian yang salah tangkap," ujar Reyna, "kalau kalian pikir bisa menyerang dan menawanku. Di mana teman-temanku?" "Tidak terluka, tepat di tempat kau meninggalkan mereka," janji gadis berambut merah. "Sudahlah, kami bertiga dan tanganmu terikat." "Kau benar," geram Reyna. "Panggil enam orang lagi dan kemudian perkelahian mungkin baru berimbang. Aku menuntut bertemu dengan letnan kalian, Thalia Grace." Gadis berambut merah mengerjapkan mata. Rekan-rekannya mencengkeram pisau mereka dengan gelisah. Di lantai, tawanan Reyna mulai gemetaran. Reyna mengira dia kejang. Lantas dia menyadari bahwa gadis itu tertawa. "Ada yang lucu?" tanya Reyna. Suara gadis itu hanya berupa bisikan parau. "Jason memberi-tahuku bahwa kau jago. Dia tidak mengatakan sejago apa." Reyna memfokuskan perhatian pada tawanannya secara lebih saksama. Gadis itu berumur sekitar enam belas tahun, berambut hitam berpotongan tak rata, dan bermata biru cemerlang. Mahkota berbentuk bulatan perak melingkar di dahinya. "Kau Thalia?" "Dan aku akan dengan senang hati menjelaskan," kata Thalia, "asalkan kau berbaik hati tidak mengiris leherku." . Para Pemburu membimbing Reyna melalui koridor-koridor serumit labirin. Dinding terbuat dari beton yang dicat hijau tentara, tidak berjendela. Satu-satunya penerangan berasal da ri lampu neon redup tiap selang enam meter. Lorong meliuk-liuk, berbelok, dan memutar balik, tapi si Pemburu berambut merah, Phoebe, memandu perjalanan. Dia sepertinya tahu hendak menuju ke mana. Thalia Grace terpincang- pincang sambil memegangi tulang iganya yang Reyna tabrak dengan kursi. Sang Pemburu pasti kesakitan, tapi matanya berbinar-binar geli. "Aku lagi-lagi minta maaf karena sudah menculikmu." Thalia kedengarannya tidak terlalu menyesal. "Markas ini rahasia. Kaum Amazon punya protokol tertentu —" "Kaum Amazon. Kau bekerja untuk mereka?" "Dengan mereka," ralat Thalia. "Kami menjalin kesepahaman. Terkadang kaum Amazon menembuskan rekrut kepada kam. Terkadang, apabila kami menjumpai anak perempuan yang tida ingin menjadi perawan selamanya, kami kirimkan mereka kepad kaum Amazon. Kaum Amazon tidak menandatangani sumpah semacam itu." Salah seorang Pemburu lain mendengus muak. "Memelihara budak laki-laki yang dibelenggu di kerah dan berseragam jingga terusan. Mending memelihara sekawanan anjing." "Lelaki mereka bukan budak, Celyn," tegur Thalia. "Semata

mata pembantu yang patuh." Dia melirik Reyna. "Kaum Amazon dan Pemburu tidak selalu sepakat dalam segala hal, tapi sejak Gaea pelan-pelan terbangun, kami telah bekerja sama erat. Karena Perkemahan Jupiter dan Perkemahan Blasteran sedang bersitegang singkat kata, harus ada yang meladeni monster-monster. Pasukan kami tersebar ke sepenjuru benua." . Reyna memijat-mijat bekas tali di pergelangan tangannya. "Kukira kau memberi tahu Jason bahwa kau tidak tahu apa-apa tentang Perkemahan Jupiter." "Waktu itu kami memang tidak tahu. Tapi masa-masa itu telah berlalu, berkat siasat Hera." Ekspresi Thalia berubah menjadi serius. "Bagaimana kabar adikku?" "Ketika aku meninggalkannya di Epirus, dia baik-baik saja." Reyna menyampaikan yang dia tahu kepada Thalia. Reyna berpendapat bahwa mata Thalia menggentarkan: biru elektrik, tajam, dan awas, teramat menyerupai Jason. Selain itu, kakak-beradik tersebut sama sekali tidak mirip. Rambut Thalia berwarna gelap dan berpotongan tidak rata. Celana jinsnya robek-robek, dipeniti di mana-mana. Dia mengenakan rantai logam di seputar leher dan pergelangan kakinya, sedangkan baju kamuflase kelabunya dipasangi pin yang bertuliskan HIDUP PUNK. MATI KAU. Reyna selalu menganggap Jason Grace sebagai pemuda Amerika teladan. Thalia lebih mirip gadis yang merampok pemuda Amerika teladan di gang sambil menodongkan pisau. "Kuharap dia masih baik-baik saja," Thalia membatin. "Beberapa malam lalu aku memimpikan ibu kami. Mimpi itu tidak menyenangkan. Kemudian aku mendapatkan pesan dari Nico lewat mimpiku —bahwa Orion memburu kalian. Itu malah lebih tidak menyenangkan lagi." "Itulah sebabnya kalian di sini. Kau mendapat pesan Nico." "Wah, kami tidak buru-buru ke Puerto Rico untuk liburan. Ini adalah salah satu markas kaum Amazon yang paling aman. Kami bertaruh bahwa kami bakal bisa mencegat kalian." "Mencegat kami caranya bagaimana? Untuk apa?" Di depan mereka, Phoebe berhenti. Koridor dibuntu oleh sepasang pintu logam. Phoebe mengetuk pintu itu dengan pangkal pisaunya —serangkaian ketukan seperti kode Morse. . Thalia mengurut-urut iganya yang memar. "Aku harus meninggalkanmu di sini. Para Pemburu berpatroli di kota tua, berjaga kalau-kalau Orion datang. Aku harus kembali ke baris depan." Dia mengulurkan tangan penuh harap. "Tolong, bisa kembalikan pisauku?" Reyna mengembalikan pisau tersebut. "Bagaimana dengan senjataku sendiri?" "Senjatamu akan dikembalikan sewaktu kau meninggalkan tempat ini. Aku tahu kesannya konyol —menculik dan menutup matamu dan sebagainya—tapi kaum Amazon menyikapi perkara keamanan secara serius. Bulan lalu mereka mengalami insiden di markas pusat mereka di Seattle. Mungkin kau sudah dengar. Seorang gadis bernama Hazel Levesque mencuri seekor kuda." Celyn sang Pemburu menyeringai. "Naomi dan aku melihat rekaman video keamanannya. Hebat sekali." "Keren," Pemburu ketiga sepakat. "Pokoknya," kata Thalia, "kami mengawasi Nico dan sang satin Laki-laki tak berizin tidak diperbolehkan dekat-dekat dengan tempat ini, tapi kami meninggalkan pesan untuk mereka, supaya mereka tidak khawatir." Dari sabuknya, Thalia mengambil kertas yang terlipat. Dia menyerahkan kertas tersebut kepada Reyna. Isinya berupa fotokopi dari pesan bertulis tangan: Kami pinjam praetor Romawi. Dia akan dikembalikan dengan selamat. Duduk yang manis. Kalau tidak, akan kami bunuh kalian. XOX, Pemburu Artemis Reyna mengembalikan surat itu. "Bagus. Mereka tentu takkan khawatir sama sekali." Phoebe menyeringai. "Tidak apa-apa. Aku sudah menutupi Athena Parthenos kalian dengan jaring kamuflase baru rancanganku. Jaring itu semestinya bisa mencegah monster —bahkan Orion—menemukannya. Lagi mata pembantu yang patuh." Dia melirik Reyna. "Kaum Amazon dan Pemburu tidak selalu sepakat dalam segala hal, tapi sejak Gaea pelan-pelan terbangun, kami telah bekerja sama erat. Karena Perkemahan Jupiter dan Perkemahan Blasteran sedang bersitegang singkat kata, harus ada yang meladeni monster-monster. Pasukan kami tersebar ke sepenjuru benua." . Reyna memijat-mijat bekas tali di pergelangan tangannya. "Kukira kau memberi tahu Jason bahwa kau tidak tahu apa-apa tentang Perkemahan Jupiter." "Waktu itu kami memang tidak tahu. Tapi masa-masa itu telah berlalu, berkat siasat Hera." Ekspresi Thalia berubah menjadi serius. "Bagaimana kabar adikku?" "Ketika aku meninggalkannya di Epirus, dia baik-baik saja." Reyna menyampaikan yang dia tahu kepada Thalia. Reyna berpendapat bahwa mata Thalia menggentarkan: biru elektrik, tajam, dan awas, teramat menyerupai Jason. Selain itu, kakak-beradik tersebut sama sekali tidak mirip. Rambut Thalia berwarna gelap dan berpotongan tidak rata. Celana jinsnya robek-robek, dipeniti di mana-mana. Dia mengenakan rantai logam di seputar leher dan pergelangan kakinya, sedangkan baju kamuflase kelabunya dipasangi pin yang bertuliskan HIDUP PUNK. MATI KAU. Reyna selalu menganggap Jason Grace sebagai pemuda Amerika teladan. Thalia lebih mirip gadis yang merampok pemuda Amerika teladan di gang sambil menodongkan pisau. "Kuharap dia masih baik-baik saja," Thalia membatin. "Beberapa malam lalu aku memimpikan ibu kami. Mimpi itu tidak menyenangkan. Kemudian aku mendapatkan pesan dari Nico lewat mimpiku —bahwa Orion memburu kalian. Itu malah lebih tidak menyenangkan lagi." "Itulah sebabnya kalian di sini. Kau mendapat pesan Nico." "Wah, kami tidak buru-buru ke Puerto Rico untuk liburan. Ini adalah salah satu markas kaum Amazon yang paling aman. Kami bertaruh bahwa kami bakal bisa mencegat kalian." "Mencegat kami caranya bagaimana? Untuk apa?" Di depan mereka, Phoebe berhenti. Koridor dibuntu oleh sepasang pintu logam. Phoebe mengetuk pintu itu dengan pangkal pisaunya —serangkaian ketukan seperti kode Morse. . Thalia mengurut-urut iganya yang memar. "Aku harus meninggalkanmu di sini. Para Pemburu berpatroli di kota tua, berjaga kalau-kalau Orion datang. Aku harus kembali ke baris depan." Dia mengulurkan tangan penuh harap. "Tolong, bisa kembalikan pisauku?" Reyna mengembalikan pisau tersebut. "Bagaimana dengan senjataku sendiri?" "Senjatamu akan dikembalikan sewaktu kau meninggalkan tempat ini. Aku tahu kesannya konyol —menculik dan menutup matamu dan sebagainya—tapi kaum Amazon menyikapi perkara keamanan secara serius. Bulan lalu mereka mengalami insiden di markas pusat mereka di Seattle. Mungkin kau sudah dengar. Seorang gadis bernama Hazel Levesque mencuri seekor kuda." Celyn sang Pemburu menyeringai. "Naomi dan aku melihat rekaman video keamanannya. Hebat sekali." "Keren," Pemburu ketiga sepakat. "Pokoknya," kata Thalia, "kami mengawasi Nico dan sang satin Laki-laki tak berizin tidak diperbolehkan dekat-dekat dengan tempat ini, tapi kami meninggalkan pesan untuk mereka, supaya mereka tidak khawatir." Dari sabuknya, Thalia mengambil kertas yang terlipat. Dia menyerahkan kertas tersebut kepada Reyna. Isinya berupa fotokopi dari pesan bertulis tangan: Kami pinjam praetor Romawi. Dia akan dikembalikan dengan selamat. Duduk yang manis. Kalau tidak, akan kami bunuh kalian. XOX, Pemburu Artemis Reyna mengembalikan surat itu. "Bagus. Mereka tentu takkan khawatir sama sekali." Phoebe menyeringai. "Tidak apa-apa. Aku sudah menutupi Athena Parthenos kalian dengan jaring kamuflase baru rancanganku. Jaring itu semestinya bisa mencegah monster —bahkan Orion—menemukannya. Lagi

Setelah terowongan sempit, ukuran gudang tersebut membuat Reyna terkesiap. Sekawanan elang raksasa bisa bermanuver di bawah langit-langit lapang itu. Tumpukan rak setinggi tiga lantai terbentang hingga ke cakrawala. Forklift- robotik mendesing sana-sini di lorong antar-rak, mengambili kotak-kotak. Setengah lusin wanita muda berjas-celana hitam berdiri di dekat sana, saling membandingkan catatan di komputer sabak mereka. Di depan mereka, terdapat peti-peti berlabel: PANAH EKSPLOSIF DAN API YUNANI (I 6 OZ. EZ-PAK TERBUKA) dan PAKAN GRYPHON (ORGANIK NON-BUDIDAYA). Tepat di hadapan Reyna, di balik meja konferensi yang memuat segunung laporan dan senjata tajam, duduklah sosok yang tak acing lagi. "Adik." Hylla berdiri. "Di sinilah kita, kembali pulang. Lagi-lagi menghadapi maut. Kita harus berhenti bertemu dalam keadaan seperti ini." []