BAB TIGA PULUH LIMA LEO

BAB TIGA PULUH LIMA LEO

LEO SERTA-MERTA MELIHAT JALAN MASUK rahasia. "Oh, indahnya." Leo mengarahkan kapal ke atas reruntuhan Ticlaurus. Kondisi Argo II semula tidak bisa terbang karena rusak, tapi I co berhasil membuatnya mengudara setelah bekerja semalaman aja. Karena dunia terancam kiamat besok pagi, motivasinya tcramat tinggi. Dia memperbaiki kelepak dayung. Dia menyuntikkan air Styx ke dalam samophlange. Leo menyuguhi Festus sang kepala naga ramuan favoritnya —oli mesin 30 W dan saus

Tabasco. Bahkan Buford sang Meja Ajaib juga turut serta, berkelotakan di bawah dek sementara Hedge Mini holografis yang dipancarkannya meneriakkan, "AYO PUSH-UP TIGA PULUH KALE" untuk menyemangati mesin. Kini akhirnya mereka membubung di atas kompleks kuil kuno Dewa Tabib Asclepius. Mudah-mudahan di tempat itu mereka dapat menemukan obat sang tabib dan mungkin tambahan

ambrosia, nektar, dan Fonzies, soalnya persediaan Leo sudah semakin menipis. Di sebelahnya di anjungan, Percy menengok ke balik langkan. "Kelihatannya puing-puing lagi," dia berkomentar. Wajahnya masih hijau gara-gara keracunan di bawah laut, tapi setidaknya dia sudah semakin jarang lari ke kamar mandi untuk muntah-muntah. Gara-gara efek samping keracunan yang diderita Percy dan mabuk laut Hazel, mustahil mendapati toilet kosong d i atas kapal selama beberapa hari terakhir ini. Annabeth menunjuk struktur berbentuk piringan berjarak kurang dari lima puluh meter di sebelah kiri kapal mereka. Leo tersenyum. "Tepat. Itu barn arsitek." Awak yang lain ikut berkerumun. "Apa yang sedang kita lihat?" tanya Frank. "Ah, Senor Zhang," kata Leo, "kau tahu betapa kau selalu mengatakan, 'Leo, kaulah satu-satunya genius sejati di antara para demigod?''' "Aku lumayan yakin tidak pernah mengatakan itu." "Nah, ternyata di luar sana ada genius-genius lain! Soalnya, yang menciptakan karya seni di bawah sana pasti orang genius." "Itu lingkaran batu," ujar Frank. "Barangkali fondasi kuil lama." Piper menggelengkan kepala. "Bukan, lebih dari itu. Lihatl gigi-gigi dan lekukan yang terukir di seputar tepinya." "Seperti gigi roda," tukas Jason. "Lalu cincin-cincin konsentris itu." Hazel menunjuk bagian tengah struktur tersebut. Di sana, terdapat batu-batu melengkung berbentuk seperti sasaran tembak. "Pola itu mengingatkanku pada bandul kalung Pasiphae: simbol Labirin." "Huh." Leo merengut. "Wah, tidak terpikirkan olehku. Tapi, coba pikirkan objek mekanis saja deh. Frank, Hazel ... di mana kita pernah melihat lingkaran konsentris seperti itu sebelumnya?" "Laboratorium di bawah tanah Roma," kata Frank. "Gembok Archimedes di pintu," Hazel mengingat. "Bentuknya berupa lingkaran di dalam lingkaran." Percy mendengus. "Maksud kalian, itu gembok batu raksasa? Diameternya lima belas meter, tahu." "Leo mungkin benar," timpal Annabeth. "Pada zaman kuno, kuil Asclepius tak ubahnya Rumah Sakit Umum Yunani. Semua orang datang ke sini untuk mendapat pengobatan terbaik. Di atas tanah, ukurannya sebesar kota, tapi yang penting-penting konon justru di bawah tanah. Di sanalah para pendeta agung memberikan perawatan intensif, menggunakan sihir supersakti. Bangsal tersebut diakses lewat lorong rahasia." Percy menggaruk telinganya. "Jadi, kalau benda bulat benar itu adalah gembok, kuncinya dari mana?" "Cara berpikirmu jauh sekali ke depan, Tirtawan." "Oke deh, tapi jangan panggil aku Tirtawan. Itu malah lebih jelek daripada bocah air." Leo menoleh kepada Jason dan Piper. "Kahan ingat aku mengatakan sedang merakit capit raksasa Archimedes?" Jason mengangkat alis. "Kukira kau bercanda." "Oh, Kawan, aku tidak pernah bercanda soal capit raksasa!" Leo menggosok-gosok kedua belah tangannya dengan antusias. "Waktunya kita memancing hadiah!" Dibandingkan dengan modifikasi lain yang pernah Leo garap untuk kapalnya, capit sejatinya enteng. Archimedes aslinya merancang capit untuk mengambili kapal musuh dari air. Sekarang Leo menemukan kegunaan lain untuk benda itu.

Dia membuka lubang ventilasi depan pada lambung kapal (Jail mengulurkan capit tersebut, dipandu oleh monitor konsol serta Jason, yang terbang ke luar sambil meneriakkan arah. "Kiri!" seru Jason. "Beberapa

inci lagi —iya! Oke, turunkan. Terus. Bagus." Menggunakan bantalan sentuh dan turntable pengendal Leo pun membuka capit. Ujungnya mendarat di luar ceruk-ceruk pada batu bundar di bawah. Leo mengecek penstabil aerial dan pantauan video pada monitor konsol. "Oke, Sobat." Leo menepuk-nepuk bola Archimedes yang terpasang pada panel kendali. "Sekarang giliranmu." Diaktifkannya bola itu. Capit mulai berputar seperti pernbuka botol. Benda itu merotasi lingkaran batu terluar, yang bergeser dan menggemuruh namun untungnya tidak pecah. Kemudian capit melepaskan memosisikan did di pinggir lingkaran batu kedua, dan memutarnya ke arah berlawanan. Berdiri di samping Leo di balik kemudi, Piper mengecu pipinya. "Berhasil. Leo, kau mengagumkan." Leo menyeringai. Dia hendak mengomentari kehebatann sendiri, lalu dia teringat akan rencana yang dimatangkanny bersama Hazel dan Frank —dan fakta bahwa dirinya barangkali takkan pernah bertemu Piper lagi selepas besok. Lelucon sontak pupus di tenggorokannya. "Iya makasih, Ratu Kecantikan." Di bawah mereka, lingkaran batu terakhir berputar dan terhenti disertai desisan. Seluruh landasan berdiameter lima belas meter menyurut ke bawah, membentuk tangga spiral. Hazel mengembuskan napas. "Leo, bahkan dari atas sini, aku merasakan yang jelek-jelek di kaki tangga itu. Sesuatu yang ... besar dan berbahaya. Kau yakin tidak ingin aku ikut?" "Makasih, Hazel, tapi kami akan baik-baik saja." Dia menepuk punggung Piper. Aku, Piper, dan Jason — kami ini pro dalam menghadapi yang besar-besar dan berbahaya." Frank mengulurkan vial berisi mint Pylosian. "Jangan dipecahkan." Leo mengangguk khidmat. "Jangan pecahkan vial berisi racun mematikan. Bung, aku bersyukur kau mengatakan itu. Takkan terpikirkan olehku." "Tutup mulutmu, Valdez." Frank memeluknya erat-erat. "Dan berhati-hatilah." "Igaku," cicit Leo. "Sod." Annabeth dan Percy mendoakan mereka semoga berhasil. Lalu Percy mohon did untuk muntah. Jason memanggil angin dan menerbangkan Piper serta Leo ke permukaan tanah. Tangga itu berpuntir ke bawah sekitar delapan belas meter sebelum terbuka ke sebuah ruangan sebesar Bungker Sembilan —dengan kata lain, lapang sekali. Tegel-tegel putih mengilap di dinding dan lantai memantulkan cahaya pedang Jason demikian terang sehingga Leo tidak perlu membuat api. Barisan bangku batu memenuhi seluruh ruangan, mengingatkan Leo akan gereja mahabesar yang banyak iklannya di Houston. Di ujung jauh ruangan, posisi yang semestinya ditempati altar andai itu gereja, berdirilah patung dari pualam putih bersih setinggi tiga meter —wanita muda berjubah putih, senyum damai di wajahnya. Satu tangannya yang terangkat menopang cangkir, lengannya dililiti ular keemasan, kepala si ular menclok ke bibir cangkir seolah siap untuk minum. "Besar dan berbahaya," tebak Jason.

Piper menelaah ruangan. "Ini pasti area tidur." Suaranya bergema sedikit terlalu nyaring, alhasil membuat Leo tidak tenang. "Pasien-pasien menginap di sini. Dewa Asclepius konon akan mengirimi mereka mimpi, memberitahukan obat penyembuh yang mereka cari." "Dari mana kau tahu?" tanya Leo. "Annabeth memberitahumu?" Piper tampak tersinggung. "Aku tabu banyak hal. Patung di sana itu adalah Hygeia, anak perempuan Asclepius. Dia Dewi Kesehatan. Dari namanyalah kata higiene berasal." Jason mengamat-amati patung tersebut dengan waswa s "Kenapa dia membawa ular dan cangkir?" "Eh, entahlah," Piper mengakui. "Tapi dahulu kala, tempat ini —Asclepeion—adalah rumah sakit sekaligus sekoli h pengobatan. Semua tabib-pendeta terbaik dididik di sini. Merel a memuja Asclepius dan Hygeia." Leo ingin berkata, Oke, tur yang menarik. Mari pergi. Keheningan, tegel putih cemerlang, senyum seram di wajah Hygeia semua itu membuat Leo merinding. Tapi karena Jason dan Piper beranjak menghampiri patung, Leo berpikir sebaikn: a dia mengikuti. Di atas bangku-bangku, bertebaranlah majalah lama: Pengobatan Pilihan untuk Anak-anak, Musim Gugur, 20 SM; Mingguan TV

Hephaestus —Aphrodite Hamil Lagi; Majak h Asclepius—Sepuluh Kiat Praktis untuk Terapi Lintah Efektif! "Ini ruang tunggu," gerutu Leo. "Aku benci ruang tunggu." Di sana-sini, gundukan debu dan tulang terserak di lantai, menyiratkan waktu tunggu rata-rata yang lama. "Lihat." Jason menunjuk. "Apa panel itu sudah di sini sewak u kita masuk? Pintu itu bagaimana?" Menurut Leo tidak. Pada dinding di kanan patung, di atas pintu logam tertutup, terdapat dua panel elektronik. Yang di atas bertuliskan: DOKTER: DITAHAN. Panel di bawah bertuliskan: PASIEN NO.: 0000000 Jason memicingkan mata. "Aku tidak bisa membaca dari jarak sejauh ini. Dokter di ..." "Ditahan," kata Leo. "Apollo mewanti-wantiku bahwa Asclepius dikurung di bawah penjagaan. Zeus tidak ingin dia berbagi rahasia medis atau apalah." "Taruhan dua puluh dolar dan sekotak sereal rasa buah bahwa patung itulah penjaganya," kata Piper. "Aku tidak mau bertaruh." Leo melirik gundukan debu terdekat di ruang duduk itu. "Jadi kutebak kita mesti mengambil nomor antrean." Patung raksasa punya gagasan lain. Ketika jarak mereka dengannya sudah kurang dari satu setengah meter, patung tersebut memalingkan kepala dan memandang mereka. Ekspresinya tetap beku. Mulutnya tidak bergerak. Tapi keluarlah sebuah suara dari atas, bergema di sepenjuru ruangan. "Apa kalian sudah membuat janji temu?" Piper tidak terbengong-bengong sama sekali. "Halo, Hygeia! Apollo mengutus kami. Kami perlu bertemu Asclepius." Patung pualam turun dari landasannya. Dia mungkin saja berupa mesin, tapi Leo tidak mendengar komponen bergerak. Untuk memastikan, Leo harus menyentuh patung itu, padahal dia tidak ingin dekat-dekat. "Begitu." Patung tersebut terus tersenyum, meski dia kedengarannya tidak senang. "Boleh kukopi kartu asuransi kalian?" "Ah, anu ..." Piper terbata. "Kami tidak membawa kartu asuransi, tapi —" "Tidak bawa kartu asuransi?"Patung itu geleng-geleng kepala. Desah kesal bergema di dalam ruangan. "Kuperkirakan kalian juga tidak mempersiapkan kunjungan ini. Sudahkah kalian membersihkan tangan secara menyeluruh?" "Eh ... sudah?" ujar Piper. Leo memandangi tangannya yang, seperti biasa, cemong-cemong terkena oli dan kotoran. Disembunyikannya tangan di belakang punggung. "Apa kalian mengenakan pakaian dalam bersih?" tanya si patung. "Hei, Bu," kata Leo, "pertanyaan barusan terlalu pribadi." "Kalian harus selalu mengenakan pakaian dalam bersih ketika mendatangi kantor dokter," tegur Hygeia. "Mu khawatir kalian tergolong sebagai bahaya kesehatan. Kalian harus melalui proses sanitasi sebelum proses ini boleh dilanjutkan." Ular keemasan meliuk dan turun dari lengan patung. Ia ' mengangkat kepala dan mendesis, memamerkan taring setajam pedang. "Eh, begini," kata Jason, "proses sanitasi oleh ular besar tidak tercakup dalam polis kesehatan kami. Sayangnya." "Oh, tidak apa-apa," Hygeia meyakinkannya. "Proses sanitasi termasuk dalam layanan publik. Tidak usah bayar!" Ular itu menerjang. Leo sering berlatih mengelak dari monster-monster mekanis. Untung saja, soalnya ular keemasan itu gesit. Leo melompat ke samping dan si ular meleset seinci dari kepalanya. Leo berguling, kemudian berdiri lagi dengan tangan membara. Selagi si ular menyerang, Leo menyemburkan api ke matanya, menyebabkan ular itu terpental ke kiri dan menabrak bangku. Piper dan Jason beranjak untuk membereskan Hygeia. Mereka menebas lutut patung, menjatuhkannya seperti pohon Natal pualam. Kepalanya menumbuk bangku. Cawannya memercikkan cairan asam ke lantai, menghasilkan asap. Jason dan Piper bergerak untuk melancarkan jurus pamungkas, tapi sebelum mereka sempat menyerang, tungkai Hygeia menempel kembali seperti ditarik magnet. Sang dewi bangkit sambil tetap tersenyum. "Tidak bisa diterima," katanya. "Dokter takkan menemui kalian sampai kalian sudah melalui proses sanitasi memadai." Dia menumpahkan isi cangkirnya ke arah Piper, yang melompat menyingkir saat cairan asam lagi-lagi memercik ke bangku terdekat, meleburkan batu disertai Hephaestus —Aphrodite Hamil Lagi; Majak h Asclepius—Sepuluh Kiat Praktis untuk Terapi Lintah Efektif! "Ini ruang tunggu," gerutu Leo. "Aku benci ruang tunggu." Di sana-sini, gundukan debu dan tulang terserak di lantai, menyiratkan waktu tunggu rata-rata yang lama. "Lihat." Jason menunjuk. "Apa panel itu sudah di sini sewak u kita masuk? Pintu itu bagaimana?" Menurut Leo tidak. Pada dinding di kanan patung, di atas pintu logam tertutup, terdapat dua panel elektronik. Yang di atas bertuliskan: DOKTER: DITAHAN. Panel di bawah bertuliskan: PASIEN NO.: 0000000 Jason memicingkan mata. "Aku tidak bisa membaca dari jarak sejauh ini. Dokter di ..." "Ditahan," kata Leo. "Apollo mewanti-wantiku bahwa Asclepius dikurung di bawah penjagaan. Zeus tidak ingin dia berbagi rahasia medis atau apalah." "Taruhan dua puluh dolar dan sekotak sereal rasa buah bahwa patung itulah penjaganya," kata Piper. "Aku tidak mau bertaruh." Leo melirik gundukan debu terdekat di ruang duduk itu. "Jadi kutebak kita mesti mengambil nomor antrean." Patung raksasa punya gagasan lain. Ketika jarak mereka dengannya sudah kurang dari satu setengah meter, patung tersebut memalingkan kepala dan memandang mereka. Ekspresinya tetap beku. Mulutnya tidak bergerak. Tapi keluarlah sebuah suara dari atas, bergema di sepenjuru ruangan. "Apa kalian sudah membuat janji temu?" Piper tidak terbengong-bengong sama sekali. "Halo, Hygeia! Apollo mengutus kami. Kami perlu bertemu Asclepius." Patung pualam turun dari landasannya. Dia mungkin saja berupa mesin, tapi Leo tidak mendengar komponen bergerak. Untuk memastikan, Leo harus menyentuh patung itu, padahal dia tidak ingin dekat-dekat. "Begitu." Patung tersebut terus tersenyum, meski dia kedengarannya tidak senang. "Boleh kukopi kartu asuransi kalian?" "Ah, anu ..." Piper terbata. "Kami tidak membawa kartu asuransi, tapi —" "Tidak bawa kartu asuransi?"Patung itu geleng-geleng kepala. Desah kesal bergema di dalam ruangan. "Kuperkirakan kalian juga tidak mempersiapkan kunjungan ini. Sudahkah kalian membersihkan tangan secara menyeluruh?" "Eh ... sudah?" ujar Piper. Leo memandangi tangannya yang, seperti biasa, cemong-cemong terkena oli dan kotoran. Disembunyikannya tangan di belakang punggung. "Apa kalian mengenakan pakaian dalam bersih?" tanya si patung. "Hei, Bu," kata Leo, "pertanyaan barusan terlalu pribadi." "Kalian harus selalu mengenakan pakaian dalam bersih ketika mendatangi kantor dokter," tegur Hygeia. "Mu khawatir kalian tergolong sebagai bahaya kesehatan. Kalian harus melalui proses sanitasi sebelum proses ini boleh dilanjutkan." Ular keemasan meliuk dan turun dari lengan patung. Ia ' mengangkat kepala dan mendesis, memamerkan taring setajam pedang. "Eh, begini," kata Jason, "proses sanitasi oleh ular besar tidak tercakup dalam polis kesehatan kami. Sayangnya." "Oh, tidak apa-apa," Hygeia meyakinkannya. "Proses sanitasi termasuk dalam layanan publik. Tidak usah bayar!" Ular itu menerjang. Leo sering berlatih mengelak dari monster-monster mekanis. Untung saja, soalnya ular keemasan itu gesit. Leo melompat ke samping dan si ular meleset seinci dari kepalanya. Leo berguling, kemudian berdiri lagi dengan tangan membara. Selagi si ular menyerang, Leo menyemburkan api ke matanya, menyebabkan ular itu terpental ke kiri dan menabrak bangku. Piper dan Jason beranjak untuk membereskan Hygeia. Mereka menebas lutut patung, menjatuhkannya seperti pohon Natal pualam. Kepalanya menumbuk bangku. Cawannya memercikkan cairan asam ke lantai, menghasilkan asap. Jason dan Piper bergerak untuk melancarkan jurus pamungkas, tapi sebelum mereka sempat menyerang, tungkai Hygeia menempel kembali seperti ditarik magnet. Sang dewi bangkit sambil tetap tersenyum. "Tidak bisa diterima," katanya. "Dokter takkan menemui kalian sampai kalian sudah melalui proses sanitasi memadai." Dia menumpahkan isi cangkirnya ke arah Piper, yang melompat menyingkir saat cairan asam lagi-lagi memercik ke bangku terdekat, meleburkan batu disertai

"Jason, ke sini!" teriak Leo. "Piper, ulur-ulur waktu unt kami!" Piper meliriknya seperti hendak berkata, Bicara lebih gampan dari pada praktik. "Hygeia!" teriak Piper. "Aku punya asuransi!" Pernyataan itu menarik perhatian si patung. Bahkan si ular" menoleh ke arah Piper, seakan-akan asuransi adalah semacam hewan pengerat sedap. "Asuransi?" kata patung itu penuh semangat. "Siapa penyedia layananan asuransimu?" "Anu Kilat Biru," kata Piper. "Aku punya kartunya. Tunggu sebentar." Dia menepuk-nepuk saku dengan heboh. Si ular melata menghampiri Piper untuk menonton. Jason lari ke sisi Leo sambil tersengal-sengal. "Rencanamu apa?" "Kita tidak bisa menghancurkan mereka," kata Leo. "Mereka dirancang untuk memperbaiki diri sendiri. Mereka kebal terhadap, praktis segala jenis kerusakan." "Hebat," kata Jason. "Jadi ?" "Kau ingat video game lama milik Chiron?" tanya Leo. Mata Jason membelalak. "Leo ini bukan Mario Party Six.' "Tapi, prinsipnya sama." "Level idiot?" Leo menyeringai. "Aku ingin kau dan Piper menjadi pengalih perhatian. Akan kuprogram ulang si ular, kemudian si Suster Rese.' "Hygeia." "Apalah. Siap?" "Tidak." Leo dan Jason lari menuju si ular. Hygeia mencecar Piper dengan pertanyaan mengenai layanan kesehatan. "Apa Petir Biru telah mendapat pengesahan dari pemerintah? Berapa premi yang kau bayarkan? Siapa dewa penyedia layanan kesehatan primermu?" Sementara Piper melontarkan jawaban spontan, Leo melompat ke punggung si ular. Kali ini dia tahu apa yang dia cari dan, sesaat, ular itu sepertinya bahkan tidak menyadari kehadiran Leo. Leo mengumpil penutup di dekat kepala si ular. Dia bertumpu dengan kakinya, mengutak-atik sambungan kabel sambil berusaha mengabaikan rasa sakit dan darah lengket di tangannya. Jason berdiri di dekat Leo, siap menyerang, tapi si ular tampaknya terpukau menyaksikan Piper yang cakupan polis Petir Biru-nya dipermasalahkan. "Kemudian suster penasihat mengatakan aku harus menelepon layanan pelanggan," lapor Piper. "Dan obat-obatan itu ternyata tidak tercakup dalam polisku! Kemudian —" Si ular mengempas saat Leo menghubungkan dua kabel terakhir. Leo melompat turun dan ular keemasan pun mulai berguncang-guncang tak terkendali. Hygeia berputar untuk menghadap mereka. "Apa yang kalian lakukan? Ularku membutuhkan tindakan medis!" "Apa ular itu punya asuransi?" tanya Piper. "APA?" Si patung menoleh kembali ke arahnya dan melompatlah Leo. Jason mendatangkan embusan angin, yang melontarkan Leo ke atas pundak patung seperti anak kecil yang hendak nonton parade. Leo membuka bagian belakang kepala patung sementara Hygeia terhuyung-huyung, menumpahkan cairan asam. "Turun!" teriaknya. "Ini tidak higienis!" "Heir teriak Jason sambil terbang berputar-putar di sekeliling sang dewi. "Aku punya pertanyaan tentang iuran kesehatanku!"

`Apa?" seru si patung. "Hygeia!" teriak Piper. "Aku harus minta talangan dari perusahaan asuransi milik pemerintah!" "Tidak, jangan!" Leo menemukan chip regulator patung. Dia memutar beberapa kenop dan menarik sejumlah kabel, berusaha berpura-pura bahwa Hygeia cuma konsol Nintendo besar yang berbahaya. Dia menyambungkan sirkuit patung dan Hygeia pun mulai berputar, meraung-raung, serta mengepakkan tangan. Leo melompat turun, nyaris kena banjur cairan asam. Leo dan teman-temannya mundur sementara Hygeia dan ularnya kejang-kejang bak sedang mendapat firman ilahi. "Apa yang kau lakukan?" Piper menuntut penjelasan. "Level idiot," kata Leo. "Maaf?" "Sewaktu di perkemahan," Jason menerangkan, "Chiron menyimpan video game jadul di ruang rekreasi. Leo dan aku terkadang memainkannya. Kita bertarung melawan musuh yang diprogram komputer —" "—dan tingkat kesulitannya ada kata Leo. "Mudah, sedang, dan sukar." "Aku pernah main video game," tukas Piper. "Jadi, apa yang kau lakukan?" "Jadi ... aku bosan dengan ketiga setelan itu." Leo mengangkat bahu. "Maka kuciptakan tingkat kesulitan keempat: level idiot. Kubuat musuh yang diprogram komputer jadi bodoh sekali sampai-sampai terkesan lucu. Musuh selalu memilih tindakan yang keliru, misalnya saja." Piper menatap patung dan ular, kedua-duanya menggeliut dan mulai berasap. "Apa kau yakin sudah mengeset mereka ke level idiot?" . "Kita akan tahu sebentar lagi." "Bagaimana kalau kau mengeset mereka ke level sukar sekali?" "Kalau begitu, kita akan mengetahuinya sebentar lagi juga." Ular berhenti kejang-kejang. Ia mengangkat kepala dan menoleh ke sana-sini seperti kebingungan. Hygeia bergeming. Asap mengepul dari telinga kanannya. Dipandanginya Leo. "Kau harus mati! Halo! Kau harus mati!" Patung itu mengangkat cangkirnya dan menuangkan cairan asam ke wajahnya. Lalu dia berbalik dan menabrakkan wajah ke dinding terdekat. Si ular ambil ancang-ancang, kemudian menggetokkan kepalanya ke lantai berulang-ulang. "Oke," kata Jason. "Menurutku kita berhasil mencapai level idiot." "Halo! Mati!" Hygeia mundur dari dinding dan membenturkan kepalanya lagi. "Ayo pergi." Leo lari ke pintu logam di samping landasan. Dipegangnya gagang pintu. Pintu tersebut masih terkunci, tapi Leo merasakan mekanisme di dalamnya —kabel-kabel yang menjajari kosen, terhubung ke Ditatapnya dua panel kelip-kelip di atas pintu. "Jason," katanya, "naikkan aku." Embusan angin kembali membubungkannya. Leo bekerja dengan tangannya, memprogram ulang panel sampai yang sebelah atas menampakkan: DOKTER: HADIR, NIH! Panel bawah berubah sehingga bertuliskan: PASIEN NO. : SATU CINTA LEO! Pintu logam terayun hingga terbuka dan Leo pun turun ke lantai. "Tuh menunggu ternyata tidak jelek-jelek amat!" Leo menyeringai kepada teman-temannya. "Sekarang giliran kita bertemu dokter."[]