BAB DUA PULUH TUJUH JASON

BAB DUA PULUH TUJUH JASON

JASON BENCI BASILISK. Makhluk melata kecil menjijikkan itu gemar berliang di bawah kuil-kuil di Roma Baru. Semasa Jason masih menjadi centurion, kohortnya selalu memperoleh tugas tidak populer, yaitu inembasmi sarang basilisk. Basilisk kelihatannya tidak ganas-ganas amat —cuma ular sepanjang lengan, bermata kuning, dan bermahkota putih berumbai —tapi geraknya cepat dan dapat membunuh apa saja yang is sentuh. Jason tidak pernah menghadapi lebih dari dua basilisk sekali waktu. Kini selusin hewan tersebut berenang-renang di sekeliling tungkai sang raksasa. Satu-satunya kabar baik: di bawah air, para basilisk tidak bisa mengembuskan napas api, tapi bukan berarti mereka lantas menjadi kurang mematikan. Dua ekor ular melesat ke arah Percy. Diirisnya mereka jadi dua. Sepuluh ular lain meliuk-liuk di sekeliling Percy, hanya sedikit lebih jauh daripada jangkauan pedang. Mereka menggeliut ke depan- belakang dengan pola gerakan yang menghipnotis,

mencari-cari bukaan. Satu gigitan atau satu sentuhan, hanya itu yang mereka butuhkan. "Heir teriak Jason. "Ayo, sini! Beri aku kasih sayang!" Ular-ular mengabaikannya. Begitu pula sang raksasa, yang berdiri ongkang-ongkang kaki dan memperhatikan sambil tersenyum pongah, rupanya dengan senang hati membiarkan piaraannya saja yang membunuh. "Kymopoleia." Jason berusaha sebaik-baiknya untuk melafalkan nama sang dewi dengan tepat. "Kau harus menghentikan ini." Sang dewi memandangi Jason dengan mata putihnya yang berpendar. "Untuk apa aku melakukan itu? Ibu Pertiwi telah menjanjikanku kekuatan tak berbatas. Bisakah kau menyuguhkan tawaran yang lebih baik?" Tawaran yang lebih baik Jason menangkap kesempatan —ruang untuk bernegosiasi. Tapi, apa yang dia punyai yang kira-kira diiinginkan Dewi Badai? Para basilisk mengepung Percy semakin rapat. Dia mengusir mereka dengan semburan gelombang air, tapi mereka terus mengitarinya. "Hei, Basilisk!" teriak Jason. Masih tak ada reaksi. Dia bisa saja menerjang untuk membantu, tapi sekalipun bersama-sama, dia dan Percy tidak mungkin menghalau sepuluh basilisk sekaligus. Dia memerlukan solusi yang lebih bagus. Jason melirik ke atas. Badai petir menggila di atas, tapi letak mereka ratusan kaki di bawah. Dia tidak mungkin memanggil petir ke dasar laut, Ian? Kalaupun bisa, air memiliki konduktivitas listrik yang terlalu tinggi. Bisa-bisa Percy tersetrum. Tapi, pikiran Jason tidak bisa membuahkan opsi yang lebih baik. Disorongkannya pedang ke atas. Bilah senjata tersebut serta-merta berpendar merah panas. Awan kabur berwarna kuning terang berarak ke kedalaman, .cakan seseorang baru saja menuangkan neon cair ke dalam air. ahaya dari dalam awan mengenai pedang Jason dan menciprat ke luar, terbelah sepuluh hingga menyambar para basilisk. Mata mereka menjadi gelap. Mahkota mereka terbuyarkan. Kesepuluh ular tersebut kini telentang dan terapung-apung mati dalam air. "Kali lain," kata Jason, " lihat aku sewaktu aku bicara pada kalian." Senyum Polybotes menjadi masam. "Apa kau ingin sekali mati,

Orang Romawi?" Percy mengangkat pedangnya. Dia meluncurkan diri ke arah sang raksasa, tapi Polybotes mengayunkan tangannya di air, alhasil ineninggalkan jejak racun hitam berrninyak. Percy menerjang tepat ke arah itu sebelum Jason sempat berteriak, Bung, apa yang kau pikirkan? Percy menjatuhkan Riptide. Dia megap-megap sambil rnencakari leher. Sang raksasa melemparkan jaringnya yang berpemberat dan Percy pun roboh ke lantai, terjerat tanpa daya sementara racun kian mengental di sekelilingnya. "Lepaskan dia!" Suara Jason pecah karena panik. Sang raksasa terkekeh. "Jangan khawatir, Putra Jupiter. Lama sekali baru temanmu akan mati. Sesudah dia merepotkanku sekian banyak, aku takkan mimpi untuk cepat-cepat membunuhnya." Kepulan beracun meruah di seputar tubuh raksasa itu, memenuhi reruntuhan seperti asap cerutu tebal. Jason buru-buru mundur, kurang cepat, tapi ventus-nya terbukti merupakan filter yang berguna. Sementara racun menyelubungi Jason, tornado miniatur berputar kian cepat, mengusir kepulan tersebut. Kymopoleia mengernyitkan hidung dan mengusir kegelapan itu, tapi racun sepertinya tidak memengaruhinya.

Percy menggeliat-geliut dalam jaring, wajahnya menjadi hijau. Jason menerjang untuk menolong Percy, tapi sang raksasa mengadangnya dengan trisula besar. "Oh, tidak bisa kubiarkan kau merusak kesenanganku," tegur Polybotes. "Racun akan membunuh pemuda ini pada akhirnya, tapi pertama-tama dia akan lumpuh dan berjam-jam didera kesakitan tak terperi. Aku ingin dia mengecap pengalaman yang utuh! Dia bisa menonton sementara aku menghabisimu, Jason Grace!" Polybotes maju pelan-pelan, memberi Jason banyak waktu untuk menekuri makhluk berotot, berbaju tempur kukuh, setinggi bangunan tiga lantai yang mengadangnya. Jason berkelit dari trisula dan, menggunakan ventus untuk melejit ke depan, menghunjamkan pedangnya ke kaki reptil sang raksasa. Polybotes meraung dan terhuyung-huyung, ichor keemasan merembes dari luka. "Kym!" teriak Jason. "Benarkah ini yang kau inginkan?" Sang Dewi Badai kelihatan agak bosan, memutar-mutar piringan logamnya dengan cuek. "Kekuatan tak berbatas? Kenapa tidak?" "Tapi, apakah ini asyik?" tanya Jason. "Baiklah, kau meng- hancurkan kapal kami. Kau menghancurkan seluruh garis pantai di dunia. Begitu Gaea menyapu bersih peradaban manusia, siapa yang bakal takut padamu? Kau tetap takkan dikenal." Polybotes menoleh. "Kau ini hama, Putra Jupiter. Kau akan diremukkan!" Jason mencoba memanggil petir lagi. Tiada yang terjadi. Jika kapan-kapan bertemu ayahnya, Jason akan mengajukan petisi supaya jatah petir hariannya dinaikkan. Jason berhasil menghindari ujung trisula lagi, tapi si raksasa mengayunkan pangkal senjata itu dan menghajar dadanya. Jason terpental ke belakang, tercengang dan kesakitan. tlybotes bergerak untuk membunuhnya. Tepat sebelum trisula melubanginya, ventus Jason bertindak sendiri. Roh angin ctsebut berpusar ke samping, menyeret Jason sembilan meter t telintasi pekarangan. Makasih, Sobat, pikir Jason. Aku berutang penyegar udara padamu. Kalaupun si ventus menyukai ide itu, Jason tidak tahu. "Sebenarnya, Jason Grace," kata Kym seraya mengamat-amati kukunya, "sekarang setelah kau mengungkit-ungkitnya, aku memang menikmati rasa takut manusia fana padaku. Aku masih kurang ditakuti." "Aku bisa membantumu!" Jason kembali berkelit dari ayunan trisula. Dia memanjangkan gladius-nya menjadi lembing dan inencocok mata Polybotes. "AHHH!" Sang raksasa sontak sempoyongan. Percy meronta- ronta dalam jaring, tapi gerakannya semakin lemas saja. Jason harus bergegas. Jason mesti membawa Percy ke ruang kesehatan, dan jika badai terus mengamuk di atas mereka, takkan ada lagi ruang kesehatan yang bisa dia datangi. Jason terbang ke sebelah Kym. "Kau tahu dewa-dewi bergantung pada manusia fana. Semakin kami menghormati kalian, semakin sakti kalian." "Aku tidak tahu. Aku tidak Percy menggeliat-geliut dalam jaring, wajahnya menjadi hijau. Jason menerjang untuk menolong Percy, tapi sang raksasa mengadangnya dengan trisula besar. "Oh, tidak bisa kubiarkan kau merusak kesenanganku," tegur Polybotes. "Racun akan membunuh pemuda ini pada akhirnya, tapi pertama-tama dia akan lumpuh dan berjam-jam didera kesakitan tak terperi. Aku ingin dia mengecap pengalaman yang utuh! Dia bisa menonton sementara aku menghabisimu, Jason Grace!" Polybotes maju pelan-pelan, memberi Jason banyak waktu untuk menekuri makhluk berotot, berbaju tempur kukuh, setinggi bangunan tiga lantai yang mengadangnya. Jason berkelit dari trisula dan, menggunakan ventus untuk melejit ke depan, menghunjamkan pedangnya ke kaki reptil sang raksasa. Polybotes meraung dan terhuyung-huyung, ichor keemasan merembes dari luka. "Kym!" teriak Jason. "Benarkah ini yang kau inginkan?" Sang Dewi Badai kelihatan agak bosan, memutar-mutar piringan logamnya dengan cuek. "Kekuatan tak berbatas? Kenapa tidak?" "Tapi, apakah ini asyik?" tanya Jason. "Baiklah, kau meng- hancurkan kapal kami. Kau menghancurkan seluruh garis pantai di dunia. Begitu Gaea menyapu bersih peradaban manusia, siapa yang bakal takut padamu? Kau tetap takkan dikenal." Polybotes menoleh. "Kau ini hama, Putra Jupiter. Kau akan diremukkan!" Jason mencoba memanggil petir lagi. Tiada yang terjadi. Jika kapan-kapan bertemu ayahnya, Jason akan mengajukan petisi supaya jatah petir hariannya dinaikkan. Jason berhasil menghindari ujung trisula lagi, tapi si raksasa mengayunkan pangkal senjata itu dan menghajar dadanya. Jason terpental ke belakang, tercengang dan kesakitan. tlybotes bergerak untuk membunuhnya. Tepat sebelum trisula melubanginya, ventus Jason bertindak sendiri. Roh angin ctsebut berpusar ke samping, menyeret Jason sembilan meter t telintasi pekarangan. Makasih, Sobat, pikir Jason. Aku berutang penyegar udara padamu. Kalaupun si ventus menyukai ide itu, Jason tidak tahu. "Sebenarnya, Jason Grace," kata Kym seraya mengamat-amati kukunya, "sekarang setelah kau mengungkit-ungkitnya, aku memang menikmati rasa takut manusia fana padaku. Aku masih kurang ditakuti." "Aku bisa membantumu!" Jason kembali berkelit dari ayunan trisula. Dia memanjangkan gladius-nya menjadi lembing dan inencocok mata Polybotes. "AHHH!" Sang raksasa sontak sempoyongan. Percy meronta- ronta dalam jaring, tapi gerakannya semakin lemas saja. Jason harus bergegas. Jason mesti membawa Percy ke ruang kesehatan, dan jika badai terus mengamuk di atas mereka, takkan ada lagi ruang kesehatan yang bisa dia datangi. Jason terbang ke sebelah Kym. "Kau tahu dewa-dewi bergantung pada manusia fana. Semakin kami menghormati kalian, semakin sakti kalian." "Aku tidak tahu. Aku tidak

yang khusus dipersembahkan untukmu! Akan kudirikan juga kuil untukmu di Perkemahan Blasteran, tepat di pesisir Selat Long Island. Bayangkan, dihormati —" "Dan ditakuti." "—dan ditakuti baik oleh bangsa Yunani maupun Romawi. Kau akan terkenal!" "BERHENTI BICARA!" Polybotes mengayunkan trisulanya seperti tongkat bisbol. Jason menunduk. Kym tidak. Sang raksasa memukul iganya keras sekali sampai-sampai helaian rambut ubur-uburnya rontok dan terhanyut di air yang mengandung racun. Mata Polybotes membelalak. "Maafkan aku, Kymopoleia. Kau seharusnya tidak menghalangi!" "MENGHALANGI!" sang dewi menegakkan tubuh. "Aku menghalangi?" "Kau dengar katanya," kata Jason. "Kau hanya alat yang para raksasa manfaatkan demi kepentingan mereka. Mereka akan membuangmu begitu mereka selesai membinasakan manusia fana. Kemudian, takkan ada demigod, tidak ada altar pemujaan, tiada rasa takut, tiada penghormatan." "BOHONG!" Polybotes mencoba menikamnya, tapi Jason bersembunyi di belakang gaun sang dewi. "Kymopoleia, ketika Gaea berkuasa, kau bisa mengamuk dan menggila sebebas-bebasnya, tanpa batas!" "Masih adakah manusia fana yang merasa terteror kelak?" tanya Kym. "Soal itu tidak ada." "Kapal yang dapat kuhancurkan? Demigod yang merinding ketakutan saking takjubnya?" "Anu ..." "Tolonglah aku," Jason mendesak. "Bersama-sama, dewi dan lemigod bisa membunuh raksasa." "Jangan!" Polybotes tiba-tiba terlihat sangat gugup. "Jangan, ide jelek. Gaea tidak akan senang!" "Jika Gaea bangun," kata Jason. "Kymopoleia yang perkasa I) isa membantu kami mencegah bangkitnya Gaea. Kemudian sernua demigod akan teramat menghormatimu!" "Akankah mereka merinding ketakutan?" tanya Kym. "Merinding karena ketakutan sekali! Plus namamu akan tercantum dalam program musim panas. Panji-panji yang dirancang khusus. Pondok di Perkemahan Blasteran. Dua altar pemujaan. Aku bahkan akan membuatkan model mainan Kymopoleia." "Jangan!" Polybotes melolong. "Apa saja asal bukan hak cipta!" Kymopoleia menoleh ke arah sang raksasa. "Aku khawatir tawaran tadi mengungguli yang Gaea ajukan." "Tidak bisa diterima!" raung sang raksasa. "Kau tidak boleh memercayai orang Romawi busuk inir "Kalau aku tidak menepati kesepakatan," kata Jason, "Kym bisa membunuhku. Bilamana berurusan Gaea, Kymopoleia tidak memiliki jaminan sama sekali." "Itu," kata Kym, "memang sukar dibantah." Selagi Polybotes berjuang untuk menjawab, Jason menerjang ke depan dan menikamkan lembingnya ke perut sang raksasa. Kym mengangkat piringan perunggu dari landasannya. "Ucapkan selamat tinggal, Polybotes." Sang dewi memutar piringan tersebut ke arah leher raksasa itu. Ternyata, pinggirannya tajam. Polybotes tentu kesulitan mengucapkan selamat tinggal, sebab dia tidak lagi mempunyai kepala. []