BEKERJA DI PERUSAHAAN SWASTA SAMBIL BELAJAR (Awal 1952)

10. BEKERJA DI PERUSAHAAN SWASTA SAMBIL BELAJAR (Awal 1952)

Setelah mendapat surat izin untuk tinggal di mess saya peroleh, malamnya saya beritahukan kepada mamanda Yubhar, bahwa sudah boleh tinggal di mess sekalian pamit dan terima kasih kepada etek Daeram, Anas dan lain-lain. Besok pagi, waktu berangkat pergi kerja, saya bawa sekalian jinjingan saya yang tinggal satu saja lagi, yaitu tas kulit kecil. Malam itu saya sudah mulai tinggal di mess Angkatan Laut di Manggarai.

Tinggal di asrama buat saya bukanlah suatu hal yang baru. Pertama kali saya tinggal di asrama waktu di Angkatan Laut di Pariaman. Setelah itu, waktu menjadi Wakil Komandan Seksi II Sektor III/B di Gunung Merapi dan ketiga adalah waktu sekarang di mess Angkatan Laut Manggarai. Saya cepat membaur dengan teman-teman dari berbagai suku yang tinggal disitu seperti, dari Ternate, Makasar, Bali, Batak dan lain-lain.

Pertemanan saya dengan Ali Amran mangkin dekat, dan kebetulan kami ditempatkan sekamar. Bila ada teman-temannya datang selalu di perkenalkannya dengan saya. Sejak itu saya sudah mulai banyak teman di Jakarta. Bulan pertama berlalu biasa-biasa saja, tidak ada perkembangan yang menggembirakan Pekerjaan saya di kantor semangkin mantap. Pergaulan antara teman sekerja berjalan baik-baik saja dan saling menghormati. Bulan berikutnya, pada suatu hari ada teman Ali Amran sekampung datang bertamu dan diperkenalkan dengan saya, kebetulan kami sebaya. Dia adalah bekas Tentara Pelajar semasa Revolusi. Kami bercerita banyak tentang perjuangan fisik Dari dia saya mendapat informasi bahwa anak-anak sekolah yang ikut berjuang apakah sebagai Tentara Pelajar atau sebagai anggota gerilia, ditampung dalam organisasi yang dibentuk oleh Pemerintah disebut ”Kantor Demobilisan Pelajar” berkantor di Jalan Cikini Raya. Bila sudah tercatat disitu akan mendapat uang tunjangan setiap bulan sampai waktu yang ditentukan. Bila mau sekolah akan diusahakan ke jurusan yang diinginkan sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Informasi berharga itu tidak saya sia-sia kan. Besoknya saya bawa Surat Keputusan Berhenti dari Kompi Guntur pergi mencari Kantor Demobilisan Pelajar di Jalan Cikini Raya. Alhamdulillah, saya menemukan Kantor Demobilisan Pelajar itu dekat bioskop Megaria sekarang. Di situ saya diberi formulir disuruh isi dan melengkapi persyaratan yang ada di dalamnya. Setelah saya pelajari, semua persyaratan yang diminta dalam formulir itu sudah ada pada saya. Hanya saja memerlukan waktu mempersiapkan seperti pas-foto, salinan Surat Keputusan Berhenti dari kesatuan selama revolusi fisik yang diketahui oleh pimpinan tempat bekerja sekarang. Belum ada foto copy waktu itu.

Saya memerlukan waktu tiga hari mempersiapkan persyaratan itu. Yang lama adalah menungu pas-foto, karena waktu itu paling cepat selesai tiga hari. Begitu selesai formulir tersebut saya isi dan dilengkapi dengan syarat-syarat nya saya serahkan kembali ketempat pendaftaran semula. Setelah diperiksa kelengkapan nya saya diberi resu tanda terima dan disuruh kembali lagi 3 hari kemudian. Setelah tiga hari saya datang kembali dengan menyerahkan resu tanda terima keloket penerimaan. Tidak lama saya diberi “Kartu Demobilisan” dengan penjelasan bahwa Kartu Demobilisan ini berguna untuk mendapatkan tunjangan bulanan karena dibelakangnya ada kolom bulan sebagai bukti penerimaan. Dapat juga untuk mendaftar di sekolah yang diinginkan untuk tingkat SMA di SMA Demobilisan (

SMA I sekarang ) Bila seseorang sedang kuliah disalah satu perguruan tinggi, dan karena proklamasi kemerdekaan dia tinggalkan kuliahnya dan dia ikut berjuang untuk kemerdekaan Republik Indonesia. Kepada orang bersangkutan juga diterima sebagai mahasiswa demobilisan dan akan disalurkan ke Universitas yang di minati melanjutkan pendidikannya dengan biaya dari Pemerintah.

Tiap-tiap akhir bulan setelah itu saya mengambil uang tunjangan dari loket kasir di Kantor Demobilisan Pelajar. Alhamdulillah sejak itu kondisi keuangan saya sudah agak lumayan dibanding sebelumnya, karena berasal dari dua sumber, pertama dari gaji di Perhubungan Angkatan Laut dan kedua tunjangan dari Kantor Demobilisan Pelajar. Karena kondisi keuangan sudah memungkinkan maka saya mulai berpikir untuk masuk sekolah di SMA Demobilisan di Jalan Budi Utomo, dekat Kas Negara sekarang, di Lapangan Banteng dan berdekatan dengan kantor Perhubungan Angkatan Laut di Gunung Sahari.

Sekolah di SMA Demobilisan.

Jam sekolah di SMA Demobilisan sore, antara jam 3.00 sampai 7.00 malam. Saya mendaftar dengan memeperlihatkan kartu Demobilisan Pelajar dan saya ditest untuk menetapkan di kelas berapa. Setelah saya katakan bahwa saya terakhir duduk di kelas I di SMA Bukittinggi, maka saya ditempatkan di kelas I juga. Mulailah kehidupan baru itu saya nikmati, yaitu pagi bekerja dan siangnya bersekolah. Pada satu ketika saya bertemu dengan salah seorang teman lama, sama-sama bekerja di Badan Penyelidik di Bukittinggi dulu. Namanya saya lupa kita sebut saja namanya Rauf. Dia juga sekolah di SMA Demobilisan, kelas II. Dia bekerja di PERSDI Limited (Ltd) adalah singkatan dari ( Perusahaan Dagang Indonesia ). Bergerak dalam bidang Import, Ekspor dan agen Pelayaran dari beberapa negara asing. Perusahaan tersebut kepunyaan orang Silungkang bernama Harmon dan kawan-kawan, berkantor di Jalan Asemka, Jakarta Kota. Yang menjadi Kepala Personalia disitu adalah pak Aga Kartanagara. Mendengar nama Aga Kartanagara, simpati saya timbul lagi, dan saya tanyakan alamat rumah beliau. Rupanya Rauf ini tinggal di rumah pak Aga Kartanagara di Jalan Tanah Abang IV No. 17.

Informasi berharga ini tidak saya sia-siakan. Saya ceritakan kepada Rauf, bahwa saya bekas anak buah beliau di Kompi Guntur, sampai penyerahan kedaulatan. Tolong sampaikan salam saya, Insya Allah hari minggu depan saya akan datang ke rumah beliau kira-kira jam

10.00 pagi. Besoknya di sekolah saya bertemu lagi dengan Rauf. Dia mengatakan, bahwa salam saya sudah disampaikan dan pak Aga Kartanagara senang saya ada di Jakarta dan ditunggu minggu depan ini.

Untuk mencari alamat yang begitu jelas tidak susah, apalagi saya sudah ada di Jakarta beberapa bulan, sudah tahu liku-liku kendaraan menuju ke sana. Tepat jam 10.00 pagi saya sudah berada dirumah pak Aga Kartanagara. Bertemu juga dengan isteri dan anak beliau satu-satunya Bukhari. Kami bergembira dan kangen-kangenan. Waktu saya bertemu beliau saya kaget sekali. Kira-kira satu tahun setengah tidak bertemu, ternyata kesehatan beliau merosot sekali. Badan kurus dan sering batuk-batuk. Rupanya beliau menderita penyakit TBC akibat banyak merokok dan kurang memperhatikan kesehatan selama revolusi. Dokter satu-satuya kepercayaan beliau adalah Dokter Ali Akbar yang kebetulan waktu itu diangkat Untuk mencari alamat yang begitu jelas tidak susah, apalagi saya sudah ada di Jakarta beberapa bulan, sudah tahu liku-liku kendaraan menuju ke sana. Tepat jam 10.00 pagi saya sudah berada dirumah pak Aga Kartanagara. Bertemu juga dengan isteri dan anak beliau satu-satunya Bukhari. Kami bergembira dan kangen-kangenan. Waktu saya bertemu beliau saya kaget sekali. Kira-kira satu tahun setengah tidak bertemu, ternyata kesehatan beliau merosot sekali. Badan kurus dan sering batuk-batuk. Rupanya beliau menderita penyakit TBC akibat banyak merokok dan kurang memperhatikan kesehatan selama revolusi. Dokter satu-satuya kepercayaan beliau adalah Dokter Ali Akbar yang kebetulan waktu itu diangkat

Beliau bercerita bahwa beliau mendapat tugas dari Bung Karno melalui Zulkifli Lubis untuk menerjemahkan buku karangan Bung Karno berjudul “Sarinah” kedalam bahasa Inggeris. Zulkifli Lubis adalah Kepala Intelijen waktu itu, seperti Hendropriono sekarang Kepala BIN Badan Intelijen Nasional. Saya pun bercerita pengalaman saya sejak berhenti dari Kompi Guntur, tentang kegagalan saya pergi ke Johore Baharu dan nasehat dari Residen Riau. Saya katakan, sekarang bekerja di Perhubungan Angkatan Laut, dan tinggal di mess Angkatan Laut Manggarai. Mendengar itu spontan beliau menawarkan, buat apa bekerja disitu tidak banyak pengalaman, pindah saja ke tempat saya di Persdi Ltd. menjadi staf saya di Personalia. Besok saya disuruh datang ke kantor supaya saya perkenalkan dengan pak Harmon Direktur Utama Perusahaan. Saya pikir, mungkin ini peluang baik buat saya, karena tidak mungkin pak Aga Kartanagara menawarkan sesuatu yang tidak baik buat saya. Tawaran ini langsung saya iyakan dan besoknya saya pergi ke kantor yang telah beliau tunjukkan yaitu di Jalan Asemka, Jakarta Kota berseberangan dengan Chartered Bank waktu itu.

Besok jam 10.00 pagi saya sudah ada di kantor Persdi Ltd. Kantor itu di salah satu pertokoan berlantai 3 dan Persdi Ltd menempati lantai dua dan tiga. Saya menemui pak Aga Kartanagara di lantai II yang duduk di salah satu pojok, dekat ke jendela. Begitu saya datang kami berbicara-bicara sebentar dan tidak lama, beliau berjalan menuju kamar Direkur Utama. Kebetulan Direktur Utama ada di tempat, dan saya langsung diajak masuk ke kamar Direktur Utama ( pak Harmon ) dan berkenalan. Pak Harmon menanyakan kampung saya dimana. Saya jawab di Ampek Angkek Candung. Beliau menanyakan lagi, kenal tidak dengan Djohar, orang KotoTuo. Saya katakan, kenal beliau adalah suami bako saya Nurbeiti. Rupanya kakanda Djohar pernah bekerja dengan beliau waktu Persdi Ltd. masih berkantor pusat di Bukittinggi sebelum clash kedua. Hari itu saya langsung diterima bekerja dan saya janjikan mulai masuk bekerja tanggal 1 bulan depan. Jadi ada beberapa hari untuk saya mengajukan permohonan berhenti di Perhubungan Angkatan Laut sambil menyelesaikan pekerjaan saya. Beliau pun setuju dan mengatakan, kamu nanti ditempatkan di bagian Personalia, membantu pak Aga Kartanagara, hal lainnya bicarakan saja dengan pak Aga Kartanagara.

Rauf bekas teman saya di Badan Penyelidik dulu bekerja di Persdi Ltd. bagian Import. Sebelum pulang saya mampir dulu di bagian Import di lantai tiga. Ingin menyampaikan hasil pembicaraan dengan pak Harmon dan sekalian pamit. Dia mengantarkan saya ke lantai bawah, sambil menunjuk ke kantor Chatered Bank di depan kami. Dia menanyakan apakah saya masih ingat Arifuddin orang Batusangkar yang sama-sama kita dulu di Badan Penyelidik. Saya katakan masih, dimana dia sekarang. Rauf menjawab dia bekerja di Chartered Bank itu. Mari kita mampir sebentar supaya tahu katanya. Saya diajak ke kantor Arifuddin. Kami lapor pada penerima tamu, bahwa kami ingin bertemu dengan Arifuddin. Kami dipersilakan menunggu di ruangan tamu. Tidak lama menunggu Arifuddin keluar menemui kami. Melihat saya, langsung merangkul menanyakan kapan datang. Karena disiplin di Bank berbeda dengan disiplin perusahaan swasta pribumi maka kami tidak lama mengobrol disana. Saya disuruh datang ke tempat kos nya di Gang Chase dekat Jalan

Alaydrus sekitar Ketapang. Sebetulnya sewaktu bekerja di Badan Penyelidik saya lebih intim dengan Arifuddin dibanding dengan Rauf.

Hari Minggu pertama setelah kami bertemu di Chartered Bank dengan Arifuddin, saya cari dia ke tempat kosnya di Gang Chase. Ada dua maksud saya mencari dia, yaitu kecuali sudah kangen karena sudah lama tidak bertemu kedua mencari tempat pondokan. Kalau sudah berhenti dari Perhubungan Angkatan Laut, berarti pondokan baru mesti dipersiapkan. Alhamdulillah kedua tujuan itu tercapai. Dia kos dirumah keluarga orang Silungkang beristerikan orang Jakarta. Cuma dia sendirian yang kos disana, dan masih ada kamar satu lagi yang kosong. Setelah menanyakan uang kos dan lain-lain, saya menyetujui dan diperkenalkan dengan pemilik rumah. Pemilik rumah pun setuju dan saya janjikan akan masuk tanggal 1 bulan berikutnya.

Ujian Tata Buku Bond A.

Saya sudah berada di persimpangan jalan, dan saya sudah memilih jalan yang Insya Allah akan memberi harapan di masa depan. Saya ceritakan dulu kepada mamanda Yubhar tentang keberhasilan saya mendapatkan Kartu Demobilisan dan pertemuan saya dengan pak Aga Kartanagara. Saya ceritakan juga rencana saya untuk berhenti dari Perhubungan Angkatan Laut dan pindah bekerja di Persdi Ltd. Prinsipnya beliau mendukung asal sekolah jangan ditinggalkan, karena disitulah terletak sukses jangka panjang. Setelah konsultasi dengan mamanda Yubhar, bulatlah hati saya untuk mengundurkan diri dari Perhubungan Angkatan Laut. Sebelum saya membuat permohonan berhenti, saya menghadap dulu kepada Bapak Letkol Laut Soekiswo, menyampaikan maksud saya men gundurkan diri, dengan alasan ingin mencari pengalaman dibidang swasta. Setelah mendapat lampu hijau dari beliau baru saya membuat surat resmi permohonan berhenti terhitung mulai akhir bulan berjalan. Tembusan surat itu saya kirimkan juga ke bagian pengelola mess di Manggarai.

Tanggal satu bulan berikutnya saya mulai bekerja di Persdi Ltd. Bagian Personalia. Hari pertama pak Aga Kartanagara memperkenalkan saya ke masing-masing staf di setiap bagian yang ada di lantai II dan lantai III. Setelah itu kepada saya di berikan buku-buku peraturan dan perundang-undangan perburuhan supaya dipelajari. Praktis dua minggu petama kerja saya hanya membaca saja. Baik mengenai peraturan Pemerintah maupun peraturan intern perusahaan yang masih berlaku. Disitu saya banyak belajar dan mengetahui tentang perundang-undangan perburuhan secara garis besar.

Waktu itu sudah tiga bulan saya sekolah di SMA Demobilisan. Selama tiga bulan itu saya perhatikan kurang sekali disiplin dalam pelajaran maupun kehadiran siswa maupun guru. Siswa kurang disiplin karena dia yakin akan lulus, kalau tidak, guru di intimidasi. Tidak jarang siswa meletakkan pistolnya di atas meja sewaktu ulangan. Demikian juga guru, tidak berani menerapkan disiplin kepada siswa karena umumnya guru-guru itu tidak ikut berjuang semasa revolusi, dengan isitilah bukan republiken. Dalam kondisi demikian, sebetulnya hati saya sudah tidak mantap lagi sekolah di situ, tetapi belum menemukan alternatif pengganti.

Ruangan Personalia di kantor Persdi Ltd, bersebelahan dengan ruangan Pembukuan. Kepala Pembukuannya orang Padang, dia lebih tua dari saya kira-kira 5 tahun. Orangnya pintar sekali, bahasa Belandanya mantap dan dipercaya oleh Direktur Utama, serta disegani oleh teman-teman di kantor itu. Berwibawa dan tidak banyak bicara. Setelah bekerja kira-kira satu bulan disitu, saya lihat dia agak santai dan saya betandang ke ruangan nya. Sejak di perkenalkan pertama kali oleh pak Aga Kartanagara, baru sekarang saya sempat berbicara- bicara saling mengenal agak lebih detail. Dia rupanya tamatan MULO zaman Belanda setingkat dengan SMP sekarang. Nilai lebih tamatan MULO dulu dibanding dengan SMP sekarang adalah segi bahasa. Tamatan MULO bahasa Belanda nya sudah tidak diragukan lagi, sebab sejak mereka masuk dikelas 1 sampai kelas 3, sudah wajib berbahasa Belanda di sekolah. Kalau ketahuan tidak berbahasa Belanda di sekolah didenda atau dihukum

Tamat dari sekolah Mulo dia mengambil kursus tata-buku yang diadakan oleh Bond yang berpusat di Negeri Belanda. Tingkatan kursus itu ada tiga yaitu Tata-buku A, Tata-buku

B dan APM. Dia hanya sampai Tata-buku B saja. Saya ceritakan bahwa saya sekarang sedang sekolah di SMA Demobilisan kelas 1, tetapi saya kurang puas sekolah disitu karena kurang disiplin belajar dan kehadiran guru-guru, bahkan sering tidak belajar. Dia tidak ragu- ragu menyarankan kepada saya mengingat umur dan efektivitas belajar. Dia menyarankan supaya saya mengambil kursus tata-buku saja seperti yang dia lakukan dulu. Kebetulan temannya Amran Bustam membuka kursus tata-buku yang sudah terdaftar di Bond. Sebab kalau tidak terdaftar tidak boleh ikut ujian yang diadakan oleh Bond. Dia berikan alamat kursus itu yaitu di Jalan Kramat Raya, pojok jalan Sentiong. Pagi dipakai sekolah Kristen dan sore sampai malam sebagian lokal dipakai buat kursus Tata-buku A dan B Amran Bustam.

Hari itu juga, pulang sekolah dari SMA Demobilisan, saya pergi ketempat kursus Tata- buku Amran Bustam di Kramat Raya. Dari kantor administrasi saya mendapat informasi bahwa rombongan yang baru sudah berjalan 5 kali pelajaran. Apakah akan mengikuti rombongan yang baru sekarang atau akan menunggu rombongan berikut nya tiga bulan kedepan ?. Untuk menghemat waktu saya beranikan diri mengambil rombongan yang sekarang saja. Padahal buat saya ilmu tata-buku masih buta sama sekali. Hari kursus tiga hari dalam seminggu, Senin, Rabu dan Jumat. Disarankan supaya membeli buku Bowhoff & Lagerwerf atau Amani Uli untuk tata-buku dan untuk Hitung Dagang disarankan membeli buku Efendi Harahap sebagai pegangan. Lamanya kursus enam bulan bagi yang merasa sudah siap atau 9 bulan bagi yang masih merasa belum siap. Jadwal ujian Bond adalah Maret dan September tiap-tiap tahun.

Besoknya saya beli buku buku yang disarankan. Saya coba mempelajari dan memahami sejak dari bab pertama. Untuk meyakinkan bahwa saya sudah mengerti saya coba juga membuat soal-soal yang ada dibelakang bab tersebut. Pada hari kursus pertama saya mengikuti pelajaran yang diberikan langsung oleh pak Amran Bustam. Insya Allah saya dapat mengikuti pelajaran-pelajaran berikutnya, karena merasa tidak terlalu ketinggalan dari kawan-kawan yang terlebih dahulu belajar dari saya. Setiap selesai kursus kami diberi soal- soal yang harus dibuat di rumah sebagai pekerjaan rumah. Hasilnya harus diserahkan untuk diperika oleh guru pada hari kursus yang akan datang. Hasil temuan guru, dari kesalahan umum yang dibuat oleh peserta kursus dibahas bersama pada hari kursus berikutnya.

Pelajaran di Amran Bustam intensif sekali, karena beliau mempunyai target supaya lembaga kursus yang beliau dirikan itu menjadi yang terbaik di Jakarta. Ukuran yang terbaik ialah, bagi lembaga kursus yang paling banyak meluluskan pesertanya dalam ujian Bond A atau B. Diharapkan para peserta kursus juga harus bekerja keras untuk mencapai itu. Pengalaman menunjukkan jarang sekali orang yang bisa lulus ujian Bond A atau B.sekaligus. Biasanya beberapa kali baru lulus. Waktu itu soal ujian masih menggunakan dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia disebelah kiri dan bahasa Belanda di sebelah kanan. Kertas ujian tidak diperiksa di Indonesia tetapi diperiksa di negeri Belanda. Karena itu hasil ujian baru dapat diketahui 2-3 bulan setelah ujian dilaksanakan. Jadi tidak ada celah-celah untuk main-maia dengan pemeriksa ujian waktu itu.

Mengingat system yang diterapkan dalam ujian Bond begitu ketat maka ijazah yang dikeluarkannya juga bergengsi waktu itu. Saya bersemangat dan bersungguh-sungguh belajar disitu, sehingga SMA Demobilisan terpaksa saya tinggalkan. Saya konsentrasi penuh di kursus pak Amran Bustam. Tidak ada pekerjaan rumah yang diberikan yang tidak saya kerjakan, bahkan bulan terakhir menjelang ujian saya berusaha mendapatkan soal-soal ujian tahun-tahun sebelumnya sebagai latihan.

Halangan yang saya rasakan waktu itu hanya tempat tinggal yang relatif jauh dari tempat kursus. Kadang-kadang keluar kursus baru jam 9.00 malam, sampai dirumah sudah jam

10.00 malam. Saya terpaksa mencari pondokan lain sekitar Jalan Sentiong untuk menghemat waktu. Saya mulai bertanya-tanya ke teman-teman sesama kursus, barangkali ada yang tahu tempat kos disekitar Sentiong atau Gang Lontar. Ternyata ada teman kursus perempuan namanya Goezaimah orang Bengkulu, Dia tinggal di Gang Lontar agak kedalam, tempat Hasjim Djalal kos dulu sewaktu masih kuliah di Akademi Luar Negeri yang diadakan oleh Kementerian Luar Negeri. Dia menawarkan rumah saudaranya di Jl. Sentiong Gang I, kira- kira 30 meter dari Jalan Sentiong. Nama saudaranya itu Nuraini suaminya orang Padang bernama Chairuddin. Pak Chairuddin bekas wartawan angkatan pak Adam Malik. Sejak beberapa tahun terakhir beliau membuka usaha penerbitan dengan nama “Pemandangan”.

Pulang dari kursus saya diperkenalkan Goezaimah dengan ibu Nuraini di Gang I Jalan Sentiong. Setelah bicara-bicara sebentar, dan melihat lihat kamar yang akan saya tempati dan lain-lain, akhirnya tercapai kesepakatan bahwa saya dirterima kos disitu mulai awal bulan berikutnya. Hal ini saya sampaikan juga ke tempat kos saya yang lama di Gang Chase yang sudah menampung saya beberapa bulan disitu.

Tidak terasa hari berjalan terus, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan, sudah sampai pada bulan Agustus 1952. Jadwal ujian Bond adalah bulan September. Pak Amran sudah mulai memperingatkan kami supaya mempersiapkan diri sungguh-sungguh menghadapi ujian yang tidak lama lagi. Kepada yang akan ikut ujian sekarang supaya mendaftarkan diri di sekretariat dan menyetor sejumlah uang pendaftaran. Sejak itu saya bersama beberapa orang teman yang mau diajak, lebih rajin lagi mencari-cari soal tahun- tahun lalu untuk latihan.

Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu datang. Surat pemberitahuan ujian berikut tempat ujian kami terima. Saya kebetulan di tempatkan di sekolah Kristen Jalan Salemba depan

Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Ujian diadakan dua hari berturut-turut, hari Sabtu dan hari Minggu dari jam 8.30 sampai jam 4.00 sore dengan istirahat antara jam 12.00 sampai jam 1.00 siang. Kepada para peserta dianjurkan membawa makanan dan minuman seperlunya.

Setengah jam sebelum waktu ujian dimulai, saya sudah stand by di tempat ujian, sambil melihat situasi dan menentukan ruangan ujian. Di situ sudah mulai banyak orang-orang yang akan ikut ujian Bond A, tidak saja dari lembaga kursus Amran Bustam, tetapi juga banyak dari lembaga-lembaga kursus lainnya. Meja dan kursi di susun jarak dua meter antar satu meja dengan meja lainnya, ke kanan dan ke kiri, ke muka dan ke belakang, sehingga tidak memungkinkan mencontek antara satu dengan lainnya. Tepat jam 8.30 pagi kertas ujian dibagikan kepada seluruh peserta. Suasana hening, sedangkan pengawas ujian setelah selesai membagikan kertas ujian, hanya sekali-sekali berjalan dari muka ke belakang dan dari kanan ke kiri mengawasi peserta ujian, memperhatikan kalau-kalau ada yang berbisik-bisik dan lain lain. Tepat jam 12.00 siang kertas jawaban dikumpulkan di depan. Kepada peserta ujian diminta kembali ke tempat masing-masing jam 1.00 siang untuk mata pelajaran yang lain.

Akhirnya 2 hari masa ujian telah saya lalui, sekarang tinggal menunggu hasilnya 2 bulan ke depan. Sebagian teman-teman selesai ujian Bond A. langsung mendaftarkan diri untuk mengikuti kursus Bond B. Alasan mereka adalah menghemat waktu. Tetapi saya akan menunggu hasil ujian Bond A dulu baru mendaftar ke tingkat lanjutan.

Selesai ujian, saya konsentrasi bekerja di Bagian Personalia Persdi Ltd. Kebetulan penyakit pak Aga Kartanagara semangkin berat. Sering beliau tidak masuk kantor dan sebagian besar tugas beliau sudah diserahkan kepada saya, termasuk menghadiri rapat-rapat direksi dan lain-lain. Tidak lama setelah itu pak Aga Kartanagara masuk dan dirawat di Rumah Sakit Angkatan Darat. Saya datang menjenguk beliau, waktu itu beliau masih sadar dan beliau berpesan kepada saya, bila terjadi apa-apa terhadap diri saya, kakak kamu tolong antarkan ke Pahang. Amanat itu sampai sekarang tidak pernah saya laksanakan, disebabkan halangan hukum yang mempunyai kekuatan lebih tinggi dari sekedar amanat. Akhirnya beliau meninggal, dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kali-bata Jakarta. Semoga Allah memaafkan segala kesalahan beliau dan menerima amal ibadah beliau serta memaafkan saya karena amanat beliau tidak dapat saya tunaikan. Amin !.

Salah satu bidang usaha Persdi Ltd, adalah keagenan dari beberapa perusahaan pelayaran luar negeri. Salah satunya ialah dari perusahaan pelayaran dari Bangkok. Tiap-tiap ada kapal asing berlabuh di Tanjung Priok, Direksi menugaskan saya membawa jalan-jalan kapten dan crew kapal melihat-lihat Jakarta dan sekitarnya. Tugas ini diserahkan kepada saya, karena diantara sekian banyak pegawai hanya saya salah seorang yang dapat berkomunikasi dalam Bahasa Inggeris yang agak lumayan, sedangkan teman-teman lainnya mahir berbahasa Belanda. Diantara sekian banyak kapal yang berlabuh di Tanjung Priok ada satu kapal dari Bangkok yang sering sekali berlabuh di Tanjung Priok. Karena saya sering bergaul dengan Kapten kapal tersebut dan sudah merasa intim. Pada satu ketika dia menawarkan kepada saya untuk pindah saja bekerja ke perusahaannya di Bangkok. Kalau setuju dia akan bicarakan dengan Direksi Persdi Ltd, minta persetujuannya. Tawaran ini tidak segera saya iakan tetapi saya akan pikir-pikir dan minta persetujuan orang tua lebih dahulu.

Ibunda Datang dari Kampung Membawa Adik Untuk di Sekolahkan

Sejak pak Aga Kartanagara meninggal saya secara tidak resmi sudah menggantikan posisi beliau sebagai Kepala Personalia. Disamping itu saya juga dipercaya meladeni tamu-tamu asing yang berkunjung ke perusahan tempat saya bekerja, bila kepala-kepala bagian Import dan Ekspor berhalangan. Kepercayaan Direksi kepada saya ini menyebabkan suasana sesama teman sekerja yang sudah lama bekerja disitu merasa iri. Umumnya mereka lebih senior dari saya, baik dari masa kerja maupun dari segi umur. Dalam suasana demikian, saya terpaksa berpikir untuk mencari lapangan kerja dan suasana kerja yang lebih baik. Salah satunya menerima tawaran dari Kapten kapal dari Bangkok itu. Bersamaan dengan itu, tiba-tiba saya menerima surat dari Ibunda di Kampung, mengatakan bahwa tahun ini Chairman akan tamat sekolah SMP di Tanjung Alam. Dia akan dibawa oleh ibunda ke Jakarta supaya di sekolahkan, karena kalau di kampung tidak ada kemampuan untuk itu, atau akan dibiarkan saja hanya sampai tamat SMP saja ?.

Alhamdulillah beriringan dengan surat ibunda tersebut kira-kira akhir Nopember 1952 saya juga menerima surat dari Pengurus Ujian Bond menyatakan bahwa saya lulus ujian Bond A. yang diadakan bulan September yang lalu. Saya perlihatkan surat tanda lulus saya itu kepada Kepala Pembukuan Persdi Ltd, orang yang dulu menyarankan saya memasuki kursus Tata-buku A. pada Amran Bustam. Dia gembira dan dia mengatakan jarang orang yang bisa lulus sekali ujian mengambil Bond A. katanya. Dia menganjurkan supaya teruskan mengambil Bond B, kalau bisa sampai ke MBA (Moderne Bedsrijfs Administratie).. pak Amran Bustam itu tamatan MBA katanya.

Dengan diterimanya surat dari ibunda tersebut, pikiran untuk ke Bangkok sudah harus dijauhkan. Kebetulan waktu itu Anwar Jamil baru beberapa hari pulang dari Singapore. Dia datang ke kantor saya untuk bertamu,karena sejak pisah dulu di Johore Baharu tidak pernah lagi bertemu. Dia menceritakan bahwa dia sedang melamar pekerjaan di Jakarta Loyd, salah satu perusahaan perkapalan Negara yang terbesar waktu itu. Mudah-mudahan diterima katanya. Dia menyuruh saya mencarikan tempat kos karena sampai hari itu dia masih tinggal menompang di rumah keluarga nya. Kebetulan saya juga mencari rumah, karena ibu saya akan datang membawa adik laki-laki akan sekolah disini. Sebaiknya kita cari rumah kecil, kita sewa bersama, dan kita cari pembantu untuk mencuci, masak dan lain-lain. Usul itu bagus katanya, mari kita cari besama-sama kalau sudah dapat kita lihat bersama dan disitu kita tinggal bersama dengan biaya patungan. Tidak lama setelah itu dia yang mendapatkan informasi pertama yaitu di Pisangan Lama sebuah rumah petak, terdiri dari 2 kamar tidur, dapur, kamar mandi di luar, air dari sumur. Setelah kami tinjau dan tawar-menawar harga sewanya, akhirnya kami putuskan setuju, karena sesuai dengan keuangan kami waktu itu. Awal Desember 1952, kami pindah ke sana dengan persiapan perabot seadanya. Saya ceritakan juga pada Anwar Jamil bahwa saya mendapat tawaran bekerja di Bangkok, ternyata dia tidak melihat ada keuntungan bagi saya jika tawaran itu saya terima dengan alasan, Bangkok itu negara terbelakang sama seperti Indonesia. Tidak banyak pengalaman yang akan diperdapat di situ katanya, lebih baik di sini saja.

Masih dalam bulan Desember l952, saya menerima telegram dari ibunda, mengatakan beliau berangkat tanggal sekian dengan kapal KPM minta ditunggu di Tanjung Priok. Pada hari jadwal kedatangan kapal KPM saya sudah siap menunggu di Tanjung Priok. Ada dua tangga tempat penumpang turun dari kapal. Saya perhatikan di tangga pertama dengan hati- hati, sampai sudah sepi penumpang turun, beliau tidak kelihatan. Saya kejar ketangga yang satu lagi, di situ pun sudah sepi dan beliau tidak juga kelihatan. Saya pikir mungkin beliau menunggu dekat pintu keluar juga tidak ada di situ. Sampai habis semua penumpang turun dari kapal dan keluar pelabuhan beliau tetap tidak berjumpa. Waktu itu saya betul-betul panik, kemana mesti dicari.

Ada pikiran untuk melapor ke Polisi menyatakan ada seorang ibu tua bersama seorang anak laki-laki hilang turun dari kapal KPM pagi tadi. Dalam situasi panik demikian sedangkan hari sudah siang sedangkan kapal masuk pagi jam 7.00 berarti sudah setengah hari ibunda hilang tidak tahu dimana rimbanya. Dalam Keadaan putus asa demikian saya ingat mamanda Yubhar ingin minta saran dari beliau bagaimana baiknya. Saya pergi ke rumah mamanda Yubhar yang waktu itu tinggal di Tanah Tinggi. Alangkah gembiranya saya, ternyata beliau dan adinda Chairman sudah ada di sana. Rupanya beliau berangkat dari kampung bersamaan dengan salah seorang famili mamanda Yubhar yang tidak beliau ceritakan dalam telegram itu. Mamanda Yubhar pun marah kepada saya beliau menganggap saya tidak menjemput ibunda ke Tanjung Priok, padahal saya sudah panik, gara-gara miss comunication. Setelah saya jelaskan duduk persoalannya baru beliau mengerti. Setelah berbasa basi sebentar saya pamit kepada mamanda Yubhar dan seisi rumah. Saya bawa ibunda dan Chairman ke Pisangan Lama tempat kami tinggal.